Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizka Destiana Novani
Abstrak :
Jakarta dikenal sebagai wilayah pesisir dan wilayah padat penduduk dengan banyak aktivitas ekstraksi air tanah. Penelitian sebelumnya menggunakan Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) menunjukkan bahwa wilayah pesisir utara Jakarta mengalami laju penurunan tertinggi. Namun hingga kini, data pengamatan kontinyu untuk memahami distribusi spasial laju penurunan dalam waktu yang panjang di area yang luas seperti Jakarta belum banyak tersedia. Dalam penelitian ini digunakan Citra Sentinel-1 selama 8 tahun di antara November 2014 hingga Juni 2023. Melalui InSAR dapat terlihat distribusi spasial penurunan dalam area Jakarta keseluruhan untuk menganalisis pola penurunan yang terjadi di Jakarta dengan titik-titik area spesifik dalam waktu yang panjang dinamakan displacement time-series. Pengamatan dengan historical satellite imagery memungkinkan untuk dapat menganalisis perkembangan yang terjadi di Jakarta selama tahun pengamatan InSAR dalam kaitannya dengan pola penurunan yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan penurunan di Jakarta lebih terfokus di wilayah pesisir utara dengan laju penurunan tertinggi yang kemungkinan disebabkan oleh konsolidasi sedimen. Wilayah timur Jakarta mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya aktivitas konstruksi. Ditemukan pola penurunan menarik yang terdapat di wilayah barat dan pusat Jakarta, dimana telah mengalami perlambatan penurunan secara signifikan setelah tahun 2020. Tersaji sebuah fakta bahwa tidak semua wilayah di Jakarta mengalami penurunan karena wilayah selatan Jakarta terlihat tidak ada penurunan signifikan yang terjadi. Selain memahami penurunan di Jakarta, penelitian ini juga mencoba memahami deformasi yang terjadi di area Sesar Baribis segmen sekitar Jakarta menggunakan data InSAR yang sama dalam waktu pengamatan yang sama dengan analisis penurunan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pemahaman terkait aktivitas tektonik di sekitar Jakarta. Jakarta tercatat pernah mengalami gempa merusak yang disebabkan oleh aktivitas Sesar Baribis pada 10 Oktober 1834. Hingga kini, belum banyak penelitian terkait deformasi Sesar Baribis yang telah terbukti aktif dan hanya berjarak ± 12 km dari wilayah paling timur Jakarta. Penelitian sebelumnya menggunakan metode GPS pada segmen sesar yang sama menunjukkan bahwa estimasi slip rate Sesar Baribis berkisar antara 0.4–1.8 mm/year. Dalam penelitian ini, estimasi slip rate Sesar Baribis berkisar antara 0.1–1.5 mm/year. Lokasi sesar yang berada di wilayah kota besar menjadi tantangan dan faktor ketidakakuratan dalam menganalisis dan memahami pergerakan di area sesar ini karena sinyal penurunan muka tanah yang lebih besar daripada sinyal pergerakan sesar. Oleh karena itu, hasil estimasi slip rate tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut guna mendapatkan hasil yang lebih akurat. ......Jakarta is known as a coastal area and densely populated area with a lot of groundwater extraction activities. Previous research using Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR) showed that the northern coastal area of ​​Jakarta experienced the highest rate of decline. However, until now, continuous observation data to understand the spatial distribution of decline rates over a long period in a large area such as Jakarta has not been widely available. In this research, Sentinel-1 imagery was used for 8 years between November 2014 and June 2023. Through InSAR, you can see the spatial distribution of subsidence in the entire Jakarta area to analyze the subsidence pattern that occurs in Jakarta at specific area points over a long period, called displacement time-series. Observations with historical satellite imagery make it possible to analyze developments that occurred in Jakarta during the InSAR observation year about the pattern of decline that occurred. The results of the analysis show that the decline in Jakarta is more focused in the northern coastal area with the highest rate of decline, which is likely caused by sediment consolidation. The eastern region of Jakarta experienced a decline caused by construction activity. An interesting pattern of decline was found in the western and central areas of Jakarta, where the decline experienced a significant slowdown after 2020. The fact is that not all areas in Jakarta experienced a decline because the southern region of Jakarta saw no significant decline. Apart from understanding the subsidence in Jakarta, this research also tries to understand the deformation that occurred in the Baribis Fault area around Jakarta using the same InSAR data in the same observation time as the subsidence analysis. This is due to a lack of understanding regarding tectonic activity around Jakarta. Jakarta is recorded as having experienced a damaging earthquake caused by the activity of the Baribis Fault on October 10, 1834. Until now, there has not been much research regarding the deformation of the Baribis Fault which has been proven to be active and is only ± 12 km from the easternmost area of ​​Jakarta. Previous research using the GPS method on the same fault segment showed that the estimated slip rate of the Baribis Fault ranged from 0.4–0.8 mm/year. In this study, the estimated slip rate value of the Baribis Fault ranges from 0.1–1.5 mm/year. The location of the fault in a large city area is a challenge and a factor of inaccuracy in analyzing and understanding movement in this fault area because the land subsidence signal is greater than the fault movement signal. Therefore, the results of the slip rate estimation require further research to obtain more accurate results.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Venanda Nofriska Devi
Abstrak :
Ancaman gempa M3,3 dari aktivitas Sesar Lembang yang terjadi pada tanggal 28 Agustus 2011 telah menyebabkan rusaknya sekitar 384 rumah di Kampung Muril, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Dari riwayat kegempaan ini, diperlukan adanya suatu metode pengukuran untuk mengamati deformasi permukaan bumi. Salah satu yang bisa digunakan adalah metode pengukuran Global Positioning System (GPS) yang dipasang pada tempat yang dianggap mengalami pergeseran. GPS mempunyai orde ketelitian yang lebih tinggi karena dirancang untuk menghasilkan posisi dan kecepatan tiga dimensi serta berisi informasi mengenai waktu secara kontinu tanpa bergantung pada waktu dan cuaca. Penelitian ini bertujuan untuk memahami karakteristik deformasi yang terjadi di sesar Lembang dengan mempelajari kecepatan dan regangan di permukaan tanah sebagai salah satu indikasi tektonik untuk mitigasi gempa bumi di masa depan. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa stasiunstasiun pengamatan bergerak ke arah timur dengan nilai kecepatan horizontal di utara sesar lembang stasiun CPDA sebesar 2.54 mm/tahun dan CLBG sebesar 2.67 mm/tahun serta di selatan sesar stasiun KBBA sebesar 4.33 mm/tahun. Sedangkan dari analisis regangan Sesar Lembang mengalami fenomena kompresi karena adanya efek interseismic yang diakibatkan oleh locking ketika lempeng Indo-Australia mensubduksi lempeng Eurasia dengan nilai kompresinya yaitu -2.033 µstrain. ......The threat of a M3.3 earthquake from the activity of the Lembang Fault on August 28, 2011, caused damage to around 384 houses in Kampung Muril, Jambudipa Village, Cisarua District, West Bandung Regency. Due to this earthquake history, a measurement method is needed to observe surface deformation. One method that can be used is the Global Positioning System (GPS) measurement method, which is installed in places considered to be experiencing displacement. GPS has a higher order of accuracy because it is designed to provide three-dimensional position and velocity, as well as continuous time information, without depending on time and weather conditions. This study aims to understand the characteristics of deformation occurring in the Lembang Fault by studying surface velocity and strain as one of the tectonic indicators for future earthquake mitigation. The data processing results show that the observation stations move eastward with horizontal velocity values north of the Lembang fault at CPDA station of 2.54 mm/year and CLBG of 2.67 mm/year, and south of the fault at KBBA station of 4.33 mm/year. From the strain analysis, the Lembang Fault experiences compression due to interseismic effects caused by locking when the Indo-Australian plate subducts the Eurasian plate, with a compression value of -2.033 µstrain.
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melki Adi Kurniawan
Abstrak :
Mengembangkan onsite-EEW (Earthquake Early Warning) merupakan masalah yang menantang karena keterbatasan waktu dan jumlah informasi yang dapat dikumpulkan sebelum peringatan dikeluarkan. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencegah bencana akibat gempabumi adalah dengan memprediksi tingkat percepatan tanah di suatu lokasi menggunakan sinyal gelombang-P awal dan memberikan peringatan sebelum puncak percepatan tanah yang besar terjadi. Dalam kondisi sebenarnya, keakuratan prediksi merupakan masalah yang paling penting untuk sistem peringatan dini gempabumi. Pada penelitian ini mengimplementasi metode berbasis kecerdasan buatan untuk memprediksi tingkat getaran gempabumi secara dini, ketika gelombang P tiba di stasiun seismik. Sebuah model CNN dibangun untuk membuat prediksi dengan menggunakan small window 3 detik awal gelombang P dari rekaman accelerometer. Model ini dibangun dengan dataset dengan input gelombang seismik dengan variasi 3,2 dan 1 detik data gempabumi di wilayah Jawa Barat 2017 hingga 2023 dengan pembagian 80% data latih,, 10% data validasi dan 10% data uji . Dari evaluasi model terbaik, skema yang diusulkan mendapatkan akurasi 99.30%±0.63% dengan data uji. ......Developing onsite-EEW (Earthquake Early Warning) is a challenging problem due to the limited time and amount of information that can be gathered before a warning is issued. A possible approach to preventing earthquake-induced disasters is to predict the level of ground acceleration at a site using early P-wave signals and provide warnings before large ground acceleration peaks occur. In actual conditions, the accuracy of prediction is the most important issue for earthquake early warning systems. This study implements an artificial intelligence-based method to predict the level of earthquake tremors early, when P-waves arrive at seismic stations. A CNN model is built to make predictions using a small window of the first 3 seconds of P-waves from accelerometer recordings. The model was built with a dataset with seismic wave input with 3,2 and 1 second variations of earthquake data in the West Java region from 2017 to 2023 with a division of 80% training data, 10% validation data and 10% test data. From the evaluation of the best model, the proposed scheme obtained an accuracy of 99.30%±0.63% with test data.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library