Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Samuel Juanputra
"Latar Belakang: Salah satu bidang kedokteran adalah kedokteran darurat atau emergency medicine. Bidang kedokteran ini memiliki fokus penanganan pasien pada keadaan darurat. Salah satu kedokteran darurat menangani bagian saraf pasien atau sering disebut sebagai neuroemergensi. Pada kasus neuroemergensi, dibutuhkan penilaian awal untuk menentukan prognosis pasien dan prioritas penanganan yang diperlukan. Namun, sistem-sistem yang ada sering tidak bisa dilakukan karena kurangnya sumber daya sehingga membuat sistem-sistem tersebut kurang efektif. Riset ini akan melihat hubungan tanda vital dengan prognosis pasien neuroemergensi. Alasan tanda vital digunakan adalah karena tanda vital mudah diukur dengan sumber daya terbatas. Selain itu, riset ini juga akan melihat apakah tanda vital yang selama ini digunakan secara luas untuk penilaian awal segala kasus darurat relevan untuk kasus darurat dengan penyakit saraf sebagai penyebab yang spesifik.
Tujuan: Tujuan utama riset ini adalah mencari alternatif yang lebih mudah terhadap parameter yang sudah standard dalam keadaan neuroemergensi.
Metode: Pasien dengan tanda vital berupa denyut nadi, laju respirasi, temperatur, saturasi oksigen, dan tekanan darah sistolik dan diastolik variabel independen dikategorikan sebagai normal dan abnormal. Lalu, hasilnya dibandingkan dengan status discharge pasien dari unit gawat darurat RSCM berupa dilepas langsung ke rumah, masuk bangsal umum, mendapat perawatan intensif, meninggal, atau dirujuk ke spesialis lain sebagai variabel dependen. Jumlah pasien pada kategori tertentu lalu dianalisis asosiasi nya. Selain itu, nilai New Early Warning Score (NEWS) juga diasosiasikan ke discharge status untuk mengecek apakah sistem ini bisa dipakai di kasus neuroemergensi.
Hasil: Denyut nadi, laju respirasi, MAP, saturasi oksigen, temperature, dan skor GCS mempengaruhi status discharge pasien neuroemergensir yang juga mewakili prognosis pasien dengan nilai signifikansi masing-masing p<0,05.
Kesimpulan: Penilaian awal respiratory rate, heart rate, tekanan darah diastolik dan sistolik, temperatur, saturasi oksigen, dan skor GCS bisa digunakan untuk memprediksi prognosis pasien neuroemergensi.  Tanda vital yang lebih baik berarti prognosis yang lebih baik bagi pasien neuroemergensi. Nilai NEWS juga ditemukan memiliki asosiasi signifikan pada kasus neuroemergensi.

Background: One of the fields of medicine is emergency medicine. This medicine focuses on patients' management during emergency setting. One of the available emergency medicine is neuroemergeny, which is emergency treatment with neurological diseases as the main cause. In neuroemergency cases, early assessment is required to predict patient's prognosis and determine patient's treatment priority. However, existing systems often cannot be done due to lack of resources. This research will check the association of vital signs and neuroemergency patient prognosis. Vital signs measurement is used vital signs can be measured with limited resources. Also, this research will also check whether vital signs which have been used to date for emergency assessment is relevant for neuroemergency cases specifically.
Objective: To find easier alternatives to standardized parameters in determining prognosis in neuroemergency setting.
Method: Vital signs of patients such as heart rate, respiratory rate, GCS score, oxygen saturation, systolic and diastolic blood pressure in the form of mean arterial pressure (MAP), and temperature as independent variable were categorized as normal or abnormal. Then the result was associated with patient discharge status from the emergency unit in RSCM such as direct-discharged home, general ward, intensive care, deceased, or referred to other specialist(s) as a dependent variable. After that, National Early Warning Score (NEWS) score associated with discharge status was also checked to know whether this system could be used to assess neuroemergency cases.
Result: Heart rate, respiratory rate, MAP, oxygen saturation, GCS score, and temperature affect neuroemergency discharge status which represents patients prognosis with significance p<0.05.
Conclusion: Initial assessment of heart rate, respiratory rate, systolic blood pressure, diastolic blood pressure, body temperature, oxygen saturation, and GCS score can be used to predict patient's prognosis in neuroemergency cases. Better vital signs indicate better prognosis in neuroemergency cases. NEWS score is also associated well with discharge status."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin
"Latar Belakang: Indonesia sebagai negara berkembang mengalami tantangan dalam aplikasi trombektomi mekanik (TM) seperti tenaga ahli neurointervensi, biaya, dan waktu. Efektivitas TM dibandingkan terapi konservatif dalam memperbaiki luaran fungsional pada stroke iskemik akut di negara berkembang belum ada.
Metode Penelitian: Studi kohort retrospektif ini menggunakan data rekam medik di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari Januari 2017 hingga Desember 2021. Stroke iskemik sirkulasi anterior dibuktikan dari gabungan klinis dan pencitraan. Kelompok TM dengan/tanpa trombolisis intravena (TIV) dibandingkan dengan konservatif (TIV saja/ medikamentosa). Luaran utama adalah kemandirian fungsional berdasarkan modified Rankin Scale (mRS) bulan ketiga.
Hasil: Dari 111 subjek, terpilih 32 subjek pada TM dan 50 subjek pada konservatif dianalisis lebih lanjut. Kelompok TM memiliki rerata usia lebih muda (p=0,004), proporsi hipertensi lebih rendah (p<0,001), intubasi lebih tinggi (p=0,014), dan awitan lebih dini (p=0,023). Trombektomi mekanik tunggal lebih dipilih pada waktu awitan lebih panjang dibandingkan terapi kombinasi (180 vs. 120 menit; p=0,411), tetapi tidak ada perbedaan median door to recanalization (395 vs. 370 menit; p=0,153). Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan konservatif (28,1% vs. 18,0%; p=0,280). Pada analisis multivariat, ASPECTS (aOR 2,43; IK95% 1,26-4,70; p=0,008) menentukan kemandirian fungsional pada TM.
Kesimpulan: Proporsi mRS 0-2 bulan ketiga pada kelompok TM lebih tinggi dibandingkan dengan terapi konservatif pada pasien stroke iskemik akut oklusi pembuluh darah besar di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo walaupun tidak berbeda secara statistik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Mariani
"Latar Belakang: Stroke merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia. Stroke menimbulkan ketidakmampuan dan kelemahan yang berakibat pada penurunan kemampuan fungsional. Kemandirian aktivitas hidup sehari-hari pasien stroke sangat penting karena dapat meningkatkan kualitas hidup. Dari tahun 1990 hingga 2019, telah terjadi peningkatan kejadian stroke sebesar 70%. Selanjutnya stroke sendiri akan menyebabkan peningkatkan angka kematian sebesar 43% dan disability adjusted lifeyears (DALY) sebesar 143%. Penelitian ini bertujuan untuk mehilat hubungan antara kadar vitamin D serum terhadap massa otot bebas lemak pada kedua ektremitas pada pasien stroke dan luaran klinis dengan pada pasien stroke.
Metode: Penelitian menggunakan desain potong lintang pada subjek berusia diatas 18 tahun yang menjalani perawatan di RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo dan RS Universitas Indonesia Depok. karakteristik demografi meliputi usia, jenis kelamin, status gizi, jenis kulit, jenis pakaian , asupan vitamin D, pemakaian tabir surya, Indeks Barthel, asupan energi total, asupan protein, asupan lemak, asupan karbohidrat, skor pajanan sinar matahari dan kadar vitamin D serum. Dilakukan analisis hubungan kadar vitamin D serum dengan ASMI dan Indeks Barthel Hasil: Sebagian besar subjek rerata berusia 59 tahun, dengan jenis kelamin perempuan terbanyak. Status gizi 33,3% mengalami obesitas derajat 1 dan 13,3% obesitas derajat 2. Karakteristik subjek memiliki jenis kulit tipe 4 (moderate brown), dan hampir seluruh subjek sebanyak 83,3% tidak memakai tabir surya. Untuk kecupukan asupan, bebagian besar subjek 81,7% memiliki asupan energi total yang cukup, 50% subjek mengalami asupan protein yang kurang, 5% subjek memiliki asupan lemak yang kurang, dan hanya 1,7% subjek yang mengalami asupan karbohidrat yang kurang, disamping itu didapatkan 65% yang mengalami kurangnya asupan bahan makanan sumber vitamin D. Skor pajanan sinar matahari pada hampir seluruh subjek sebesar 81,7% termasuk dalam kategori rendah. Hasil penelitian ini juga didapatkan gambaran 30% sebagian subjek tergolong defisiensi vitamin D, dan 58,3% subjek yang mengalami insufisiensi vitamin D. Sebagian besar subjek pada hasil pemeriksaan ASMI menunjukkan gambaran 83,3% mengalami ASMI yang rendah, dengan proporsi pada subjek laki-laki sebanyak 86,2% dan perempuan sebanyak 80,6%. Untuk Indeks Barthel didapatkan 48,3% subjek mengalami ketergantungan sedang dalam menjalani akitivitas sehari-hari. Kesimpulan: Terdapat korelasi yang bermakna antara kadar vitamin D serum dengan ASMI dan Indeks Barthel.

Background: Stroke is the second leading cause of death and the third leading cause of disability in the world. Stroke causes disability and weakness which results in decreased functional ability. Independence of daily living activities of stroke patients is very important because it can improve the quality of life. From 1990 to 2019, there has been a 70% increase in the incidence of stroke. Furthermore, stroke itself will cause an increase in mortality by 43% and disability adjusted lifeyears (DALY) by 143%. This study aims to investigate the relationship between serum vitamin D levels and fat-free muscle mass in both extremities in stroke patients and clinical outcomes with stroke patients.
Methods: The study used a cross-sectional design on subjects aged over 18 years who underwent treatment at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital and University of Indonesia Hospital Depok. Demographic characteristics include age, gender, nutritional status, skin type, clothing type, vitamin D intake, sunscreen use, Barthel Index, total energy intake, protein intake, fat intake, carbohydrate intake, sun exposure score and serum vitamin D levels. The association of serum vitamin D level with ASMI and Barthel Index was analyzed.
Results: Most of the subjects had an average age of 59 years, with the most female gender. The subjects had a skin type of type 4 (moderate brown), and almost all subjects as much as 83.3% did not wear sunscreen. For intake adequacy, most subjects 81.7% had sufficient total energy intake, 50% of subjects experienced insufficient protein intake, 5% of subjects had insufficient fat intake, and only 1.7% of subjects experienced insufficient carbohydrate intake, besides that 65% experienced insufficient intake of food sources of vitamin D. The sun exposure score in almost all subjects of 81.7% was in the low category. The results of this study also obtained a picture of 30% of subjects classified as vitamin D deficiency, and 58.3% of subjects who experienced vitamin D insufficiency. Most subjects in the ASMI examination results showed a picture of 83.3% experiencing low ASMI, with a proportion in male subjects as much as 86.2% and women as much as 80.6%. For the Barthel Index, 48.3% of subjects experienced moderate dependence in carrying out daily activities.
Conclusion: There is a significant correlation between serum vitamin D levels with ASMI and Barthel Index.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library