Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kiki Wulandari
"Persiapan melakukan tindak pidana merupakan salah satu perubahan yang dilakukan RUU KUHP dalam rangka pembaruan hukum pidana. Sebelumnya pemidanaan terhadap perbuatan persiapan (voorbereidingshandeling) tidak dikenal dalam KUHP sebab perbuatan dalam tahap voorbereidingshandeling adalah tidak strafbaar sifatnya. Akan tetapi pemidanaan terhadap suatu perbuatan yang masih pada tahap sangat awal, lebih awal dari percobaan, sudah dikenal sebelumnya antara lain dengan adanya lembaga permufakatan jahat, Pasal 250 KUHP, Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan dalam Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme. Perumus RUU KUHP tidak menjelaskan apa yang mendasari dipidananya perbuatan persiapan juga tidak menjelaskan delik apa saja yang menjadi sasaran dari adanya lembaga persiapan ini. Dikhawatirkan pemidanaan terhadap perbuatan persiapan ini akan memunculkan sifat represif hukum karena sifatnya yang sangat subjektif.
......
Preparation to commit crime is one of the changes that Draft of Penal Code does in purpose of criminal law reform. Previously, criminalization to preparatory acts (voorbereidingshandeling) was not known in existing Penal Code because acts in preparation stage is not punishable. But criminalization to acts that still in the early stage, earlier than attempt, has already known such as the existence of conspiracy law, Penal Code Article 250, Article 9 Terrorist Act, and also The Suppression of The Financing of Terrorism Act. The Legislator of Draft of Penal Code doesn?t explain what is the underlying of the criminalization of the preparatory acts and also doesn't explain what kind of offences that illegal preparatory acts can be used for. It is feared that the criminalization to preparatory acts will emerge the repressive nature of criminal law due to its subjectivity."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56204
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hardika Aji Drajatsatria
"Skripsi ini membahas mengenai pengaturan hukuman mati di Indonesia ditinjau dari aspek politik hukum pidana. Permasalahan yang diangkat ialah pertama, apa dasar politik hukum pidana oleh para pembuat kebijakan memasukan hukuman mati dalam jenis hukuman pidana. Kedua, jenis tindak pidana apa saja yang dapat diancamkan dengan hukuman mati ditinjau dari frasa kejahatan paling serius, dimana diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif, dimana data penelitian ini sebagian besar dari studi kepustakaan yang diperoleh. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa (1) dasar politik hukum pidana diaturnya hukuman mati dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ialah berdasarkan tujuan pemidanaan baik tujuan pembalasan ataupun pemidaan sebagai sebuah tujuan. (2) jenis tindak pidana yang dapat diklasifikasikan sebagai kejahatan paling serius didasarkan oleh instrument hukum internasional yang terkait dan dibandingkan dengan kejahatan yang di Indonesia dianncamkan dengan hukuman mati.
......
This main of this study is the arrangements about the death penalty in Indonesian in terms of aspect criminal legal policy. The problem is, first, what political policy makers criminal legal policy include the death penalty as a criminal punishment. Second, what are types of crime that can be threatened with the death penalty in terms of the most serious crime. This research is a normative juridical research, which some of the data are based on the related literatures. The results of this study stated that, (1) criminal legal policy in the regulation of the death penalty in Indonesia regulatory purpose of retribution and utilitarian theory. (2) Types of offenses classified as the most serious crime to compare International human right instrument with Indonesian law regulation. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S55426
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rodliyatun Mardliyyah
"Tindak pidana korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Karena itu selain didakwa dengan pasal dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pelaku tindak pidana korupsi juga didakwa dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur mengenai penyertaan melakukan tindak pidana. Namun para pelaku dalam kasus yang sama dihukum dengan hukuman yang berbeda-beda.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui terjadinya disparitas pemidanaan terhadap para pelaku turut serta melakukan (medeplegen) dalam putusan perkara tindak pidana korupsi di Indonesia, pertimbangan hakim dalam kasus, dan untuk mengetahui pengaruh pemisahan atau penggabungan berkas dakwaan terhadap beratnya hukuman para peserta tindak pidana. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian yuridis-normatif dengan menggunakan data sekunder berupa studi dokumen dan wawancara dengan narasumber.
Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa meskipun dilakukan secara bersama-sama, sangat dimungkinkan terjadi penghukuman yang berbeda di antara para peserta. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara didasarkan pada hukum yang berlaku, bersumber dari para Terdakwa sendiri, dan bergantung pada Majelis Hakim yang memutus perkara. Sementara tidak selalu penggabungan atau pemisahan berkas perkara punya pengaruh atau hubungan yang signifikan terhadap perbedaan penjatuhan sanksi pidana.

Corruption always involves more than one perpetrator. Therefore, not only charged with the Law on Corruption Eradication, perpetrators of corruption are also charged under Article 55 (1) Criminal Code (KUHP) regulating the inclusion of a criminal act. However, the perpetrators in the same case punished with different punishments.
This study aimed to determine the possible disparity of the sentencing for the perpetrators who take a direct part in the execution (medeplegen) corruption cases in Indonesia, consideration of the judge in the case, and to determine the effect of the separation or merger of the indictment against the severity of the punishment of the participant involved in criminal offense. Research conducted by the juridical-normative research methods using secondary data from the study documents and interviews with sources.
Based on the analysis in this study we concluded that although the criminal offense conducted jointly, it is possible that a different judgement occurs among each of the participants. Consideration of the judge in deciding the case based on the applicable law, derived from the defendant's own, and relies on the judges that deciding the case. Merging or splitting the case file does not always have influence or significant relationship to differences in criminal sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60864
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Nathaniel
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas tentang konsep perdagangan pengaruh yang ketentuannya
terdapat dalam Pasal 18 United Nation Convention Against Corruption (UNCAC).
Meskipun Indonesia telah meratifikasi UNCAC, namun hingga saat ini, Indonesia
belum membuat suatu pemidanaan terhadap para pelaku perdagangan pengaruh. Hal
ini menimbulkan masalah karena kerap kali ditemukan kasus perdagangan pengaruh
dalam pemeriksaan perkara korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu
kasusnya ialah kasus suap kuota sapi impor atas nama terdakwa Luthfi Hassan
Ishaaq. Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yaitu penelitian yang
dilakukan terhadap peraturan perundang-undangan dan kepustakaan hukum serta
doktrin yang berkaitan dengan konsep trading in influence. Skripsi ini juga
membandingkan ketentuan mengenai trading in influence di beberapa negara, baik
dengan sistem hukum civil law maupun common law. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa pengaturan mengenai perdagangan pengaruh di berbagai negara, baik yang
mengatur ataupun tidak mengatur, masih memiliki beberapa masalah. Pada kasus
Luthfi terdapat konsep perdagangan pengaruh yang seharusnya tidak dapat dipidana
berdasarkan ketentuan delik suap.

ABSTRACT
This thesis discusses the concept of trading in influence that contained in Article 18
United Nation Convention Against Corruption (UNCAC). Although Indonesia
ratified the convention, but Indonesia still not criminalize trading in influence yet. It
caused a major problem because the act of trading in influence cases identified so
often in the case of corruption in the corruption court. One of its cases is beef import
quota bribe case by the defendant Luthfi Hassan Ishaaq. The research uses normative
research method that is a study of legislation and legal literature and doctrine relating
to the concept of trading in influence. This thesis also compared the provisions on
trading in influence in some countries, both civil law and common law system. The
study concluded that the provisions of trading in influence in some countries, whether
regulate or not, have several problems. In Luthfi?s case, there is a concept of trading
in influence which should not be punished based on bribery provision."
2016
S63946
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. M. G. Ramanda Achair
"ABSTRAK
Seiring dengan meningkatnya kasus tindak pidana narkotika yang terjadi di
Indonesia baik penyalahgunaan maupun peradaran gelapnya, maka ditemukan isuisu
yang kiranya patut untuk diteliti. Skripsi ini membahas mengenai penerapan
hukum narkotika di Indonesia yang mana pada studi kasus pelaku perantara
(kurir) tindak pidana narkotika dinyatakan lepas oleh Majelis Hakim berkenaan
dengan asas Tiada pidana tanpa kesalahan (Geen Straft Zonder Schuld)

ABSTRACT
Along with the increasing cases of narcotics crime that occurred in Indonesian,
both abuse and illegal distribution, there will be found phenomena?s that would
deserve to be analyze. In this research discusses the criminal law explanation
which in the case study narcotics crime intermediate agent declared off by a panel
of judges with regard to the principle of no crime without fault"
2016
S63760
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audita Cindanufaza
"ABSTRAK
Dating violence merupakan kekerasan yang dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan ekonomi, dan kekerasan seksual. Pada penelitian ini, pembahasan difokuskan pada bentuk dating violence yang termasuk dalam tindak pidana kesusilaan. Dalam prakteknya, dating violence banyak dilakukan oleh anak dengan anak yang memiliki keterikatan secara emosional sehingga anak cenderung mau melakukan perbuatan apa saja untuk membuat pasangannya tidak meninggalkannya meskipun perbuatan-perbuatan tersebut merupakan pelanggaran norma yang merujuk pada beberapa ketentuan yang memiliki sanksi pidana. Ketentuan mengenai dating violence ini tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia. Kemudian, tulisan ini menganalisis putusan-putusan pengadilan yang berkaitan dengan dating violence yang dilakukan oleh anak. Dari analisis ini didapatkan fakta bahwa terdapat beberapa ketidaksesuaian antara pengaturan dan penerapannya oleh hakim, salah satunya penjatuhan pidana bagi anak. Hal ini merupakan kesalahan penerpan hukum sehingga seharusnya hakim diberikan pendidikan maupun penyuluhan yang sedemikian rupa agar hakim lebih tepat dalam menjatuhkan putusan atas suatu perkara.

ABSTRACT
Dating violence is violence that can include physical violence, emotional violence, economic violence, and sexual violence. In this study, the discussion focused on the form of dating violence that is included in decency crimes. Dating violence is mostly done by children with children who have emotional attachment so they tend to do any deeds to make their spouses do not leave even though the actions are a violation of the norm that refers to some regulations that have criminal sanctions.The regulation of dating violence are spread in several laws and regulations in Indonesia. Then, this paper analyzes verdicts related to dating violence which conducted by the child. Therefore, we can conclude that the rules are not implemented correctly by the judge, especially in the verdict of crime by children. This is an implementation error of the law. Therefore judges should be given appropriate education so they will be more precise in giving verdict on cases. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Abdillah Wirataru
"Skripsi ini membahas peraturan hukum mengenai ketentuan dari tindak pidana syiar kebencian di Indonesia. Pembahasan berdasarkan pada contoh ketentuan pidana perbuatan syiar kebencian di Jerman dan Amerika Serikat. Penelitian ini adalah peneltian kualitatif. Hasil penelitian menyarankan agar pembuat undangundang merevisi ketentuan Pasal 286 dan 287 Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana agar lebih sesuai dengan konsep syiar kebencian. Selain itu, disarankan agar jenis delik syiar kebencian di Indonesia berbentuk delik formil dan menjadikan bentuk ketentuan pidana syiar kebencian di Jerman sebagai rujukan. ...... The focus of this thesis is on the legislation of hate speech as a criminal act in Indonesia. Using the existed criminal law of hate speech in Germany and USA as examples, the qualitative analysis of this thesis sums up with two suggestions. First is to revise the Article 286 and 287 of Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana to be more appropriate with the concept of hate speech. Second is to categorize the hate speech in Indonesia as a formal crime with the German Criminal Law of hate speech as a reference."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54545
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artahsasta Prasetyo Santoso
"Kesehatan merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia yang dirumuskan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, sehingga masyarakat perlu mengenal untuk dapat menjamin hak sebagai masyarakat. Penyelenggaraan kesehatan dipercayakan kepada tenaga kesehatan yaitu dokter dan penyedia fasilitas kesehatan, yaitu rumah sakit. Kenyataannya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang hak dan kewajiban sebagai pasien, khususnya hak dan kewajiban di mata hukum saat terjadi kasus-kasus malpraktik yang merugikan mereka. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, malpraktik medis sendiri tidak diatur secara khusus. Saat terjadinya suatu kasus malpraktik medis, pasien memiliki hak untuk menuntut haknya, dengan begitu dokter yang melakukan malpraktik medis harus bertanggung jawab atas tindakan medis tersebut. Pada kasus-kasus tertentu, terdapat peran rumah sakit dalam terjadi malpraktik tersebut yang membuat rumah sakit dapat bertanggung jawab. Pengaturan ini secara eksplisit diatur di dalam Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Namun patut disayangkan, sering kali pasien maupun penegak hukum tidak mengetahui bahwa rumah sakit juga dapat bertanggung jawab. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kasus yang masuk ke sistem peradilan pidana di Indonesia terkait dengan pertanggungjawaban pidana dari rumah sakit sebagai suatu korporasi terhadap terjadinya suatu kasus malpraktik.
......Health is a part of human rights formulated in Article 28H of the Constitution of the Republic of Indonesia, 1945 so that people need to know how to be able to guarantee their rights as a citizen. Health care is entrusted to health workers, namely doctors and providers of health facilities, namely hospitals. In fact, many people do not know about their rights and obligations as patients, especially in the eyes of the law when medical malpractice occurs regardless of injure. In the laws and regulations in Indonesia, medical malpractice itself is specifically unregulated. When a medical malpractice case occurs, the patient occupies the claims of their rights, so the doctor who commits medical malpractice must be responsible for the medical action. In certain cases, there is an influential role from the hospital in the possible occurrence of malpractice which cautiously makes the medical institution responsible. This unique arrangement is explicitly regulated in Article 46 of Law Number 44, 2009 about Hospital. Unfortunately, often patients and law enforcement do not know hospitals can also be held responsible. This is evidenced by the frequent absence of specific cases entering the criminal justice system in Indonesia positively related to the criminal liability of hospital as a corporation for the tragic occurrence of medical malpractice cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library