Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marpaung, Naomi Lidwina
"Latar Belakang
Koristoma atau kista dermoid orbita adalah tumor kongenital yang terdiri dari sel dan jaringan normal yang tumbuh di lokasi yang tidak seharusnya secara anatomis. Limbal dermoid sering dikaitkan dengan penyakit sistemik dengan sindrom Goldenharr. Penelitian mengenai karakteristik koristoma okular di Indonesia masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi karakteristik klinis dan demografis koristoma okular.
Metode
Penelitian ini menggunakan studi deskriptif retrospektif yang menggunakan data sekunder berupa rekam medis pada pasien koristoma okular di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo dari tahun 2019-2023. Pengumpulan informasi mencakup data demografis, karakteristik klinis, temuan histopatologi, hasil pemeriksaan radiologi, dan tatalaksana. Data-data tersebut dianalisis dengan SPSS Windows versi 25. Data disajikan dalam bentuk N dan persentase serta median dan range minimal-maksimal.
Hasil
Jumlah subjek yang terlibat adalah 72 orang, yang mayoritas adalah perempuan dengan paling banyak berusia lebih dari 18 tahun dan tinggal luar Jakarta. Onset gejala pasien paling banyak dalam rentang dari lahir hingga lebih dari 12 tahun. Jenis koristoma yang paling banyak dijumpai adalah kista dermoid (45,8%) di sebelah kiri (54,2%) dan di orbita (55,6%). Karakteristik klinis lainnya paling banyak dijumpai tidak ada gangguan penglihatan (61,1%). Histopatologi paling banyak ditemukan epitel skuamosa berlapis (76,4%). Data radiologi ditemukan batas tegas (95,5%) dengan diameter maksimal adalah 3,7cm. Semua pasien menjalankan operasi dengan kombinasi eksisi paling banyak dilakukan (80,6%).
Kesimpulan
Koristoma dapat terjadi di berbagi lokasi mata dengan lokasi terbanyak di orbita dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang berbeda tergantung dari lokasi. Tatalaksana terhadap koristoma okular tergantung dari posisi tumor.

Introduction
Choristoma or dermoid cyst of the orbita is a congenital tumor consisting of normal cells and tissues growing in an anatomically inappropriate location. Limbal dermoid is often associated with systemic disease with Goldenharr Syndrome. Research on the characteristics of ocular choristoma in Indonesia is still rare. Therefore, this study aims to explore the clinical and demographic characteristics of ocular choristoma.
Method
This study used a retrospective descriptive study using secondary data from medical records on ocular choristoma patients at Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from 2019- 2023. Demographic data, clinical characteristics, histopathology findings, radiology examination, and management were collected. The data will be analyzed with SPSS Windows version 25. Data will be presented as N and percentage, as well as median and minimum-maximum range.
Results
The number of subjects involved was 72, the majority of whom were female with most being over 18 years old and living outside of Jakarta. The onset of symptoms mostly ranged from birth to over 12 years old. The most common types of choristoma were dermoid cysts (45.8%) on the left side (54.2%) and in the orbit (55.6%). Other clinical characteristics were mostly no visual impairment (61.1%). Histopathology found mostly stratified squamous epithelium (76.4%). Radiologic data showed clear borders (95.5%) with a maximum diameter of 3.7cm. All patients underwent surgery with combined excision being the most common (80.6%)
Conclusion
Choristomas can occur in various locations of the eye with the most locations in the orbit and can cause different clinical manifestations depending on the location. Management of ocular choristoma depends on the position of the tumor.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindi Fantika
"ABSTRAK
Kapesitabin adalah salah satu obat kemoterapi oral yang banyak digunakan dan dilaporkan memiliki efektivitas yang sama dengan kemoterapi intravena 5 fluorourasil. Akan tetapi, kapesitabin yang berkaitan dengan banyak efek samping dan memiliki jadwal siklus penggunaan yang kompleks berpotensi meningkatkan ketidakpatuhan terhadap minum obat. Tujuan article review ini adalah menelusuri faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan pasien kanker terhadap terapi kapesitabin. Pencarian literatur dilakukan pada pangkalan data seperti PubMed, Sage, Sciencedirect, dan Springer dengan berpedoman pada Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta Analysis. Berdasarkan hasil penelusuran literatur didapatkan tujuh artikel yang sesuai dengan kriteria inklusi. Hasil review menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan pasien kanker yang mendapat kapesitabin bervariasi antara 76,7% sampai ≤105%. Sedangkan faktor faktor yang memengaruhi tingkat kepatuhan berhubungan dengan efek samping, lupa minum obat, perkembangan toksisitas, penurunan kualitas hidup, hambatan bahasa dalam berkomunikasi, situasi sosial, keyakinan pasien pada terapi kapesitabin, dan kepuasan terhadap petugas medis.

ABSTRACT
Capecitabine is one of the most widely used oral chemotherapy drugs and is reported have the same effectiveness as 5 fluorouracil intravenous chemotherapy. However, capecitabine, which is associated with many side effects, and has complicated dosage regiment cycle, have the potential to increase non-adherence medication. This review article aimed to explore the factors that influence the level of adherence among cancer patients using capecitabine as chemotherapy. Electronic searches were performed on databases including PubMed, Sage, Sciencedirect, and Springer based on Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta Analysis. Seven articles that fit the inclusion criteria were obtained. The results of the review showed that the level of adherence of cancer patients who received capecitabine varied between 76.7% to ≤105%. While the factors that influence the level of adherence were related to side effects, forgetting to take medication, the development of toxicity, decreased quality of life, language barrier, social situations, medication belief, and satisfaction with healthcare providers."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinand Inno Luminta
"Latar Belakang: Karsinoma sel sebasea adalah keganasan yang cukup sering ditemukan pada populasi Asia dan bersifat agresif dengan tingkat rekurensi lokal dan metastasis jauh yang tinggi. Peningkatan ekspresi pulasan imunohistokimia (IHK) tumor suppressor gene p53 dan Ki-67 sebagai penanda aktifitas proliferasi pada tumor kepala dan leher menunjukkan adanya korelasi antara aktivitas proliferasi dengan buruknya prognosis.
Tujuan: Menilai ekspresi p53 dan Ki-67 pada karsinoma sel sebasea yang dihubungkan dengan faktor prognostik klinis dan histopatologi pada karsinoma sel sebasea yaitu ukuran tumor, keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), metastasis jauh, diferensiasi, penyebaran pagetoid, dan invasi perineural.
Metode: Pulasan IHK menggunakan antibodi p53 dan Ki-67 dilakukan pada jaringan karsinoma sel sebasea di blok parafin yang berasal dari data rekam medis sejak Juni 2017 – Juni 2022 di RSCM. Penilaian ekspresi dilakukan pada nukleus dengan metode manual dan semi-kuantitatif pada 1 lapang pandang dengan minimal jumlah sel sebanyak 500 sel dari hasil foto dan diproses ke dalam peranti lunak Qupath. Hasil penilaian selanjutnya di cek silang dengan data klinis pasien yang sudah dicatat di tabel induk dan kemudian dianalisa secara statistik untuk mengetahui hubungan keduanya.
Hasil: Total 34 pasien dengan ketersediaan blok parafin dianalisa berdasarkan data klinis dan ekspresi p53 dan Ki-67. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi p53 pada hasil penelitian menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu adanya metastasis, invasi perineural, dan penyebaran pagetoid. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara kategori ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi (p>0.05). Ekspresi Ki-67 pada penelitian ini menunjukkan proporsi faktor prognosis buruk lebih banyak ditemukan pada ekspresi tinggi yaitu ukuran tumor yang lebih besar, metastasis, diferensiasi buruk, dan invasi perineural.
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara ekspresi Ki-67 dan p53 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi buruk pada karsinoma sel sebasea. Terdapat proporsi sampel dengan ekspresi Ki-67 tinggi yang lebih banyak dan nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor, metastasis, berdiferensiasi buruk, serta invasi perineural, meskipun hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dan secara statistik tidak bermakna. Pada pulasan p53 terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal proporsi pulasan dengan ekspresi tinggi serta nilai tengah yang lebih tinggi pada faktor prognosis ukuran tumor.

Sebaceous cell carcinoma is a relatively common malignancy in the Asian population, characterized by aggressive behavior with high rates of local recurrence and distant metastasis. Increased expression of immunohistochemical marker such as tumor suppressor gene p53 and Ki-67, a proliferation marker, in head and neck tumors suggests a correlation between proliferation activity and poor prognosis.
Objective: This study aims to evaluate the expression of p53 and Ki-67 in sebaceous cell carcinoma and its association with clinical and histopathological prognostic factors, including tumor size, lymph node involvement, distant metastasis, cell differentiation, pagetoid spread, and perineural invasion.
Methods: Immunohistochemical staining using p53 and Ki-67 antibodies was performed on paraffin-embedded sebaceous cell carcinoma tissues obtained from medical records between June 2017 and June 2022 at RSCM. Expression assessment was conducted on nuclei using manual and semi-quantitative methods on 500 cells per field processed with Qupath software. The results were cross-checked with patients' clinical data recorded in a master table and statistically analyzed to determine their relationship.
Results: A total of 34 patients were analyzed based on clinical data and p53 and Ki-67 expression. There was no statistically significant association between p53 expression and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). However, high p53 expression was associated with a higher proportion of poor prognostic factors, such as metastasis, perineural invasion, and pagetoid spread. Similarly, there was no statistically significant association between Ki-67 expression categories and clinical and histopathological prognostic factors (p>0.05). High Ki-67 expression was more frequently observed in cases with larger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion.
Conclusion: This study found no significant statistical association between Ki-67 and p53 expression with poor prognostic factors in sebaceous cell carcinoma. Nonetheless, a higher proportion of samples with high Ki-67 expression and higher median values were observed in cases with bigger tumor size, metastasis, poor differentiation, and perineural invasion, although these differences were not statistically significant. For p53 expression, significant differences were found in terms of proportion and median values concerning tumor size prognostic factors.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Nugroho
"Latar Belakang: Melanoma konjungtiva adalah keganasan konjungtiva yang jarang dijumpai, namun berpotensi agresif. Rekurensi melanoma konjungtiva pada kasus melanoma konjungtiva mencapai 40% disertai persentase mortalitas yang tinggi (18%). Aktivitas mitosis dan ekspresi pulasan imunohistokimia (IHK) Ki-67 sebagai penanda proliferasi memiliki potensi sebagai prediktor prognosis kondisi ini. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan aktivitas mitosis dan ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi pada melanoma konjungtiva yaitu lokasi tumor, invasi lokal, keterlibatan kelenjar getah bening (KGB), rekurensi, metastasis jauh, tipe sel, invasi limfovaskular, dan penyebaran pagetoid. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data rekam medis dan blok parafin pasien melanoma konjungtiva di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama periode Januari 2013 – Desember 2023. Sampel dikaji ulang dan dilakukan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) serta pulasan IHK menggunakan antibodi Ki-67. Hasil hitung mitosis dan ekspresi Ki-67 selanjutnya dicek silang dengan faktor-faktor prognosis lain yang ditemukan dari rekam medis dan sampel yang diuji. Kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui hubungan keduanya. Hasil: Didapatkan 34 sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan secara statistik antara aktivitas mitosis dan ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis klinis dan histopatologi yang diuji (p>0.05). Mayoritas pasien melanoma konjungtiva pada penelitian ini memiliki aktivitas mitosis tinggi (85.3%), temuan ini melebihi persentase proporsi pada penelitian-penelitian sebelumnya. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara aktivitas mitosis dan ekspresi Ki-67 dengan faktor prognosis buruk klinis dan histopatologi pada pasien melanoma konjungtiva. Terdapat ketimpangan proporsi populasi berupa ditemukannya hampir seluruh pasien dengan aktivitas mitosis tinggi.

Background: Conjunctival melanoma is a rare but potentially aggressive conjunctival malignancy. Local recurrence of conjunctival melanoma cases reaches 40% with a high mortality rate (18%). Mitotic activity and Ki-67 immunohistochemistry (IHC) staining expression as proliferation markers can predict this condition's prognosis. This study aims to assess the association between mitotic activity and Ki-67 expression with clinical and histopathological prognostic factors in conjunctival melanoma, namely tumor location, local invasion, lymph node involvement, recurrence, distant metastasis, cell type, lymphovascular invasion, and pagetoid spread. Methods: This study was conducted using data from medical records and paraffin blocks of conjunctival melanoma patients at Cipto Mangunkusumo Hospital from January 2013 - December 2023. Samples were reviewed, hematoxylin-eosin (HE) stained, and IHC stained using Ki-67 antibody. The mitotic count and Ki-67 expression results were then cross-checked with established prognostic factors. Then, statistical analysis was performed to determine the association between these two. Results: 34 research samples met the inclusion and exclusion criteria. There was no statistically significant association between mitotic activity and Ki-67 expression with the clinical and histopathological prognostic factors tested (p>0.05). Most conjunctival melanoma patients in this study had high mitotic activity (85.3%); this finding exceeds the percentage proportion in previous studies.Conclusion: In conjunctival melanoma patients, there was no statistically significant association between mitotic activity and Ki-67 expression with poor clinical and histopathological prognostic factors. There was an imbalance in the population proportion in the form of almost all patients with high mitotic activity."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library