Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Catur Hadianto
"Krisis di selat Taiwan merupakan peristiwa yang dapat membawa hubungan antara dua negara besar di kawasan Asia Pasifik mengarah ke dalam konflik. Kedua negara tersebut yakni Amerika Serikat -- yang merupakan satu-satunya kekuatan global dan negara adi daya yang masih tersisa pasca perang dingin -- dan RRC -- yang merupakan kekuatan regional yang mulai tumbuh menjadi negara yang mempunyai potensi menjadi negara adi daya. Karena itu, isu Taiwan merupakan salah satu isu yang dapat mempengaruhi hubungan kedua negara besar tersebut, selain masalah-masalah lainnya seperti, hak-hak asasi manusia, proliferasi senjata nuklir dan senjata pemusnah massal lainnya, perdagangan dan sebagainya.
Taiwan secara de facto merupakan negara berdaulat tetapi secara de jure bukanlah negara yang merdeka, karena Taiwan tidak mendapat pengakuan intemasional sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, terutama dari PBB. Ditambah lagi, Amerika Serikat telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dan pindah ke RRC, walaupun tetap mempertahankan hubungan informalnya dengan Taiwan melalui Taiwan Relations Act.
Sebagai negara adi daya, Amerika Serikat mempunyai peranan dalam menentukan masa depan Taiwan. Tetapi politik domestik Amerika Serikat yang mempunyai banyak kelompok kepentingan yang selalu berusaha mempengarnhi proses pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat sehingga turut menentukan apa yang akan terjadi di lintas selat Taiwan.
Di lain pihak, RRC juga ikut menentukan masa depan Taiwan dengan menyatakan bahwa Taiwan merupakan "bagian" dari wilayah RRC dan untuk mempertahankannya bila perlu dengan menggunakan kekuatan militer,
Krisis di selat Taiwan pada tahun 1995/1996 dan tahun 1999/2000 mendapat reaksi yang berbeda dari pemerintah Amerika Serikat. Dalam krisis pertama, pemerintah Amerika Serikat menempatkan dua kapal induknya ke lokasi krisis sehingga dapat memicu perang terbuka, sedangkan pada krisis yang kedua pemerintah Amerika Serikat hanya menyampaikan keprihatinannya saja kepada RRC. Dalam dua krisis tersebut, pemerintah Amerika Serikat mengarnbil tindakan yang bertolak belakang, di mana pada krisis pertama tindakannya menyampaikan pesan lebih tegas kepadaRRC sedangkan yang kedua lebih lunak.
Pengaruh dari dalam negeri Amerika Serikat seperti Kongres, Media Massa, Civil Society, Lobby Taiwan dan kepentingan kelompok lainnya yang tentunya mempengaruhi perbedaan tersebut. Selain itu, kondisi domestik RRC sendiri turut pula mempengaruhi kebijakan yang diambil pemerintah Amerika Serikat terhadap RRC dalam menghadapi dua krisis yang terjadi di selat Taiwan tersebut
Penulis menerapkan kerangka pemikiran dari Kegley dan Wittkopf mengenai proses pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Menurut Kegley dan Wittkopf, proses pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dipengaruhi faktor-faktor internal (domestik) dan faktor-faktor ekstemal. Kedua sumber tersebut merupakan input yang masuk ke dalam Decision Making Process politik luar negeri Amerika Serikat. Kemudian, dari input tersebut akan keluar output berupa kebijakan Amerika Serikat terhadap RRC.
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor internal (domestik) seperti KCongres, Media Massa, Civil Society, Lobby Taiwan, kepentingan kelompok lainnya dan sebagainya, ditambah faktor-faktor eksternal yakni perubahan yang terjadi di RRC telah merubah sikap pemerintah Amerika Serikat pada krisis yang terjadi di selat Taiwan 1999-2000. Karena pada krisis tahun 1995/1996, pemerintah Amerika Serikat berani berisiko terjadi konflik dengan RRC."
2000
T2330
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Tjandra Prijanti
"ABSTRAK
Tesis ini disusun berdasarkan pengamatan adanya kekhawatiran masyarakat internasional akan masa depan status internasional perekonomian Hongkong di bawah kedaulatan Cina, sehingga tesis ini diberi judul: "Masa Depan Status Internasional Perekonomian Hongkong Pasca 1997". Tesis ini menganalisa penerapan otonomi khusus dalam rangka menerapkan konsep "satu negara dua sistem", yang diberikan Cina kepada Hongkong.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai hal itu, penulis menggunakan kerangka pemikiran internasionalisasi dari Jeffry Frieden dan Ronald Rogowski serta proses persiapan unifikasi antara 2emerintah Inggris dan Cina. Metode penelitian yang digunakan adalah studi perpustakaan dan tehnik pengumpulan datanya adalah melalui buku-buku, dokumen-dokumen, majalah dan koran serta data dari Internet.
Diperoleh gambaran bahwa perekonomian Hongkong layak berstatus internasional dan perlu dipertahankan, apalagi kondisi ini mendukung perekonomian Cina. Berarti penerapan kebijakan otonomi khusus kepada Hongkong, memberi pengaruh positif bagi masa depan status internasional perekonomian Hongkong.
Tesis ini dibagi menjadi 4 (empat) bab, bab pertama merupakan pendahuluan. Bab kedua menganalisa sejarah serta perkembangan perekonomian Hongkong dan Cina setahun sebelum dan sesudah unifikasi Hongkong. Bab tiga menganalisa internasionalisasi yang dialami Hongkong dan proses persiapan unifikasi Hongkong ke dalam kedaulatan Cina. Dan akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa dengan pertimbangan kepentingan ekonomi, Cina akan konsisten menerapkan kebijakan otonomi khusus dan status internasional perekonomian Hongkong pasca unifikasi dapat dipertahankan."
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Widjajati
"Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 bangsa Cina yang mendapat suatu 'pukulan dan penghinaan dengan masuknya pengaruh Barat, dengan sendirinya tokoh-tokoh progresif (reformasi) dan cendikiawan berkenalan dengan pemikiran-pemikiaran Barat serta mempelajari ilmu pengetahuan Barat. Salah seorang cendikiawan dan tokoh progresif tersebut adalah Liang Qichao yang mengembangkan pemikiran-pemikiran politik, ekonomi dan lain-lain, dan membentuk partai politik Jinbudang, yang berusaha mengadakan reformasi tetapi gagal karena menghadapi tantangan yang ada ketika itu. Salah satu cara menghadapi masalah-masalah tersebut dengan revolusi yang dipelopori oleh Dr. Sun Yatsen. Kedua kelompok ini selalu timbul pertentangan dan perbedaaan pandangan, maka antara kedua belah pihak bukannya tidak ada kemungkinan berdamai dan mengadakan kerjasama. Karena kedua partai tersebut hanya menganjurkan cita-citanya masing-masing tanpa memperhatikan kepentingan pihak lainnya. Skripsi ini mencoba memberikan gambaran deskritif tentang pemikiran-pemikiran politik Liang yang selalu dipengaruhi dan nampak selalu berbah-ubah tetapi konsisten. Selain gerakan reformasi masih ada gerakan lain yang dipelopori Dr. Sun Yatsen dengan jalan revolusi yang kelak dapat menggulingkan kekuasaan Qing dan mendirikan Republik. Skripsi ini juga mencoba memberi gambaran mengenai Liang Qichao dengan seluruh proses kegiatan di dalam kepartaian serta pikiran-pikiran politiknya di dalam peristiwa /kejadian dikepartaian itu sendiri yang akhirnya tidak menguntungkan."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13013
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library