Ditemukan 47 dokumen yang sesuai dengan query
Marisa Febriana Wardani
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi repetisi sebagai kohesi leksikal yang membangun pertalian semantis dan jenis-jenis kohesi leksikal lain yang terdapat dalam sebuah artikel biografis. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan analisis wacana dalam tataran semantis dan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kohesi leksikal dari M. A. K. Halliday dan Ruqaiya Hasan dalam Cohesion in English serta teori keutuhan wacana dalam aspek leksikon yang disampaikan oleh Harimurti Kridalaksana dalam kumpulan kertas kerja berjudul _Beberapa Masalah Linguistik Indonesia_. Analisis kohesi yang berupa penjabaran jenis-jenis kohesi leksikal dalam data kemudian dihitung dan dibuat persentase hingga dicapai sebuah kesimpulan bahwa repetisi selalu menjadi kohesi yang paling besar proporsinya. Dalam penelitian ditemukan bahwa repetisi leksem berkata dasar sama dapat berupa proses nominalisasi atau verbalisasi leksem. Temuan berikutnya dalam penelitian ini adalah jenis lain repetisi, yaitu repetisi non-identik. Ditemukan pula bahwa repetisi leksem dapat berupa nominalisasi leksem berkata dasar tidak sama. Temuan lainnya adalah nominalisasi konsep yang dapat dikategorikan dalam kohesi leksikal berjenis reiterasi"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2007
S14510
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Lia Ratna Sagita
"Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan sifat padanan dan ketaksejajaran bentuk unsur bahasa Prancis bermuatan budaya materiil dalam novel La Symphonie Pastorale karya Andr_ Gide (1919) beserta terjemahannya. Analisis sifat padanan berdasarkan pada teori Catford yang menyatakan bahwa suatu padanan dikatakan memadai jika memiliki kesesuaian fungsi komunikatif (berkaitan dengan konteks) dan/atau makna leksikal dengan BSa. Analisis komponen makna leksikal menggunakan kamus Petit Robert (1976) dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005). Metode penelitian yang digunakan adalah metode _kualitatif_ dan kepustakaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa sebagian besar (44 dari 49) unsur BSu (Bahasa Sumber) dipadankan secara memadai. Senada dengan teori Catford yang mengutamakan pengalihan fungsi komunikatif TSu ke dalam TSa, unsur bahasa yang menggunakan gaya bahasa metonimia dinilai memadai karena konteks TSa sama dengan konteks TSu, meskipun makna leksikalnya berbeda. Sementara itu, ketaksejajaran bentuk yang terjadi disebabkan oleh padanan berupa kata generik, pelesapan unsur BSu, dan pemadanan unsur BSu metonimia dengan unsur BSa bukan metonimia"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14512
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Fanny Fajarianti
"Skripsi ini merupakan penelitian mengenai metafora yang terdapat di dalam komik Prancis. Data-data komik diambil sebanyak 12 judul dari berbagai jenis komik, seperti aventure humoristique _petualangan lucu_, western, dan humour _humor_. Penelitian ini difokuskan pada jenis-jenis metafora yang terdapat di dalam komik. Teori Ullmann (1975) digunakan dalam menentukan jenis-jenis metafora yang akan diteliti. Menurut Ullmann, terdapat empat jenis metafora yaitu metafora antropomorfis, metafora binatang, metafora konkret ke abstrak, dan metafora sinestesia. Dari analisis ke-12 komik tersebut ditemukan metafora sebanyak 41 buah, dengan metafora konkret ke abstrak sebagai metafora yang dominan (40%), metafora binatang (31%), dan metafora antropomorfis (5%). Sementara itu, metafora jenis sinestesia tidak ditemukan dalam komik yang diteliti. Selain keempat jenis metafora yang telah ditentukan sebelumnya, terdapat pula metafora yang tidak dapat diklasifikasikan (24%). Kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan yaitu terdapat hubungan konteks cerita dengan pemilihan metafora binatang dalam jenis komik tertentu. Hubungan gambar dan teks dalam komik tidak dapat dipisahkan pada saat meneliti metafora dalam komik."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14494
UI - Skripsi Open Universitas Indonesia Library
Anike Motia Citra Jaya
"Skripsi ini mengkaji jenis pergeseran makna yang dominan dalam Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia (2005). Untuk membandingkan makna istilah Prancis dan istilah serapan Indonesia, digunakan Dictionnaire de l’Économie (2011) dan Kamus Ekonomi (2012) sebagai sumber analisis pembantu. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian adalah analisis makna menurut Lehmann dan jenis pergeseran makna menurut Finoza. Melalui 17 istilah yang diteliti, diketahui bahwa jenis pergeseran makna yang dominan adalah jenis pergeseran makna yang menyempit. Hal ini terjadi karena pengaruh konteks sosial budaya di masing-masing negara dan perekonomian Prancis yang lebih dulu berkembang dibandingkan Indonesia.
The purpose of this study is to identify the dominant type of loan-terms in Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia (2005). This study also uses Dictionnaire de l'Économie (2011) and Kamus Ekonomi (2012) for comparing the meaning of French and Indonesian terms. Lehmann’s meaning analysis and Finoza's types of mean-shift are the two main theories involved in this study. Among the 17 terms studied, narrowing mean-shift is dominant. The influence of socio-cultural context in and the difference in economic development in each country might explain this phenomenon."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S54142
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bintarti Mayang Sari
"Skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan metafora dalam pidato De Gaulle pada tahun 1941. Unit analisis adalah semua ungkapan metaforis dalam pidato pada tanggal 11 November dan 24 Desember 1941. Penulis ini menggunakan pendekatan semantik kognitif, yakni teori metafora konseptual yang dikemukakan oleh Lakoff dan Johnson. Melalui analisis data ditemukan delapan kategori metafora dalam pidato De Gaulle yang menunjukkan pesan utama yakni untuk menyemangati rakyat Prancis yang sedang dalam keadaan Perang Dunia II. Penelitian ini juga menunjukkan pandangan hidup De Gaulle yaitu pantang menyerah dan bersemangat cinta pada tanah air yang dapat dicontoh semua orang jika ingin memajukan bangsanya.
This thesis is to describe metaphors in De Gaulle’s speeches in 1941. The analysis units are all metaphorical expressions in the speeches on November 11 and December 24, 1941. I use cognitive semantic approach, which is Lakoff and Johnson's conceptual metaphor theory. This research found eight metaphorical concepts in the speeches that show De Gaulle's main message: to motivate French people in the middle of World War II. This study shows also an illustration of his values of life as an individual and as a state leader, namely resistance and patriotism which can be followed by people who want to advance their country’s welfare."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mutia Hastiti Pawanti
"Kegiatan sehari-hari masyarakat diwarnai dengan berbagai kegiatan konsumsi yang selanjutnya menjadi fenomena. Saat ini, informasi mengenai kegiatan konsumsi menyerbu kita kapanpun dan dimanapun. Informasi tersebut tak henti-hentinya menawarkan berbagai barang dan jasa kepada masyarakat melalui iklan diberbagai media cetak dan elektronik, seperti: televisi, koran, majalah, radio, internet, dan sebagainya. Fenomena yang tercipta di dalam masyarakat Indonesia tersebut disertai dengan kemajuan teknologi sehingga melahirkan perkembangan budaya konsumsi yang ditandai dengan perkembangan gaya hidup dan menciptakan masyarakat konsumeris.
Masyarakat konsumeris ini dianalisis dengan cermat oleh Jean Baudrillard, seorang filsuf Prancis. Baudrillard menilai bahwa kegiatan konsumsi masyarakat telah mengalami pergeseran. Gejala tersebut dapat dilihat dengan jelas pada masyarakat konsumeris saat ini. Menurutnya, konsep konsumsi dalam masyarakat konsumeris lebih mengutamakan nilai simbolik dan nilai tandadari barang dan jasa yang dikonsumsinya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kegiatan konsumsi tidak lagi berdasarkan pada pemanfaatan nilai guna, melainkan kepada nilai tanda. Oleh karena itu, nilai tanda menjadi sebuah elemen penting dalam masyarakat konsumeris. Jadi, bagaimanakah analisis Baudrillard mengenai sebuah nilai tanda di dalam fenomena tersebut yang menciptakan sebuah masyarakat konsumeris?
Society's daily activities have been coloring by consumption activities that became a phenomenon later. Nowadays, the information of consumption activities attacks us every time and everywhere. The information continually offers any goods and services to the society by spreading the advertisements in various printed and electronic media, such as television, newspaper, magazine, radio, internet, and so on. The phenomenon which has been created in Indonesian society is accompanied by the technological advances so that produced the development of consumption culture which is characterized by the development of lifestyle and created the consumptive society. This consumptive society has been analyzed carefully by Jean Baudrillard, a French philosopher. He considered that the activities of consumption have shifted. The symptom can be seen clearly in today's consumptive society. According to him, the concept of consumption in consumptive society prefers the symbolic value and the value of sign of the goods and the services that they consumed. Thus, it can be said that the act of consumption is no longer based on the utilization of use-value, but the value of sign. Therefore, the value of mark became an important element in consumptive society. Thus, how is the analysis of Baudrillard about a value of sign in the phenomenon that created the consumptive society?"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Dellina Rahanar
"Masalah imigran di Prancis baru disadari oleh Pemerintah Prancis pada tahun 1970-an. Oleh karena itu, Pemerintah Prancis mencanangkan modèle républicain d’intégration untuk mengintegrasikan kaum imigran ke dalam masyarakat Prancis. Namun, model ini tidak mampu mengatasi masalah imigran. Justru, model tersebut membuat kaum imigran terpinggirkan. Hal ini dapat dilihat pada lagu la lettre à la République yang sarat akan kritik kepada Pemerintah Prancis. Dalam lagu ini, Prancis digambarkan belum dapat menerima kehadiran imigran bahkan cenderung xenofobia terhadap mereka. Prancis yang dikenal sebagai negara pencetus deklarasi hak asasi manusia, justru mengekang kebebasan beragama masyarakatnya terutama orang Islam. Perilaku rasial yang diterima imigran, khususnya warga Prancis keturunan Afrika Hitam dan Magribi, menjadi tanda penolakan Prancis terhadap kaum imigran. Hal ini berdampak pada kehidupan kaum imigran. Kaum imigran sulit untuk mendapatkan pekerjaan di sektor pekerjaan formal dan terpaksa bekerja di sektor pekerjaan informal. Di satu pihak, kaum imigran ingin berintegrasi dengan masyarakat Prancis, namun nilai-nilai yang diusung modèle républicain d’intégration tidak sesuai dengan budaya asli mereka sehingga berpotensi menimbulkan konflik. Contoh yang paling menonjol adalah nilai laïcité atau sekularisme. Berkenaan dengan nilai laïcité yang diusung Negara Prancis, Pemerintah Prancis melarang pemakaian atribut keagamaan di instansi pemerintahan seperti sekolah negeri. Hal ini menjadi masalah bagi orang Islam di Prancis yang ingin menjalankan tugasnya sebagai pemeluk agama yang taat. Di pihak lain, Prancis hanya berperan sebagai juri yang menunggu dan melihat apakah imigran sudah mampu berintegrasi ke dalam masyarakat Prancis. Prancis selalu membuat keputusan secara sepihak tanpa melibatkan peran serta kaum imigran. Dengan demikian, komunikasi antardua pihak tidak berjalan dengan lancar.
The issue of immigrants in France was recognized by the Government of France in the 1970's. Therefore, the French government launched modèle républicain d’intégration to integrate immigrants into French society. However, this model is not able to solve the problem of immigrants. Instead, it marginalizes immigrants. This can be seen in the song la lettre à la République which is full of criticism to the French government. In this song, French is described not being able to accept the existance of immigrants and tends to be xenophobia against them. France is known as the declator of the declaration of human rights, yet the state restricts the freedom of religion. Racism received by immigrants, especially French citizens of Black African and Maghreb is a sign of France’s rejection. This has a big impact to the lives of immigrants. Immigrants have a hard time to get a job in the formal employment sector and forced to work in the informal employment sector. On the one hand, immigrants want to integrate into French society, but the values that carried by modèle républicain d’intégration are incompatible with their native cultures, so it is risky to make conflicts among them. The most striking example is the value laïcité or secularism. In the name of laïcité, the French government bans wearing religious attributes in government agencies such as schools. This becomes a problem for Muslims in France who want to carry on their duties as devoted muslims. On the other hand, France acts as a judge to wait and see if the immigrants have been able to integrate into French society. France has always made decisions unilaterally without involving the participation of immigrants. Thus, communication between two parties does not run smoothly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2013
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Nisa Nurlita Husna
"Penelitian ini membahas mengenai kritik seputar Islamofobia yang terjadi di tengah masyarakat Prancis dalam lagu rap karya grup IAM yang berjudul Pain au Chocolat. IAM merupakan grup rap asal Prancis yang kerap mengangkat tema-tema sosial dalam karyanya. Lagu Pain au Chocolat merupakan sebuah lagu dalam album Art Martiens yang dirilis pada tahun 2013. Lagu ini, menurut anggota IAM, merupakan respon terhadap sebuah polemik dengan nama yang sama, Pain au Chocolat, yang terjadi di Prancis pada tahun 2012. Polemik ini berawal dari pidato Jean-François Copé, Presiden Partai UMP, di Draguignan yang dianggap berbau Islamofobia oleh sejumlah masyarakat. Pidato Copé menyinggung adanya kaitan antara sebuah tindak kriminalitas yang ia saksikan dengan bulan Ramadhan yang merupakan momen penting bagi umat muslim. Melalui lagu ini pula, IAM menceritakan adanya ketakutan dan kekhawatiran oleh sejumlah masyarakat Prancis atas Islam dan umat muslim sesuai dengan apa yang mereka saksikan dalam kehidupan sosial. IAM juga menguraikan dampak negatif yang terjadi atas perdebatan seputar agama yang selama beberapa waktu terakhir terus terjadi di Prancis.
This essay studies criticisms on Islamophobia that happens in French society in the rap song of group IAM, entitled Pain au Chocolat. IAM is a French rap group that often brings some social themes in their works. Pain au Chocolat is a song from the album Art Martiens, released in 2013. This song, according to IAM’s members, is a response to the polemic with the same name, Pain au Chocolat, which has occurred in France in 2012. The polemic originated from the speech of Jean-François Copé, the President of UMP Party, in Draguignan, is considered as Islam phobic statements by some people. In his speech, Copé mentioned a link between a crime he witnessed and Ramadan (fasting month), an important moment for Muslims. Through this song, IAM also tells the fear and anxiety of some French people towards Islam and Muslims that they have seen in social life. Moreover, IAM expresses into words the negative impacts that may arise from debates regarding religion in France"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Amadea Dwi Pradhipta
"Artikel ini merupakan penelitian mengenai metafora yang terdapat dalam komik humor Le Petit Spirou: Tu Comprendras Quand Tu S’ras Grand!. Dalam komik ini, ditemukan banyak penggunaan metafora yang dipakai untuk mewakili maksud yang ingin disampaikan oleh pembuat komik. Dengan menggunakan teori metafora menurut Lehmann dan Martin-Berthet, dengan ruang lingkup penelitian yang dibatasi pada kata dan frasa, penelitian ini menemukan jenis-jenis metafora yang muncul pada komik. Jenis metafora dominan yang muncul kemudian dilihat keterkaitannya dengan komik. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa jenis metafora dominan yang muncul adalah metafora konkret ke konkret. Pada metafora konkret ke konkret, terdapat objek konkret yang menjadi acuan (Lehmann, 2002: 80) sehingga metafora ini lebih banyak dipakai karena lebih mudah dimengerti oleh pembaca komik. Kemudian, metafora konkret ke konkret yang dominan muncul adalah metafora binatang. Terkait dengan jenis komik, metafora ini banyak dipakai karena berfungsi untuk menambah unsur pembangun humor. Hal ini memperkuat pendapat Ullmann (1964: 215). Di samping itu, dari penelitian ini juga ditemukan bahwa gejala metafora di dalam komik tidak dapat dilepaskan dari konteks ceritanya.
This article is a research of metaphor that is contained in Tome and Janry’s humor comic titled Le Petit Spirou: Tu Comprendras Quand Tu S’ras Grand!. In this comic, can be found many metaphor that is used to represent the intention of the comic maker. By using the theory of metaphor according to Lehmann and Martin-Berthet, with the scope of research that is limited to words and phrases, this research found the types of metaphors that appeared in the comic. The dominant metaphor type appeared shown its relevance to the comic. This study showed that the dominant type of metaphor is concrete to concrete metaphor. In concrete to concrete metaphor, there is a concrete object which becomes the reference (Lehmann, 2002: 80) so that this type of metaphor is more widely used because it is more easily understood by readers of comic. Then, concrete to concrete metaphor that often appeared was the metaphor of animal. Related with this type of comic, this metaphor is widely used because it serves to add the element of humor. This is the opinion of Ullmann (1964: 215). In addition, this research also found that symptoms of metaphor in the comic cannot be separated from the context of the story."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Adlin Shabilla Mulya
"Artikel ini mengungkapkan latar belakang kasih sayang yang ditampilkan oleh masing-masing tokoh utama, yaitu Denis dan M. Marambot dalam cerita pendek berjudul Denis karya Guy de Maupassant. Penelitian pada artikel ini menggunakan pendekatan struktural dari Roland Barthes. Dari analisis skema aktan, ditemukan bahwa cerpen ini memiliki keunikan karena meskipun subjek dari cerpen ini adalah tokoh Denis, penggerak cerita dalam cerpen bukanlah Denis melainkan M. Marambot. Gambaran kedua tokoh serta hubungan kasih sayang antartokoh yang diperkuat oleh latar ruang, waktu, dan suasana memperlihatkan bagaimana hubungan tersebut mengalir. Hubungan kasih sayang yang terjalin selama kurang lebih 20 tahun tersebut ternyata dapat berubah karena uang. Meskipun demikian, ditemukan bahwa kasih sayang M. Marambot lebih kuat daripada kesedihan dan kekecewaan atas penyerangan Denis. Kebaikan Denis terhadapnya sebelum penyerangan meluluhkan M. Marambot dan kebaikan M. Marambot untuk tidak menghukum Denis juga mengutuhkan kembali hubungan kasih sayang tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa meskipun secara kasat mata kedua tokoh hanya memiliki hubungan sebatas majikan dan pelayan, ternyata mereka memiliki ikatan yang lebih erat. Kekurangan dan kelebihan maupun kekhilafan ataupun kesalahan yang mungkin terjadi selama kurun waktu tersebut dapat teratasi dengan baik berkat adanya kasih sayang.
This article reveals the background of affection which is shown by the characters of M. Marambot and Denis from Guy de Maupassant’s short story titled Denis. This study used the Roland Barthes’ structural approach. Based on actant scheme analysis, it was found that this short story is unique because eventhough the subject in this story is Denis, but M. Marambot is the one who made the story. Description of both characters and the relation of affection between characters strengthened by the setting of space, time, and ambiance showed how the relationship flowed. The affection bond existed for more than 20 years could in fact change because of money. However, it was found that M. Marambot’s affection was stronger than his sadness and disappointment over Denis’ assault. Denis’ kindness softened M. Marambot and the M. Marambot’s kindness not punishing Denis reunited their bond of affection. Thus, it can be said that although both characters are seen to be only having a master-servant relationship, they have a tighter bond. All the ups and downs as well as the mistake or the wrongdoing that may occur during that time could be overcome with love and affection."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library