Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tawalinuddin Haris
Abstrak :
Berdasarkan catatan sejarah, hubungan dagang antara Cina dengan Jawa telah berlangsung cukup lama, yaitu sejak abad ke 5 Masehi. Hubungan tersebut ditopang pula oleh jalur-jalur pelayaran yang telah dikenali oleh orang orang Cina untuk sampai dan singgah di kepulauan Nusantara. Peningkatan aktivitas di bidang perdagangan dan pelayaran di daerah kepulauan Nusantara, mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya tempat atau pos-pos pedagang Cina yang kemudian menjadi pemukiman-pemukiman khusus orang Cina (pecinan) di sejumlah daerah di kepulauan Nusantara. Akibat lebih lanjut, sudah tentu terjadi interaksi sosial budaya antara orang (pedagang) Cina dengan orang setempat (pribumi). Latar belakang tersebut, yang mendorong penelitian ini dilakukan dengan fokus masalah pada pengaruh budaya Cina pada daerah pesisir utara Jawa dan Madura Tujuan yang dikehendaki adalah terungkapnya dan teridentifikasinya pengaruh budaya Cina serta latar sejarah keberadaan unsur-unsur budaya Cina tersebut. Upaya mengungkapkan budaya Cina tersebut dilakukan melalui kajian arkeologis historis dengan sasaran penelitian pada aspek tinggalan arkeologisnya yang terdapat pada daerah yang diteliti yaitu Cirebon, Semarang, Gresik dan Madura. Hasilnya menunjukan bahwa orang-orang Cina total dijumpai keberadaannya di seluruh Jawa dan Madura sejak masa lampau. Mereka bermukim di kota-kota pelabuhan di daerah pesisir atau muara muara sungai besar yang menjadi pusat perdagangan dan sarana transportasi yang menghubungkan daerah pantai dengan pedalaman. Pilihan lokasi atau tempat tinggal orang Cina di suatu kota, mungkin tampaknya berkaitan dengan kegiatan usaha di sektor perdagangan. Keberadaan orang Cina di daerah pesisir ditandai pula dengan hadirnya pemukiman Cina (Pecinan). Pengaruh budaya Cina tampak kentara dijumpai pada sejumlah tinggalan arkeologis yang ditemui di daerah yang menjadi lokasi penelitian.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuning M. Irsyam
Abstrak :
ABSTRAK
Menjelang akhir abad XIX, Hindia Belanda mengalami proses perubahan sosial yang sangat cepat akibat penetrasi kapitalisme. Perkebunan besar, perubahan aturan tenaga kerja, dan penyewaan tanah dari petani merupakan ciri umum dari proses ini, yang mengubah sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ekonomi komoditi menjadi dominan dan secara bertahap menggeser kegiatan ekonomi rakyat. Bagi pemilik modal asing, menanam modal di tanah jajahan bukan hanya memindahkan sebagian kekayaan di tanah jajahan. Dalam hal ini infrastruktur pendukung gerak modal menjadi elemen yang sangat penting.

Mendekati abad XX negara kolonial melakukan pembangunan secara besar-besaran: jalan raya, pelabuhan dan kantor-kantor dagang mulai dibangun, jaringan kereta api diperluas, bank-bank mulai tumbuh dan tentu saja ini akan berpengaruh pada dunia pendidikan dalam kaitan menyiapkan tenaga kerja yang akan menggerakkan semua perlengkapan yang tengah dibangun.

Penetrasi kapitalisme di Hindia Belanda membawa persoalan sosial yang laten, seperti adanya petani yang kehilangan tanah, konsentrasi alat-alat produksi di tangan tertentu, dan munculnya buruh upahan yang makin lama makin besar. Persoalan ini berkembang menjadi ketegangan di dalam masyarakat, dan pada abad XIX letupannya sudah bisa dilihat dalam bentuk pemberontakan-pemberontakan petani di seluruh Jawa. Ini adalah reaksi spontan dari rakyat yang langsung merasakan akibat-akibat dari perubahan ini. Ciri utama dari pemberontakan petani tersebut adalah gagasan yang dikembangkan dalam pemberontakan seperti Ratu Adil, Messianisme, Nativisme dan Milenarisme. Gagasan ini tentunya memiliki sejarah yang panjang dan tetap hidup dalam kerangka berpikir masyarakat pada abad XIX. Dalam hal ini pemerintah kolonial yang dilengkapi dengan tentara modern dan peralatan represif lainnya di satu pihak selalu berhasil menumpas dan mempertahankan kekuasaannya, namun di lain pihak mereka membiarkan persoalan sosial yang laten tersebut terus berkembang.

Perkembangan kapitalisme selanjutnya terus menerus mengubah hubungan-hubungan sosial produksi, dan menghadirkan dunia modern di tanah jajahan. Hindia Belanda "secara resmi" terlibat dalam dunia internasional, di mana bukan hanya modal yang mendesak masuk, tetapi juga gagasan-gagasan tentang dunia dan kehidupan modern. Pengaruhnya langsung terlihat pada bumiputra terpelajar, terutama bagi mereka yang menguasai bahasa Belanda. Gagasan-gagasan modern mulai dapat dibaca di suratkabar, novel, dan barang cetakan lainnya, dan tak lama sesudahnya mapan sebagai bagian dari kehidupan intelektual di tanah jajahan.

Secara umum penelitian ini mencoba untuk mendeskripsikan dan menganalisa peranan dan kedudukan bahasa Melayu pada Masa Pergerakan. Bagaimana hubungan bahasa dan politik pada masa Pergerakan merupakan salah satu pertanyaan yang akan dicarikan jawabannya dalam penelitian ini. Pertanyaan-pertanyaan lain yang juga ingin dicarikan jawabannya adalah bagaimana mereka (baca orang-orang pergerakan) mendefinisikan persoalan yang mereka hadapi; bagaimana mereka mendefinisikan posisi mereka sendiri dalam menghadapi persoalan tersebut dan bagaimana sebenarnya mereka mengoperasikan gagasan-gagasan yang ada, dikaitkan dengan perkembangan politik pada waktu itu. Dengan kata lain bagaimana hubungan bahasa dan politik. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama untuk menjernihkan panggung politik pergerakan, yang di dalam penulisan sejarah yang ada masih sangat terbatas, dan menjadi sumber kekeliruan yang sangat besar. Penulisan sejarah pada umumnya hanya menguraikan secara rinci program dan ideologi tertentu dari sebuah organisasi dan mengamati perkembangannya secara mendalam, tapi kerap kali dilupakan bahwa penggolongan tokoh atau organisasi berdasarkan kesamaan atau perbedaan "ideologi" dan program seringkali sulit untuk dipertahankan karena dalam pengungkapan program dan ideologi, mereka berhadapan dengan bahasa yang bukan hanya sekedar alat penyampai gagasan tetapi juga sesuatu yang membatasi ruang gerak pemakainya. Hedua, untuk memperkaya kepustakaan tentang masa pergerakan nasional.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan hubungan antara bahasa dan politik di Indonesia pada awal abad 20. Dengan kata lain bagaimana sebenarnya orang-orang pergerakan mengoperasikan gagasannya melalui bahasa.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah metode deskriptif analitis, dengan tekanan terhadap analisis perubahan, pergeseran, usaha pemurnian dan pertentangan bahasa yang sangat kompleks. Tekanannya tidak di letakkan pada untaian peristiwa sejarah (historical events) yang menceriterakan tokoh, organisasi atau peristiwa tertentu, tetapi lebih kepada analisis proses sejarah (historical process). Peristiwa maupun tokoh dengan demikian hanya disinggung sejauh benar-benar memberikan pengaruh yang mendalam terhadap proses 'sejarah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa surat kabar merupakan senjata yang ampuh di kalangan pergerakan. Ungkapan pikiran yang berupa gagasan mereka tuangkan melalui suratkabar dengan menggunakan bahasa Melayu rendah. Bahasa Melayu rendah dengan cepat menyebar dalam dunia cetak mencetak dan menjadi bahasa yang umum dipakai di kalangan pergerakan, sebagai Bahasa Melayu Pergerakan. Melalui suratkabar, orang-orang pergerakan yang kini berpikir dalam kerangka "nasional" dapat berkomunikasi dengan "orang-orang senasib" yang tersebar di seluruh Hindia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa buta huruf bukan merupakan hambatan bagi satu komunitas untuk terlibat dalam pembicaraan politik.
ABSTRACT
Role and Status Malay Language on the Nationalist MovementToward the end of the XIXth century, the Netherlands East Indies experienced a rapid process of social changes because of capitalist penetration. The penetration resulted in latent social problems. For example, peasants' who have lost their land. This problem then raised tensions in the society as peasants' rebellions throughout Java. The principle character of the rebellions generated is the ideas in rebellion such as Messianism, Nativism and Millenarism. The Development of capitalism continued to change the social relations of production and presented a modern world in the colonial territory. This means the capital and also ideas about modern world and life urged to penetrate. It directly influenced the educated natives, especially those who speak Dutch. Modern ideas could be read in newspapers, novels and other publications. In the early XXth century, the educated natives moved their modern ideas through publications in Malay language and also by founding the first native organizations in the colonial territory.

This research links the role and position of Malay language to politics during the movements. Anterior researches were directed more to certain figures or influences of certain ideas such as nationalism, Islam, socialism and Marxism. The problem is how the relation between language and politics, and how was it generated to express nationalist ideas.

The result of this research could clarify the platform of political movement which has been elaborated limitedly in previous historiography. These previous which pays poor attention to language becomes the biggest source of misunderstanding. The result of the research can also enrich the literature about the period of national movement.

In this research, language is not considered only as a certain sound system, which is static and has basic standard, but as something that always moves and determined generally by the development of the society. It is not situated in the exterior of the society such as reflected in the concept of "society of language user" but in inside of the society's joints that gives great influence toward its development. In that position, political life becomes dependent to language progress. The only way for modern ideas to penetrate in a certain society is through language.

The aim of the research is to describe the relation between language and politics in Indonesia during the first half of the XXth century. It can thus explain how the nationalists were using it to express and expand their ideas. Data will be collected through a study of bibliography and interviews. It will then be analyzed by special and contextual analysis, in other terms, external and internal critics. The next step is to make a report based on the data which have been analyzed through a process of historical method. The method used in the writing of the report is the analytical descriptive method with an analytical stress on changes shifts, of a very complex effort of refining and contradicting languages.

The research go to show newspaper as effective idea in the national movement. They expressed the idea in the 'Lower' Malay langguage. The 'Lower' Malay langguage spreader out very fast in the printing world and became the language used among national movement as Bahasa Melayu Pergerakan. Through newspaper, national movement who later have national thinking "can communicate with" the people who have the same fate that spreaded out in all over Netherlands Indies. The research also go to show that illiterate not become a barrier for a community to get involved in political communication.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy dalam pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, dan data diolah secara deskriptif-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pandangan tradisional masyarakat Baduy yang diturunkan dari generasi ke generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; (2) di wilayah Baduy banyak permukiman penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak terjadi kerusakan bangun an akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam mencegah bencana.
Abstract

This study examines the indigenous Baduy society in preventing disaster. This study used a qualitative approach. Data collected by observation and depth interview methods, and analysis conducted by descriptive-analytical. This study aims to gain knowledge and traditional ways of Baduy society that has passed down from generation to generation. The results showed that (a) cut-and-burn systems in Baduy forests to open field for dry rice cultivation (huma) did not cause forest fires, (b) Baduy settlements adjacent to the river is not flooding, (c) houses and buildings made of materials combustible (wood, bamboo, thatch, and palm fiber) infre quent fires, and (d) Baduy territory included in the earthquake-prone areas of West Java, there is no damage to buildings due to the earthquake disaster. This is because the pikukuh (customary rules) that serve as guidelines and dir ection for Baduy think and act. Pikukuh are the basis of traditional knowledge that wise and prudent, so avoid the disaster.
[Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat UI; Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia], 2011
J-pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Penelitian ini mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy dalam pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, dan data diolah secara deskriptif-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pandangan tradisional masyarakat Baduy yang diturunkan dari generasi ke generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; (2) di wilayah Baduy banyak permukiman penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak terjadi kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam mencegah bencana.
This study examines the indigenous Baduy society in preventing disaster. This study used a qualitative approach. Data collected by observation and depth interview methods, and analysis conducted by descriptive-analytical. This study aims to gain knowledge and traditional ways of Baduy society that has passed down from generation to generation. The results showed that (a) cut-and-burn systems in Baduy forests to open field for dry rice cultivation (huma) did not cause forest fires, (b) Baduy settlements adjacent to the river is not flooding, (c) houses and buildings made of materials combustible (wood, bamboo, thatch, and palm fiber) infrequent fires, and (d) Baduy territory included in the earthquake-prone areas of West Java, there is no damage to buildings due to the earthquake disaster. This is because the pikukuh (customary rules) that serve as guidelines and direction for Baduy think and act. Pikukuh are the basis of traditional knowledge that wise and prudent, so avoid the disaster.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Kerja sama Dinas Sosial Pemerintah DKI Jakarta dengan Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia , 1995
305.48 LAP
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Susanto Zuhdi
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Djafar
Abstrak :
Berbeda dengan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Jawa Barat `miskin` akan peninggalan masa lalu berupa candi. Namur, citra itu mulai berubah selelah ditemukannya sejumlah bukit kecil (unur) oleh Tim Arkeologi Universitas Indonesia tahun 1984 di daerah Batujaya, Karawang. Mulai saat itu, penelitian percandian di situs Batujaya ini dilakukan secara bertahap. Saat ini baru diteliti 12 situs dari 24 situs yang telah di survei.Namun demikian, belum diperoleh kejelasan tentang gaya arsitektur, kronologi dan sistem pcrcandiannya. Hal lain yang memaksa untuk melakukan penelitian di percandian di daerah Batujaya ini adalah pertimbangan lokasi berupa sawah sehingga mengancam keleslarian bangunan candi akibal genangan dan resapan air. Di samping itu, aktivitas sehari-hari penduduk dalam mengerjakan sawah dengan cara mencangkul dan memperluas petak sawah dapat merusak dan menghabisi unur yang di dalamnya terpendam candi. Secara umum tujuan penelitian ini adalah memberikan pengetahuan dan lemuan baru tenlang kebudayaan dan masyarakat masa lalu, khususnya percandian di Jawa Barat Secara khusus yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah (I) rekonstruksi bentuk bangunan candi, arsitektur, ornamental dan latar keagamaan, (2) Kronologi bangunan candi, dan (3) sistem percandian di sites Batujaya. Penelitian ini mcrupakan kegiatan arkeologi lapangan (field archaeology) yang penekanannya pada kegiatan penggalian (excavation). Pengumpulan data lapangan dilakukan dengan metode survei dan ekskavasi, dengan fokus untuk mengetahui data fisik bangunan dan lingkungannya. Pengolahan data dilakukan dengan metode analisis bahan, bangunan dan kontekstual untuk mengetahui teknik dan fungal bangunan candi. Sedangkan pada pengolahan data dilakukan analogi sejarah (historical analogy) dan data lapangan (site comparative) dalam rangka penyusunan scjarah kebudayaan. Hasil penelitian yang telah dicapai pada tahun kedua ini sasungguhnya masih perlu diteliti lagi secara intensif. Bangunan candi yang ditemukan semuanya terbuat dari bata. Umumnya bangunan candi yang ditemukan hanya tinggal bagian kaki atau bagian dasar bangunan Struktur bata bagian atas umumnya sudah rusak dan tidak beraturan lagi. Situs-situs yang diteliti intensif dalam penelitian ini adalah SEG I, SEG II-A, SEG H -B, SEG III-A, SEG IV, SEG V, SEG IX, TLJ I-A, TLJ I-B, TLJ I-C, TIJ V, DAN TLJ VIII Adapun kesimpulan sementara yang dapat diberikan adalah: a. Masing-masing bangunan candi.memiliki gaya arsitektur yang beraneka ragam b. Bangunan candi tersebut memiliki latar agama Buddha c. Kronologi absolut pereandian Batujaya belum diketahui karena sampel untuk uji laboratorium masih kurang dari memadai. Namun demikian, secara relatif diduga berasal dari dua tahap yaitu tahap pertama abad V--VII M (Tarumanagara), dan tahap kedua abad V11-X M (pengaruh Kerajaarl Sriwijay-a) d. Sistem pencandian, dalam hal ini sistem peribadatan agama Buddha, baru terbatas pada 11 situs yang diteliti.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library