Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Mufti Noorafwansyah
"Kopi merupakan komoditas ekspor yang diandalkan menjadi sumber penghasilan bagi 1,5 juta petani kopi di Indonesia salah satunya spesies kopi robusta. Kopi robusta menjadi spesies kopi yang mendominasi untuk ditanam di Indonesia yaitu sebesar 73,06% dari total produksi kopi di Indonesia. Proses roasting merupakan tahapan penting dalam pemberian rasa pada kopi. Kafein merupakan salah satu senyawa yang memberikan rasa pada kopi. Namun, penelitian kopi di Indonesia masih sedikit terutama tentang analisis senyawa kafein pada proses roasting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis senyawa kafein pada light dan dark roasting berdasarkan GC-MS ekstrak biji kopi robusta yang dilarutkan dengan pelarut akuades. Sampel merupakan hasil dari light roasting dan dark roasting yang berasal dari pulau Jawa dan Sulawesi dengan tidak adanya pengulangan. Uji beda mean populasi (Uji T) digunakan untuk membandingkan kandungan senyawa kafein pada tipe roasting yang berbeda. Rata-rata luas area di bawah peak pada tiap kelompok sampel kopi dibandingkan menggunakan Uji T untuk melihat perbedaannya dengan tingkat signifikansi α = 0.05. Hasil Uji T menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kandungan senyawa kafein pada light roasting dan dark roasting.

Coffee is an export commodities that is reliable as the source of income to 1,5 billion of Indonesian farmers one of them is robusta coffee species. Robusta coffe is the dominant species to be planted in Indonesia, comprising of 73.06% of Indonesia total coffee production. roasting process is the critical process which will give flavors to coffee. caffeine is one of compounds that contributes to the taste of coffee. The objective of this study was to analyze caffeine compounds on light and dark roasting of robusta coffee extracts dilluted in aquades based on GC-MS method. the samples were light and dark roasted coffee beans from Java and Sulawesi.  Caffeine compounds contained on two different roasting methods were compared with The Unequal Variance T test. The mean of area under the peak on each sample groups were compared with T test to investigate the difference on significance α = 0.05. The T test showed that there were no difference on the caffeine compound contained in light and dark roasting methods."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadetta Nurani Prima Dwiratri
"Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. merupakan tumbuhan hemiparasit yang dikenal
sebagai tanaman obat dan memiliki beragam potensi bioaktivitas, salah satunya
antioksidan. Dendrophthoe pentandra yang tumbuh pada inang berbeda, diketahui
memiliki kandungan metabolit sekunder yang berbeda pula, sehingga dapat memengaruhi
potensi aktivitas antioksidannya. Pengujian bioaktivitas D. pentandra umumnya
menggunakan ekstrak metanol. Namun, pada penelitian ini digunakan ekstrak air D.
pentandra, yang didasarkan pada praktik masyarakat lokal dalam pemanfaatan D.
pentandra secara tradisional. Tujuan penelitian ini, yaitu membandingkan aktivitas
antioksidan dan total senyawa fenol atau flavonoid, serta mengetahui korelasi antara
aktivitas antioksidan dan total senyawa fenol atau flavonoid ekstrak air bunga D.
pentandra dari lima spesies inang (Melia azedarach, Cordia subcordatus, Syzygium
aqueum, Trachelospermum jasminoides, dan Lagerstomia speciosa). Berdasarkan uji
ANOVA diketahui adanya perbedaan secara signifikan nilai IC50 yang didapat dari uji
2,2-difenil-2-pikrilhidrazin (DPPH), serta kandungan fenol dan flavonoid di antara lima
spesies inang. Hasil analisis korelasi juga menunjukkan adanya korelasi kuat antara nilai
IC50 dengan total kandungan fenol dan flavonoid. Aktivitas antioksidan tertinggi
dihasilkan oleh S. aqueum (IC50 = 128,43 μg/mL) dan M. azedarach (IC50 = 132,78
μg/mL) dengan kadar fenol dan flavonoid berturut-turut pada kedua spesies tersebut
sebesar 157,19 mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g dan 355,78 mg Quercetin Equivalent
(QE)/g (S. aqueum), dan 146,17 mg GAE/g dan 349,67 mg QE/g (M. azedarach).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah aktivitas antioksidan dan kadar fenol dan flavonoid
D. pentandra berbeda-beda bergantung spesies inang, serta senyawa fenol dan flavonoid
terbukti memberikan kontribusi kuat dalam aktivitas antioksidan.

Indonesian mistletoe, Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. is a hemiparasitic plant known
as a medicinal plant with various potential bioactivities, including antioxidant activity.
Dendrophthoe pentandra individuals living in different host plants may presented varied
secondary metabolites in either composition or concentration. Thus, antioxidant activity
of D. pentandra may be varied according to the host species. Most of D. pentandra studies
about bioactivity were performed using methanolic extract. However, based on traditional
practices, D. pentandra often be used by boiling it in water. Thus, in this study, we used
water as the extraction solvent. The aims of this study were to compare antioxidant
activity, total phenols and flavonoids content between D. pentandra individuals lived in
five host species (Melia azedarach, Cordia subcordatus, Syzygium aqueum,
Trachelospermum jasminoides, dan Lagerstomia speciosa), and to analyze the correlation
between antioxidant activity and total phenols and flavonoids content of D. pentandra
extracts. The ANOVA test result showed that there was significant difference of IC50
value obtained from the 2,2-difenil-2-pikrilhidrazin (DPPH), as well as total phenols and
flavonoids content between the samples. Besides, the IC50 value presented significant
correlation to total phenols and flavonoids. The highest antioxidant activity was presented
by extracts obtained from S. aqueum (IC50 = 128,43 μg/mL) and M. azedarach (IC50 =
132,78 μg/mL), with total phenols and flavonoids of the two extracts respectively 157,19
mg Gallic Acid Equivalent (GAE)/g and 355,78 mg Quercetin Equivalent (QE)/g (S.
aqueum); 146,17 mg GAE/g and 349,67 mg QE/g (M. azedarach). These results
suggested that antioxidant activity as well as phenols and flavonoids concentration of D.
pentandra flowers were varied according to the host species, and that phenols and
flavonoids might contribute as the antioxidant agent in D. pentandra flower extract.
"
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfan Alharits
"ABSTRAK
Benalu atau Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. merupakan tumbuhan hemiparasit dari famili Loranthaceae yang dikenal memiliki berbagai potensi di bidang kesehatan. Namun potensi tanaman tersebut di bidang lain, seperti pertanian masih belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas aktivitas herbisida ekstrak batang dan daun D. pentandra dengan berbagai konsentrasi ekstrak terhadap perkecambahan Eleusine indica dan membandingkan aktivitas herbisida antara ekstrak batang dan daun D. pentandra. terhadap pertumbuhan kecambah E. indica. Simplisia dari batang dan daun D. pentandra diekstraksi menggunakan metanol untuk mendapatkan ekstrak kasar yang dapat digunakan untuk pengujian aktivitas herbisida dan analisis HPLC. Hasil uji aktivitas herbisida menunjukkan bahwa persentase penghambatan perkecambahan biji E. indica dari ekstrak batang (98,13%) dan daun (100%) D. pentandra pada konsentrasi 5 mg/ml sebanding dengan kontrol positif. (95,18%) berdasarkan tes. perbedaan signifikan terkecil (P<0,05). Konsentrasi ini dinilai sebagai konsentrasi ekstrak D. pentandra yang efektif dalam menghambat perkecambahan biji E. indica. Ekstrak daun memiliki aktivitas herbisida yang lebih tinggi pada konsentrasi 1 mg/ml dibandingkan ekstrak batang berdasarkan parameter panjang radikula dan panjang kecambah. Selain itu, ekstrak daun memiliki area yang lebih besar di bawah puncak kromatogram dan hasil ekstraksi lebih banyak daripada ekstrak batang. Organ daun berpotensi untuk digunakan sebagai bahan utama herbisida dari parasit. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan untuk penggunaan D. pentandra sebagai bioherbisida.
ABSTRACT
Benalu or Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. is a hemiparasitic plant from the Loranthaceae family which is known to have various potentials in the health sector. However, the potential of these plants in other fields, such as agriculture is still unknown. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of the herbicide activity of the stem and leaf extract of D. pentandra with various concentrations of the extract on Eleusine indica germination and to compare the herbicide activity of the stem and leaf extract of D. pentandra. on the growth of E. indica sprouts. The simplicia of the stems and leaves of D. pentandra was extracted using methanol to obtain a crude extract that could be used for herbicide activity testing and HPLC analysis. The results of the herbicide activity test showed that the percentage inhibition of germination of E. indica seeds from the stem (98.13%) and leaf (100%) extracts of D. pentandra at a concentration of 5 mg/ml was comparable to the positive control. (95.18%) based on the test. the smallest significant difference (P <0.05). This concentration is considered as the concentration of D. pentandra extract which is effective in inhibiting the germination of E. indica seeds. The leaf extract had higher herbicidal activity at a concentration of 1 mg / ml than the stem extract based on the parameters of the length of the radicle and the length of the sprouts. In addition, the leaf extract had a larger area under the chromatogram peak and the extraction yield was higher than that of the stem extract. Leaf organs have the potential to be used as the main ingredient of herbicides from parasites. This research is expected to provide additional information for the use of D. pentandra as a bioherbicide.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zakiyah El Fath Imany
"Pemulsaan merupakan teknik yang sering digunakan petani di Indonesia untuk mengendalikan gulma pada area penanaman. Daun ketapang gugur yang merupakan sampah masih memiliki banyak manfaat salah satunya dapat dijadikan sebagai mulsa organik untuk mengendalikan gulma. Penelitian bertujuan untuk menganalisis efektivitas penggunaan mulsa daun ketapang gugur dalam menghambat pertumbuhan gulma dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan serta produktivitas tanaman tomat. Penelitian terdiri atas tiga perlakuan yaitu tanpa mulsa, mulsa daun ketapang, dan mulsa plastik dengan masing-masing terdiri atas empat ulangan. Tanaman tomat ditanam di bedengan selama delapan pekan pengamatan. Efektivitas penggunaan mulsa ditinjau dari parameter tanah, pertumbuhan vegetatif tanaman, produktivitas tanaman tomat, dan pertumbuhan gulma. Hasil pengamatan parameter tanah seperti suhu, pH, dan kelembapan menunjukkan rerata yang cenderung seragam pada semua perlakuan. Berdasarkan uji Anova, tinggi tanaman, berat basah tanaman, dan kadar klorofil tidak berbeda nyata antar perlakuan. Data generatif tanaman yang diamati berupa waktu berbunga. Penggunaan mulsa daun ketapang gugur dinilai sangat efektif dalam menghambat pertumbuhan gulma. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan terhadap pemanfaatan daun ketapang gugur dalam mempengaruhi produktivitas tanaman dan pengendalian gulma.

Mulching is a technique often used by farmers in Indonesia to control weeds in planting areas. Ketapang fallen leaves which are considered as a waste still have benefit, they can be used as organic mulch to control weeds. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of using mulch of ketapang fallen leaves on weed control and tomato plant productivity. This study consisted of three treatments, without mulching, leaf mulch of Ketapang, and plastic mulch each consisting of four replications. Tomato plants were planted in raised beds for eight weeks. The effectiveness of using mulch was determined from soil parameters, vegetative growth, plant productivity, and weed growth. The observations on soil parameters such as temperature, pH, and humidity, showed average values tend to be uniform in all treatments. Based on the Anova test, vegetative growth such as plant height, fresh weight, and chlorophyll content were not significantly different. The plant productivity is measured at the time flowers appears. The use of ketapang fallen leaves as mulch is considered very effective in inhibiting weed growth. This study is expected to provide additional information on the use of ketapang fallen leaves in influencing plant productivity and weed control."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zahrotul Karimah
"Sistem intercropping merupakan sistem budidaya tanaman yang dilakukan dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman secara bersamaan pada areal lahan yang sama. Sistem intercropping dinilai mampu meningkatkan hasil pendapatan dan mengurangi resiko kerugian akibat gagal panen pada salah satu tanaman produksi. Penanaman bersama tanaman bunga matahari dan tomat merupakan salah satu contoh sistem budidaya tanaman menggunakan sistem intercropping. Namun, penelitian yang mengkaji tentang sistem intercropping tanaman bunga matahari dan tomat dalam upaya meningkatkan hasil panen masih sangat terbatas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi
efektivitas sistem intercropping bunga matahari dan tomat terhadap pengendalian gulma, produktivitas dan pertumbuhan tanaman produksi. Tanaman bunga matahari dan tanaman tomat ditanam dalam waktu yang bersamaan dengan pola yang berselang seling selama 13 pekan dengan rasio 1:1 sebanyak dua kali pengulangan. Berdasarkan evaluasi hasil panen, sistem intercropping bunga matahari dan tomat menyebabkan hasil panen buah tomat dan yield bunga matahari menurun (LER= 0,652<1). Hal tersebut disebabkan oleh persaingan
interspesifik yang didominasi oleh tanaman tomat (A= +0,165, CR=1,677). Berdasarkan uji Mann Whitney, berat yield bunga matahari/individu tanaman pada sistem intercroppping lebih rendah dibandingkan dengan sistem monocropping sehingga memiliki perbedaan yang signifikan (P<0,05). Oleh karena itu, penggunaan tanaman bunga matahari sebagai tanaman pendamping pada sistem intercropping tomat dinilai kurang tepat apabila transplantasi dilakukan secara bersamaan. Meskipun demikian, sistem intercropping bunga matahari dan
tomat memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem monocropping dalam menghambat pertumbuhan gulma dan infeksi hama serta menurunkan peristiwa retak buah tomat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi terkait waktu dan rasio yang tepat dalam pengaplikasian tanaman bunga matahari sebagai tanaman pendamping pada sistem intercropping tomat.

The intercropping system was a plant cultivation system that was carried out by planting more than one type of plant simultaneously on the same land area. The intercropping system
had been considered to be able to increase income yield and reduce the risk of loss due to
crop failure in one of the production plants. The co-planting of sunflower and tomato plants
was an example of a crop cultivation system using an intercropping system. However,
research that examines the intercropping system of sunflower and tomato plants in an effort
to increase yields was still very limited. Therefore, the aim of this study was to evaluate the
effectiveness of sunflower and tomato intercropping systems on plant productivity and weed
control. Sunflower and tomato plants were transplanted at the same time and planted in a
pattern that was alternated for 13 weeks at a 1:1 ratio of two times. Based on the evaluation
results, the sunflower and tomato intercropping system caused the tomato fruit yield and
sunflower yield to decrease (LER = 0.652 <1). This was caused by interspecific competition
which was dominated by tomato plants (A = +0.165, CR = 1.677). Based on the Mann
Whitney test, the yield weight of sunflower / individual plants in the intercroppping system
had a lower weight than the monocropping system so that it had a significant difference (P
<0.05). Therefore, the use of sunflower plants as companion plants in the tomato
intercropping system was considered inappropriate if the transplants were carried out
simultaneously. However, the sunflower and tomato intercropping system had better
effectiveness than the monocropping system in inhibiting weed growth and pest infection
and reducing the incidence of tomato fruit cracking. This research was expected to provide
appropriate considerations regarding the use of sunflowers as a companion plant in the
tomato intercropping system in an effort to increase plant productivity and weed control.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Zahrotul Karimah
"Sistem intercropping merupakan sistem budidaya tanaman yang dilakukan dengan menanam
lebih dari satu jenis tanaman secara bersamaan pada areal lahan yang sama. Sistem
intercropping dinilai mampu meningkatkan hasil pendapatan dan mengurangi resiko
kerugian akibat gagal panen pada salah satu tanaman produksi. Penanaman bersama tanaman
bunga matahari dan tomat merupakan salah satu contoh sistem budidaya tanaman
menggunakan sistem intercropping. Namun, penelitian yang mengkaji tentang sistem
intercropping tanaman bunga matahari dan tomat dalam upaya meningkatkan hasil panen
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengevaluasi
efektivitas sistem intercropping bunga matahari dan tomat terhadap pengendalian gulma,
produktivitas dan pertumbuhan tanaman produksi. Tanaman bunga matahari dan tanaman
tomat ditanam dalam waktu yang bersamaan dengan pola yang berselang seling selama 13
pekan dengan rasio 1:1 sebanyak dua kali pengulangan. Berdasarkan evaluasi hasil panen,
sistem intercropping bunga matahari dan tomat menyebabkan hasil panen buah tomat dan
yield bunga matahari menurun (LER= 0,652<1). Hal tersebut disebabkan oleh persaingan
interspesifik yang didominasi oleh tanaman tomat (A= +0,165, CR=1,677). Berdasarkan uji
Mann Whitney, berat yield bunga matahari/individu tanaman pada sistem intercroppping
lebih rendah dibandingkan dengan sistem monocropping sehingga memiliki perbedaan yang
signifikan (P<0,05). Oleh karena itu, penggunaan tanaman bunga matahari sebagai tanaman
pendamping pada sistem intercropping tomat dinilai kurang tepat apabila transplantasi
dilakukan secara bersamaan. Meskipun demikian, sistem intercropping bunga matahari dan
tomat memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan sistem monocropping dalam
menghambat pertumbuhan gulma dan infeksi hama serta menurunkan peristiwa retak buah
tomat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi terkait waktu dan rasio yang
tepat dalam pengaplikasian tanaman bunga matahari sebagai tanaman pendamping pada
sistem intercropping tomat.

The intercropping system was a plant cultivation system that was carried out by planting
more than one type of plant simultaneously on the same land area. The intercropping system
had been considered to be able to increase income yield and reduce the risk of loss due to
crop failure in one of the production plants. The co-planting of sunflower and tomato plants
was an example of a crop cultivation system using an intercropping system. However,
research that examines the intercropping system of sunflower and tomato plants in an effort
to increase yields was still very limited. Therefore, the aim of this study was to evaluate the
effectiveness of sunflower and tomato intercropping systems on plant productivity and weed
control. Sunflower and tomato plants were transplanted at the same time and planted in a
pattern that was alternated for 13 weeks at a 1:1 ratio of two times. Based on the evaluation
results, the sunflower and tomato intercropping system caused the tomato fruit yield and
sunflower yield to decrease (LER = 0.652 <1). This was caused by interspecific competition
which was dominated by tomato plants (A = +0.165, CR = 1.677). Based on the Mann
Whitney test, the yield weight of sunflower / individual plants in the intercroppping system
had a lower weight than the monocropping system so that it had a significant difference (P
<0.05). Therefore, the use of sunflower plants as companion plants in the tomato
intercropping system was considered inappropriate if the transplants were carried out
simultaneously. However, the sunflower and tomato intercropping system had better
effectiveness than the monocropping system in inhibiting weed growth and pest infection
and reducing the incidence of tomato fruit cracking. This research was expected to provide
appropriate considerations regarding the use of sunflowers as a companion plant in the
tomato intercropping system in an effort to increase plant productivity and weed control.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benati Karimah
"Mulsa plastik telah banyak digunakan oleh petani di Indonesia dalam budidaya tanaman tomat. Penggunaan mulsa plastik dinilai efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan menghambat gulma. Namun, penggunaan mulsa plastik dalam jangka panjang dapat mencemari lingkungan karena mulsa plastik sulit terurai. Penggunaan mulsa organik dapat menjadi alternatif dalam menghambat gulma, salah satunya mulsa daun bambu. Mulsa daun bambu diketahui dapat menghasilkan senyawa alelokimia untuk menghambat gulma. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis efektivitas penggunaan mulsa daun bambu dalam menghambat gulma dan meningkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Penelitian ini dilakukan menggunakan 3 perlakuan yaitu tanpa mulsa, mulsa plastik dan mulsa daun bambu. Setiap perlakuan terdiri atas 4 plot penanaman dan masing-masing plot terdiri dari 2 tanaman tomat. Berdasarkan analisis statistik pertumbuhan tanaman tomat menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan pada setiap perlakuan. Sebaliknya, berdasarkan rata-rata pertumbuhan tanaman menunjukkan bahwa mulsa plastik memiliki pengaruh yang lebih baik daripada tanpa mulsa dan mulsa daun bambu. Berdasarkan analisis statistik berat basah buah dan diameter buah menunjukkan adanya perbedaan secara signifikan pada setiap perlakuan. Sedangkan, untuk parameter gulma menunjukkan bahwa pemberian mulsa memiliki rata-rata jumlah dan kerapatan gulma yang lebih rendah daripada tanpa mulsa.

Plastic mulch has been widely used by farmers in Indonesia in cultivating tomato plants. The use of plastic mulch is considered effective in increasing plant growth and inhibiting weeds. However, the long-term use of plastic mulch can pollute the environment because plastic mulch is difficult to decompose. The use of organic mulch can be an alternative in inhibiting weeds, one of which is bamboo leaf mulch. Bamboo leaf mulch is known to produce allelochemical compounds to inhibit weeds. The purpose of this study was to analyze the effectiveness of using bamboo leaf mulch in inhibiting weeds and increasing the growth of tomato plants. This research was conducted using 3 treatments, namely without mulch, plastic mulch and bamboo leaf mulch. Each treatment consisted of 4 planting plots and each plot consisted of 2 tomato plants. Based on the statistical analysis of tomato plant growth, the results showed no significant difference in each treatment. On the other hand, based on the growth rate of plants, it shows that plastic mulch has a better effect than without mulch and bamboo leaf mulch. Based on the statistical analysis of fruit wet weight and fruit diameter, there were significant differences in each treatment. Meanwhile, weed parameters showed that mulching had an average number and density of weeds lower than without mulch."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fernanda Taufiq
"Dendrophthoe pentadra L. (Miq.) merupakan tumbuhan parasit yang dapat tumbuh pada banyak inang. D. pentandra dikenal dari potensi bioaktivitasnya. Namun tingkat bioaktivitas tumbuhan tersebut bervariasi sesuai dengan komposisi fitokimianya. Komposisi fitokimia tumbuhan parasit dapat dipengaruhi oleh spesies inang. Namun, masih sedikit penelitian yang membandingkan komposisi fitokimia D. pentandra yang diisolasi dari tanaman inang yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi ekstrak D. pentandra dan membandingkan komposisi fitokimia D. pentandra menurut spesies inangnya. Empat sampel D. pentandra yang diperoleh dari empat inang berbeda Bauhinia purpurea, Albizia saman, Stelechocarpus burahol, dan Annona squamosa diekstraksi dalam pelarut methanol, dan fitokimianya dideteksi menggunakan mass spectrometry (MS). Hasil deteksi MS menunjukkan empat flavonoid: quercetine-3-O-rhamnoside, derivat quercetin, derivat kaempferol, dan myricetin-3-O-rhamnosida. Komposisi flavonoid berbeda pada setiap sampel, kecuali quercetin-3-O-rhamnoside yang terdapat pada semua sampel. Intensitas keempat flavonoid juga bervariasi pada semua sampel terutama quercetin-3-o-rhamnosida yang dijumpai pada semua sampel dan memiliki intensitas paling tinggi hingga rendah yaitu pada sampel D. pentandra dengan inang Stelechocarpus burahol, Annona squamosa, Alibizia saman, dan Bauhinia purpurea. Hasil ini menunjukkan bahwa spesies inang dapat mempengaruhi komposisi dan konsentrasi fitokimia pada D. pentandra.

Dendrophthoe pentadra L. (Miq.) is a parasitic plant that grows on many hosts. It has been known for its potential bioactivity. However, the level of its bioactivity is varied according to the composition of its phytochemicals. Phytochemical composition of a parasitic plant can be affected by the host species. However, there are less study comparing the phytochemical composition of D. pentandra isolated from different host plants. The aim of this study was to investigate the composition of D. pentandra extracts and compare the phytochemical composition of D. pentandra according to the host species. Four D. pentandra samples obtained from four different hosts (Bauhinia purpurea), Albizia saman, Stelechocarpus burahol, and Annona squamosal were extracted, and the phytochemicals were detected using mass spectrometry (MS). The result of MS detection indicated four flavonoids: quercetine-3-O-rhamnoside, a quercetine derivative, a kaempferol derivative, and myricetine. The composition of flavonoids was different on each sample, except for quercetin-3-O-rhamnoside which was found in all samples. The intensity of the four flavonoids also varied in all samples, especially quercetin-3-o-rhamnoside which was found in all samples and had the highest to low intensities, namely in the D. pentandra sample with Stelechocarpus burahol, Annona squamosa, Alibizia saman, and Bauhinia purpurea as hosts. This result indicated that host species might affect the composition and the concentration of phytochemicals in D. pentandra."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maisyaroh
"Mulsa plastik telah dilaporkan sebagai metode paling efektif dalam menghambat pertumbuhan gulma dan meningkatkan produksi tanaman tomat. Namun, mulsa plastik berdampak buruk bagi lingkungan, sehingga mulsa organik dianggap sebagai metode alternatif untuk mengendalikan pertumbuhan gulma. Sekam padi merupakan salah satu bahan mulsa yang menjanjikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mulsa sekam padi terhadap pertumbuhan tanaman tomat dan pengaruhnya dalam menghambat pertumbuhan gulma. Tiga perlakuan (tanpa mulsa, mulsa sekam padi sebanyak 4 kg/m2, dan mulsa plastik) diaplikasikan pada 6 plot penanaman yang berisi 6 tanaman tomat/plot. Secara statistik mulsa sekam padi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman tomat, ukuran buah, dan bobot buah. Sebaliknya, tanaman yang diberi mulsa plastik menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik meskipun secara statistik tidak signifikan. Terdapat indikasi tanaman yang diberi mulsa sekam padi mengalami over mulsa (overmulching) karena sebagian daun terlihat kekuningan dan terbakar. Namun, perlakuan mulsa sekam padi dianggap sama efektifnya dengan mulsa plastik dalam menghambat pertumbuhan gulma karena kepadatan gulma turun hingga 75 %.

Plastic mulch has been reported as the most effective method in inhibiting weeds and increasing tomato production. As plastic mulches bring adverse effect to environment, organic mulches are considered as the alternative method to control weed growth. Rice husk (RH) is one of the promising materials for mulch. This study aimed to investigate the effect of fresh RH mulch on tomato plant’s growth and its effect on inhibiting weed growth. Three treatments (without mulch, 4 kg/m2 RH mulch, and plastic mulch) were carried out in a total of 6 plots containing 6 tomato plants/plot. Statistically, RH mulch had no significant effect on tomato plant growth, fruit size, and fruit weight. In contrast, plants treated with plastic mulch showed better growth even though it was not statistically significant. There was in indication of plants treated with RH mulch experienced over mulching as some of their leaves were observed to be yellowish and burnt. However, RH mulch treatment was considered as effective as plastic mulch in inhibiting weed growth as the weed density was decreased up to 75 %."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laelia Nugrahani
"Pencemar partikulat (PM) merupakan pencemar udara yang umum di perkotaan dan dapat diatasi dengan memanfaatkan tumbuhan. Akan tetapi, deposit PM pada daun dapat memengaruhi aspek fisiologis beberapa tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan deposit PM berdiameter ≤125 μm (PM≤125) pada organ daun tumbuhan di TPST Bantargebang dan Kampus Universitas Indonesia (UI) serta menganalisis dampak deposit PM≤125 terhadap aspek fisiologis tumbuhan. Spesies tumbuhan yang digunakan meliputi Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, dan Terminalia mantaly. Parameter fisiologis yang diamati, yaitu kadar klorofil, karotenoid, relative water content (RWC), dan pH ekstrak daun. Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa deposit PM≤125 pada daun tumbuhan di TPST Bantargebang secara signifikan lebih tinggi (p = 0,000) dibandingkan pada daun tumbuhan di Kampus UI. Urutan deposit PM tertinggi hingga terendah di TPST Bantargebang adalah P. longifolia, S. macrophylla, C. odollam, dan T. mantaly. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa deposit PM≤125 secara signifikan memengaruhi RWC (r = -0,522, p < 0,01), serta kadar klorofil (r = -0,28) dan karotenoid (r = -0,017) meski tidak signifikan secara statistik (p > 0,05). Sementara itu, deposit PM≤125 tidak memengaruhi pH ekstrak daun (p > 0,05). Tumbuhan yang paling tidak terdampak pada penelitian ini adalah C. odollam dan T. mantaly. Hal tersebut kemungkinan karena deposit PM≤125 yang rendah pada keduanya. Tumbuhan P. longifolia memiliki deposit PM≤125 tertinggi sekaligus hanya terdampak pada dua aspek fisiologis yaitu kadar klorofil dan karotenoid. Oleh karena itu, tumbuhan yang paling tepat untuk ditanam di lokasi terpolusi guna mengurangi konsentrasi PM di udara adalah P. longifolia.

Particulate matter (PM) can be overcome by utilizing plants. However, the PM deposits on plants leaf organ could also give impacts on physiological aspects of some plants. The aims of this study were to compare the PM ≤125 μm (PM≤125) deposits isolated from leaf organ of plants growing at TPST Bantargebang and the Universitas Indonesia (UI) Campus and investigate their impacts on plant physiological aspects. The selected plants species were Cerbera odollam, Polyalthia longifolia, Swietenia macrophylla, and Terminalia mantaly Physiological aspects observed, including chlorophyll content, carotenoids content, relative water content (RWC), and pH of leaf extract. The PM≤125 deposits on plants leaf at TPST Bantargebang were significantly higher (p = 0.000) than those on plants leaf at UI Campus. The highest PM≤125 deposit on plants leaf at TPST Bantargebang was observed in P. longifolia, followed by S. macrophylla, C. odollam, and T. mantaly. The PM≤125 deposits significantly affected RWC (r = -0.522, p < 0.01) and it affected the content of chlorophyll (r = -0.28) and carotenoids (r = -0.017) but not statistically significant (p > 0.05). The PM≤125 deposits did not affect the pH of leaf extract (p > 0.05). The least affected plants species in this study were C. odollam and T. mantaly. It was probably due to the low mass of PM≤125 deposits on their leafs. The P. longifolia has the highest mass of PM≤125 and it was only affected in two physiological aspects (chlorophyll and carotenoids content). Therefore, the recommended plant to be planted in polluted sites to reduce PM concentrations in the air is P. longifolia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>