Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhyar Dyni Zakyah
"Pendahuluan: Dalam pendidikan kedokteran, beberapa penelitian menunjukkan bahwa penilaian yang diberikan oleh dosen tidak selalu sesuai dengan kemampuan mahasiswa yang sesungguhnya. Dampaknya dapat merugikan mahasiswa, dosen, bahkan pasien. Penelitian mengenai fenomena penilaian kompetensi mahasiswa yang kurang tepat, yang disebut dengan failing to fail, belum pernah dilakukan di pendidikan kedokteran gigi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi fenomena failing to fail pada dosen kedokteran gigi di Indonesia. 
Metode: Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunakan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap 10 narasumber. Transkrip wawancara dibuat secara verbatim dan dianalisis menggunakan metode SCAT (Steps for Coding and Theorization). Analisis dokumen dipilih sebagai metode triangulasi data serta prosedur member checking dilakukan untuk validasi data. 
Hasil penelitian: Bentuk asesmen berupa diskusi kasus, observasi pekerjaan klinik, OSCE, ujian komprehensif, DOPS, dan Mini-CEX. Bentuk failing to fail terdiri dari pengurangan jumlah requirement, penurunan standar, dan perubahan bentuk asesmen. Penyebab failing to fail: Tahap pre-decision, profesionalisme dan persepsi dosen terhadap asesmen yang keliru, kemampuan dosen kurang dalam melakukan asesmen, keterbatasan waktu pelaksanaan asesmen dan rasio dosen dan mahasiswa yang tidak ideal. Tahap driver, ketidakpahaman dosen terhadap tingkat kompetensi, adanya fenomena failing to pass, rubrik penilaian tidak ada atau sulit digunakan,sarana dan prasarana tidak memadai, serta performa mahasiswa yang buruk secara klinis dan profesionalis. Tahap primary decision, keahlian dosen bukan pada materi yang diujikan, adanya keinginan dosen untuk menjaga hubungan baik dengan mahasiswa atau orangtuanya. Tahap communication, adanya anjuran dari atasan dan tidak adanya program remedial. Dampak failing to fail dapat terjadi pada dosen, mahasiswa, pasien, dan profesi dan institusi pendidikan.
Kesimpulan: failing to fail harus dicegah dengan cara memberikan pelatihan asesmen dan profesionalisme serta menyediakan sistem dukungan bagi dosen; memberikan pelatihan asesmen dan menyediakan sistem dukungan bagi mahasiswa; serta membuat sistem asesmen yang optimal dan rasio dosen dan mahasiswa ideal agar bisa menyediakan program remedial bagi mahasiswa.

Introduction: In medical education, several studies have shown that assessments provided by clinical instructors are only sometimes consistent with the actual competencies of medical students. This condition can harm students, clinical instructors, and even patients. Research on inadequate student competence assessment, known as "failing to fail," has not yet been conducted in dental education in Indonesia. This study aims to explore the failing to fail phenomenon among dental clinical instructors in Indonesia. 
Methods: This descriptive qualitative study employed in-depth interviews with ten respondents. Interview recordings were transcribed verbatim and analysed using the SCAT (Steps for Coding and Theorisation) method. Document analysis was chosen as a data triangulation method, and member-checking procedures were conducted for data validation. 
Result: Assessment methods included case discussions, clinical work observations, OSCE (Objective Structured Clinical Examination), comprehensive exams, DOPS (Direct Observation of Procedural Skills), and Mini-CEX (Mini-Clinical Evaluation Exercise). Failing to fail was found in reducing requirements, lowering standards, and changing the assessment format. The causes of failing to fail were categorised into four stages. The pre-decision stage consists of incorrect perceptions of assessment by instructors, inadequate assessment skills of instructors, limited assessment time, and an unfavourable faculty-to-student ratio. In the driver stage, instructors' lack of understanding of competency levels, the phenomenon of failing to pass, the absence or difficulty in using assessment rubrics, inadequate facilities and resources, and poor clinical and professional performance of students were the contributing factors to failing to fail. In the primary decision stage, instructors' lack of expertise in the tested material and the desire to maintain good relationships with students or their parents were the factors. In the communication stage, there were recommendations from the faculty and a need for remedial programs. Failing to fail can affect instructors, students, patients, and the public image of the profession and educational institutions. 
Conclusion: Failing to fail should be prevented by providing assessment and professionalism training and establishing support systems for instructors, providing assessment training and support systems for students, and creating an optimal assessment system and an ideal faculty-to-student ratio to facilitate remedial programs for students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luthfi Saiful Arif
"Pendahuluan: Virtual reality (VR) merupakan sebuah teknologi imersif yang dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran dan evaluasi kemampuan mahasiswa di pendidikan dokter. Penggunaan VR sebagai media pembelajaran juga sesuai dengan berbagai teori pembelajaran seperti teori konstruktivisme dan self-directed learning. Persepsi staf pengajar dan mahasiswa terhadap pemanfaatan VR pada kegiatan belajar mengajar di pendidikan dokter menunjukan hasil yang positif. Namun saat ini masih terdapat keterbatasan jumlah literatur yang membahas konsep pedagogik dan teori pembelajaran terkait pemanfaatan VR. Selain itu belum terdapat kuesioner dan panduan yang dapat mengarahkan institusi pendidikan dokter di Indonesia untuk dapat mengembangkan produk VR. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebutuhan penerapan VR pada kurikulum pembelajaran pendidikan dokter di Indonesia
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Responden direkrut melalui teknik non-discriminative snowball sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan metode semi-structured in-depth interview. Analisis data dilakukan dengan analisis tematik.
Hasil Penelitian: Proses implementasi VR harus terdiri dari beberapa tahap yaitu eksplorasi kebutuhan, pembuatan cetak biru atau blueprint, kolaborasi multidisiplin atau multi center, pemberian pelatihan, menyediakan cerita sukses dan bukti ilmiah, pemberian apresiasi dan diakhiri dengan evaluasi. Aspek kesiapan yang dapat dinilai pada saat eksplorasi kebutuhan berupa sumber daya manusia, kurikulum, sarana dan prasarana, sumber dana, serta regulasi yang berlaku pada institusi pendidikan dokter.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukan bahwa implementasi VR harus melalui tahapan tahapan dimulai dari eksplorasi kebutuhan hingga bevaluasi. Tahap eksplorasi kebutuhan akan memberikan gambaran kesiapan institusi untuk mengimplementasikan VR pada kurikulum pendidikan kedokterannya.

Introduction: Virtual reality (VR) is an immersive technology which can be used as a learning tool for medical students. VR as learning tools include learning theory such as constructivism and self-directed learning theory. Medical teachers and students’ perceptions toward VR implementation in medical curricula were positive. However, limited literature on VR pedagogical and learning theory was available. Questionnaires and guidelines on the ways to implement VR in medical curricula in Indonesia are still not available. This study aimed to analyze the need for VR implementation in medical curricula in Indonesia.
Methods: This was a descriptive qualitative study. Respondents were recruited by a non-discriminative snowball sampling technique. Data collection was done using semi-structured in-depth interviews. Data analysis was done by thematic analysis.
Results: The VR implementation process must consist of several stages, i.e. needs analysis, blueprints formation, multidisciplinary or multi-centre collaboration, training provision, success stories and scientific evidence gathering, appreciation and evaluation. Aspects of readiness that can be assessed during the needs analysis are human resources, curriculum, infrastructure, sources of funds, and regulations. The features needed in VR are three-dimensional view, artificial intelligence, recording, network connection, feedback, and assessment. VR can have both positive (increased interest and concentration, increased clinical knowledge and skills, and shortened learning curve) and negative (high cost and side effects for users) impacts on its users.
Conclusion: This study shows that the implementation of VR must go through stages starting from needs analysis until evaluation. The needs analysis stage will provide an overview of the institutional readiness aspect to implement VR in the medical curriculum.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Floera Finalita
"Pendahuluan: Program internship dikenal sebagai fase transisional dari mahasiswa kedokteran menjadi seorang dokter dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Proses adaptasi dalam tahapan ini membutuhkan efikasi diri yang baik agar wellbeing tetap terjaga dan mencegah stres ataupun burnout. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi diri dan hubungannya dengan wellbeing mahasiswa kedokteran dalam rangka persiapan internship.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian studi campuran dengan pendekatan sequential explanatory pada mahasiswa kedokteran tahap klinik tahun terakhir. Penelitian dilakukan pada responden dengan membagikan kuesioner yang disesuaikan pada efikasi diri dan wellbeing. Selanjutnya, dilaksanakan serangkaian FGD setelah pemberian kuesioner. Analisis kuantitatif dan tematik dilakukan secara berurutan.
Hasil Penelitian: Total responden yang mengisi kuesioner dengan lengkap adalah 188 orang. Penelitian kuantitatif mendapatkan hasil bahwa terdapat korelasi positif antara efikasi diri dengan wellbeing dan kelima aspek PERMA. Pada penelitian ini dilakukan FGD sebanyak 2 kali dan didapatkan bahwa persiapan yang harus dimiliki sebagai bekal internship adalah komunikasi, keterampilan klinis, mengintegrasikan berbagai ilmu kedokteran, dan kompetensi budaya. Dari berbagai kemampuan tersebut, responden dapat menyadari kemampuan yang sudah maupun belum dikuasai serta cara untuk mencapai kompetensi terkait. Motivasi diri, lingkungan pembelajaran, dukungan teman sejawat, dan staf pengajar yang kompeten dianggap sebagai faktor yang memengaruhi efikasi diri mahasiswa dalam konteks persiapan menghadapi internship.
Kesimpulan: Mahasiswa kedokteran dengan efikasi diri yang baik akan memiliki wellbeing yang baik pula, serta dapat melihat bahwa keterampilan ataupun kemampuan yang dimiliki akan bermanfaat sebagai bekal saat menjadi dokter khususnya saat menjalankan program internship.

Background: The internship program is known as a transitional phase from a medical student to a doctor with various challenges that must be faced. The adaptation process in this stage requires good self-efficacy to maintain wellbeing and prevent stress or burnout. This study aimed to determine self-efficacy and its relationship with wellbeing of medical students in preparation for internship.
Methods: This mixed-methods study uses a sequential explanatory approach with final-year clinical-stage medical students. We examine the subjects by administering questionnaires on self-efficacy and wellbeing. We completed a series of FGDs following questionnaire administration. Quantitative and thematic analyses were conducted sequentially.
Results: A total of 188 respondents completed the questionnaire. There is a positive correlation between self-efficacy and wellbeing and the PERMA aspects. We conducted 2 FGDs in total. The results show that internship doctors must have capabilities such as communication, clinical skills, integrating various medical sciences, and cultural competence. From these capabilities, respondents can be aware of their abilities or unmastered abilities and how to achieve these related competencies. Self-motivation, learning environment, peer support, and competent teaching staff are considered factors that influence student’s self-efficacy in preparing for internships.
Conclusion: Medical students with good self-efficacy will also have good wellbeing and can see their skills will be useful as preparations when they become doctors, especially when they enter internship program.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library