Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asrif
"ABSTRAK
Disertasi ini mengkaji teks, konteks, dan fungsi kabanti sebagai tradisi lisan masyarakat Buton. Hasil kajian menemukan teks dalam tradisi lisan memanfaatkan ketersediaan kosakata percakapan sehari-hari dan juga merangkai kembali formula sendiri untuk menjadi formula baru. Metris formula tradisi lisan tidak berada pada posisi yang tetap. Formula akan bergerak dinamis karena penciptaan karya lisan semata mengandalkan ingatan dalam ruang waktu terbatas. Konteks berpengaruh dominan dalam penciptaan tradisi lisan. Teks lisan memanfaatkan unsur-unsur bahasa yang menggambarkan kebudayaan masyarakat pemiliknya. Kabanti dilatari oleh konteks budaya maritim dan agraris.
Kelisanan menjadikan teks, konteks, dan fungsi tradisi lisan lebih fleksibel sehingga melahirkan tradisi yang ekspresif, dinamis, dan ekspansif yang menempati beragam konteks budaya. Kabanti diciptakan dalam bahasa, konteks, interaksi, dan tradisi masyarakat setempat. Tradisi lisan tumbuh bersama dengan konteks, menyatu, dan menyatakan masyarakatnya, menerima unsur-unsur baru agar tetap kompetitif dengan masa yang ditempatinya. Eksistensi kabanti pada masa sekarang menunjukkan tradisi lisan bukan hasil budaya masyarakat niraksara melainkan sarana ekspresi budaya yang hanya dapat diwujudkan melalui cara-cara lisan.
This dissertation study the text, context, and function as an oral tradition of kabanti Buton community. The result of study found the text in the oral tradition for utilizing the available some words of daily conversation and also reassembling the formula itself to be a new formula. The Metris formula of the oral tradition is not same position. It would move dynamically based on the creation of an oral work solely and also to depend on memory in a limited space of time. The context influenced the dominant in the creation of an oral tradition.
The oral of text used some elements language that describes the owner culture of the community. Kabanti was backed by the cultural context of maritime and agriculture Orally made the text, context, and function the oral tradition is more flexible which appear the tradition is expressive, dynamic and expansive into placing some cultural contexts. Kabanti was created in language, context, interaction, and traditions of the local community. Oral tradition grew along with the context, united, and expressed its community; accept new elements in order to remain competitive with the time itself. At the present, the existence of kabanti indicates that the oral tradition is not the result of culture niraksara but cultural expression which could be realized through oral ver.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2124
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Sulkarnaen
"Kelanjutan Tradisi Lisan Maddoja Bine Dalam Konteks Perubahan Sosial Masyarakat Bugis Disertasi ini mengkaji kelanjutan tradisi maddoja bine dalam konteks perubahan sosial masyarakat Bugis. Secara harfiah maddoja berarti begadang atau berjaga, tidak tidur; bine berarti benih. Petani yang melaksanakan maddoja bine akan berjaga di malam hari menunggui benih padi yang diperam, sebelum ditabur di persemaian keesokan harinya. Untuk mengisi waktu berjaga-jaga tersebut diadakan massureq, yaitu pembacaan Sureq La Galigo dengan berlagu resitasi. Maddoja bine merupakan salah satu tradisi La Galigo yang dilaksanakan sebagai bentuk penghormatan kepada Sangiang Serri dewi padi. Dalam epos/mitos La Galigo diceritakan bahwa Sangiang Serri merupakan puteri Batara Guru. Pada mulanya pelaksanaan maddoja bine merupakan bagian dari ritual komunal dalam satu wanua kampung, ketika itu pranata adat masih ada dan berfungsi. Perubahan sosial masyarakat Bugis berpengaruh pada pelaksanaan tradisi maddoja bine.
Dari penelitian ini, didapatkan empat cara pelaksanaan maddoja bine di kalangan petani Bugis, yaitu; 1 dilaksanakan secara perorangan disertai dengan massureq, 2 dilaksanakan secara perorangan dengan memasukkan unsur agama Islam barzanji dan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 3 dilaksanakan secara perorangan tanpa disertai dengan pembacaan Sureq La Galigo, 4 dilaksanakan secara kolektif atau komunal dengan disertai pembacaan Sureq La Galigo. Munculnya empat cara pelaksanaan maddoja bine ini tidak terlepas dari konteks sosial budaya masyarakat di mana tradisi tersebut dilaksanakan. Keberlanjutan tradisi dipengaruhi oleh elemen-elemen eksternal dan internal sistem pewarisan. Kebertahanan tradisi merupakan cerminan kebermaknaan dari praktik budaya bagi komunitas pendukungnya.

The continuation of maddoja bine tradition in the context of Bugis society social changeThis dissertation examines the continuation of maddoja bine tradition in the context of Bugis society social change. Literally maddoja means staying up or waking, not sleeping Bine means seed. Farmers who carry out maddoja bine will be waking at night watching the seeds of the rice, before sowing in the field on the next day. To fill the waking time massureq is held. It is the recital of Sureq La Galigo in song. Maddoja bine is one of La Galigo 39 s traditions which is performed as a tribute to Sangiang Serri goddess of rice. It is told in the epic myth of La Galigo that Sangiang Serri is the daughter of Batara Guru.In the beginning, the implementation of maddoja bine was part of communal ritual in one wanua kampung, when the customary institutions still remained and functioned. The social changes of Bugis society affect the implementation of maddoja bine tradition.
This research finds four ways of the implementation of maddoja bine among Bugis farmers 1 conducted individually accompanied by massureq, 2 carried out individually by incorporating elements of Islamic religion barzanji and without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 3 carried out individually without accompanying the reading of Sureq La Galigo, 4 executed collectively or in communal accompanied by the recital of Sureq La Galigo.The emergence of four ways of implementing maddoja bine is inseparable from the socio cultural context of the community in which the tradition is carried out. The sustainability of the tradition is influenced by external and internal elements inheritance systems. The survival of the tradition is a reflection of the meaningfulness of cultural practice for its supporting community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
D2504
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ibnu Qoyim
"Disertasi ini mengkaji konteks, dan fungsinya Dalang Jemblung sebagai tradisi lisan, bagi masyarakat Banyumas, Jawa Tengah. Dalang Jemblung adalah tradisi yang dituturkan dengan cara menggelar pertunjukan yang khas dalam bahasa Banyumas. Bentuk, cara penyajian, dan bahasa yang digunakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung dari dahulu sampai sekarang tidak mengalami perubahan secara signifikan, tetapi lakon ceritanya dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan konteks perkembangan khalayaknya. Penciptaan lakon cerita dalam pertunjukan Dalang Jemblung dilakukan sekaligus dengan penuturannya. Lakon yang dibawakan dalam pertunjukan Dalang Jemblung diciptakan atas kondisi yang kontekstual. Struktur pertunjukan Dalang Jemblung terdiri atas: bagian pendahuluan, bagian isi, dan bagian penutup. Dalang menciptakan jalannya cerita yang akan dilakonkan dalam pertunjukan dengan cara tidak menghafal, tetapi memanfaatkan persediaan formula di dalam ingatannya. Formula yang digunakannya berupa formula dalam dan formula luar. Pewarisan Dalang Jemblung dilakukan secara otodidak antara Dalang terdahulu dengan Dalang kemudian melalui proses mendengarkan penuturan, melakukan penuturan, dan mendialogkan hasil penuturan antar generasi Dalang. Adanya satu kesatuan konteks yang saling memengaruhi antara Dalang, penonton, penyelenggara pertunjukan, kesempatan pertunjukan, waktu dan tempat pertunjukan, imbalan jasa pertunjukan, dan inovasi pertunjukan menjadikan Dalang Jemblung dapat tetap bertahan hidup di dalam masyarakat Banyumas. Dalang Jemblung yang dikhawatirkan akan mati bahkan punah, ternyata masih berfungsi di dalam kehidupan masyarakat Banyumas dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan perubahan masyarakatnya. Fungsi-fungsi itu berguna bagi pembentukan karakter dan identitas panginyongan pada masyarakat Banyumas khususnya dan bagi pembentukan karakter bangsa Indonesia pada umumnya.

This dissertation examines the context and function of Dalang Jemblung as an oral tradition, for the people of Banyumas, Central Java. Dalang Jemblung is a tradition that is spoken by performing a peculiar show in Banyumas language. The form, way of presentation, and the language used in Dalang Jemblung 39;s show from the beginning until recent time has not changed significantly, but the story can change from time to time in accordance with the context of the development of the audience.The creation of story in Dalang Jemblung shows is done at once with the narration. The story performed in Dalang Jemblung 39;s show were created on contextual conditions. The performance structure of Dalang Jemblung consists of: the prologue, the contents, and the epilogue. The Dalang creates the story that will be performed in the show by not memorizing, but using the formula in his memory. Formula used in the form of inner formulas and outer formulas. The inheritance of Dalang Jemblung is done autodidactically between the former Dalang and the recent Dalang through the process of listening, telling, and dialogue between generations of Dalang.The existence of a unified context that affects the Dalang, the audience, the performance organizers, the performance opportunities, the time and place of the performance, the rewards of performing services, and the performance innovation make Dalang Jemblung able to survive in Banyumas society. Dalang Jemblung who is feared to be extinct, was still fully functioning in the life of Banyumas society from time to time in accordance with the demands of society change. These functions are useful for the formation of character and identity of panginyongan in Banyumas society in particular and for the character formation of Indonesian nation in general."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
D2447
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Agussalim A.J.
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas mengenai ?makna simbolik pertunjukan ēlongkēlong ma?biola: interaksi dan interpretasinya dalam masyarakat Bugis Wajo?. Disertasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang: (1) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo, dan (2) cara makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi dalam proses interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan metode etnografi dan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara etnografik, observasi partisipasi, dan dokumentasi.
Hasilnya, bahwa (1) pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo merupakan simbol keutuhan hidup yang dimaknai sebagai suatu kemapanan, kesuburan, keharmonisan, keseimbangan, ketenangan, dan ketenteraman hidup. Keutuhan hidup tersebut terbentuk dari kepahaman dan keberterimaan mereka atas kehadiran diri sebagai bagian, ikatan, dan sekaligus sebagai pembentuk ?dunia? di bawah satu otoritas tertinggi yaitu Tuhan (Allah Ta?ala); (2) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi melalui saluran kesadaran dan keyakinan dengan cara, yaitu: pelaku dan khalayak terlebih dahulu menaruh perhatian pada simbol-simbol pertunjukan yang hanya dapat terjadi bila pelaku dan khalayak memiliki pengalaman dan pengetahuan terkait dengan pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola; pelaku dan khalayak menghubungkan simbol-simbol pertunjukan itu dengan cara pandangnya terhadap dunia yang dilanjutkan dengan membuat pengategorisasian; dan pelaku dan khalayak menjadikan pengategorisasian itu sebagai satuan simbol yang mewakili kestabilan dirinya.

ABSTRACT
This study discusses the ?symbolic meaning of performing ēlong-kēlong ma?biola: interaction and its interpretation in Wajo Buginese society". This study aims to describe and explain: (1) symbolic meaning of the performing ēlongkēlong ma?biola in the interaction and interpretation Wajo Buginese society, and (2) show how the symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola produced in the process of interaction and interpretation of Wajo Buginese society. This study is a qualitative research by using approach of ethnography method with technique of collecting data through ethnographic interviews, participatory observation, and documentation.
The results, that (1) the performing ēlong-kēlong ma?biola in interaction and interpretation of Wajo Buginese society is a symbol of wholeness of life which is defined as an establishment, fertility, harmony, balance, tranquility, and appeasements of life. Wholeness of life forms from those of understanding and acceptance of living for them as part of, union, and at the same time as forming the "world" under one supreme authority of God (Allah); (2) symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola which produced through confidence and consciousness in a way, that is: first, performer and audiences beforehand full attention to the symbols performance which can only happen when audiences and performer have the experience and knowledge related to performing ēlong-kēlong ma?biola; second, audience and performer connect the symbol of the performance with his perspective on the world, followed by making of category; and thirst, audience and performer make it category as a symbol that represents the stability of the unit itself."
Depok: 2010
D1196
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library