Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Artadi
Abstrak :
Masyarakat Jepang adalah sebuah komunitas sosial yang menjunjung tinggi tradisi dan budayanya hingga saat ini, sehingga merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Salah satu tradisi dan budaya yang menarik untuk dipelajari dari masyarakat Jepang adalah budaya paternalisme yang ada pada hubungan antar individu dalam sebuah lembaga atau organisasi di Jepang. Hubungan paternalisme di Jepang disebut onjoshugi. Onjoshugi adalah ideology yang berusaha menstabilkan hubungan antara atasan dan bawahan, dimana sikap seorang atasan berlaku seperti layaknya seorang ayah bagi bawahannya. Hubungan onjoshugi merupakan hubungan antara pemimpin dan bawahan dalam bingkai sistem keluarga. Penerapan pola hubungan onjoshugi dalam masyarakat Jepang lazim disebut pola hubungan oyabun-kobun. Pola hubungan oyabun-kobun yang merupakan hubungan antara pemimpin (oyabun) dan bawahan (kabun), bila diterapkan akan menghasilkan hutang budi yang melekat pada pihak bawahan. Hutang budi ini dalam masyarakat Jepang disebut on. On yang melekat pada bawahan inilah menyebabkan munculnya upaya untuk membayar on yang diterima dari pihak pemimpin. Upaya pembayaran on ada dua yaitu gimu dan gin. Gimu yaitu upaya pembayaran on yang diterima, namun betapapun telah maksimalnya pembayaran tersebut tetap dianggap belum cukup, dan waktu pembayarannya tidak terbatas. Giri adalah hutang-hutang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sesuai kebaikan yang diterima dan memiliki batas waktu pembayaran. Pembayaran giri dan gimu yang harus dibayar oleh menerima on inilah yang menjadikan hubungan oyabunkobun bersifat abadi. Untuk melihat hubungan antara oyabun-kobun, on, giri dan gimu, dapat dilihat pada masyarakat petanian di Ishigami buraku yang ada di Jepang sebelum Perang Dunia II, dimana terdapat sistem yang disebut sistem nago. Sistem nago adalah sistem yang lahir karena adanya pola hubungan onjoshugi atau pola hubungan oyabun-kobun antara tuan tanah dan petani penyewa (nago) dalam binkai sistem keluarga tradisional Jepang. Sistem nago adalah sistem sebuah sub sistem dalam sistem dozoku yang ada dalam masyarakat pertanian di Jepang sebelum Perang Dunia II, yang berfungsi untuk membentuk rumah tangga cabang (bunke) dari anggota yang tidak memiliki hubungan darah, melalui hubungan kekerabatan fiktif antara tuan tanah dan petani penyewa. Dalam sistem nago inilah pola hubungan onjoshugi atau oyabun-kobun diterapkan, sehingga sistem nago bersifat turun-temurun dan abadi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Handayani
Abstrak :
Jepang harus memajukan peradabannya agar setara dengan bangsa Barat. Hal ini disadari Jepang, setelah kedatangan bangsa Barat beberapa kali dengan menggunakan kapal perang, pada tahun 1853, yang memaksa Jepang untuk membuka pelabuhan Jepang. Fukuzawa Yukichi, seorang cendekiawan yang menekuni studi Barat menyadari bangsa Barat merupakan bangsa yang maju dan kuat, sehingga dapat membahayakan kemerdekaan Jepang, sebagai negara yang belum maju. Untuk itu Jepang harus berusaha memajukan peradabannya agar setara bahkan bila memungkinkan, melampaui bangsa Barat, sehingga dapat menjaga dan mempertahankan kemerdekaanya. Penelitian ini mengkaji dan menganalisis gagasan Fukuzawa Yukichi dalam Gakumon no Susume, sebagai gagasan untuk memajukan peradaban. Adapun pembahasan penelitian ini, meliputi latar belakang, gagasan Fukuzawa terhadap sistem pemerintahan, sistem masyarakat, pendidikan dan moral masyarakat.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Unsriana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dongeng dalam pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan moral mengenai on dan ongaeshi. Pendidikan ini dapat disampaikan kepada anak melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam dongeng dengan cara mengidentifikasi perbuatan atau lakuan tokoh-tokohnya. Melalui dongeng anak-anak dapat menemukan tokoh identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Data pustaka menunjukan bahwa dongeng dapat dipakai sebagai salah satu sarana untuk pendidikan nilai dan pendikan moral. Data ini dipakai untuk memperkuat penelitian bahwa dongeng juga dapat dipakai untuk pendidikan nilai on dan ongaeshi. On dan Ongaeshi sendiri mempunyai beberapa pengertian yang diungkapkan beberapa ahli. Dengan menganalisa lima buah dongeng anak Jepang, ditemukan arti atau makna on dan ongaeshi seperti apa yang ingin disampaikan pembuat dongeng atau kepada pendengarnya, khususnya pendengar anak-anak. Pada bagian akhir disimpulkan bahwa Dongeng adalah sarana yang efektif untuk memberikan pendidikan nilai-nilai pada anak, karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat memberikan teladan bagi anak-anak. Sifat atau karakter anak adalah mempunyai kecenderungan untuk meniru dan mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang dikaguminya. Melalui dongeng, anak akan dengan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyadi S. Wahyono
Abstrak :
Tarabhavanam selama ini dikaitkan dengan candi Kalasan yang sekarang terlihat. Prasasti Kalasan tahun 700 S. (778 M.) dengan pasti menyatakan bahwa Tarabhavanam dan arca Taradevi dibangun oleh Mahar"ajaran Dyah Pancapanam Panamkaranam, yang disebut dalam dengan kata-majemuk sailendravamsatilakasya. Bersama-sama dengan peresmian Tarabhavanam tersebut oleh Maharajam Panangkaran desa bernama Kalasa dipersembahkan kepada bhiksu samgha yang melaksanakan vinaya Mahayana. Prasasti Kalasan dan beberapa prasasti berbahasa Sanskerta sejaman pemerintahan Maharaja Panangkaran yang telah diteliti para sarjana merupakan sumber data untuk penelitian ini. Data tersebut berupa abhiseknama beberapa raja dan katamajemuk bahasa sanskerta seperti 'sailendra-vamsa, gailendra-vamsa-tilaka, tarabhavana, dan taradevi. Data tersebut secara deduktif dipergunakan dalam penelitian ini untuk membuktikan hipotesis, bahwa Tarabhavana mempunyai fungsi dan manfaat sebagai legitimasi pemerintahan Maharaja Panangkaran, baik sebagai penguasa (raja) Mataram maupun sebagai pohon-rilaka (pendiri) wangsa sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Berangkat dari tidak jelasnya situs bangunan Tarahhavanam sebagai produk kebudayaan materi masa lalu, maka dipilih metodologi penelitian di luar metodologi arkeologi sebagai alternatif. Pendekatan multidimensional dipilih karena keunikan agama Buddha Mahayna. Analisis dan penyimpulan mempergunakan metode induktif-deduktif untuk membuktikan hipotesis yang diajukan. Kesimpulan yang diperoleh menjawab pertanyaan penelitian dan tambahan yang diperoleh adalah, bahwa melalui pemahaman hermeneutik atas kata "tilaka" yang disebut prasasti-prasasti Kalasan, Kelurak dan Nalanda maka Maharaja Panangkaran yang dikiaskan sebagai ` pohon-tilaka" dipahami lebih dari sekedar perhiasan (ornament), tetapi lebih tepat sebagai pendiri wangsa sailendra. Dengan pengertian kata function (fungsi) secara gramatikal Inggris berarti the role of a linguistic form in a Grammatical construction -- to perform usual or specified activity; to serve in a particular capacity, maka manfaat Tarabhavanam terjadi ketika fungsi yang dimaksudkan berlangsung seperti yang diharapkan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Madsono
Abstrak :
Alasan yang melatarbelakangi dilakukannya penelitian tesis yang berjudul "Museum Basoeki Abdullah (Sebuah Telaah Manajemen Strategi}" ini yaitu untuk mengetahui dan memahami lebih dalam penampilan keseluruhan Museum Basoeki Abdullah, faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal Museum Basoeki Abdullah yang berpengaruh di dalam penyusunan strategi organisasi, dan strategi yang sesuai untuk meningkatkan kinerja organisasi Museum Basoeki Abdullah di masa datang. Tujuan penelitian ini pada dasarnya yaitu berkaitan dengan upaya memperoleh suatu strategi yang sesuai untuk meningkatkan kinerja organisasi Museum Basoeki Abdullah di masa datang. Demikian pula faktor-faktor eksternal dan internal museum yang mempengaruhi perkembangan Museum Basoeki Abdullah di masa datang terutama berhubungan dengan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi oleh Museum Basoeki Abdullah. Melalui analisis internal Museum Basoeki Abdullah diperoleh gambaran bahwa Museum Basoeki Abdullah mempunyai kekuatan yaitu adanya tenaga pengelola museum yang berpengalaman, terdapat koleksi museum dalam jumlah yang cukup banyak (termasuk koleksi museum yang berhubungan dengan peristiwa meninggalnya Pelukis Basoeki Abdullah). Namun demikian terdapat keterbatasan yang dimiliki Museum Basoeki Abdullah berkaitan dengan jumlah, kemampuan dan kualitas staf museum, terbatasnya data koleksi museum dan jumlah koleksi lukisan (tidak adanya lukisan masterpiece), koleksi museum belum tertata dengan baik di ruang pameran tetap, administrasi keuangan yang belum optimal, sarana dan prasarana museum masih terbatas. Melalui analisis eksternal Museum Basoeki Abdullah mempunyai peluang yang berhubungan dengan masyarakat terutama kekaguman masyarakat terhadap lukisan Basoeki Abdullah, adanya peraturan dan perundang-undangan yang mendukung keberadaan Museum Basoeki Abdullah, museum dan galeri seni serta instansi seni/budaya yang terkait (dapat dijadikan mitra dalam upaya memperkenalkan museum dan seni rupa kepada masyarakat). Meskipun demikian terdapat ancaman yang harus dihadapi oleh Museum Basoeki Abdullah yang cukup besar yaitu mengenai pemahaman masyarakat yang masih belum baik tentang museum, surat wasiat Basoeki Abdullah berkaitan dengan hak cipta/paten termasuk pemberian asli atau tidak asli lukisan Basoeki Abdullah, keberadaan pusat perbelanjaan/mall dan sebagainya yang rnemiliki kemampuan menarik minat masyarakat berkunjung ke sana, belum terjalinnya hubungan baik pengelola museum dengan media massa. Berdasarkan kondisi lingkungan eksternal dan internal Museum Basoeki Abdullah di atas, melalui analisis SWOT dapat diterapkan strategi yang sesuai dengan upaya peningkatan kinerja Museum Basoeki Abdullah di masa datang yaitu mengintegrasikan seluruh komponen museum, memanfaatkan dana secara efisien dan efektif dalam melaksanakan aktivitas museum, meningkatkan dan mengembangkan internal sumber daya manusia, meningkatkan jalinan kerjasama dengan berbagai intansi terkait, melengkapi data koleksi museum melalui pendokumentasian dan penelitian yang intensif, mengupayakan koleksi berkualitas/masterpiece tahun 1930 s/d 1960-an. Di sisi lain diperlukan pula strategi pelayanan yang berorientasi pada pengunjung museum/masyarakat, merubah citra museum yang negatif menjadi positif, meningkatkan pemeliharaan, perawatan dan pengamanan koleksi museum, serta meningkatkan promosi Museum Basoeki Abdullah melalui berbagai aktivitas museum seperti pameran, penerbitan basil-hasil penelitianl brosur museum dan sebagainya. Sedangkan untuk mengatasi ancaman yang timbul karena keterbatasan yang terdapat di Museum Basoeki Abdullah yaitu perlu mengefektifkan asas koordinasi secara intensif antar organisasi terkait baik vertikal maupun horisontal , memberikan keleluasaan staf museum untuk berinovasi dan berkreatifitas, menyajikan koleksi museum di ruang pameran secara menarik, informatif, edukatif dan estetik, meningkatkan sarana dan prasarana museum termasuk berusaha merealisasikan masterplan pengembangan Museum Basoeki Abdullah.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11812
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rohyani
Abstrak :
Penelitian tentang candi Borobudur telah banyak dilakukan para ahli terdahulu, baik mengenai bangunannya maupun reliefnya. Demikian pula penelitian tentang relief Karmawibhanga yang terdapat di kaki candi Borobudur, banyak dijadikan referensi untuk penelitian baik dari segi ekonomi, sosial ekonomi, ekologi maupun keagamaan. karena relief Karmawibhanga menggambarkan tentang keadaan sehari-hari dalam kehidupan masyrakat kebanyakan. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui teknik skenario yang dipakai untuk pemahatan relief Karmawibhanga di candi Borobudur. Hal tersebut didasarkan karena ditemukannya naskah Mahakarmawibhanga yang berisi ajaran agama Buddha. Apakah naskah tersebut yang dijadikan patokan dalam pembuatan relief dan bagaimana para pemahat memvisualkan ajaran yang terdapat dalam naskah tersebut. Deretan panil relief candi seperti deretan film yang ditayangkan, bila film merupakan media komunikasi yang bergerak maka relief juga sebagai media komunikasi walaupun secara visual tidak bergerak namun bila diamati bersifat dinamis pula. Dalam pembuatan film diawali dengan adanya naskah scenario. Skenario film merupakan acuan yang berisi rangkaian sekuen dan adegan walaupun bukan dalam bentuk yang persis. Untuk membuat film seorang sutradara memerlukan suatu script, yaitu naskah skenario yang berisi catatan perubahan untuk acuan kerja para pekerja film. Dalam pembuatan relief nakah Mahakarmawibhanga dapat dikatakan sebagai suatu skenario, dan para silphin menggunakan inskripsi pendek yang terdapat pada panil untuk acuan silphinan. Karena keterbatasan media maka petunjuk yang digunakan cukup singkat dan untuk menggambarkan figur yang dikehendaki mereka menggunakan contoh dari lingkungan sehari-hari. Para silphin menggunakan contoh yang ditemukan dalam lingkungan mereka supaya masyarakat mudah memahami ajaran agama yang dituangkan dalam relief tersebut. Dalam penggambarannya silphin bangyak menggunakan unsur pohon untuk batas adegan. Hal ini karena pohon merupakan salah satu unsur alam yang sangat dekat dengan masyarakat agraris yaitu memberi kemakmuran, kebahagiaan dan harapan. Penggunaan unsur pohon dalam pemahatan juga karena pohon merupakan unsur alam yang hidup sehingga secara keseluruhan adegan pada panil mengalir secara luwes dan tidak kaku.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2004
T11808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Herlina
Abstrak :
Ilmu manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan personil, kepemimpinan, memotivasi, komunikasi, dan pembuatan keputusan. Manajemen secara umum menjelaskan bahwa ada tiga sumber dasar utama yang penting untuk pembangunan ekonomi, yaitu sumber modal (uang), sumber fisik (material), dan sumber daya manusia. Semua sumber dasar tersebut saling berkaitan erat dan sangat bergantung satu dengan lainnya, namun demikian sumber daya manusia (SDM) adalah sumber dasar yang paling penting, karena manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi-manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Suatu negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber keuangan yang cukup, bisa jadi tidak bisa mencapai pembangunan ekonomi yang stabil jika tidak memiliki SDM yang memadai untuk mengelola dan menggunakan sumber-sumber daya tersebut. Di sisi lain, sebuah negara yang memiliki banyak SDM yang terdidik dan terampil lebih memiliki kesempatan untuk mencapai kesuksesan ekonomi meskipun hanya memiliki sedikit sumber daya alam. Singkatnya, hanya pengelolaan SDM yang dilakukan dengan baik dan tepat yang akan menghasilkan manfaat yang maksimal untuk suatu organisasi, perusahaan, bahkan negara.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Dewi Andriani
Abstrak :
BAB1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Permasalahan. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat suatu negara dapat terwujud akibat terjadinya proses modernises!. Modernisasi menurut Prof. J.W. Schoorl di dalam bukunya yang berjudul Modernisasi dirumuskan sebagai suatu penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek-aspek kemasyarakatan. Modernisasi juga merupakan suatu proses transformasi, yakni suatu perubahan masyarakat dalam segala aspek-aspeknya yang meliputi aspek sosial, budaya, politik dan ekonomi. Akan tetapi tidak semua perubahan dapat didefinisikan sebagai modernisasi karena hanya perubahan yang ada sangkutpautnya dengan tambahan ilmu pengetahuan saja yang dapat digolongkan ke dalamnya. (J.W. Schoorl, 1991:4). Selanjutnya ia mengatakan bahwa tambahan pengetahuan ilmiah merupakan faktor yang terpenting dalam modernisasi. Sehubungan dengan hal tersebut maka masyarakat itu dikatakan lebih atau kurang modern apabiia lebih atau kurang menerapkan pengetahuan dengan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (J.W. Schoorl, 1991:4) Proses modernisasi sendiri berjalan melalui proses akulturasi yaitu suatu proses perubahan kebudayaan dimana dua kelompok atau lebih yang berbeda mempunyai kontak yang terus menerus dan berakibat salah satu dari kelompok itu mengambil alih unsur-unsur dari kelompok lainnya.(J.W. Schoorl, 1991:19). Kata modernisasi dalam kamus besar Jepang mengandung pengertian sebagai berikut: Genrai, kindaika modernization wa dentoo shakai ya fuken shakai nado no zenkin shakai kara kindai shakai he no idoo ya soreni shitagau shakai. Bunka ryoiki de no henka o yubi shimesu keiyooshi toshite, oobei shakai demo furui kara tsukawarete kita chuuritsu teki na gainen ni suginai. Sokoni bukka teki imi ga komerarenj toshitemo, sorewa modanizumu nado to iu kotoba nado to omonatte [touseifu ni] em to iu hodo no imi shika mo nasarete inai. Shikashi [seiyou no shoogeki] no shita ni, soreni tsui tsuki hikkooshu begu [ue kara no kindaika] seisaku torareta zenhatsu shookoku ni oitewa, kono kotobawa tokui na imi naiyoo o motsu mono toshite hattachishita. Sokodewa, kindaika to wa, seiyoo kindai shookoku o modem toshite, sono seiji, keizai, gunji, bunka no taisei o ito teki ni tori irete jikoku no hatten o hakaru koto o ippan ni imi sum yooni naru. (Daihyakka Jitten, 1984:617) Artinya: "Pada dasamya Kindaika adalah kata sifat yang menunjukkan suatu bentuk perubahan masyarakat dan budaya dari seluruh wilayah yang menyertai perubahan dari masyarakat yang belum modem seperti masyarakat tradisional atau masyarakat feodalisme menjadi masyarakat modem. Konsep ini tidak lebih dari suatu konsep yang dipakai sejak dahulu kala dalam masyarakat Barat. Meskipun memiliki arti yang penting namun Kindaika tidak memiliki arti sebagai suatu perubahan seperti yang dimiliki oleh modernisasi di Barat. Tetapi kata ini selain merupakan pengaruh Barat, keberadaannya diseluruh negeri yang belum berkembang yang mengadopsi tindakan politik berkembang dengan memiliki arti yang khusus. Kindaika sebagai model modernisasi Barat secara umum memiliki arti melakukan ekspansi bagi negaranya dengan mengadopsi sistem budaya, militer, ekonomi dan sosial." * Modernisasi sendiri menurut seorang ahli sosiologi Jepang, Kennichi Tominaga, tidak selalu mengandung pengertian Westernisasi. Hal ini diakibatkan karena modernisasi yang terjadi di negara-negara non Barat mempunyai perbedaan-perbadaan tertentu dalam hal kebudayaan tradisionaf setempat yang tetap dipertahankan. la juga menjelaskan bahwa apabila modernisasi yang terjadi di negara-negara non Barat dilakukan dengan memasukkan bentuk-bentuk kebudayaan Barat secara bulat dan utuh maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai Westernisasi atau Eropanisasi. (Tominaga, 1990: 53-59). Proses modernisasi sendiri dapat di katakan terjadi di hampir semua bangsa di dunia. Manifestasi proses ini diawali di wilayah Eropa dan Amerika dengan serangkaian peristiwa yang terjadi sekitar abad 16 seperti perang kemerdekaan Amerika tahun 1765-1783, revolusi Perancis tahun 1760 serta revolusi industri di Inggeris tahun 1830. Semua peristiwa tersebut menjadi penyebab timbulnya proses modernisasi di segala bidang kehidupan yang melanda ke seluruh dunia sampai dengan akhir perang dunia kedua. Penyebarannya menyebabkan masyarakat dunia sering dibagi menjadi dua kategori yaitu negara maju dan negara yang sedang berkembang, masing-masing terdiri atas negara yang telah mengalami modernisasi dan negara yang sedang mengalami modernisasi. Di dalam proses modernisasi termuat pula aspek-aspek rencana pembangunan sosial, ekonomi, budaya atau politik dari suatu negara. Aspek yang paling spektakuler dalam modernisasi suatu masyarakat adalah penggantian teknik produksi dari cara-cara tradisional ke cara-cara modern seperti halnya yang terjadi pada revolusi industri. Akan tetapi proses yang disebut revolusi industri itu hanya satu bagian atau satu aspek saja dari suatu proses yang lebih luas.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anda Rahayu Retno Wulan
Abstrak :
Dalam membicarakan kehidupan masyarakat Jepang, berarti kita juga berbicara mengenai kebudayaan Jepang itu sendiri, yang mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sosial dan interaksi yang terjadi di antara anggota masyarakat itu. Hal ini sangat menarik bagi penulis untuk membahas kebudayaan masyarakat Jepang. Salah sate kebudayaan Jepang yang menarik bagi penulis untuk diteliti adalah pembungkusan sebuah pemberian. Orang Jepang sangat memperhatikan pembungkusan sebuah pemberian yang diberikan kepada orang lain. Selain itu, karena pembungkusan pemberian juga berperan dalam kegiatan saling memberi pemberian di Jepang sehingga baik sifat pembungkus, cara membungkus, benda pemberian, kepada siapa pemberian diberikan, dan kapan pemberian diberikan pun juga mendapat perhatian yang penting. Keseluruhan hal tersebut telah menyatu dalam kehidupan orang Jepang dalam berinteraksi sosial dengan orang lain. Bagi kita yang kurang mengerti atau memahami perilaku orang Jepang yang salah satunya adalah melalui pembungkusan pemberian ini akan mengalami kebingungan. Berdasarkan alasan tersebut, maka penulis ingin mengungkapkan makna yang terkandung di balik cara pembungkusan di Jepang. Semoga penelitian tesis ini dapat menambah pengetahuan mengenai masyarakat Jepang kepada para pembaca.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17949
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noerad AP
Abstrak :
Dampak dari berbagai pembangunan fisik untuk mendukung perekonomian mulai mengancam kelestarian situs-situs arkeologi dan lingkungannya baik ancaman secara langsung seperti penghancuran, penggusuran, dan perusakan, maupun ancaman secara tidak langsung seperti polusi, perubahan iklim mikro, penelantaran situs-situs, dan kurangnya perlindungan. Oleh karena itu, untuk situs-situs yang belum secara langsung menghadapi ancaman fisik dart pembangunan perlu diberi perhatian yang intensif sehingga kemungkinan-kemungkinan akan adanya kontlik kepentingan terutama yang berhubungan dengan proses pembangunan fisik oleh pemerintah daerah di kernudian hari akan dapat diminimalisasi. Dengan mengoptimalkan sistem pengelolaan dan penataan situs maka situs tersebut dapat mernenuhi sendiri kebutuhan pelestariannya dan meminimalisasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya gangguan serta tidak hanya bergantung pada pemerintah daerah atau pusat. Latar belakang pengambilan Candi Panataran sebagai objek adalah karena candi ini tttemiliki keistimewaan-keist newaan nilai yang berpotensi untuk lebih dikembangkan lagi (baik nilai-nilai budaya, sosial, dan ekonomi) menjadi situs yang dapat memenuhi kebutuhan pelestariannya sendiri. Sebagai kompleks percandian, candi ini merupakan kunci sejarah Pang sangat panting karena masa pernbangunannya melalui suatu rnasa yang sangat panjang dan melampaui beberapa masa kerajaan di Jawa Timur selama kurang lebih 250 tahun. Metode pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan strategis dengan metode analisis SWOT (Strengh, Weakness, Oportunity, dan Threat) pada kondisi-kondisi internal dan ekstemaldan menyesuaikannya dengan tahapan-tahapan Manajemen Sumber Daya Budaya yang dikemukakan oleh Feilden dan Jokilehto yang menyusun tahap-tahap perencanaan yang diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen situs. Dalam tulisan ini diuraikan potensi-potensi internal (historis, arsitektural, lingkungan, dan kondisi situs) dengan kelemahan-kelemahart dalam pengelolaan situs dan potensi-potensi eksternal (pariwisata, sosial, budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan) yang masih belum optimal serta tantangan-tantangan yang dihadapi oleh situs. Dengan penguraian potensi-potensi yang ada maka dapat disusun sebuah strategi pengelolaan situs yang mandiri. Situs cagar budaya yang mandiri dapat memenuhi kebutuhannya sendiri untuk menjaga eksistensi situs, melancarkan jalannya proses pelestarian yang berkesinambungan, dan dapat memaksimalkan potensi sumber daya yang ada untuk pengembangan sektor-sektor terkait (seperti penelitian, budaya, dan ilmu pengetahuan). Kebutuhan situs di sini secara spesifik dapat disebutkan sebagai kebutuhan dana, sumber daya manusia, kegiatan kerja, dan fasilitas-fasilitas penunjang. Strategi pengelolaan situs dilakukan dengan memperhatikan perbaikan manajemen perkantoran dan organisasi serta mengembangkan manajemen situs (meliputi pemintakatan, penataan lingkungan dan pembangunan infrastruktur) dan manajemen pariwisata (pengadaan fasilitas umum, pemngembangan kawasan pariwisata, promosi, dan pengembangan sistem inforrnasi). Kemudian menyesuaikannya dengan potensi-potensi yang ada (internal dan eksternal) untuk menemukan strategi pengelolaan yang tepat sesuai dengan karakteristik situs dan daerah tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2005
T39131
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>