Latar belakang: Resistensi antibiotik merupakan masalah penting dan ancaman bagi kesehatan manusia di hampir seluruh negara. Dampak infeksi bakteri multidrug-resistant (MDR) berupa luaran pasien lebih buruk, biaya perawatan lebih besar, dan penggunaan antibiotik spektrum luas yang berpotensi meningkatkan prevalensi resistensi. Surveilans healthcare-associated infection (HAI) dan identifikasi faktor risiko diharapkan bisa menurunkan laju resistensi.
Tujuan: Menilai kekuatan pengaruh dari komorbiditas, riwayat pengobatan dengan antibiotik intravena 15 hari terakhir, tindakan bedah, penggunaan lebih dari 2 indwelling medical device, dan rawat inap lebih dari 7 hari terhadap terjadinya infeksi bakteri MDR pada pasien anak.
Metode: Penelitian retrospektif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta terhadap pasien berusia 1 bulan-18 tahun dengan pertumbuhan bakteri pada hasil kultur. Data diperoleh dari electronic health record yaitu data demografi, komorbid, riwayat terapi antibiotik, tindakan bedah, medical device, lama rawat inap, data mikrobiologi, dan luaran akhir perawatan.
Hasil: Proporsi bakteri MDR pada penelitian ini sebesar 76,3%. Analisis bivariat tidak menunjukkan adanya hubungan antara komorbiditas, riwayat terapi antibiotik, tindakan bedah, dan penggunaan lebih dari 2 indwelling medical device, dengan infeksi bakteri MDR pada pasien anak. Namun rawat inap lebih dari 7 hari akan meningkatkan risiko pasien anak mengalami infeksi bakteri MDR (OR 2,755; 95% IK 1,107-6,857; P = 0,036).
Simpulan: Pasien anak dengan rawat inap lebih dari 7 hari memiliki risiko hampir 2,7 kali lipat untuk mengalami infeksi bakteri MDR dibanding pasien anak dengan rawat inap 7 hari atau kurang.
Background: Antibiotic resistance is an important problem and threats to human health worldwide. Multidrug-resistant (MDR) bacteria infection is associated with poor outcome, higher treatment cost, and higher rate of broad spectrum antibiotic use which may lead to subsequent antibiotic resistance. Healthcare-associated infection surveillance and identification of risk factors can provide effort to control the development of antibiotic resistance.
Objective: Measure the strength of association between comorbidity, intravenous antibiotic use within the last 15 days, surgery procedure, use of more than two indwelling medical devices, and hospital stay more than 7 days, with MDR bacteria infection in pediatric patient.
Methods: Restrospective study in 1 month - 18 years old pediatric patient at Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta who had bacteria growth on microbiological culture. Demographic data, comorbid condition, history of antibiotic use, surgery, indwelling medical device use, length of hospital stay, microbiological data, and mortality were collected from the electronic health record.
Results: Rate of MDR bacteria infection in this study was 76,3%. Bivariate analysis showed no relationships between comorbidity, intravenous antibiotic use in prior 15 days, surgery, and use of more than two indwelling medical devices, with MDR bacteria infection. Pediatric patients with hospital stay longer than 7 days were more likely to have MDR bacteria infection (OR 2,755; CI 95% 1,107-6,857; P = 0,036) compared to those with hospital stay 7 days or less.
Conclusion: Hospital stay longer than 7 days increase risk pediatric patient to contract MDR bacteria infection by 2,7 fold.
"
Nama : Saptuti Chunaeni
Program Studi : Program Doktor Ilmu Biomedik
Judul Disertasi : Upaya Meningkatan Stabilitas Faktor VIII melalui
Liofilisasi Produk Minipool Cryoprecipitate
untuk Tatalaksana Penderita Hemofilia A di Indonesia.
Latar Belakang: Penderita Hemofilia di Indonesia sekitar 2.000 orang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Di Jabodetabek, 403 anak penderita hemofilia, 86% hemofilia A dan 54% diantaranya hemofilia A berat. Konsentrat F VIII digunakan untuk terapi sulih Hemofilia A, mahal, harus impor dan tidak selalu tersedia. Kriopresipitat sebagai terapi sulih alternatif, kandungan F VIII sedikit dan pemberiannya untuk segolongan darah. MC cair dari Mesir, dapat meningkatkan kandungan dan keamanan F VIII. Bentuknya cair dan suhu penyimpanan minus 30°C, sehingga perlu ditingkatkan stabilitasnya dengan liofilisasi menjadi MC kering.
Tujuan:Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui stabilitas dan keamanan MC kering lebih besar atau sama dengan MC cair.
Metode:Liofilisasi MC cair menjadi MC kering dilakukan agar lebih stabil dan dapat disimpan di suhu dingin (2-6°C) dan suhu ruang ( > 25°C). MC kering, ada yang ditambah eksipien (KE+) dan tanpa eksipien (KE-). Dilakukan uji banding stabilitas MC cair dan MC kering pada hari ke 0, 7, 30 dan 240, meliputi pemeriksaan kandungan F VIII, pH, osmolalitas dan kelarutan. Pemeriksaan keamanan MC cair menggunakan flowcytometri dan MC kering dengan hemaglutinasi dan kontaminasi bakteri.
Hasil:MC Kering tanpa Eksipien (KE-) pada waktu penyimpanan 30 hari (T30) lebih tinggi F VIII-nya dibandingkan MC Kering dengan Eksipien (KE+) dan MC Cair. Namun pada waktu penyimpanan 240 hari (T240) penurunan F VIII pada KE- lebih banyak daripada KE+. Keamanan dengan memeriksa kontaminasi bakteri dan hemaglutinin pada MC kering sama dengan MC cair.
Kesimpulan:MC kering tanpa eksipen yang disimpan pada suhu dingin dan suhu kamar, stabilitas kandungan F VIII sangat baik pada hari ke 30. Penambahan eksipien yang terlalu banyak, dapat menghancurkan protein yang terkandung di dalamnya. Keamanan MC kering sama dengan MC cair.
Kata kunci: F VIII, Hemofilia A, MC kering, Stabilitas.
Name : Saptuti Chunaeni
Programme of study :Doctoral Program in Biomedical Science
Title :To Improve Stability of Factor VIII with Minipool
Cryoprecipitate Lyophilized for Hemofilia a Treatment in
Indonesia
Background: There are about 2.000 hemophilia patients in Indonesia. Nowadays in
Jabodetabek alone, there are 403 children hemophilia mostly of 86% hemophilia A and 54% among them are of severe type.
Use of F VIII concetrate as a standard replacement therapy of hemophilia A, is expensive, needs to be imported from overseas and it is not always available. Cryoprecipitate as an alternative replacement therapy contains only a small yield F VIII and is only available for same blood group patients. Liquid minipool cryoprecipitate (MC) from Egypt can increase the F VIII content and safety. The MC, however is liquid and must be stored at – 30oC. Considering this, there is a need to improve the stability of F VIII by lyophilization procedure.
The aim of present study was to determine whether the stability and safety of dry MC was greater or equal to liquid MC.
Materials and Methods:Liquid of MC was lyophilized and was added excipients (KE+) or without excipient (KE-). Liyophilization is carried out to be more stable and can be stored at cold temperatures and room temperature. Tests on the stability on certain days (0, 7, 30 and 240.) including examination of F VIII content, pH, osmolality and solubility. Safety checks using flowcytometry and hemagglutination and bacterial contamination.
Results: Dry MC at T30 was higher in F VIII. At storage T240 the decrease in F VIII at KE- was more than KE +. The safety of a dry MC is the same as a liquid MC.
Conclusion: F VIII at KE- is better on T30. Adding excipients can destroy protein. The safety is the same.
Keywords: F VIII, Hemophilia A, Lyophilized MC, Stability.
"