Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tazkiya Purwati Ariviani
"Pendahuluan: Mahasiswa kedokteran klinik mengalami banyak tantangan selama studinya yang membuat mereka rentan mengalami burnout. Burnout adalah keadaan kelelahan fisik, emosional dan mental karena keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang menuntut. Di antara faktor-faktor yang dapat berkontribusi pada pengembangan burnout, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tahun pendidikan klinik, dan kepribadian dengan burnout pada mahasiswa klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada 187 mahasiswa klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kepribadian akan dinilai oleh kuesioner Big Five Inventory (BFI) dan burnout akan dideteksi oleh kuesioner Copenhagen Burnout Inventory (CBI). Data yang terkumpul akan dianalisis menggunakan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 24. Hubungan antara jenis kelamin dan tahun pendidikan klinik dianalisis menggunakan Independent T-Test dan hubungan antara kepribadian dengan burnout dianalisis menggunakan uji korelasi Spearman. Hasil: Prevalensi burnout Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mencapai 30,5%, dengan skor lebih tinggi pada perempuan (44,08 ± 13,47) dibandingkan laki-laki (39,20 ± 15,55) dan lebih tinggi pada mahasiswa tahun pertama (44,11 ± 14,03) dibandingkan tahun kedua. mahasiswa klinis (39,90 ± 14,82). Terdapat korelasi positif yang tinggi antara neuroticism dengan burnout (r = 0,61, p = 0,00), korelasi negatif yang rendah antara conscientiousness dengan burnout (r = -0,358, p = 0,00), korelasi negatif yang rendah antara extraversion (r = - 0,223, p = 0,003), dan korelasi negatif yang sangat rendah antara agreeableness dengan burnout (r = -0,175, p = 0,017). Kesimpulan dan Rekomendasi: Pada penelitian ini ditemukan hubungan yang signifikan antara jenis kelamin, tahun pendidikan klinik, dan kepribadian (neuroticism, conscientiousness, extraversion, dan agreeableness). Oleh karena itu, kelompok rentan burnout pada mahasiswa kedokteran klinik dap

Introduction: Clinical medical student experienced many challenges during their studies which made them prone to experience to burnout. Burnout is a state of physical, emotional and mental exhaustion due to long term involvement in demanding situations. Among the factors that may contribute to the burnout development, this study is aiming to know the association between gender, clinical year, and personality with burnout in clinical students of Faculty of Medicine University of Indonesia. Method: This is a cross-sectional study among 187 clinical student of Faculty of Medicine University of Indonesia. Personality will be assessed by Big Five Inventory (BFI) questionnaire and burnout will be detected by Copenhagen Burnout Inventory (CBI). The collected data will be analyzed using Statistical Package for Social Sciencess (SPSS) version 24. Association between gender and clinical year were analyzed using Independent T-Test and association between personality and burnout were analyzed using Spearman’s correlation test. Results: The burnout prevalence of Faculty of Medicine University of Indonesia reach 30.5%, with higher score in female (44.08 ± 13.47) compared to male (39.20 ± 15.55) and higher in first clinical year students (44.11 ± 14.03) compared to second year clinical student. (39.90 ± 14.82). There is a high positive correlation between neuroticism with burnout (r = 0.61, p = 0.00), a low negative correlation between conscientiousness with burnout(r = -0.358, p = 0.00), a low negative correlation between and extraversion with burnout (r = -0.223, p = 0.003), and a very low negative correlation between agreeableness with burnout (r = -0.175, p = 0.017). Conclusion and Recommendation: This study revealed a significant correlation between gender, clinical year, and personality (neuroticism, conscientiousness, extraversion, and agreeableness). Hence, vulnerable groups of clinical medical student can be detected and given more attention. Stress management and clinical year preparation materials could also be given to the students before entering clinical year, so they are more prepared mentally. Further research regarding job-related burnout in clinical year medical student can be established to explore the situational factors of burnout"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Wirawan Wicaksono
"Gangguan depresi merupakan salah satu gangguan jiwa terbanyak yang meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas penderitanya. Gangguan ini sebenarnya bisa diberikan tatalaksana berupa farmakologis dan non farmakologis, salah satunya adalah psikoterapi. Sayangnya, banyak pasien yang menderita gangguan ini tidak mendapatkan layanan ini secara adekuat. Pasien-pasien yang sudah mendapatkan psikoterapi pun ternyata banyak yang tidak patuh terhadap psikoterapi. Hal ini tentunya memengaruhi luaran dari psikoterapi tersebut. Fenomena ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Namun, masih sangat sedikit penelitian mengenai faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan psikoterapi ini, khususnya di Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan psikoterapi pada pasien dengan gangguan depresi, khususnya di Poli Jiwa Dewasa (PJD) RSCM.
Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang dari Desember 2022 hingga Desember 2023. Sampel penelitian adalah pasien dewasa dengan gangguan depresi yang mendapatkan psikoterapi di PJD RSCM. Sebanyak 82 subjek penelitian terpilih berdasarkan metode purposive sampling. Data diambil dengan menggunakan beberapa kuesioner serta data rekam medis pasien. Analisis data digunakan dengan SPSS untuk melihat karakteristik dasar subjek yang diteliti, analisis bivariat hingga multivariat dari berbagai faktor yang diteliti dengan kepatuhan psikoterapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi kepatuhan psikoterapi sebesar 0,73 (CI95% = 0,62 – 0,82). Dari 82 orang subjek yang diteliti, mayoritas adalah perempuan (84,1%) dengan pendidikan tinggi (63,4%) dan status ekonomi menengah (72,0%). Hasil analisis bivariat menunjukkan hubungan yang signifikan secara statistik antara stigma dan konsistensi terapis (p<0,05). Lebih lanjut lagi, stigma yang rendah dan terapis yang tetap memiliki subjek yang patuh pada psikoterapi lebih banyak dibandingkan dengan stigma yang tinggi dan terapis yang tidak tetap. Dari analisis multivariat, didapatkan faktor yang paling memengaruhi kepatuhan psikoterapi adalah konsistensi terapis (p=0,045).

Depressive disorders are one of the most common mental disorders that increase the morbidity and mortality rates of its sufferers. This disorder can actually be treated by pharmacological and non-pharmacological approach, one of which is psychotherapy. Unfortunately, many patients who suffer from this disorder do not receive adequate services. It turns out that many patients who have received psychotherapy are not compliant with psychotherapy. This condition will affect the outcome of psychotherapy. This phenomenon is influenced by various factors. However, research regarding the factors that influence psychotherapy adherence is currently scarce, especially in Indonesia. Therefore, this research was conducted to determine the factors that influence psychotherapy compliance in patients with depressive disorders, especially at the Adult Psychiatric Polyclinic RSCM.
The research was conducted with a cross-sectional design from December 2022 to December 2023. The research sample was adult patients with depressive disorders who received psychotherapy at Adult Psychiatric Polyclinic RSCM. A total of 82 research subjects were selected based on the purposive sampling method. Data was taken using several questionnaires and patient medical record. Data analysis was used with SPSS to look at the basic characteristics of the subjects studied, bivariate to multivariate analysis of various factors studied and psychotherapy compliance.
The results showed that the proportion of psychotherapy compliance was 0.73 (CI95% = 0.62 – 0.82). Of the 82 subjects studied, the majority were women (84.1%) with higher education (63.4%) and middle economic status (72.0%). The results of bivariate analysis showed a statistically significant relationship between stigma and therapist consistency (p<0.05). Furthermore, low stigma and permanent therapists had more subjects who adhered to psychotherapy compared to high stigma and non-permanent therapists. From multivariate analysis, it was found that the factor that most influenced psychotherapy compliance was therapist consistency (p=0.045).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Kurnia Surawijaya
"Latar Belakang : Dalam kasus forensik yang berhubungan dengan impulsivitas dan agresivitas, dibutuhkan suatu kompleksitas dan terdapat potensi risiko yang tinggi dalam menilai akurasi kondisi mental yang dapat memberikan terang perkara dan membantu memberikan pertimbangan dalam keputusan dalam persidangan.Tujuan : Meninjau berbagai literatur atau penelitian sebelumnya mengenai tahapan evaluasi yang dapat dilakukan psikiater pemeriksa dalam menilai criminal intent pada kasus-kasus impulsivitas dan agresivitas. Metode : Penelusuran artikel dilakukan sesuai dengan alur pada bagan PRISMA melalui lima pangkalan data, yaitu PubMed, Scopus, EMBASE, Web of Science, dan Cochrane.Hasil : Total literatur yang peneliti dapatkan sebanyak 981, lalu melalui proses penyaringan duplikasi, kriteria inklusi dan ekslusi sehingga tersisa 32 artikel. Telaah kritis dengan menggunakan QuADS. Rentang tahun penelitian terkumpul dari 1993—2024, dengan peningkatan literatur dalam 10 tahun terakhir. Lokasi terbanyak artikel berasal dari benua Eropa yaitu enam belas artikel. Artikel terkumpul didominasi oleh penelitian potong lintang dan laporan kasus dengan masing-masing sebanyak empat belas artikel. Gangguan jiwa yang ditemui dari artikel terkumpul cukup beragam dengan pembahasan mayoritas berfokus pada gangguan spektrum skizofrenia dan gangguan kepribadian. Selain pemeriksaan forensik yang telah melalui anamnesis yang lengkap dan runut, peneliti mencatat beberapa instrumen khusus yang digunakan. Berbagai instrumen dan pemeriksaan penunjang khusus ini memiliki tujuan tertentu dan dapat membantu terang sebuah perkara hingga mengeksklusi diagnosis tertentu. Kesimpulan : Melalui tinjauan sistematik ini, tahapan-tahapan penting yang harus diperhatikan seorang psikiater pemeriksa dalam menilai criminal intent pada kasus-kasus impulsivitas dan agresivitas adalah anamnesis psikiatrik, pemeriksaan instrumen, pemeriksaan penunjang, dan penentuan kesimpulan.

Background : In forensic cases related to impulsivity and aggressivity, there is a need for complexity and a high potential risk in assesing the accuracy of mental conditions. This can shed light on the case and assist in providing considerations in court decisions. Objective : To review various literature or previous research regarding the evaluation stages that a forensic psychiatrist can undertake in assesing criminal intent in cases of impulsivity and aggressivity. Method : Article searches were conducted according to the PRISMA flowchart through five databases: PubMed, Scopus, EMBASE, Web of Science, and Cochrane. Result : A total of 981 articles were obtained, which were then filtered for duplicated, inclusion, and exclusion criteria, leaving 32 articles. Critical appraisal was conducted using QuADS. The research spanned from 1993 to 2024, with an increase in literature over the past 10 years. The majority focusing on schizophrenia spectrum disorders and personality disorders. In addition to forensic examinations that included comprehensive and sequential anamnesis, researchers noted several specific instruments used. These various instruments and special examinations have specific purposes and can help clarify a case, even to the point of exlucing certain diagnoses. Conclusion : Through this systematic review, the important stages that a forensic psychiatrist must consider to in assessing criminal intent in cases of impulsivity and aggressivity are psychiatric anamnesis, instrument examination, supporting examinations, and conclusion determination."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Elissa
"Kepribadian psikopati mendapat sorotan khusus karena dikenal berkaitan erat dengan kriminalitas. Salah satu konstruksi modern tentang psikopati adalah three-factor model of psychopathy, yang menjelaskan bahwa psikopati dibangun dari delapan lower-order factors (skala isi) dan tiga higher-order factors, yakni Self-Centered Impulsivity, Fearless Dominance, dan Coldheartedness. Konstruksi ini adalah hasil pengembangan instrumen Psychopathic Personality Inventory, yang direvisi sebagai Psychopathic Personality Inventory – Revised (PPI-R). Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas dan reliabilitas PPI-R di populasi narapidana laki-laki di Indonesia. Proses penelitian terdiri dari tahap penerjemahan PPI-R ke dalam bahasa Indonesia, uji coba dengan sepuluh responden, penyempurnaan terjemahan, penilaian validitas isi oleh sebelas orang pakar Kesehatan Jiwa, dan pengambilan data dari narapidana laki-laki di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Bogor. Pengambilan sampel ditetapkan secara random sampling dan test-retest dilakukan berselang 36 hari. Penelitian mendapatkan validitas isi yang baik (I-CVI 0,81-1 dan S-CVI 0,91-0,97), reliabilitas test-retest yang sangat baik (r>0,80; 95%CI), serta konsistensi internal yang memuaskan untuk skor total (α = 0,83) dan sebagian besar skala isi (α>0,70). Confirmatory factor analysis menemukan solusi model dua faktor tanpa Coldheartedness. Faktor Coldheartedness tetap dimasukkan ke dalam model final sesuai pertimbangan bahwa faktor tersebut memiliki peran mendasar dalam konsep psikopati. Instrumen PPI-R versi bahasa Indonesia layak digunakan sebagai alat bantu penilaian dan pelengkap bagi pemeriksaan lainnya, dengan memperhatikan pertimbangan-pertimbangan terkait validitas konstruksi. Penelitian lanjutan di komunitas (non-narapidana) dan analisis yang lebih mendalam terhadap instrumen PPI-R perlu dilakukan.

The psychopathic personality has always been in the limelight due to its notorious association with criminality. One of the modern constructs of psychopathy is the three-factor model, in which psychopathy is built of eight lower-order factors (content scales) and three higher-order factors: Self-Centered Impulsivity, Fearless Dominance, dan Coldheartedness. This construct resulted from the development of the self-report instrument Psychopathic Personality Inventory, later renewed as Psychopathic Personality Inventory – Revised (PPI-R). This research aims to test the validity and reliability of PPI-R among Indonesian male offenders. The process consists of translating the PPI-R into Indonesian language, a pilot study with ten respondents, revising the translation, assessment of content validation by eleven experts in mental health, and finally data collection from male inmates in Class IIA Correctional Institution in Bogor. Random sampling is used and test-retest is performed with 36-day interval. We find good content validation (I-CVI 0.81-1 and S-CVI 0.91-0.97), very good test-retest reliability (r>0.80; 95%CI), and satisfying internal consistency for total score (α = 0.83) and most content scales (α>0.70). Confirmatory factor analysis finds a fitting two-factor model without Coldheartedness. This latter factor is retained in the final model considering its fundamental place in the concept of psychopathy. The Indonesian version of PPI-R is acceptable for use as a supplement for other methods of examination, keeping in mind certain considerations regarding its construct validity. Further research in the community (non-offenders) and deeper analysis of the instrument itself are warranted."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adhitya Sigit Ramadianto
"ABSTRAK
Latar Belakang. Prevalensi berbagai masalah kesehatan jiwa, termasuk depresi dan ansietas, pada peserta program pendidikan dokter lebih tinggi dibandingkan populasi umum, diduga akibat stresor terkait pendidikan. Resiliensi dan metode koping merupakan dua faktor yang diduga berhubungan dengan kerentanan peserta didik mengalami depresi dan ansietas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi gejala depresi dan ansietas pada peserta program pendidikan dokter, serta hubungannya dengan resiliensi dan metode koping. Metode. Penelitian ini dilakukan secara potong lintang pada sampel yang ditentukan secara stratified random sampling dari seluruh tingkat peserta didik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Subyek mengisi sendiri kuesioner penelitian yang terdiri dari kuesioner sosiodemografik, pengukuran gejala depresi dan ansietas (Depression Anxiety Stress Scale [DASS]), pengukuran resiliensi (Connor-Davidson Resilience Scale [CD-RISC]), dan pengukuran metode koping (Brief COPE). Hasil. Prevalensi kumulatif gejala depresi dan ansietas pada peserta didik adalah 22,2% dan 48,1% dengan mayoritas berada dalam derajat ringan atau sedang. Gejala depresi lebih tinggi signifikan pada peserta didik yang tidak tinggal dengan keluarga inti; sedangkan gejala ansietas lebih tinggi signifikan pada perempuan serta pada peserta didik Tingkat 1 dan Profesi Tahun 1. Median skor CD-RISC adalah 68 (interquartile range 58-77) dari skor maksimal 100. Peserta didik lebih banyak menggunakan problem-focused dan emotion-focused coping dibandingkan dengan dysfunctional coping. Resiliensi berkorelasi negatif dengan gejala depresi (r = -0,428; p < 0,001) dan gejala ansietas (r = -0,298; p < 0,001). Koping disfungsional berkorelasi positif dengan gejala depresi (r = 0,461; p < 0,001) dan ansietas (r = 0,378; p < 0,001), terutama koping behavioral disengagement dan self-blame. Pembahasan. Prevalensi gejala depresi dan ansietas pada peserta didik relatif tinggi. Gejala depresi dan ansietas yang ringan tetap dapat menimbulkan distres dan hendaya yang dapat memengaruhi performa peserta didik, serta berisiko berkembang menjadi gangguan jiwa yang lebih berat. Intervensi kesehatan jiwa dapat ditujukan pada peserta didik dengan faktor risiko seperti resiliensi rendah atau koping disfungsional.

ABSTRACT
Introduction. Prevalence of mental health issues, including depression and anxiety, among medical students is relatively high, thought to be related to academic stressors. Resilience and coping methods are two factors hypothesized to be associated with students' vulnerability to depression and anxiety. This study aims to find the prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students, and its association with resilience and coping methods. Methods. This is a cross-sectional study conducted in students from the Faculty of Medicine Universitas Indonesia, selected from all study years through stratified random sampling. Subjects fill in questionnaire that consists of sociodemographic questions, measurement of depression and anxiety symptoms (Depression Anxiety Stress Scale [DASS]), measurement of resilience (Connor-Davidson Resilience Scale [CD-RISC]), and measurement of coping methods (Brief COPE). Results. Cumulative prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students are 22,2% and 48,1%, respectively. Students not living with their families show significantly higher depressive symptoms. Anxiety symptoms are significantly higher among female students and those in the first year of preclinical studies and in the first year of clinical rotations. Median score of CD-RISC is 68 (interquartile range 58-77) from a maximum of 100. Students use problem-focused and emotion-focused coping more frequently than dysfunctional coping. Resilience is negatively correlated with depression (r = -0,428; p < 0,001) and anxiety symptoms (r = -0,298; p < 0,001). Dysfunctional coping is positively correlated with symptoms of depression (r = 0,461; p < 0,001) and anxiety (r = 0,378; p < 0,001), especially behavioral disengagement and self-blame. Discussion. Prevalence of depression and anxiety symptoms among medical students is high. Even mild symptoms can cause distress and impairment that can affect students' performance. They are also at risk of developing more severe mental health issues. Mental health interventions can be aimed toward students with identified risk factors such as low resilience and dysfunctional coping.
"
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Indriani Rosep Putri
"Pendahuluan: Kekerasan yang dilakukan pasien dengan gangguan kejiwaan merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan maupun orang di sekitar pasien. Karena itu, kemampuan dan pengetahuan psikiater memberikan tata laksana tindak kekerasan berperan penting dalam mencegah potensi keberbahayaan. Edukasi manajemen kekerasan pasien dengan gangguan jiwa dapat meningkatkan kepercayaan diri dan sikap tenaga kesehatan serta polisi menghadapi kekerasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan edukasi dengan tingkat pengetahuan psikiater menangani kekerasan.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental analitik dengan metode pretest-posttest yang diujikan pada sampel pada dua waktu berbeda, yaitu sebelum dan sesudah edukasi. Uji analisis bivariat dilakukan menggunakan SPSS 20.
Hasil: Hasil analisis menujukan bahwa ada hubungan bermakna antara edukasi dan peningkatan pengetahuan psikiater(p=0.03). Selain itu, ditemukan juga hubungan bermakna pengetahuan awal dengan beberapa data latar belakang psikiater, yaitu jenjang pendidikan tertinggi(0.039) secara negatif, juga materi kurikulum pendidikan spesialis(0.028) dan penilaian diri menangani kasus kekerasan psikis(p=0.025) secara positif.
Kesimpulan: Pemberian edukasi berpengaruh untuk meningkatkan pengetahuan psikiater akan tata laksana kekerasan pasien. Dokter spesialis kejiwaan yang mendapatkan materi penanganan kekerasan dalam kurikulum pendidikannya, percaya diri dalam menangani kekerasan psikis, dan belum mendapatkan jenjang pendidikan lanjutan memiliki pengetahuan awal yang lebih baik sebelum edukasi.

Introduction: Violence in patients with psychiatric disorders is a challange for health workers and those involved with the patient. Thus, psychiatrists comprehension and skill to provide a proper violence management are crucial in preventing further harm. Education of violence management can improve the confidence and attitudes of both health workers and the police in dealing with violence abroad. This study aims to determine the relationship of education with the comprehension level of Indonesian psychiatrists dealing with violence.
Methods: This study used an analytical experimental design with a pretest-posttest method, tested on samples before and after education by violence management workshop. The bivariate analysis test was performed using SPSS 20.
Results: Analysis showed a significant effect of education in increasing psychiatrists' comprehension at managing violence (p = 0.03). Some additional findings was observed, namely the association between initial knowledge and samples background. Highest level of education (0.039) impacted pretest negatively, while violence management in specialist education curriculum material (0.028) and self-assessment handling cases of psychological violence (p = 0.025) had a positive impact.
Conclusion: Education significantly increase psychiatrists comprehension of patients violence management. Psychiatric specialists who were given more material of handling violence in their educational curriculum, more confident in dealing with psychological violence, and have not received postgraduate degree past psychiatric residency have better initial knowledge prior to education.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianto
"Pendahuluan: Polisi adalah petugas yang bertugas melindungi dan menangani kasus kekerasan. Polisi dapat dibantu oleh psikiater dalam menangani kasus kekerasan. Meski sudah ada kerjasama antara departemen psikiatri forensik dan kepolisian yang diatur dalam undang-undang, namun belum diketahui bagaimana tingkat pengetahuan kepolisian di Indonesia mengenai peran psikiater dan peran VERP dalam penanganannya. kasus kekerasan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain analitik quasi-experimental design dengan metode pretest-posttest pada sampel peneliti, yaitu untuk mengukur tingkat pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan. Uji analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan SPSS 20, menggunakan uji utama menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: Analisis dengan uji Wilcoxon menunjukkan adanya peningkatan tingkat pengetahuan polisi sebelum (7(0-22)) dan setelah pendidikan (9(0-22)) (p=0,001). Terdapat korelasi negatif yang sangat lemah (p=0,048 r= -0,251) antara skor pengetahuan pretest pada usia dan lama bekerja. Kesimpulan: Ditemukan hubungan yang signifikan dalam pendidikan kepada polisi tentang peran psikiater dan peran VERP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Agustin Ananda Putri
"Introduction: Anxiety disorders are identified in 41.6% of students globally, with medical students being more susceptible than non-medical students (33.8%). In Indonesia, clinical students or referred as co-assistant, had higher anxiety levels than preclinical students. Therefore, right intervention is needed to reduce anxiety symptoms in third-year medical students before clinical rotations. This study is performed to identify the impact of conducting a web-based mental health promotion seminar to reduce anxiety symptoms among third-year FMUI students. Methods: This is a Quasiexperimental study with secondary data from a total of 132 third-year FMUI students, 66 students split evenly between the intervention and control groups. They must complete the GAD-7 pre- and post- test questionnaires on Day 1 and 14 to determine their coping mechanism style. The intervention group will get a one-time web-based seminar from Psychiatry Department FMUI-RSCM experts, whereas the control group will not. Results: The prevalence of anxiety in third-year FMUI students is 46.9%, mostly categorized as mild (28.7%). The intervention group’s GAD-7 mean score improved (p=0.033), while the control group’s deteriorated (p=0.288). Conclusion: High prevalence of anxiety is found in third-year FMUI students and web-based mental health promotion seminar can reduce anxiety symptoms in intervention group.

Latar Belakang: Gangguan kecemasan diidentifikasi pada 41.6% mahasiswa secara global, dengan mahasiswa kedokteran lebih rentan dibandingkan mahasiswa nonkedokteran (33.8%). Di Indonesia, mahasiswa klinik atau disebut ko-asisten memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa preklinik. Oleh karena itu, diperlukan intervensi yang tepat untuk mengurangi gejala kecemasan pada mahasiswa kedokteran tahun ketiga sebelum melakukan rotasi klinik. Penelitian ini dilakukan untuk menidentifikasi dampak penyelenggaraan seminar promosi kesehatan jiwa berbasis terhadap penurunan gejala kecemasan pada mahasiswa tahun ketiga FKUI. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental kuasi dengan data sekunder dari total 132 mahasiswa tahun ketiga FKUI, 66 mahasiswa terbagi rata antara kelompok intervensi dan kontrol. Mereka harus mengisi kuesioner pra dan pasca test GAD-7 pada hari ke-1 dan ke-14 untuk menentukan gaya mekanisme koping. Kelompok intervensi akan mendapatkan satu kali seminar berbasis web dari ahli Psikiatri FKUI-RSCM, sedangkan kelompok kontrol tidak. Hasil: Prevalensi kecemasan pada mahasiswa tahun ketiga FKUI adalah 46.9%, sebagian besar dikategorikan ringan (28.7%). Terdapat perbaikan rerata skor GAD-7 secara keseluruhan pada kelompok intervensi (p=0.033), sedangkan kelompok kontrol menunjukkan perburukan (p=0.288). Kesimpulan: Studi ini menunjukkan prevalensi gangguan kecemasan yang relatif tinggi pada mahasiswa tingkat tiga FKUI dengan kelompok intervensi menunjukkan perbaikan skor GAD-7 setelah seminar promosi kesehatan mental berbasis web."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Faradila Keiko
"Latar Belakang: Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang melakukan tindak pidana harus mendapatkan pemeriksaan Kesehatan Jiwa, salah satunya untuk menentukan kecakapan hukum seseorang untuk menjalani proses peradilan atau competence to stand trial (CST). Prinsip CST adalah pelaku kriminal harus memahami tuntutan terhadapnya dalam pengadilan dan membantu pengacaranya dalam pembelaan terhadap dirinya. Instrumen MacCAT-CA merupakan alat bantu pemeriksaan CST yang dapat memastikan psikiater mencakup area topik yang relevan secara konsisten serta memiliki sistem skoring yang terstandardisasi sehingga dapat membandingkan performa tersangka. Hingga saat ini, belum ada instrumen yang dapat menjadi alat bantu pemeriksaan CST di Indonesia sehingga perlu dilakukan adaptasi instrumen MacCAT-CA versi Bahasa Indonesia.
Metode: Studi ini merupakan uji kesahihan isi serta studi kualitatif yang melibatkan lima pakar hukum dan empat pakar psikiater forensik. Pengukuran kesahihan isi dilakukan dengan menggunakan item content validity index (I-CVI) dan scale content validity index (S-CVI). Data kualitatif penelitian ini adalah berupa pernyataan pakar yang disampaikan melalui focused group discussion (FGD) dan secara tertulis mengenai adaptasi butir-butir instrumen MacCAT-CA agar dapat disesuaikan dengan sistem hukum, latar belakang, serta budaya Indonesia. Pemadatan fakta dilakukan pada pernyataan pakar, kemudian diproses menjadi satu interpretasi (coding). Selanjutnya peneliti melakukan pengumpulan fakta dan interpretasi yang sejenis.
Hasil: Sembilan butir instrumen MacCAT-CA memiliki nilai I-CVI 0,78 atau lebih, sementara 13 butir memiliki nilai I-CVI di bawah 0,78. Nilai S-CVI/UA dan S-CVI/Ave berturut-turut adalah 0,14 dan 0, 56. Berdasarkan analisis data kualitatif, diperlukan penyesuaian instrumen MacCAT-CA pada aspek hukum, tingkat kerumitan pertanyaan, serta penyesuaian nama serta situasi pada contoh kasus. Usulan pertanyaan untuk instrumen MacCAT-CA versi bahasa Indonesia mencakup profesi hukum, proses atau tahapan hukum, istilah hukum, pemahaman seseorang  mengenai tindakannya dan bahwa mereka bersalah, barang bukti maupun saksi, fakta-fakta yang dapat disampaikan di persidangan, dan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat meringankan maupun memberatkan seseorang dalam pengadilan.
Kesimpulan: Hasil uji kesahihan isi menunjukkan bahwa perlu dilakukan modifikasi pada butir-butir instrumen MacCAT-CA agar sesuai dengan populasi di Indonesia. Modifikasi butir dapat dilakukan sesuai masukan yang diberikan oleh pakar pada penelitian selanjutnya.

Background: According to Law of The Republic of Indonesia Number 18 of 2014 on Mental Health, people with mental disorders who commit criminal acts must undergo a mental health examination, one of which is to determine competence to stand trial (CST). The principle of CST is the criminal must understand his charge and assist his legal counsel in defending him. The MacCAT-CA is a CST examination tool that can ensure psychiatrists to consistently cover relevant topics and have a standardized scoring system so that they can compare the performance of suspects. Until now, there is no instrument that can be used as a tool for CST examination in Indonesia. Thus, an adaptation of the MacCAT-CA for the Indonesian population is necessary.
Methods: This study involved five legal experts and four forensic psychiatrists. We evaluated the content validity of the MacCAT-CA using item content validity index (I-CVI) and scale content validity index (S-CVI). We also collected qualitative data through focused group discussions (FGD) and in writing regarding the adaptation of the MacCAT-CA items so that it can be adapted according to the legal system, background, and culture in Indonesia. Condensation of facts was carried out on expert statements, then processed into one interpretation (coding). Then, we collected facts and similar interpretations.
Results: Nine items have an I-CVI value of 0.78 or more, while 13 items have an I-CVI value below 0.78. The values of S-CVI/UA and S-CVI/Ave are 0.14 and 0.56, respectively. Based on qualitative data analysis, it is necessary to adjust the MacCAT-CA instrument on legal aspects, the level of complexity of the questions, as well as adjustments to the names and situations in the case example. The proposed questions for the Indonesian version of the MacCAT-CA instrument cover the legal professions, legal processes or stages, legal terms, a person's understanding of their actions and whether they are guilty or not, evidence and witnesses, facts that can be presented at trial, and understanding of things that can relieve or incriminate someone in court.
Conclusion: The results of the validity test indicate that it is necessary to modify the MacCAT-CA instrument to suit the Indonesian population. The experts’ input in this research can guide the adaptation of this instrument in further research.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenny Kurniawan
"Penilaian kecakapan mental pasien dalam mengambil keputusan medis secara obyektif sangat penting untuk menyeimbangkan antara otonomi pasien dan melindungi pasien dari pilihan yang tidak dipahaminya. Saat ini di Indonesia, penilaian kecakapan bergantung pada penilaian klinis dokter, dan belum ada alat ukur untuk menunjang penilaian tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan alat ukur MacArthur Competence Assessment Tool for Treatment (MacCAT-T) versi Bahasa Indonesia yang valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada MacCAT-T yang telah diterjemahkan dan disempurnakan dalam Bahasa Indonesia. Validasi isi melibatkan penilaian kualitatif setiap butir pertanyaan oleh tiga orang ahli, kemudian diukur dengan pendekatan kuantitatif content validity index. Validitas isi MacCAT-T versi Bahasa Indonesia menunjukkan nilai I-CVI maupun S-CVI/ave 1,00 yang menggambarkan alat ukur ini relevan dalam menilai kemampuan mengambil keputusan medis. Setelah itu peneliti yang terlatih merekam wawancara MacCAT-T kepada tiga subyek pasien, dan ketiga rekaman tersebut dinilai oleh enam subyek rater. Konsistensi internal dinilai dengan cronbach’s-alpha dan reliabilitas inter-rater dinilai dengan intraclass correlation coefficient. Konsistensi internalnya baik dengan skor cronbach’s-alpha 0,907. Derajat kesepakatan inter-rater secara umum baik dengan hasil ICC 0,915 (IK95% 0,857 – 0,955). Derajat kesepakatan yang paling tinggi terdapat pada domain apresiasi dengan nilai ICC 0,958 (IK95% 0,869-0,993), diikuti dengan penalaran dengan nilai ICC 0,910 (IK95% 0,799-0,977), dan yang paling rendah pada domain pemahaman dengan nilai ICC 0,870 (IK95% 0,672-0,966). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa MacCAT-T yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dapat digunakan oleh peserta didik spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa tahap akhir dan psikiater yang terlatih karena valid dan reliabel untuk menilai kecakapan mental dalam mengambil keputusan medis

Assessing a patient’s mental capacity to consent for treatment is necessary in order to equally consider maintenance of the patient’s autonomy and protect them from choices that they might not understand. Determination of a patient’s capacity in Indonesia relies solely on clinical judgment. Therefore, the objective of this study is to translate the MacArthur Competence Assessment Tool for Treatment (MacCAT-T) instrument into Bahasa Indonesia and evaluate the validity and reliability of the Indonesian version. Validity and reliability testing were carried out on MacCAT-T, which has been translated into Bahasa Indonesia. Content validity was assessed by three experts and calculated using the Content Validity Index (CVI). I-CVI and S-CVI/ave values of the Indonesian version of MacCAT-T are both 1.00, which shows that the instrument is relevant in assessing capacity to consent for treatment. The MacCAT-T was administered to three patients by a trained researcher and the results were recorded. All recordings were assessed by six trained raters. Afterwards, the reliability properties of MacCAT-T were examined by intra-class correlation coefficient and Cronbach’s alpha value. Cronbach’s alpha value was found to be 0.907. The degree of inter-rater agreement was generally good, with an overall ICC of 0.915 (95% CI 0.857–0.955). The highest degree of agreement was found in appreciation, with an ICC value of 0.958 (95% CI 0.869-0.993), followed by reasoning ICC 0.910 (95% CI 0.799-0.977), and understanding ICC 0.870 (95% CI 0.672-0.966). From this study, it can be concluded that the Indonesian version of MacCAT-T is a valid and reliable tool to assess mental capacity to consent to treatment and can be used by trained final-year psychiatric residents and psychiatrists in Indonesia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>