Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kania Indriani Rosep Putri
"Pendahuluan: Kekerasan yang dilakukan pasien dengan gangguan kejiwaan merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan maupun orang di sekitar pasien. Karena itu, kemampuan dan pengetahuan psikiater memberikan tata laksana tindak kekerasan berperan penting dalam mencegah potensi keberbahayaan. Edukasi manajemen kekerasan pasien dengan gangguan jiwa dapat meningkatkan kepercayaan diri dan sikap tenaga kesehatan serta polisi menghadapi kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan edukasi dengan tingkat pengetahuan psikiater menangani kekerasan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental analitik dengan metode pretest-posttest yang diujikan pada sampel pada dua waktu berbeda, yaitu sebelum dan sesudah edukasi. Uji analisis bivariat dilakukan menggunakan SPSS 20.
Hasil: Hasil analisis menujukan bahwa ada hubungan bermakna antara edukasi dan peningkatan pengetahuan psikiater(p=0.03). Selain itu, ditemukan juga hubungan bermakna pengetahuan awal dengan beberapa data latar belakang psikiater, yaitu jenjang pendidikan tertinggi(0.039) secara negatif, juga materi kurikulum pendidikan spesialis(0.028) dan penilaian diri menangani kasus kekerasan psikis(p=0.025) secara positif.
Kesimpulan: Pemberian edukasi berpengaruh untuk meningkatkan pengetahuan psikiater akan tata laksana kekerasan pasien. Dokter spesialis kejiwaan yang mendapatkan materi penanganan kekerasan dalam kurikulum pendidikannya, percaya diri dalam menangani kekerasan psikis, dan belum mendapatkan jenjang pendidikan lanjutan memiliki pengetahuan awal yang lebih baik sebelum edukasi.

Introduction: Violence in patients with psychiatric disorders is a challange for health workers and those involved with the patient. Thus, psychiatrists comprehension and skill to provide a proper violence management are crucial in preventing further harm. Education of violence management can improve the confidence and attitudes of both health workers and the police in dealing with violence abroad. This study aims to determine the relationship of education with the comprehension level of Indonesian psychiatrists dealing with violence.
Methods: This study used an analytical experimental design with a pretest-posttest method, tested on samples before and after education by violence management workshop. The bivariate analysis test was performed using SPSS 20.
Results: Analysis showed a significant effect of education in increasing psychiatrists' comprehension at managing violence (p = 0.03). Some additional findings was observed, namely the association between initial knowledge and samples background. Highest level of education (0.039) impacted pretest negatively, while violence management in specialist education curriculum material (0.028) and self-assessment handling cases of psychological violence (p = 0.025) had a positive impact.
Conclusion: Education significantly increase psychiatrists comprehension of patients violence management. Psychiatric specialists who were given more material of handling violence in their educational curriculum, more confident in dealing with psychological violence, and have not received postgraduate degree past psychiatric residency have better initial knowledge prior to education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianto
"Pendahuluan: Polisi adalah petugas yang bertugas melindungi dan menangani kasus kekerasan. Polisi dapat dibantu oleh psikiater dalam menangani kasus kekerasan. Meski sudah ada kerjasama antara departemen psikiatri forensik dan kepolisian yang diatur dalam undang-undang, namun belum diketahui bagaimana tingkat pengetahuan kepolisian di Indonesia mengenai peran psikiater dan peran VERP dalam penanganannya. kasus kekerasan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik quasi-experimental design dengan metode pretest-posttest pada sampel peneliti, yaitu untuk mengukur tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan. Uji analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan SPSS 20, menggunakan uji utama menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: Analisis dengan uji Wilcoxon menunjukkan adanya peningkatan tingkat pengetahuan polisi sebelum (7(0-22)) dan setelah pendidikan (9(0-22)) (p=0,001). Terdapat korelasi negatif yang sangat lemah (p=0,048 r= -0,251) antara skor pengetahuan pretest pada usia dan lama bekerja. Kesimpulan: Ditemukan hubungan yang signifikan dalam pendidikan kepada polisi tentang peran psikiater dan peran VERP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tazkiya Purwati Ariviani
"Pendahuluan: Mahasiswa kedokteran klinik mengalami banyak tantangan selama studinya yang membuat mereka rentan mengalami burnout. Burnout adalah keadaan kelelahan fisik, emosional dan mental karena keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut. Di antara faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada pengembangan burnout, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tahun pendidikan klinik, dan kepribadian dengan burnout pada mahasiswa klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada 187 mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kepribadian akan dinilai oleh kuesioner Big Five Inventory (BFI) dan burnout akan dideteksi oleh kuesioner Copenhagen Burnout Inventory (CBI). Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 24. Hubungan antara jenis kelamin dan tahun pendidikan klinik dianalisis menggunakan Independent T-Test dan hubungan antara kepribadian dengan burnout dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil: Prevalensi burnout Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mencapai 30,5%, dengan skor lebih tinggi pada perempuan (44,08 ± 13,47) dibandingkan laki-laki (39,20 ± 15,55) dan lebih tinggi pada mahasiswa tahun pertama (44,11 ± 14,03) dibandingkan tahun kedua. mahasiswa klinis (39,90 ± 14,82). Terdapat korelasi positif yang tinggi antara neuroticism dengan burnout (r = 0,61, p = 0,00), korelasi negatif yang rendah antara conscientiousness dengan burnout (r = -0,358, p = 0,00), korelasi negatif yang rendah antara extraversion (r = - 0,223, p = 0,003), dan korelasi negatif yang sangat rendah antara agreeableness dengan burnout (r = -0,175, p = 0,017). Kesimpulan dan Rekomendasi: Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, tahun pendidikan klinik, dan kepribadian (neuroticism, conscientiousness, extraversion, dan agreeableness). Oleh karena itu, kelompok rentan burnout pada mahasiswa kedokteran klinik dap

Introduction: Clinical medical student experienced many challenges during their studies which made them prone to experience to burnout. Burnout is a state of physical, emotional and mental exhaustion due to long term involvement in demanding situations. Among the factors that may contribute to the burnout development, this study is aiming to know the association between gender, clinical year, and personality with burnout in clinical students of Faculty of Medicine University of Indonesia. Method: This is a cross-sectional study among 187 clinical student of Faculty of Medicine University of Indonesia. Personality will be assessed by Big Five Inventory (BFI) questionnaire and burnout will be detected by Copenhagen Burnout Inventory (CBI). The collected data will be analyzed using Statistical Package for Social Sciencess (SPSS) version 24. Association between gender and clinical year were analyzed using Independent T-Test and association between personality and burnout were analyzed using Spearman’s correlation test. Results: The burnout prevalence of Faculty of Medicine University of Indonesia reach 30.5%, with higher score in female (44.08 ± 13.47) compared to male (39.20 ± 15.55) and higher in first clinical year students (44.11 ± 14.03) compared to second year clinical student. (39.90 ± 14.82). There is a high positive correlation between neuroticism with burnout (r = 0.61, p = 0.00), a low negative correlation between conscientiousness with burnout(r = -0.358, p = 0.00), a low negative correlation between and extraversion with burnout (r = -0.223, p = 0.003), and a very low negative correlation between agreeableness with burnout (r = -0.175, p = 0.017). Conclusion and Recommendation: This study revealed a significant correlation between gender, clinical year, and personality (neuroticism, conscientiousness, extraversion, and agreeableness). Hence, vulnerable groups of clinical medical student can be detected and given more attention. Stress management and clinical year preparation materials could also be given to the students before entering clinical year, so they are more prepared mentally. Further research regarding job-related burnout in clinical year medical student can be established to explore the situational factors of burnout"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Sigit Ramadianto
"ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi berbagai masalah kesehatan jiwa, termasuk depresi dan ansietas, pada peserta program pendidikan dokter lebih tinggi dibandingkan populasi umum, diduga akibat stresor terkait pendidikan. Resiliensi dan metode koping merupakan dua faktor yang diduga berhubungan dengan kerentanan peserta didik mengalami depresi dan ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala depresi dan ansietas pada peserta program pendidikan dokter, serta hubungannya dengan resiliensi dan metode koping. Metode. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang pada sampel yang ditentukan secara stratified random sampling dari seluruh tingkat peserta didik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subyek mengisi sendiri kuesioner penelitian yang terdiri dari kuesioner sosiodemografik, pengukuran gejala depresi dan ansietas (Depression Anxiety Stress Scale [DASS]), pengukuran resiliensi (Connor-Davidson Resilience Scale [CD-RISC]), dan pengukuran metode koping (Brief COPE). Hasil. Prevalensi kumulatif gejala depresi dan ansietas pada peserta didik adalah 22,2% dan 48,1% dengan mayoritas berada dalam derajat ringan atau sedang. Gejala depresi lebih tinggi signifikan pada peserta didik yang tidak tinggal dengan keluarga inti; sedangkan gejala ansietas lebih tinggi signifikan pada perempuan serta pada peserta didik Tingkat 1 dan Profesi Tahun 1. Median skor CD-RISC adalah 68 (interquartile range 58-77) dari skor maksimal 100. Peserta didik lebih banyak menggunakan problem-focused dan emotion-focused coping dibandingkan dengan dysfunctional coping. Resiliensi berkorelasi negatif dengan gejala depresi (r = -0,428; p < 0,001) dan gejala ansietas (r = -0,298; p < 0,001). Koping disfungsional berkorelasi positif dengan gejala depresi (r = 0,461; p < 0,001) dan ansietas (r = 0,378; p < 0,001), terutama koping behavioral disengagement dan self-blame. Pembahasan. Prevalensi gejala depresi dan ansietas pada peserta didik relatif tinggi. Gejala depresi dan ansietas yang ringan tetap dapat menimbulkan distres dan hendaya yang dapat memengaruhi performa peserta didik, serta berisiko berkembang menjadi gangguan jiwa yang lebih berat. Intervensi kesehatan jiwa dapat ditujukan pada peserta didik dengan faktor risiko seperti resiliensi rendah atau koping disfungsional.

ABSTRACT
Introduction. Prevalence of mental health issues, including depression and anxiety, among medical students is relatively high, thought to be related to academic stressors. Resilience and coping methods are two factors hypothesized to be associated with students' vulnerability to depression and anxiety. This study aims to find the prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students, and its association with resilience and coping methods. Methods. This is a cross-sectional study conducted in students from the Faculty of Medicine Universitas Indonesia, selected from all study years through stratified random sampling. Subjects fill in questionnaire that consists of sociodemographic questions, measurement of depression and anxiety symptoms (Depression Anxiety Stress Scale [DASS]), measurement of resilience (Connor-Davidson Resilience Scale [CD-RISC]), and measurement of coping methods (Brief COPE). Results. Cumulative prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students are 22,2% and 48,1%, respectively. Students not living with their families show significantly higher depressive symptoms. Anxiety symptoms are significantly higher among female students and those in the first year of preclinical studies and in the first year of clinical rotations. Median score of CD-RISC is 68 (interquartile range 58-77) from a maximum of 100. Students use problem-focused and emotion-focused coping more frequently than dysfunctional coping. Resilience is negatively correlated with depression (r = -0,428; p < 0,001) and anxiety symptoms (r = -0,298; p < 0,001). Dysfunctional coping is positively correlated with symptoms of depression (r = 0,461; p < 0,001) and anxiety (r = 0,378; p < 0,001), especially behavioral disengagement and self-blame. Discussion. Prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students is high. Even mild symptoms can cause distress and impairment that can affect students' performance. They are also at risk of developing more severe mental health issues. Mental health interventions can be aimed toward students with identified risk factors such as low resilience and dysfunctional coping.
"
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Kurniawan
"Penilaian kecakapan mental pasien dalam mengambil keputusan medis secara obyektif sangat penting untuk menyeimbangkan antara otonomi pasien dan melindungi pasien dari pilihan yang tidak dipahaminya. Saat ini di Indonesia, penilaian kecakapan bergantung pada penilaian klinis dokter, dan belum ada alat ukur untuk menunjang penilaian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan alat ukur MacArthur Competence Assessment Tool for Treatment (MacCAT-T) versi Bahasa Indonesia yang valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada MacCAT-T yang telah diterjemahkan dan disempurnakan dalam Bahasa Indonesia. Validasi isi melibatkan penilaian kualitatif setiap butir pertanyaan oleh tiga orang ahli, kemudian diukur dengan pendekatan kuantitatif content validity index. Validitas isi MacCAT-T versi Bahasa Indonesia menunjukkan nilai I-CVI maupun S-CVI/ave 1,00 yang menggambarkan alat ukur ini relevan dalam menilai kemampuan mengambil keputusan medis. Setelah itu peneliti yang terlatih merekam wawancara MacCAT-T kepada tiga subyek pasien, dan ketiga rekaman tersebut dinilai oleh enam subyek rater. Konsistensi internal dinilai dengan cronbach’s-alpha dan reliabilitas inter-rater dinilai dengan intraclass correlation coefficient. Konsistensi internalnya baik dengan skor cronbach’s-alpha 0,907. Derajat kesepakatan inter-rater secara umum baik dengan hasil ICC 0,915 (IK95% 0,857 – 0,955). Derajat kesepakatan yang paling tinggi terdapat pada domain apresiasi dengan nilai ICC 0,958 (IK95% 0,869-0,993), diikuti dengan penalaran dengan nilai ICC 0,910 (IK95% 0,799-0,977), dan yang paling rendah pada domain pemahaman dengan nilai ICC 0,870 (IK95% 0,672-0,966). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa MacCAT-T yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dapat digunakan oleh peserta didik spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa tahap akhir dan psikiater yang terlatih karena valid dan reliabel untuk menilai kecakapan mental dalam mengambil keputusan medis

Assessing a patient’s mental capacity to consent for treatment is necessary in order to equally consider maintenance of the patient’s autonomy and protect them from choices that they might not understand. Determination of a patient’s capacity in Indonesia relies solely on clinical judgment. Therefore, the objective of this study is to translate the MacArthur Competence Assessment Tool for Treatment (MacCAT-T) instrument into Bahasa Indonesia and evaluate the validity and reliability of the Indonesian version. Validity and reliability testing were carried out on MacCAT-T, which has been translated into Bahasa Indonesia. Content validity was assessed by three experts and calculated using the Content Validity Index (CVI). I-CVI and S-CVI/ave values of the Indonesian version of MacCAT-T are both 1.00, which shows that the instrument is relevant in assessing capacity to consent for treatment. The MacCAT-T was administered to three patients by a trained researcher and the results were recorded. All recordings were assessed by six trained raters. Afterwards, the reliability properties of MacCAT-T were examined by intra-class correlation coefficient and Cronbach’s alpha value. Cronbach’s alpha value was found to be 0.907. The degree of inter-rater agreement was generally good, with an overall ICC of 0.915 (95% CI 0.857–0.955). The highest degree of agreement was found in appreciation, with an ICC value of 0.958 (95% CI 0.869-0.993), followed by reasoning ICC 0.910 (95% CI 0.799-0.977), and understanding ICC 0.870 (95% CI 0.672-0.966). From this study, it can be concluded that the Indonesian version of MacCAT-T is a valid and reliable tool to assess mental capacity to consent to treatment and can be used by trained final-year psychiatric residents and psychiatrists in Indonesia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imada Dzawin Nuha
"Latar Belakang: Burnout adalah masalah yang sering ditemui pada mahasiswa kedokteran, yang semakin diperparah selama rotasi klinis karena tingginya stres yang terkait dengan tuntutan akademik dan tanggung jawab terhadap pasien. Melihat adanya potensi mitigasi burnout dari dukungan sosial, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dan burnout di kalangan mahasiswa kedokteran klinis.
Metode: Survei online dilakukan dengan menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) untuk mengukur dukungan sosial yang dirasakan dan Copenhagen Burnout Inventory (CBI) untuk mengukur burnout. Studi ini melibatkan mahasiswa kedokteran klinis tahun pertama dan kedua di Universitas Indonesia. Analisis korelasi Spearman digunakan untuk pemeriksaan statistik.
Hasil: Studi ini melibatkan 193 peserta, yang menunjukkan tingginya prevalensi burnout level sedang hingga tinggi di kalangan mahasiswa kedokteran klinis di Universitas Indonesia yang mencapai 64,2%. Mayoritas mahasiswa melaporkan tingkat dukungan sosial yang tinggi dari orang-orang penting (65,3%), keluarga (76%), dan teman-teman (61,1%). Terdapat korelasi negatif antara dukungan sosial yang dirasakan dan burnout, khususnya dalam domain burnout pribadi dan yang berkaitan dengan klien.
Kesimpulan: Studi ini menemukan adanya korelasi negatif yang signifikan antara dukungan sosial yang dirasakan dan burnout, khususnya dalam domain burnout pribadi dan yang berkaitan dengan klien di kalangan mahasiswa kedokteran klinis.

Background: Burnout is a frequently observed issue among medical students, which becomes even worse during clinical rotations as a result of heightened pressures associated with academic requirements and the obligations of patient care. Recognizing the potential mitigating role of social support, this study aims to explore the relationship between perceived social support and burnout among clinical medical students.
Methods: An online survey was conducted using the Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS) to assess perceived social support and the Copenhagen Burnout Inventory (CBI) to measure burnout. The study involved first- and second-year clinical medical students at Universitas Indonesia. Spearman correlation analysis was conducted for statistical examination.
Results: The study included a total of 193 participants, revealing a notably high prevalence of moderate to high burnout among clinical medical students at Universitas Indonesia, with a rate of 64.2%. A majority of these students reported experiencing high levels of perceived social support from significant others (65.3%), family (76%), and friends (61.1%). A negative correlation was observed between perceived social support and burnout, specifically in the domains of personal and client-related burnout.
Conclusion: This study highlights a significant negative correlation between perceived social support and burnout, specifically in the realms of personal and client-related burnout among clinical medical students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Keiko
"Latar Belakang: Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Jiwa, salah satunya untuk menentukan kecakapan hukum seseorang untuk menjalani proses peradilan atau competence to stand trial (CST). Prinsip CST adalah pelaku kriminal harus memahami tuntutan terhadapnya dalam pengadilan dan membantu pengacaranya dalam pembelaan terhadap dirinya. Instrumen MacCAT-CA merupakan alat bantu pemeriksaan CST yang dapat memastikan psikiater mencakup area topik yang relevan secara konsisten serta memiliki sistem skoring yang terstandardisasi sehingga dapat membandingkan performa tersangka. Hingga saat ini, belum ada instrumen yang dapat menjadi alat bantu pemeriksaan CST di Indonesia sehingga perlu dilakukan adaptasi instrumen MacCAT-CA versi Bahasa Indonesia.
Metode: Studi ini merupakan uji kesahihan isi serta studi kualitatif yang melibatkan lima pakar hukum dan empat pakar psikiater forensik. Pengukuran kesahihan isi dilakukan dengan menggunakan item content validity index (I-CVI) dan scale content validity index (S-CVI). Data kualitatif penelitian ini adalah berupa pernyataan pakar yang disampaikan melalui focused group discussion (FGD) dan secara tertulis mengenai adaptasi butir-butir instrumen MacCAT-CA agar dapat disesuaikan dengan sistem hukum, latar belakang, serta budaya Indonesia. Pemadatan fakta dilakukan pada pernyataan pakar, kemudian diproses menjadi satu interpretasi (coding). Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan fakta dan interpretasi yang sejenis.
Hasil: Sembilan butir instrumen MacCAT-CA memiliki nilai I-CVI 0,78 atau lebih, sementara 13 butir memiliki nilai I-CVI di bawah 0,78. Nilai S-CVI/UA dan S-CVI/Ave berturut-turut adalah 0,14 dan 0, 56. Berdasarkan analisis data kualitatif, diperlukan penyesuaian instrumen MacCAT-CA pada aspek hukum, tingkat kerumitan pertanyaan, serta penyesuaian nama serta situasi pada contoh kasus. Usulan pertanyaan untuk instrumen MacCAT-CA versi bahasa Indonesia mencakup profesi hukum, proses atau tahapan hukum, istilah hukum, pemahaman seseorang  mengenai tindakannya dan bahwa mereka bersalah, barang bukti maupun saksi, fakta-fakta yang dapat disampaikan di persidangan, dan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat meringankan maupun memberatkan seseorang dalam pengadilan.
Kesimpulan: Hasil uji kesahihan isi menunjukkan bahwa perlu dilakukan modifikasi pada butir-butir instrumen MacCAT-CA agar sesuai dengan populasi di Indonesia. Modifikasi butir dapat dilakukan sesuai masukan yang diberikan oleh pakar pada penelitian selanjutnya.

Background: According to Law of The Republic of Indonesia Number 18 of 2014 on Mental Health, people with mental disorders who commit criminal acts must undergo a mental health examination, one of which is to determine competence to stand trial (CST). The principle of CST is the criminal must understand his charge and assist his legal counsel in defending him. The MacCAT-CA is a CST examination tool that can ensure psychiatrists to consistently cover relevant topics and have a standardized scoring system so that they can compare the performance of suspects. Until now, there is no instrument that can be used as a tool for CST examination in Indonesia. Thus, an adaptation of the MacCAT-CA for the Indonesian population is necessary.
Methods: This study involved five legal experts and four forensic psychiatrists. We evaluated the content validity of the MacCAT-CA using item content validity index (I-CVI) and scale content validity index (S-CVI). We also collected qualitative data through focused group discussions (FGD) and in writing regarding the adaptation of the MacCAT-CA items so that it can be adapted according to the legal system, background, and culture in Indonesia. Condensation of facts was carried out on expert statements, then processed into one interpretation (coding). Then, we collected facts and similar interpretations.
Results: Nine items have an I-CVI value of 0.78 or more, while 13 items have an I-CVI value below 0.78. The values of S-CVI/UA and S-CVI/Ave are 0.14 and 0.56, respectively. Based on qualitative data analysis, it is necessary to adjust the MacCAT-CA instrument on legal aspects, the level of complexity of the questions, as well as adjustments to the names and situations in the case example. The proposed questions for the Indonesian version of the MacCAT-CA instrument cover the legal professions, legal processes or stages, legal terms, a person's understanding of their actions and whether they are guilty or not, evidence and witnesses, facts that can be presented at trial, and understanding of things that can relieve or incriminate someone in court.
Conclusion: The results of the validity test indicate that it is necessary to modify the MacCAT-CA instrument to suit the Indonesian population. The experts’ input in this research can guide the adaptation of this instrument in further research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Tri Anggraeni
"Pendahuluan: Stigmatisasi terhadap orang dengan gangguan jiwa cukup tinggi di kalangan penyedia layanan kesehatan, termasuk mahasiswa kedokteran. Penelitian ini menganalisis dampak promosi kesehatan jiwa terhadap stigma kesehatan jiwa pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan menggunakan data dari mahasiswa kedokteran tahun ketiga (N=132), dibagi menjadi kelompok intervensi (n=66) dan kontrol (n=66). Kelompok intervensi menerima satu kali webinar tentang kesehatan mental. Tingkat stigma dinilai menggunakan kuesioner MICA-4.
Hasil: Prevalensi stigma kesehatan jiwa dari kuesioner pre-test sebesar 18,94%, dengan cutoff-point 48. Tingkat stigma tertinggi pada post-test terdapat pada pertanyaan 6, faktor 2, dan faktor 3. Pada kelompok intervensi, skor MICA menurun dari median 42 menjadi 39 dengan perbedaan yang signifikan secara statistik (p=0,001), sedangkan tidak ada perbedaan yang signifikan (p=0,951) pada kelompok kontrol.
Kesimpulan: Stigma yang paling banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah terkait pengetahuan tentang penyakit jiwa, kesediaan untuk mengungkapkan penyakit jiwa sendiri, dan stigma terhadap anggota keluarga atau teman pasien psikiatri. Studi ini menunjukkan bahwa promosi kesehatan mental melalui webinar menunjukkan penurunan yang signifikan dalam stigma kesehatan mental di kalangan mahasiswa kedokteran tahun ketiga.

Introduction: Stigmatization of people with mental illnesses is high among health care providers, including medical students. This study analyzes the impact of mental health promotion on mental health stigma in third-year medical students of the Faculty of Medicine, Universitas Indonesia.
Methods: The research is a quasi-experimental study using data from third-year medical students (N=132), divided into intervention (n=66) and control (n=66) groups. The intervention group received a one-time webinar about mental health. The stigma level was assessed using the MICA-4 questionnaire.
Results: The prevalence of mental health stigma from the pre-test questionnaire is 18.94%, with a cutoff point of 48. The highest stigma level on post-test was found on question 6, factor 2, and factor 3. In the intervention group, the MICA score decreased from median 42 to 39 with a statistically significant difference (p=0.001), while there was no significant difference (p=0.951) in the control group.
Conclusion: The most common stigma found in this study is related to knowledge of mental illness, willingness to disclose their own mental illness, and stigma towards family members or friends of psychiatric patients. This study demonstrates that mental health promotion using webinar shows a significant reduction in mental health stigma among third-year medical students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Agustin Ananda Putri
"Introduction: Anxiety disorders are identified in 41.6% of students globally, with medical students being more susceptible than non-medical students (33.8%). In Indonesia, clinical students or referred as co-assistant, had higher anxiety levels than preclinical students. Therefore, right intervention is needed to reduce anxiety symptoms in third-year medical students before clinical rotations. This study is performed to identify the impact of conducting a web-based mental health promotion seminar to reduce anxiety symptoms among third-year FMUI students. Methods: This is a Quasiexperimental study with secondary data from a total of 132 third-year FMUI students, 66 students split evenly between the intervention and control groups. They must complete the GAD-7 pre- and post- test questionnaires on Day 1 and 14 to determine their coping mechanism style. The intervention group will get a one-time web-based seminar from Psychiatry Department FMUI-RSCM experts, whereas the control group will not. Results: The prevalence of anxiety in third-year FMUI students is 46.9%, mostly categorized as mild (28.7%). The intervention group’s GAD-7 mean score improved (p=0.033), while the control group’s deteriorated (p=0.288). Conclusion: High prevalence of anxiety is found in third-year FMUI students and web-based mental health promotion seminar can reduce anxiety symptoms in intervention group.

Latar Belakang: Gangguan kecemasan diidentifikasi pada 41.6% mahasiswa secara global, dengan mahasiswa kedokteran lebih rentan dibandingkan mahasiswa nonkedokteran (33.8%). Di Indonesia, mahasiswa klinik atau disebut ko-asisten memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa preklinik. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang tepat untuk mengurangi gejala kecemasan pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga sebelum melakukan rotasi klinik. Penelitian ini dilakukan untuk menidentifikasi dampak penyelenggaraan seminar promosi kesehatan jiwa berbasis terhadap penurunan gejala kecemasan pada mahasiswa tahun ketiga FKUI. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan data sekunder dari total 132 mahasiswa tahun ketiga FKUI, 66 mahasiswa terbagi rata antara kelompok intervensi dan kontrol. Mereka harus mengisi kuesioner pra dan pasca test GAD-7 pada hari ke-1 dan ke-14 untuk menentukan gaya mekanisme koping. Kelompok intervensi akan mendapatkan satu kali seminar berbasis web dari ahli Psikiatri FKUI-RSCM, sedangkan kelompok kontrol tidak. Hasil: Prevalensi kecemasan pada mahasiswa tahun ketiga FKUI adalah 46.9%, sebagian besar dikategorikan ringan (28.7%). Terdapat perbaikan rerata skor GAD-7 secara keseluruhan pada kelompok intervensi (p=0.033), sedangkan kelompok kontrol menunjukkan perburukan (p=0.288). Kesimpulan: Studi ini menunjukkan prevalensi gangguan kecemasan yang relatif tinggi pada mahasiswa tingkat tiga FKUI dengan kelompok intervensi menunjukkan perbaikan skor GAD-7 setelah seminar promosi kesehatan mental berbasis web."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Kevin Tadeus
"Latar Belakang Adverse childhood experience (ACE), termasuk kekerasan, pengabaian, dan disfungsi rumah tangga, secara signifikan memengaruhi hasil psikologis dan perilaku jangka panjang, seperti agresivitas. Mengidentifikasi agresi di dalam penjara, terutama di antara narapidana berisiko sedang, sangat penting untuk memastikan keselamatan, penempatan risiko, dan mencegah residivisme. Penelitian ini mengkaji korelasi antara ACE dan agresivitas pada populasi narapidana berisiko sedang. Metode Penelitian cross-sectional dilakukan menggunakan WHO ACE-IQ untuk mengukur variabel ACE dan Buss-Perry Aggression Questionnaire untuk mengukur variabel agresivitas pada 121 narapidana berisiko sedang di Nusa Kambangan, yang dianalisis menggunakan SPSS. Hasil Setidaknya satu ACE dilaporkan oleh 90,9% narapidana; 40,6% memiliki empat atau lebih ACE. Kekerasan kolektif (67,8%) adalah ACE yang paling umum. Rata-rata agresivitas pada narapidana adalah 76,31 (73,18 – 79,45). Setiap dimensi agresivitas pada narapidana tergolong tingkat sedang. Korelasi signifikan ditemukan antara skor total BPAQ dan jumlah ACE, kekerasan emosional, kekerasan fisik, kekerasan seksual dengan kontak, dan kekerasan kolektif. Lebih banyak ACE secara signifikan dikaitkan dengan peningkatan agresi secara keseluruhan dan dimensinya: agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Kesimpulan ACE sangat prevalen ditemukan pada narapidana Nusa Kambangan. Di sisi lain, agresivitas yang dimiliki adalah dalam tingkat sedang. Adanya ACE dengan jumlah atau jenis tertentu secara signifikan berkorelasi dengan agresivitas total seorang narapidana. Skrining ACE dan agresivitas perlu dipertimbangkan pada narapidana.

Introduction
Adverse childhood experience (ACE), including abuse, neglect, and household dysfunction,
significantly influence long-term psychological and behavioral outcomes, for instance,
aggressiveness. Identifying aggression in prisons, particularly among medium-risk inmates, is
crucial to ensure safety, risk placement, and prevent recidivism. This study examines the
correlation between ACE and aggressiveness in a medium-risk prison population.
Method
A cross-sectional study was conducted using the WHO ACE-IQ to measure ACE and Buss-
Perry Aggression Questionnaire to measure aggression among 121 medium-risk inmates in
Nusakambangan, analyzed using SPSS.
Results
At least one ACE was reported by 90.9% of inmates; 40.6% had four or more ACEs.
Collective violence (67.8%) was the most prevalent ACE. The average aggressiveness among
inmates is 76.31 (73.18 – 79.45). Each dimension of aggressiveness among inmates is
categorized at a moderate level. Significant correlations were found between the total BPAQ
score and the number of ACEs, emotional abuse, physical abuse, contact sexual abuse, and
collective violence. More ACEs were significantly associated with increased overall
aggression and its dimensions: physical aggression, verbal aggression, anger, and hostility.
Conclusion
ACE is highly prevalent among prisoners at Nusa Kambangan. On the other hand, their level
of aggression is moderate. Possessing a specific amount or type of ACE is significantly
correlated with an inmate's overall aggression level. Screening for ACE and aggression
should be considered for inmates.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>