Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Brian Vensen Lika
"Latar belakang dan tujuan: Sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penampilan yang baik, semakin banyak orang yang membutuhkan jasa dokter gigi untuk memperbaiki kondisi estetika gigi geliginya yang menunjang estetika penampilan secara umum. Terdapat beberapa konsep dalam estetika kedokteran gigi seperti golden proportion & golden percentage. Konsep golden proportion merupakan panduan yang pertama dikenal dalam estetika kedokteran gigi khususnya penentuan proporsi lebar gigi geligi anterior atas tampilan frontal. Namun golden proportion memiliki beberapa kelemahan, sehingga dikembangkan konsep alternatif, salah satunya adalah konsep golden percentage yang menyatakan bahwa proporsi lebar gigi geligi anterior atas yang estetis adalah 10%, 15%, 25%, 25%, 15%, 10%. Konsep golden percentage dianggap lebih mudah diterapkan di masyarakat. Belum diketahui apakah proporsi lebar gigi geligi anterior atas kelompok Deutro Melayu di Indonesia sesuai dengan konsep golden percentage. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi lebar gigi geligi anterior mahasiswa FKG UI ras Deutro Melayu sekaligus untuk mengetahui apakah terdapat kesesuaian konsep golden percentage dengan proporsi lebar gigi geligi anterior yang diperoleh.
Bahan dan metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang melibatkan 100 mahasiswa (10 pria, 90 wanita) FKG UI ras Deutro Melayu. Subjek mengisi lembar Orofacial Esthetic Scale dan dilakukan pencetakan rahang atas. Lebar mesiodistal gigi geligi anterior atas tampilan frontal pada model studi diproyeksikan pada kertas milimeter dan hasil proyeksinya diukur. Analisis data menggunakan piranti lunak SPSS 18.
Hasil: Proporsi lebar gigi geligi anterior yang diperoleh adalah 12%, 16%, 22%, 22%, 16%, 12%. Berdasarkan data persepsi estetika menggunakan Orofacial Esthetic Scale, proporsi lebar gigi geligi anterior dianggap memuaskan oleh 99% subjek.
Kesimpulan: Proporsi lebar gigi geligi anterior mahasiswa FKG UI ras Deutro Melayu memiliki nilai tertentu yang tidak sesuai dengan konsep golden percentage. Walaupun demikian, secara umum proporsi lebar gigi geligi anterior subjek dianggap memuaskan.

Background and objectives: An increased need of beautiful smile and teeth which support appearance that will be more esthetically pleasing is found. Many concepts have been proposed as a guideline in esthetic dentistry, such as golden proportion and golden percentage. Golden proportion is the first concept accepted as a guideline in esthetic dentistry, especially in the proportion of the frontal widths of maxillary anterior teeth. But, golden proportion has weaknesses, therefore alternative concepts have been formulated, one of which is golden percentage. According to golden percentage, the proportion of the frontal widths of maxillary anterior tooth should be 10%, 15%, 25%, 25%, 15%, 10%. Golden percentage is more applicable to the population. It is not known whether the proportion of the widths of maxillary anterior teeth among Deutro Melayu population in Indonesia is the same as golden percentage. The aim of this study was to know the proportion of the widths of maxillary anterior teeth among FKG UI students of Deutro Melayu origin and to find out whether the proportion of the widths of maxillary anterior teeth of the subjects is the same as golden percentage.
Materials and methods: Descriptive study involving 100 FKG UI students (10 males, 90 females) of Deutro Melayu origin was made. Subjects filled questionnaire of Orofacial Esthetic Scale and study models from maxillary impression of the subjects were made. The frontal widths of maxillary anterior teeth were projected on milimeter block and measured. Data was tabulated and analized using SPSS 18.0.
Results: The proportion of the widths of the maxillary anterior teeth of the subjects were 12%, 16%, 22%, 22%, 16%, 12%. Based on Orofacial Esthetic Scale scores, this proportion was accepted esthetically by 99% of the subjects.
Conclusion: The widths of the maxillary anterior teeth among FKG UI students of Deutro Melayu origin showed a specific proportion which is not the same as golden percentage. However, this proportion was generally accepted esthetically by subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bey, Astira
"Perawatan dengan gigi tiruan cekat merupakan perawatan yang cukup banyak dilakukan untuk mengatasi kasus kehilangan gigi. Salah satu perawatan dengan gigi tiruan cekat adalah gigi tiruan jembatan. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan jembatan. Preparasi gigi merupakan hal yang paling penting karena preparasi gigi akan menghasilkan bentuk untuk menjadi fondasi bagi gigi tiruan tersebut. Preparasi gigi penyangga yang optimal untuk pembuatan gigi tiruan jembatan sukar dilakukan dengan sempurna. Pada preparasi gigi penyangga, syarat mekanis untuk mendapatkan retensi dan resistensi yang baik adalah pembentukan dinding aksial dengan derajat kemiringan/konvergensi tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat derajat konvergensi mesiodistal pada preparasi gigi penyangga berdasarkan lokasi gigi di RSGMP FKG UI. Data diperoleh dari 20 model kerja yang didapat dari pasien gigi tiruan jembatan di klinik Prostodonsia RSGMP FKG UI secara konsekutif. Penelitian dilakukan terhadap 40 gigi penyangga yang telah dipreparasi dengan satu kali pengamatan terhadap sudut konvergensi mesiodistal menggunakan kamera digital. Setelah itu dihitung rata-rata sudut konvergensi mesiodistal yang dibentuk dan dikelompokkan berdasarkan lokasi gigi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudut konvergensi mesiodistal yang paling kecil dibentuk adalah pada preparasi gigi anterior rahang atas kiri dan sudut konvergensi mesiodistal yang terbesar adalah pada preparasi gigi molar rahang atas kiri. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin posterior lokasi gigi yang dipreparasi, semakin besar derajat konvergensi mesiodistal yang dibentuk. Hal ini mungkin disebabkan karena akses untuk gigi posterior lebih sulit, yaitu berkaitan dengan visualisasi yang terbatas. Selain itu, gigi posterior memiliki bentuk anatomis dengan keliling/diameter permukaan yang lebih besar dibanding dengan gigi anterior sehingga sulit untuk mendeteksi sudut dengan derajat kecil.

Fixed prostheses is becoming more frequent and common treatment in field of dentistry for replacing a missing tooth. An example of such treatment is by utilizing a bridge. There are a number of factors that influences the successful outcome of bridge work treatment. Tooth preparation is considered as the most important stage in any dental restoration because it serves as the foundation in any restoration procedure. Optimal abutment tooth preparation in bridge construction is usually difficult and is rarely achieved perfectly. During abutment tooth preparation, mechanical requirements for good retention and resistance can be obtained by a form of convergence angle/taper. The objective of this study is to investigate the degree of mesiodistal convergence in abutment tooth preparation based on tooth location in Dental Hospital, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. The data used are extracted consecutively from 20 working models developed for bridge patients in the hospital, and with 40 abutment teeth already prepared from a single observation of mesiodistal convergence angle using a digital camera. Mesiodistal convergence angle are measured in order to derive average values and, than, to be grouped based on teeth locations. This study reveals that the smallest mesiodistal convergence angle is formed in left upper jaw anterior tooth preparation, while left upper jaw molar tooth preparation produced the largest mesiodistal convergence angle. Based on the analysis derived in this study, it can be concluded that when the location of the treated tooth is more posterior, the angle of mesiodistal convergence will become larger. This may be due to the fact that posterior teeth are normally more difficult to be reached since visually it is more limited. In addition, posterior teeth have larger surface area due to wider circumference or diameter compared to anterior teeth and, hence, causing more difficulties in detecting angle with less degrees."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nova Novita Setiamy
"Perawatan dengan gigi tiruan jembatan yang merupakan restorasi cekat dapat menjadi sebuah pilihan tepat dalam mengatasi masalah kehilangan gigi. Keberhasilan perawatan dengan gigi tiruan jembatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain desain preparasi gigi penyangga. Desain preparasi gigi penyangga harus memenuhi pertimbangan mekanis, biologis, dan estetis. Salah satu hal dari pertimbangan mekanis yang penting adalah retensi dan resistensi. Hal ini dapat diperoleh dengan cara membentuk gigi penyangga sedemikian rupa agar menghasilkan bentuk geometri morfologi sirkumferensial hasil preparasi yang serupa dengan morfologi alami gigi asli. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi dan frekuensi bentuk geometri morfologi sirkumferensial hasil preparasi gigi penyangga posterior pada perawatan dengan gigi tiruan jembatan di klinik Prostodonsia RSGMP FKG UI. Data diperoleh dari 20 buah model kerja dengan 34 hasil preparasi gigi penyangga posterior pada pasien yang telah dibuatkan gigi tiruan jembatan di klinik Prostodonsia RSGMP FKG UI periode Januari 2006 - September 2007 secara konsekutif dan hanya dilakukan oleh satu orang peneliti. Pemeriksaan dilakukan melalui pengamatan secara visual pada bentuk geometri sirkumferensial hasil preparasi gigi penyangga. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa sebagian besar hasil preparasi gigi-gigi penyangga premolar dan molar memiliki bentuk spesifik geometri morfologi sirkumferensial yang serupa dengan morfologi alami gigi asli. Maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa profesi FKG UI telah menunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan preparasi gigi penyangga posterior dengan bentuk spesifik geometri morfologi sirkumferensial yang sesuai dengan morfologi alami gigi asli.

Fixed partial denture or Bridge work is a common treatment in replacement of missing teeth. One factor that influence the success rate of fixed partial denture or bridge work is abutment teeth preparation design. The teeth preparation design should fulfill the mechanical, biological, and esthetical considerations. Retention and resistance forms play an important role mechanically in supporting the bridge work optimally. These are achieved by such preparation of the abutment teeth that are resulted in a geometrically retentive form. This study was conducted to evaluate geometric forms as a result of abutment teeth preparation done by dental students of Faculty of Dentistry at the University of Indonesia from January 2006 - September 2007. Data were collected from 20 working models with 34 posterior abutment teeth prepared for bridge work. Evaluation done visually and found that most of premolar and molar abutment teeth prepared showed its geometrical form that similar to its natural teeth morphology. Therefore it could be concluded that the dental students showed their ability to gain the geometric forms of the posterior abutment teeth that they prepared in accordance with the natural teeth morphology."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Widyarini
"Jika sebuah atau beberapa gigi hilang, maka dibutuhkan perawatan untuk menggantikan gigi-gigi tersebut. Salah satu perawatannya adalah dengan Gigi Tiruan Jembatan. Untuk mendapatkan Gigi Tiruan Jembatan yang optimal dibutuhkan preparasi gigi penyangga yang optimal pula yang sesuai dengan prinsip preparasi, tanpa membahayakan pulpa dan jaringan sekitar. Salah satu prinsip yang harus diketahui adalah mengenai banyaknya pengambilan jaringan mahkota gigi penyangga. Mahasiswa profesi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia diharapkan dapat menerapkan pemahaman teori mengenai prinsip preparasi gigi penyangga pada perawatan dengan Gigi Tiruan Jembatan pada aplikasi klinis. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh hal ini dapat tercapai dengan melihat banyaknya pengambilan jaringan gigi penyangga. Data dikumpulkan dari 11 model studi dan 11 model kerja secara konsekutif, sehingga terdapat 21 elemen gigi penyangga yang dievaluasi. Penelitian dilakukan dengan satu kali pengamatan dan oleh satu orang peneliti. Hasil yang didapat adalah rata-rata pengambilan jaringan mahkota gigi posterior atas pada aspek aksial yaitu berkisar antara 0,6 sampai 1,4 mm; dan pada aspek oklusal berkisar antara 1,3 sampai 1,7 mm, sedangkan rata-rata pengambilan jaringan mahkota gigi posterior bawah pada aspek aksial berkisar antara 0,5 sampai 2,0 mm; dan pada aspek oklusal berkisar antara 1,5 sampai 1,8 mm. Maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa profesi belum mengaplikasikan prinsip dan teknik preparasi dengan benar, terutama mengenai banyaknya pengambilan jaringan gigi penyangga pada aspek aksial.

When a tooth was missing in dental arch, treatment to replace that condition is needed. Fixed Partial Dentures is considered as one of the most popular treatment of choice in order to replace a missing tooth or teeth. To have a success Fixed Partial Dentures, an optimal abutment teeth preparation should meet the principal of tooth preparation, without dangering pulp and surrounding tissues. One of the principles that must be known is the depth reduction of abutment teeth. Dental student are expected to have the ability in implementation of their knowledge to the real clinical work. This study was conducted to investigate how much the depth of an abutment tooth/ teeth reduction done by dental student at Prosthodontics Departement of Faculty of Dentistry University of Indonesia. The data were collected from 11 study models and 11 working models concecutively, hence 21 abutment teeth were evaluated. The research was done by one time evaluation and by one researcher. From the data evaluated, it can be reported that the average depth of axial reduction of posterior maxillary abutment teeth is 0,6 - 1,4 mm and occclusal reduction ranged between 1,3 - 1,7 mm in comparison to the axial reduction of posterior mandibulary abutment teeth that ranged between 0,5 - 2,0 mm and occlusal reduction ranged between 1,5 - 1,8 mm. Therefore, it can be concluded that the knowledge they mastered for Fixed Partial Dentures regarding abutment teeth preparation has not been implemented optimally, especially for axial reduction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumempouw, Margaretha Grace
"Proses pembuatan restorasi metal porselen di laboratorium, memerlukan langkah-langkah persiapan diantaranya adalah melalui cara pengasahan permukaan logam ('coping') yang bertujuan membentuk "texture" permukaan untuk membentuk ikatan mekanik dengan porselen.
Untuk mengasah permukaan logam ('coping?), umumnya digunakan bur yang mengandung bahan-bahan abrasif dan pengikat (binder) disertai penyemprotan (sandblasting). Partikel-partikel abrasif dan pengikat ini dapat terlepas dan melekat pada permukaan logam pada saat pengasahan, sehingga akan mempengaruhi "texture"permukaan dan kebersihan "coping" yang akan menghambat ikatan dengan porselen serta mempengaruhi kualitas restorasi metal porselen.
Pada penelitian ini diamati 30 specimen Ni Cr yang permukaannya dipersiapkan melalui pengasahan dengan menggunakan bur Keramik, Carbide, Carborandur disertai sand-blast alumina oksida 50 um. Kekasaran permukaan dihitung dengan surface test dan texture permukaan diamati dengan profil gambar grafik dan foto SEM.
Hasil penelitian dianalisis dengan test Anova satu arah menunjukkan adanya kekasaran yang berbeda berinakna antara pengasahan dengan bur carbide, dibandingkan pengasahan dengan bur Ceramic dan Carborandunn. Pengamatan melalui SEM, menunjukkan adanya perbedaan dalam gambaran texture permukaan yang diasah dengan ketiga bahan abrasive tersebut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1992
T3901
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karina
"Pada tahun 2016, hasil penelitian The Tobacco Atlas melaporkan bahwa 66 pria di Indonesia adalah perokok. Penelitian epidemiologi telah melaporkan bahwa merokok tembakau berhubungan dengan nyeri pada gangguan muskuloskeletal. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa merokok tembakau berhubungan dengan temporomandibular disorders TMD , yang memiliki gejala diantaranya nyeri musculoskeletal, clicking, dan keterbatasan buka mulut. Namun, penelitian seperti ini belum pernah diteliti di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan kebiasaan merokok tembakau dan derajat keparahan nyeri pada pasien TMD. Sejumlah 54 subjek diperiksa dan dibagi menjadi dua kelompok: merokok tembakau dan tidak merokok; kemudian, perokok dibagi menjadi tiga kelompok menjadi: perokok ringan, perokok sedang, dan perokok berat. Diagnosis ditegakkan berdasarkan Diagnostic Criteria for Temporomandibula Disorders DC/TMD aksis I dan derajat keparahan nyeri TMD diukur melalui Visual analog scale VAS . Data dianalisis menggunakan Kruskal Wallis dan Post Hoc Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan bermakna dari derajat keparahan nyeri TMD yaitu pada kelompok perokok dibandingkan kelompok tidak merokok, dan terdapat hubungan yang bermakna antara derajat keparahan nyeri TMD dan jumlah rokok yang dikonsumsi. Kebiasaan merokok tembakau merupakan faktor yang mempengaruhi derajat keparahan nyeri TMD, sehingga kontrol terhadap kebiasaan merokok tembakau harus dipertimbangkan dalam merawat TMD pada pasien perokok.

In 2016, The Tobacco Atlas reported that 66 of males in Indonesia were cigarettes smoker. Epidemiologic studies have suggested that smoking might be associated with musculoskeletal pain. Some studies have reported that there was a relationship between cigarettes smoking and Temporomandibular Disorders TMD , since the sysmptom could be musculoskeletal pain, clicking, and limitation on opening. But this kind of study have not yet been done in Indonesia. The aim of this study was to evaluate the relationship of cigarette smoking on pain severity in TMD patients. Study was done on 54 TMD patients. They were first divided into two groups smokers and non smokers. Then, smokers were further divided into three subgroups light, moderate, and heavy smokers. The subjects were diagnosed according to the Diagnostic Criteria for Temporomandibula Disorders DC TMD Axis I and the TMD pain was derived from Visual Analog Scale VAS . All the collected data were analysed using Kruskal Wallis and Post Hoc Mann Whitney. It has been shown that the TMD pain severity was significant higher in smokers compared to non smokers, and a significant relationship was found between pain severity and the number of cigarettes smoked in a day by each subject. Smoking seems to be a relevant factor affecting the TMD pain severity, thus, control of smoking habits should be considered when treating TMD patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James Handojo
"Berbagai studi menunjukkan bahwa gigi anterior rahang atas tidak saja menentukan harmonisasi dan estetika gigi geligi tetapi juga estetika wajah secara keseluruhan. Oleh karena itu rehabilitasi kehilangan gigi anterior rahang atas memerlukan pendekatan yang khusus. Salah satunya adalah penentuan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas, yang akan menentukan hasil gigi tiruannya. Beberapa panduan estetik yang digunakan untuk menentukan ukuran dan bentuk gigi anterior rahang atas antara lain adalah golden proportion. Pengunaan golden proportion sebagai panduan estetik memicu kontroversi karena penelitian lain juga membuktikan ada proporsi lain yang juga mempunyai nilai estetik. Penelitian ini bertujuan mencari proporsi estetik gigi anterior rahang atas pada mahasiswa Indonesia. Karena negara Indonesia mempunyai antropologi ragawi yang berbeda dengan negara lain, maka golden proportion belum diketahui kecocokannya sebagai panduan estetik gigi anterior rahang atas orang Indonesia. Empat puluh delapan mahasiswa menjadi subyek penelitian. Rahang atas dicetak dan proporsi gigi anterior rahang atas model diukur pada milimeter blok. Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi estetik yang ditemukan pada kelompok mahasiswa di Jakarta berbeda dengan golden proportion dan proporsi ini dapat digunakan sebagai panduan estetik, terbukti dari hasil analisa persepsi estetika yang diperoleh dengan Oral Aesthetic Scale.

Maxillary anterior teeth play an important role in facial esthetics. The size and form of the maxillary anterior teeth are important not only to dental esthetics, but also to facial esthetics. The goal of anterior restoration is to achieve optimal dentolabial relations in harmony with the overall facial appearance. However, there is little scientific data in the dental literature that can be used as a guide for defining the proper size and shape of esthetic anterior teeth. One of the most harmonious recurrent tooth-to-tooth ratio was that of the golden proportion. Conflicting reports indicate that the majority of beautiful smiles did not have proportions with the golden proportion. Indonesian population is genetically diverse to other countries, golden proportion have not been tested its compatibility as universal esthetic guide. The purpose of the present study was to determine the maxillary anterior teeth esthetic proportion among Indonesian students. Forty eight students participate in this study. Casts of the maxillary arches of the subjects was made and the proportion of the anterior teeth measured on a milimeter block. The result showed that proportion found among the students is different from the golden proportion, and this proportion can be used as a guide for defining esthetic maxillary anterior teeth, confirmed by the result of esthetic perception of the subject evaluated using Oral Aesthetic Scale.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2011
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ayu Made Martadewi Badung. author
"Pada praktek kedokteran gigi sehari-hari sering ditemukan kondisi pasien yang kehilangan gigi posterior dan ingin dirawat dengan gigi tiruan jembatan (GTJ), namun pasien tidak menginginkan banyak dilakukan pengasahan pada gigi tetangganya yang akan dijadikan penyangga (abutment). Sehingga dibuatkan alternatif GTJ dengan desain menggunakan bahan fiber reinforced composite yang dapat membantu meminimalisir pengasahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa perbedaan besar beban maksimum yang dapat diterima dan gambaran fraktur yang terjadi pada restorasi Fiber Reinforced Composite Rigid Fixed Bridge (FRCRFB) inlay retainer dengan pemakaian 1 lapis, 2 lapis, dan 3 lapis fiber yang menggantikan kehilangan satu gigi posterior (premolar 2/P2). Penelitian eksperimen laboratorium dilakukan pada bulan Juni 2012 di Laboratorium Ilmu Material Kedokteran Gigi (PPMKG) dan Klinik Prostodonsia FKG UI. Spesimen terdiri dari 27 restorasi FRCRFB dengan inlay retainer yang dibuat di atas master model yang terdiri dari abutment premolar 1 dan molar 1 kanan atas, yang sudah dipreparasi dengan ukuran panjang mesio-distal kavitas inlay pada gigi P1 4mm, lebar bukal-lingual 4mm, dan kedalaman 3mm; panjang mesio-distal kavitas inlay pada gigi M1 6mm, lebar bukal-lingual 4mm, dan kedalaman 3mm. Panjang span / celah interdental sebesar 7mm sebagai ruang bagi P2. Uji tekan dilakukan dengan Universal Testing Machine Shimadzu AG 5000 E, crosshead speed 1mm/menit. Hasil penelitian menunjukkan ketahanan terhadap fraktur dengan rerata besar beban maksimum yang dapat diterima oleh restorasi dengan 1 lapis fiber 607,16N, rerata terbesar yaitu 694,10N yang diterima oleh resotrasi dengan 2 lapis fiber, dan rerata terkecil yaitu 587,58N yang diterima oleh restorasi dengan 3 lapis fiber, dengan nilai p>0,05. Sehingga disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap ketahanan fraktur dari restorasi FRCRFB dengan inlay retainer baik pada pemakaian 1 lapis, 2 lapis, maupun 3 lapis fiber. Gambaran fraktur terjadi mayoritas pada daerah pontik.

In dental practice, it is frequently found patient with missing one posterior teeth that need rehabilitation with Fixed Partial Denture (FPD), but the patient request minimal tooth preparation on the abutment. Therefore the alternative restoration with fiber reinforced composite was introduced, that only require minimal tooth preparation. The purpose of this study was to evaluate fracture resistance and fracture path of Fiber Reinforced Composite Rigid Fixed Bridge (FRCRFB) with inlay retainer with different quantity of fiber application as reinforcement. The specimen were divided into three groups (n=27) which are restored with1, 2, and 3 layers of fiber application to rehabilitate missing one posterior teeth (2nd premolar). The specimen consist of 27 restoration FRCRFB with inlay retainer that has been made upon master model which consist of 1stupper right premolar and 1stupper right molar abutment. The master model preparation was as followed: inlay cavity on 1st premolar was 4mm in width of mesio-distal, 4mm in width of bucal-lingual, and 3mm deep; inlay cavity on 1st molar was 6mm in width of mesio-distal, 4mm in width of bucal-lingual, and 3mm deep; the interdental gap was 7mm. Compressive test was done by Universal Testing Machine Shimadzu AG 5000 E, crosshead speed 1mm/minutes. The result shown fracture resistance of 2 layers of fiber application was the highest with mean 694,10N, followed by 1 layer of fiber application (mean 607,16N), and 3 layers of fiber application (mean 587,58N), with p>0,05. The majority fracture path was on the pontic site. Therefore it could be concluded that there was no significant difference of fracture resistance of restoration FRCRFB with inlay retainer with different quantity of fiber application. The fracture part mostly found in pontic area."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
T40845
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ami Amelya
"Ketepatan tepi servikal merupakan aspek yang penting pada perawatan dengan gigi tiruan cekat. Adaptasi tepi servikal yang buruk dapat menyebabkan terjadinya karies dan penyakit periodontal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan ketepatan tepi servikal mahkota tiruan all-ceramichasil rekam digital scanner(CAD/CAM system) secara directyang direkam dalam mulut dan secara indirect yang direkam dari model kerja. Penelitian dilakukan pada 23 gigi posterior yang di preparasi untuk mahkota tiruan all-ceramic kemudian direkam secara direct dengan intraoral digital scanner dan dicetak untuk mendapatkan model kerja yang kemudian direkam dengan extraoral digital scanner. Sehingga didapatkan 46mahkota tiruan allceramic (Feldspathic ceramic, VITA Mark II, VITA Zahnfabrik) dibuat dengan sistem CAD/CAM CEREC 3D (Sirona). Ketepatan tepi didapat dengan mengukur potongan replika gigi hasil pencetakan ruang antara mahkota tiruan dengan gigi yang telah dipreparasi. Pengukuran dilakukan pada 4 titik dari 46 spesimen dengan Measuring microscopeMM-40 (Nikon, Japan) dengan perbesaran 50x. Hasil penelitian menemukan bahwaketepatan tepi servikal antara mahkota tiruan all-ceramichasil rekamdigital scannersecara direct dengan indirect memiliki perbedaan yang bermakna (P<0,05). Mahkota tiruan all-ceramic hasil rekam digital scanner secara direct memiliki ketepatan tepi yang lebih akurat (70,1μm ± 13,3) daripada indirect (82,3μm ± 12,2).

Marginal fit is an important aspect in treatment with fixed dental prosthesis. Poor marginal adaptation can result in dental caries and periodontal disease. The objective of this study was to analyze the marginal fit of all-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner intraorally and indirect digital scanner extra orally from working model. 23 posterior tooth wereprepared for all ceramic crowns then scanned with intra oral digital scanner (direct) and impression were made for working model fabrication and then scanned with extra oral digital scanner (indirect).The total of 46 all-ceramic crowns (Feldspathic ceramic, VITA Mark II, VITA Zahnfabrik) were fabricatedwithCAD/CAM system CEREC 3D (Sirona). Marginal fit were evaluated from measuring the silicone replica of the gap between the intaglio of full veneer crown and the margin of the prepared tooth. The 46 specimen was examined using Measuring microscopeMM-40 (Nikon, Japan) with a magnification of 50x. Statistical differences were found between marginal fit of all-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner and indirect digital scanner(P<0,05). All-ceramic crown fabricated from impression with direct digital scanner (70,1μm ± 13,3) were significantly more accurate than indirect digital scanner (82,3μm ± 12,2).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library