Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 29 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amrillah M
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang keterlibatan Save the Children (STC) sebagai INGO di konflik Suriah sejak tahun 2012-2015. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana keterlibatan STC dalam konflik Suriah dalam menjelaskan terkait kemampuan dan bentuk strateginya. Kerangka konseptual yang digunakan pada penelitian kali ini adalah International Non-Governmental Organization (INGO). Konsep ini menjelaskan definisi STC yang memiliki kemampuan berinterkoneksi dan representasi kepentingan. Temuan penelitian ini melihat bahwa kemampuan Interkoneksi STC bertujuan untuk membangun strategi aliansi program, seperti program Open Aid Partnership (OAP). Kemampuan representasi adalah klaim STC atas strategi framing isu yang mereka lakukan di Suriah. Kemampuan STC ini yang direalisasikan dalam bentuk keterlibatan STC seperti advokasi dan capacity building. Kedua bentuk keterlibatan tersebut yang dijadikan program STC diantaranya Child Protection: Every Child has the Rights to be Safe (CP), International Network for Education in Emergencies (INEE), dan Open Aid Partnership (OAP). ......This thesis discusses the engagement of Save the Children (STC) in Syrian conflict since 2012-2015. This research asks teh question of how the STC's engagement in Syrian conflict explaining related capabilities and strategies. The conceptual framework used in this research is International Non-Governmental Organization (INGO). This concept explains the definition of STC that has the ability to interconnect and representation. The findings of this study to see that the interconnection ability of STC aims to build a strategic alliance program such Open Aid Partnership (OAP) programe. While representation ability of STC is claming to frame the issues in Syria. This STC capabilities is realized as form of engagement STC such as advocacy and capacity building. Both form of engagement were used as STC programs include Child Protection: Every Child has the Rights to Be Safe (CP), the International Network for Education in Emergencies (INEE), and the Open Aid Partnership (OAP).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Venny Beauty
Abstrak :
ABSTRAK Menurut Jakarta Cancer Registry tahun 2012, kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak kedua pada laki-laki dan terbanyak keempat pada perempuan di Indonesia. Pemeriksaan skrining kanker kolorektal yang saat ini tersedia memiliki berbagai keterbatasan. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) adalah endopeptidase yang berperan dalam degradasi matriks ekstraseluler, dan disekresi oleh berbagai sel seperti sel tumor, sel radang, dan fibroblas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran diagnostik MMP-9 feses dibandingkan dengan gambaran histopatologi sebagai baku emas. Desain penelitian adalah potong lintang. Penelitian dilakukan terhadap 52 subjek terduga kanker kolorektal yang menjalani kolonoskopi. Kadar MMP-9 feses diperiksa menggunakan kit MMP-9 dari R&D Systems dengan metode ELISA. Akurasi diagnostik kadar MMP-9 feses sebesar 0,855. Titik potong kadar MMP-9 feses didapatkan 1,237 ng/ml dengan sensitivitas 88,9%, spesifisitas 76,7%, nilai prediksi positif 44,4%, dan nilai prediksi negatif 97,1%. Pemeriksaan kadar MMP-9 feses dapat dipertimbangkan dalam skrining kanker kolorektal.
ABSTRACT According to Jakarta Cancer Registry 2012, colorectal cancer is the second most common cancer in men and fourth in women in Indonesia. Colorectal cancer screening tests currently available, have various limitations. Matrix metalloproteinase-9 (MMP-9) is endopeptidase which plays a role in the degradation of the extracellular matrix, and is secreted by various cells such as tumor cells, inflammatory cells, and fibroblasts. This is a cross sectional study aims to determine the diagnostic role of faecal MMP-9 compared to histopathological features as gold standard. The study was conducted on 52 subjects with suspected colorectal cancers who underwent colonoscopy. The levels of faecal MMP-9 were examined using MMP-9 kit from R&D Systems using ELISA method. Diagnostic accuracy of faecal MMP-9 levels is 0.855. The cutoff point was 1.237 ng/ml with sensitivity of 88.9%, specificity of 76.7%, positive predictive value of 44.4%, and negative predictive value of 97.1%. Faecal MMP-9 can be considered as a screening test in colorectal cancer.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hubertus Hosti Hayuanta
Abstrak :
Pasien sirosis hati perlu dievaluasi secara berkala untuk menentukan adanya varises esofagus (VE) dan ukurannya (besar atau kecil), karena VE besar membutuhkan penatalaksanaan yang lebih agresif. Evaluasi ini dilakukan dengan endoskopi yang tidak selalu ada, invasif, dan berbiaya tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemeriksaan yang non invasif, lebih murah, dan lebih mudah diakses untuk menentukan besarnya VE. Parameter yang diteliti adalah hitung trombosit, prothrombin time (PT), kadar albumin, dan bilirubin. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 64 subjek, terdiri atas 24 pasien sirosis hati dengan VE besar dan 40 tanpa VE besar. Pada penelitian ini didapatkan perbedaan bermakna pada hitung trombosit, PT, dan kadar albumin antara kedua kelompok, sedangkan kadar bilirubin tidak memberikan perbedaan yang bermakna. Untuk parameter hitung trombosit didapatkan besar area under the curve untuk memprediksi VE besar sebesar 80,9%, dengan cutoff 89,5 x 103/μL didapatkan sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 75,0%; PT 68,4%, dengan cutoff 14,05 detik didapatkan sensitivitas 70,8% dan spesifisitas 67,5%; kadar albumin 76,6%, dengan cutoff 3,275 g/dL didapatkan sensitivitas 70,8% dan spesifisitas 75,0%. Model prediksi sirosis hati dengan VE besar adalah P = 1/(1 + Exp-Logit (y)) dengan Logit (y) = 11,989 – 0,026 x hitung trombosit – 2,243 x kadar albumin – 0,184 x PT. ......Patients with liver cirrhosis require periodic evaluation to determine the presence and size of esophageal varices (EV), because the large ones demand more aggressive management. Evaluation is done using endoscopy, which is not always available, invasive, and costly. This study aims to acquire tests that are noninvasive, cheaper, and more accessible to determine the size of EV. Studied parameters were platelet count, prothrombin time (PT), albumin, and bilirubin level. The study design was cross sectional with 64 subjects, consisted of 24 liver cirrhotic patients with large VE and 40 without. This study found significant difference in platelet count, PT, and albumin level between both groups, while bilirubin level was not. The size of area under the curve for platelet count to predict large VE was 80.9%, cutoff 89.5 x 103/μL (sensitivity 79.2%, specificity 75.0%), PT 68.4%, cutoff 14.05 seconds (sensitivity 70.8%, specificity 67.5%), and albumin level 76.6%, cutoff 3.275 g/dL (sensitivity 70.8%, specificity 75.0%). Prediction model for liver cirrhosis with large VE was P = 1/(1 + Exp-Logit (y)) with Logit (y) = 11.989 – 0.026 x platelet count – 2.243 x albumin level – 0.184 x PT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny
Abstrak :
Latar belakang: Leukemia limfoblastik akut LLA merupakan jenis kanker tersering pada anak. Faktor penyakit dan kemoterapi dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi makro maupun mikro. Zinc adalah salah satu nutrien mikro yang memiliki banyak peran fisiologis dalam tubuh, namun kadarnya berkurang pada penyakit limfoproliferatif. Defisiensi zinc cenderung meningkatkan morbiditas pada anak LLA, salah satunya infeksi. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mencari proporsi defisiensi zinc pada LLA anak serta hubungannya dengan kejadian infeksi. Pasien dan metode: Disain penelitian potong lintang deskriptif-analitik, tempat pelaksanaan di Departemen Patologi Klinik dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Jumlah subjek 81 anak LLA, yang terdiri dari 26 pasien baru dan 55 pasien pada berbagai fase kemoterapi. Kadar zinc diukur menggunakan prinsip kolorimetri dengan alat spektrofotometer otomatis. Hasil: Proporsi defisiensi zinc pada pasien yang baru terdiagnosis sebesar 65.4 n= 26 dan pada pasien kemoterapi sebesar 49 n= 55 . Terdapat hubungan bermakna antara defisiensi zinc dengan kejadian infeksi p= 0.003; RR= 3.2, 95 CI 1.33 ndash; 7.69 Kesimpulan: Defisiensi zinc ditemukan pada anak dengan LLA sebelum kemoterapi dimulai, maupun pada berbagai fase kemoterapi. Risiko infeksi lebih besar pada anak LLA yang mengalami defisiensi zinc. Suplementasi zinc dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan prognosis, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya. ...... Background: Acute lymphoblastic leukemia ALL is a most common malignancy in children. Disease factors and chemotherapy effects may cause both macro or micro nutritional imbalance. Zinc is one of the micro nutrients that has many physiological roles in the body, but the levels may decrease in ALL. Zinc deficiency tend to increase morbidity in children with ALL, including infection. Objective: The present study was done in order to find the proportion of zinc deficiency in pediatric ALL patients and to identify its relationship with the incidence of infection. Patients and methods: This cross sectional study was carried out in the Departement of Clinical Pathology and Department of Paediatric Health, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. We conducted 81 paediatric ALL patients, consisted of 26 newly diagnosed and 55 in various phases of chemotherapy. Zinc levels were measured using colorimetric method by an automatic spectrophotometer. Results: The proportion of zinc deficiency is 65.4 in newly diagnosed patients and 49 in children with various chemotherapy phases. There is a significant association between zinc deficiency and the incidence of infection p 0.003 RR 3.2, 95 CI 1.33 ndash 7.69. Conclusion: zinc deficiency was found in children with LLA, and has significant association with the risk of infection. Zinc supplementation may be considered to improve the prognosis, however futher study of safety and side effect is necessary.
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kumaat, Connie Frances
Abstrak :
American Diabetes Association ADA dan World Health Organization WHO merekomendasikan kadar glukosa vena plasma untuk diagnosis diabetes. Perbedaan hasil pengukuran kadar glukosa serum dan plasma heparin belum diketahui kemaknaan klinisnya. Penelitian bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran kadar glukosa menggunakan tabung dengan clot activator tanpa gel pemisah tabung II , tabung berisi litium heparin tanpa tabung III dan dengan tabung IV gel pemisah. Penelitian ini juga ingin mengetahui perbedaan kadar glukosa darah pada serum dari tabung dengan clot activator tanpa gel pemisah pengambilan pertama tabung I dan kedua tabung II. Desain penelitian adalah potong lintang, menggunakan 100 subjek penelitian. Median kadar glukosa pada tabung I, II, III, dan IV berturut-turut sebesar 147,5 68 ndash; 593 mg/dL, 150,5 68 ndash; 603 mg/dL, 150,5 72 ndash; 612 mg/dL, dan 152 72 ndash; 605 mg/dL. Berdasarkan analisis statistik, tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kadar glukosa pada tabung II, III, dan IV. Perbedaan kemaknaan klinis juga tidak ditemukan pada ketiga tabung tersebut karena dari uji ketepatan ISO 15197:2013 didapatkan penyimpangan berada dalam rentang 15 mg/dL untuk kadar glukosa.
American Diabetes Association ADA and World Health Organization WHO have recommended plasma glucose levels for the diagnosis of diabetes. Clinical significance of different results between serum glucose levels and heparin plasma glucose levels have not known yet. This study aimed to compare the results of glucose measurements using tubes with clot activator without separator gel tube II, tubes containing lithium heparin without tube III and with tube IV separator gel. This study also wanted to find out the difference of blood glucose level in serum from tubes with clot activator without separator gel on first tube I and second tube II blood collection. The study design was cross sectional, using 100 subjects. The median of glucose levels in tube I, II, III, and IV were 147,5 68 ndash 593 mg dL, 150,5 68 ndash 603 mg dL, 150,5 72 ndash 612 mg dL, and 152 72 ndash 605 mg dL, respectively. Based on statistical analysis, there were no significant differences among glucose levels in tube II, III, and IV. Moreover, there were no clinical significance differences among them because according to ISO 15197 2013 accuracy test, the deviation was within 15 mg dL for glucose levels.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Wiradharma
Abstrak :
Pemeriksaan estradiol di laboratorium pusat RSUPNCM menggunakan serum. Walaupun pemeriksaan estradiol kurang memerlukan TAT yang cepat, namun seringkali pemeriksaan estradiol bersamaan pemeriksaan lain yang membutuhkan TAT cepat. Penggunaan plasma dapat menjadi alternatif karena TAT lebih cepat. Penelitian ini ingin mengetahui perbandingan kadar estradiol menggunakan serum dan plasma tanpa dan dengan gel pemisah serta melihat gambaran kadar estradiol pada laki-laki, perempuan pasca menopause dini, dan lanjut yang belum ada datanya di Indonesia. Pemeriksaan estradiol menggunakan alat Cobas c601 metode ECLIAs dari 60 subjek masing-masing ditampung dengan tiga tabung penampung berbeda, sampel serum dari tabung penampung dengan clot activator tabung I dan sampel plasma baik dari tabung penampung tanpa gel pemisah tabung II , dan dengan gel pemisah tabung III . Karakteristik kadar estradiol pada pria, wanita pasca menopause dini, dan lanjut disajikan secara deskriptif analitik. Median, nilai minimum ndash; maksimum, kadar estradiol tabung I 24,55 5 ndash; 472,60 pg/mL, tabung II 24,16 5 ndash; 468,60 pg/mL, tabung III 22,99 5- 438,8 pg/mL. Perbedaan kadar estradiol pada ketiga tabung penampung sampel didapatkan nilai p = 0,89. Pada penelitian ini kadar estradiol pada laki-laki memiliki median, nilai minimum-maksimum, 21,5 5 ndash; 40,33 pg/mL, perempuan pasca menopause dini dan lanjut masing-masing memiliki median 5 5 ndash; 191,7 pg/mL, dan 5 5 ndash; 34,8 pg/mL. Kesimpulan, tidak terdapat perbedaan bermakna kadar estradiol dari ketiga tabung penampung. ......Examination of estradiol at central laboratory of RSUPNCM using serum. Although the examination of estradiol requires less rapid TAT, but often the examination of estradiol coincides with other tests requiring rapid TAT. The use of plasma can be an alternative because TAT is faster. This study wanted to know the comparison of estradiol levels using serum and plasma without and with gel separation and to see the estradiol content of male, early, and late post menopausal women who had no data in Indonesia. Examination of estradiol using the Cobas c601 method of ECLIAs of 60 subjects each was accommodated with three different tube containers, serum samples from the collecting tube with clot activator tube I and plasma samples from tubes without gel separator tube II , and with gel separator tube III . Characteristics of estradiol levels in men, early and late postmenopausal women presented in descriptive analytic. Median, maximum value maximum, tubular estradiol value I 24.55 5 472.60 pg mL, tube II 24.16 5 468.60 pg mL, tube III 22.99 5 438 , 8 pg mL. Differences of estradiol levels in the three sample container tubes obtained p value 0.89. In this study estradiol levels in males had median, maximum maximum values, 21.5 5 40.33 pg mL, early and late postmenopausal women had a median of 5 5 191.7 pg mL, and 5 5 34.8 pg mL respectively. In conclusion, there was no significant difference in estradiol levels from the three container tubes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Oktarina
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas tentang peran dan tantangan yang di hadapi Organisasi Bundo Kanduang Dalam Mendorong Representasi Perempuan di Lembaga Legislatif Sumatera Barat. Penelitian ini adalah penilitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian memaparkan bahwa adanya Undang-undang No.22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah berdampak terhadap berlakunya sistem demokrasi lokal di sejumlah daerah di Indonesia, salah satunya Sumatera Barat. Provinsi Sumatera Barat merupakan daerah yang corak kebudayaanya khas, menganut asas matrilineal, perempuan menempati posisi sentral. Peran perempuan Sumatera Barat atau yang dikenal dengan istilah bundo kanduang kemudian diperkuat melalui peraturan daerah tentang Pemerintahan Nagari. Bundo kanduang tidak hanya sebagai pelestari adat, namun juga memiliki peran politis sebagai penentu kebijakan. Organisasi Bundo Kanduang sebagai salah satu kelompok perempuan Minangkabau berupaya mendorong kehadiran perempuan di dalam lembaga kebijakan melalui peningkatan kapasitas perempuan, mulai dari tingkat nagari hingga provinsi. Realitanya, tak sedikit hambatan yang harus dihadapi dalam menghadirkan perempuan di dalam pengambil kebijakan. Kentalnya akulturasi budaya patriarkhi, doktrin agama, hingga adanya dualisme sistem pemerintahan yang berjalan di Sumatera Barat menjadi isu utama. Tak hayal, peran organisasi bundo kanduang pun hanya mampu berjalan di tataran subtantif seremonial.
ABSTRACT
This thesis discusses the roles and challenges faced by Bundo Kanduang Organizational in Encouraging Women Representation in Legislative Institutions of West Sumatra. This research is qualitative research with descriptive design. The results of the study explained that the existence of Law No.22 of 1999 which was then revised with Law No.32 of 2004 on Regional Autonomy impacted the enactment of local democratic system in some areas in Indonesia, one of West Sumatra. West Sumatra Province is an area of distinctive culture, adhering to the matrilineal principle, women occupy a central position. The role of women of West Sumatra or known as bundo kanduang is then reinforced through the Local Regulation on Nagari Government. Bundo kanduang not only as a preserver of adat, but also has a political role as a policy maker. The Bundo Kanduang organization, as one of the Minangkabau women 39 s groups, seeks to encourage women 39 s presence in policy institutions through capacity building for women, from the nagari to the provincial levels. Reality, not a few obstacles that must be faced in presenting women in policy makers. The strong acculturation of patriarchal culture, religious doctrine, until the dualism of government system running in West Sumatra became the main issue. Unimaginable, the role of bundo kanduang organization was only able to walk in ceremonial subtantif level
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
T50846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Wahyuni
Abstrak :
Bayi prematur berisiko tinggi mengalami sepsis neonatorum awitan lambat pada minggu-minggu pertama pasca kelahiran. Tujuan dari studi ini adalah mengaplikasikan Teori Konservasi Levine dalam menurunkan kejadian sepsis neonatorum awitan lambat pada bayi baru lahir prematur dengan pemberian oral care ASI. Proses asuhan keperawatan menggunakan pendekatan Teori Konservasi Levine berdasarkan empat konservasi yaitu konservasi energi, konservasi integritas struktural, konservasi integritas personal dan konservasi integritas sosial. Lima kasus terpilih menunjukkan masalah keperawatan gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, defisit nutrisi, termoregulasi tidak efektif, risiko infeksi dan risiko gangguan perlekatan. Hasil implementasi pemberian oral care ASI dapat menurunkan kejadian sepsis awitan lambat, mempercepat bayi minum penuh dan mempercepat proses penyapihan alat bantu pernafasan. Intervensi ini dapat menjadi standar prosedur operasional bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada bayi baru lahir. ...... Premature infants are at high risk for late onset neonatal sepsis in the first few weeks after birth. The aim of this study was to apply the Levine rsquo s Conservation Theory to decrease the incidence of late onset neonatal sepsis in preterm newborns by oral care of ASI. The nursing care process uses the Levine rsquo s Conservation Theory approach based on four conservation, such as conservation of energy, conservation of structural integrity, conservation of personal integrity and conservation of social integrity. Five selected cases indicate nursing problems of gas exchange disorders, ineffective breathing patterns, nutritional deficits, ineffective thermoregulation, infection risk and risk of attachment disturbance. The results of ASI oral care implementation may decrease the incidence of late onset sepsis, accelerate full feed and accelerate the weaning process of respiratory aids. This intervention can be standard operating procedure for nurses in providing nursing care to newborns.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Wahyuni
Abstrak :
ABSTRAK
Kalium merupakan kation intraseluler utama dalam tubuh yang penting untuk kelangsungan fungsi sel terutama menjaga rangsang elektrik jantung dan otot. Perubahan kadar kalium dalam darah sangat mempengaruhi kerja otot jantung dan fungsi sel sehingga diperlukan pemeriksaan kadar kalium yang tepat dan akurat agar terapi dan monitoring pasien tepat. Hasil pemeriksaan kalium sangat dipengaruhi oleh faktor pra-analitik. Spesimen yang direkomendasikan untuk pemeriksaan kalium adalah plasma heparin. Penelitian ini ingin melihat perbedaan kadar kalium yang diperiksa menggunakan spesimen berupa serum dari tabung vakum berisi clot activator tabung II , plasma dari tabung vakum berisi litium heparin tabung III , dan plasma dari tabung vakum berisi litium heparin dengan gel separator tabung IV . Penelitian ini juga ingin mengetahui perbedaan kadar kalium yang diperiksa menggunakan spesimen dari tabung berisi clot activator pada pengambilan darah pertama tabung I dan kedua tabung II . Desain penelitian adalah potong lintang dengan subjek penelitian 80 orang. Perbedaan kadar kalium yang bermakna statistik terdapat antara tabung II dan III p=0.001 , serta antara tabung II dan IV p=0.01 . Persentase perbedaan rerata dengan standar kadar kalium serum, antara tabung II dan III adalah 6.8, dan tabung II dan IV adalah 7.7, sedangkan terhadap standar kadar kalium plasma litium heparin yaitu 7.3 dan 8.3. Angka tersebut melebihi batas desirable bias 1.81 , yang berarti ada kemaknaan klinis pada perbedaan kadar kalium antara tabung II dan III serta tabung II dan IV. Hasil uji t-berpasangan pada tabung I dan II didapatkan perbedaan kadar kalium yang bermakna secara statistik ABSTRACT Potassium is a the most intracellular cation in the body that essential for the continuity of cell function, especially keeping the electrically stimulated heart and muscle. Changes in blood potassium levels greatly affect the work of the heart muscle and cell function so it is necessary to check the exact potassium levels and accurate for proper patient therapy and monitoring. Results of potassium assay is strongly influenced by pre analytic factors. Recommended specimen for potassium assay is plasma heparin. Aim this study wanted to see differences in potassium levels examined using serum specimens from vacuum tubes containing clot activators tube II , plasma specimens from vacuum tubes containing lithium heparin tube III , and plasma specimens from a vacuum tube containing lithium heparin with a separator gel tube IV . The study also wanted to know the difference in potassium levels examined using specimens from tubes containing clot activators on first blood collection tube I and second tube II . The study design was cross sectional with 80 subjects. The difference in potassium levels was statistically significant between tubes II and III p 0.001 , and between tubes II and IV p 0.01 . Mean percentage difference with standard serum potassium level, between tubes II and III was 6.8, and tubes II and IV were 7.7, whereas to the heparin lithium plasma potassium level of 7.3 and 8.3. This figure exceeds the desirable limit of bias 1.81 , which means there is clinical significance on the difference in potassium levels between tubes II and III and tubes II and IV. The result of paired t test on tube I and II showed that the difference of potassium content was statistically significant p
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Ariani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Berdasarkan Jakarta Cancer Registry tahun 2012, kanker kolorektal merupakan kanker terbanyak keempat pada wanita dan kedua pada pria di Indonesia. Penelitian menggunakan mRNA fekal sebagai penanda kanker kolorektal bersifat non invasif namun cukup representatif menggambarkan kelainan pada usus. Tujuan: Mengevaluasi peran pemeriksaan mRNA CEA feses pada pasien terduga keganasan kolorektal menggunakan nested RT-PCR. Metode: Uji diagnostik ini melibatkan 93 pasien terduga keganasan kolorektal yang ditentukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh klinisi. Ekstraksi mRNA CEA fekal menggunakan metode Kanaoka dan sintesis DNA menggunakan metode cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT-2 . Pemeriksaan mRNA CEA menggunakan metode nested RT-PCR. Hasil: mRNA CEA fekal positif ditemukan pada 22 pasien 23,7 . Penelitian ini mendapatkan sensitivitas 51,61 , spesifisitas 90,32 , nilai prediksi positif 72,73 dan nilai prediksi negatif 78,87 . Meskipun sensitivitas yang diperoleh rendah tetapi spesifisitas mRNA CEA fekal yang tinggi dapat mengkonfirmasi diagnosis lesi neoplastik pada pasien terduga keganasan kolorektal. Kesimpulan: Pemeriksaan mRNA CEA fekal tidak dapat digunakan sebagai penanda tunggal dalam skrining keganasan kolorektal. Pemeriksaan mRNA CEA fekal perlu dikombinasikan bersama penanda diagnostik lainnya agar dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan. Kata kunci: carcinoembryonic antigen; penanda fekal; nested
Background Based on the 2012 Jakarta Cancer Registry, colorectal cancer is the fourth of most common cancer in women and the second in men. Fecal carcinoembryonic antigen mRNA assay is a non invasive method, yet representatively describes abnormalities of the intestine. Objective To evaluate the role of fecal mRNA CEA assay in suspected colorectal cancer patients using nested RT PCR. Methods The diagnostic study included 93 suspected colorectal cancer patients which were determined by anamnesis and physical examination from the clinician. The fecal mRNA were extracted by Kanaoka method and cDNA were synthesized with cyclic temperature reverse transcription 2 CTRT 2 method. The fecal mRNA CEA assay used nested RT PCR method. Results Positive fecal mRNA CEA was detected in 22 patients 23.7 . Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value were 51.61 , 90.32 , 72.73 , and 78.87 respectively. This study had low sensitivity but with high specificity. Therefore, fecal mRNA CEA could be used as a confirmatory assay. Conclusions It was not recommended to use fecal mRNA CEA as a single marker in colorectal cancer screening. A fecal mRNA CEA assay should be combined with other diagnostic markers in order to improve the sensitivity and specificity of the assay. Keywords carcinoembryonic antigen fecal marker nested
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>