Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tarigan, Utama Abdi
Abstrak :
Pendahuluan : Compromised flap merupakan komplikasi yang sering didapatkan dari operasi-operasi elevasi flap. Penanganan jaringan yang kurang baik, tehnik operasi, kadang mengakibatkan cedera pada pembuluh darah yang berujung pada compromised flap yang bila tidak ditangani dengan baik, dapat menjadikan kematian sebagian bahkan seluruh flap. Hampir semua cedera pada pembuluh utama dapat diatasi dengan tindakan reoperasi untuk mengatasi gangguannya. Tetapi bila gangguan yang terjadi di microsirkulasi, therapi farmakologi merupakan pilihan. Disamping itu, compromised flap memberikan tampilan klinis yang berbeda, tergantung gangguan yang terjadi pada pembuluh vena atau arteri. Banyak pilihan sediaan farmakologi untuk mengatasi compromised flap oleh karena gangguan mikrosirkulasi. Diantaranya yang sering dipakai oleh karena mudah cara pakainya, murah, tersedia dan diketahui cara kerjanya adalah heparin topikal dan nitrogliserin topikal. Metode: Suatu studi eksperimental dilakukan terhadap 18 ekor tikus Sprague-Dawley betina yang terbagi secara acak ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok yang deri penangan dengan heparin topikal. Setelah dilakukan elevasi groin island flap, dilakukan oklusi pada vena femoralis sirkumjleksa lateralis selama 6 jarn hingga terbentuk compromised jlap. Kemudian oklusi dilepas dan dioleskan heparin topikal selama 7 hari. Dinilai perubahan warn a yang terjadi hari pertama dan hari ke tujuh. Pada kelompok kedua, dengan tehnik yang sarna tetapi perlakuan yang diberikan dengan nitrogliserin topikal. Perubahan warna yang terjadi didokwnentasikan dengan mempergunakan kamera dan tehnik pemotretan yang sarna Kemudian perubahan wama yang terjadi hari 1 dan hari ke 7 dinilai dengan pengukuran persentase grayscale foto dengan memakai adobe photoshop CS4. Hasil : Perubahan warna yang terjadi dimana wama flap yang sebelumnya gelap menjadi lebih terang dan akhirnya menjadikan flap viabel, tid8.k menunjukkan perbedaan bermakna baik yang diperlakukan dengan heparin maupun dengan nitrogliserin (p>O,05). Demikian juga waktu yang diperlukan untuk menjadikan flap tersebut lebih viabel, tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara heparin maupun nitrogliserin. Simpulan : Compromised vena dapat diatasi dengan heparin dan nitrogliserin topikal, akan tetapi tidak menunjukkan sedian yang satu lebih superior dibanding dengan sediaan lainnya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2009
T59067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elrica Sapphira
Abstrak :
Latar Belakang: Indocyanine green (ICG) telah banyak digunakan dalam prosedur rekonstruksi, salah satu penggunaanya adalah untuk menentukan ukuran flap dengan memanfaatkan fluoresens ICG yang menandai hotspot. Dalam penelitian ini, penulis menyoroti ICG untuk evaluasi perfusi flap, di mana membutuhkan beberapa kali penggunaan ICG. Akan tetapi, penggunaan ICG dengan konsentrasi standar untuk berkali suntikan mungkin mahal, oleh karena itu studi akan meneliti tentang konsentrasi ICG yang berbeda, yang dapat berguna untuk mengurangi biaya. Metode: Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan pada 25 ekor tikus Wistar. Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, dibedakan berdasarkan konsentrasi ICG yang disuntikkan; 1) larutan ICG standar (konsentrasi 100%); 2) 75% larutan standar; 3) 50% larutan standar; 4) 25% larutan standar, dan 5) 10% larutan standar. Flap abdomen pada tikus dielevasi dan vitalitasnya dievaluasi. Kemudian subjek akan disuntikkan larutan ICG dalam berbagai konsentrasi dan dinilai dengan menggunakan kamera dekat inframerah. Studi ini dilakukan sesuai dengan standar etik dan telah disetujui oleh komisi etik hewan di institusi kami. Analisis data menggunakan SPSS versi 20.0. Hasil: Para penilai tidak mengetahui intervensi yang diberikan pada saat mengulas video dari fluoresens ICG. Penilai pertama menemukan bahwa 1 fluoresens pada kelompok larutan dengan konsentrasi 25% tidak memberikan gambaran fluoresens yang adekuat, dan penilai kedua menilai seluruh gambaran fluoresens ICG adekuat. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok yang didapatkan dari hasil penghitungan ANOVA 1 arah (F = 1.00, p = 0.431). Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa berbagai konsentrasi ICG yang diteliti dapat memberikan gambaran flap dalam keadaan vital. Kami menemukan dengan menggunakan konsentrasi serendah 10% dari larutan standar dapat memberikan gambaran fluoresens yang adekuat. Studi ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan ICG lebih lanjut dalam praktik sehari-hari dengan biaya yang lebih rendah. Kata kunci: indocyanine green, ICG, fluoresens, perfusi flap, tikus, pengenceran
Background: Indocyanine green (ICG) has been used in many reconstructive procedures, one of them is for determining flap size by utilizing fluorescence of ICG marking the hotspot. In this study, author highlights the use of ICG for flaps with perfusion issues, at which the ICG is used in sequences. The use of the standard concentration for multiple injections, however, might be costly, therefore study on different concentrations might be useful to reduce the cost. Methods: This was an experimental study on 25 Wistar rats. Subjects were divided into 5 groups based on the concentrations of injected ICG; 1) Standard ICG solution (100% concentration); 2) 75% of standard solution; 3) 50% of standard solution; 4) 25% of standard solution, and 5) 10% of standard solution. The epigastric flap was raised and evaluated for its vitality. Then, subjects were injected using various concentrations of ICG and the perfusion of the flap was evaluated using modified Near Infrared Camera (NIR) system. The study was conducted in accordance with the ethical standards and approved by our institutional animal research ethics board. Data analysis was performed by using SPPS version 20.0. Results: Appointed assessors were blinded from the intervention given reviewed the videos of ICG fluorescence. The first assessor evaluated that 1 the ICG fluorescence in the 25% concentration was not adequate for depicting vital flap while the second assessor evaluated all ICG fluorescence was adequate. There was not a statistically significant difference between groups as demonstrated by one-way ANOVA (F = 1.00, p = 0.431). Conclusions: This study concluded that using various concentrations of ICG provided adequate fluorescence to depict vital flap. We found that as low as 10% concentration of standard ICG solution was able to depict adequate fluorescence. This study shows promising results for further usage of ICG in daily practice at a lower cost. Keywords: indocyanine green, ICG, fluorescence, flap perfusion, rats, dilution
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Kurniasari
Abstrak :
Pendahuluan: Masalah fungsional dan kosmetik semakin meningkat akibat adanya defek pada area craniofacial termasuk mandibula yang membentuk bagian bawah wajah. Rekonstruksi mandibula bertujuan memberikan kemungkinan maksimal dari hasil fungsional dan estetik. Hasil yang optimal dari fungsi rekonstruksi mandibula adalah salah satu tujuan dari penggunaan teknik flap bebas fibula. Dengan bantuan dari perkembangan system proses komputer dalam desain dan pembuatan, operasi craniomaxillofacial dapat dilakukan dengan bantuan komputer melalui berbagai bentuk dan variasi tujuan. Dalam rangka menelaah kualitas dari penelitian yang telah tersedia dan memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, kajian mengenai perbadingan operasi dengan bantuan komputer (CAS) dengan metode konvensional freehand (CFS) menjadi penting untuk dilakukan. Metode: Pencarian pustaka sistematis dilakukan pada pusat data PubMed, ProQuest, Cochrane Library, EBSCOhost, Wiley Library, Science Direct, dan Scopus, mencakup semua studi dengan data utama yang membandingkan hasil akurasi, efisiensi, komplikasi, dan fungsional diantara kelompok CAS dan CFS. Risiko bias studi dinilai menggunakan Newcastle-Ottawa Scale (NOS). Meta-analisis dilakukan melalui Review Manager. Hasil: Enam belas studi kohort memenuhi kriteria eligibilitas dari 355 studi pada pencarian awal. Studi dengan hasil yang sama (akurasi, efisiensi, komplikasi, dan fungsional) dibandingkan antara kelompok CAS dan CFS. Sebanyak 13 studi menunjukkan hasil signifikan secara statistik pada penilaian efisiensi: waktu ischemia lebih singkat (-34.84 menit, 95% CI: -40.04 to -29.63; p<0.00001; I2=94%), total waktu operasi lebih singkat (-70.04 menit, 95% CI: -84.59 to -55.49; p<0.00001; I2=77%), waktu rekonstruksi lebih singkat (-41.86 minutes, 95% CI: -67.15 to -16.56; p=0.001; I2=93%), dan lama rawat inap yang lebih singkat(-2.98 days, 95% CI: -4.35 to -1.61; p=0.0001; I2=7%) pada kelompok CAS dibanding kelompok CFS. Kesimpulan: Kajian sistematis dan meta-analysis menunjukkan hasil yang lebih baik pada kelompok CAS dibandingkan dengan CFS yang signifikan pada hasil efisiensi, Namun beberapa studi melaporkan berbagai analisis statistik dengan berbagai parameter untuk kategori hasil komplikasi, akurasi, dan fungsional. Seluruh studi sepakat bahwa CAS memberikan manfaat yang lebih dibandingkan CFS, walaupun CFS masih dapat menjadi pilihan. ......Background: Major functional and cosmetic problems will arise from defects in craniofacial regions, including mandible which constructs the shape of lower third of the face. The aim of mandibular reconstruction is to achieve the best possible functional and aesthetic outcomes. The optimal return of mandibular bone function is one of the reconstruction goals using free fibular flap (FFF). With aid of the evolving computer processing system for design and manufacturing, craniomaxillofacial surgery can be conducted with computer-aided surgery in many forms and varied proposes. In order to evaluate the quality of available article and to provide information for decision-making, review of comparison between computer-aided surgery (CAS) and conventional freehand surgery (CFS) need to be evaluated. Methods: A systematic search was conducted on PubMed, ProQuest, Cochrane Library, EBSCOhost, Wiley Library, Science Direct, and Scopus, including all studies with primary data that compared accuracy, efficiency, complication, and functional outcomes between CAS and CFS group. Risk of bias for included studies were assessed based on Newcastle-Ottawa Scale. Meta-analysis was performed in Review Manager. Results: Sixteen cohort studies were included that meet the eligibility criteria from initial searches of 355 studies. Studies with the same outcome (accuracy, efficiency, complication, and functional) are compared in CAS and CFS group. Thirteen studies demonstrated statistically significant efficiency outcomes: shorter ischemia time (-34.84 minutes, 95% CI: -40.04 to -29.63; p<0.00001; I2=94%), shorter total operative time (-70.04 minutes, 95% CI: -84.59 to -55.49; p<0.00001; I2=77%), shorter reconstruction time (-41.86 minutes, 95% CI: -67.15 to -16.56; p=0.001; I2=93%), and shorter length of hospital stay (-2.98 days, 95% CI: -4.35 to -1.61; p=0.0001; I2=7%) in CAS group than CFS group. Conclusion: Systematic review and meta-analysis demonstrated higher outcomes CAS group compared to conventional group significantly in efficiency outcomes. However, some studies performed diverse statistical analysis on several parameters for outcomes category such as complications, accuracy, and functional. All studies agreed that CAS group has higher benefits than conventional method, although the conventional method is still an option.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nurardhilah Vityadewi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Tulang rawan telinga merupakan sumber graft tulang rawan dengan hasil estetik yang baik dan sering digunakan pada tindakan augmentasi rhinoplasty. Rhinoplasty menjadi suatu prosedur yang semakin meningkat popularitasnya, dengan demikian tingkat prosedur revisi juga bertambah. Prosedur revisi banyak membutuhkan grafting dan tulang rawan telinga menjadi bahan yang cukup berharga untuk digunakan dalam secondary rhinoplasty. Donor yang terbatas menyebabkan optimalisasi pada donor graft sebagai sumber menjadi sangat dibutuhkan. Menjadi tujuan dari studi ini untuk melakukan investigasi terhadap kemungkinan dilakukannya reharvesting tulang rawan pada area donor. Diharapkan studi ini dapat melakukan evaluasi terhadap proses penyembuhan pada area donor, meliputi regenerasi tulang rawan pada area donor menggunakan model hewan. Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan 6 ekor kelinci New Zealand putih sehat, untuk dilakukan investigasi terhadap regenerasi tulang rawan pada defek donor dengan satu sisi perichondrium. Defek dibuat pada telinga kelinci, berukuran 0,5 x 3 cm2. Dua kelompok eksperimental dengan masing-masing terdiri atas12 sampel, kemudian dibuat: Grup 1 dengan satu sisi perichondrium dan Grup 2 tanpa perichondrium . Evaluasi makroskopik dan mikroskopik dilakukan setelah 4 minggu. Results: Evaluasi mikroskopik menunjukkan terjadinya pembentukan tulang rawan pada defek donor dengan satu sisi perichondrium p < 0,005 . Evaluasi makroskopik ketebalan jaringan defek dan kontraksi luka sekunder tidak memberikan hasil yang signifikan pada kedua grup. Conclusion:Defek donor dengan satu sisi perichondrium menunjukkan pembentukan tulang rawan baru pada area sekitar perichondrium yang ditinggalkan. Penemuan ini menunjukkan regenerasi tulang rawan terjadi pada area defek donor dalam 4 minggu pengamatan.
ABSTRACT
Background Auricular cartilage considered a source for cartilage graft with favorable aesthetic result and most frequently used in augmented rhinoplasty. Rhinoplasty becomes an increasingly popular procedure and also the number of revision increases. Most revision procedures require grafting and auricular cartilage is typically precious site for secondary rhinoplasty. Since the donor site is limited, search for the source and optimization of the donor site of graft material is necessary. The availability of the cartilage amount after harvesting very limited to be a structural support of the ear. It is our goal to investigate the possibility of reharvesting cartilage from the utilized donor site without any risk of distorting the ear morphology. The aim of this study was to evaluate the healing process of the donor site, include the cartilage regeneration of the donor site in experimental animal model. Methods We conducted an experimental study in 6 white, healthy, New Zealand rabbits for the investigation of the cartilage regeneration from donor defect with one side perichondrium. Cartilage defects size 0,5 x 3 cm2 were created on the rabbits rsquo ear. Two experimental groups with 12 ears in each group were created Group 1 with one side perichondrium and group 2 without perichondrium . Macroscopic and microscopic evaluations were done on the 4th weeks. Results Microscopic evaluation revealed the immature cartilage formed in 4th week observation of the donor defect with one side perichondrium p 0,005 . The macroscopic evaluation of the thickness and secondary wound contraction of the donor defect area have no significant results within two groups. Conclusion The donor defect with one side perichondrium showed new cartilage formation within area of the perichondrium. This findings showed the regeneration of cartilage was developed at the donor defects with one side perichondrium in 4th week.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Suhartadi
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang Surgicel (Oxidized Regenerated Celulose) telah digunakan secara luas di bidang Bedah Plastik untuk mengatasi perdarahan saat operasi. Dalam penyembuhan luka, madu mempunyai banyak sekali manfaat. Madu terbukti mempercepat epitelisasi dan penyembuhan luka. Untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan yang dimiliki madu sekaligus di saat mengatasi perdarahan, beberapa konsulen senior merendam agen hemostasis local (ORC) dalam madu. Tetapi sampai saat ini belum ada laporan mengenai pengaruh madu terhadap ORC. Penelitian ini diharapkan mampu mengetahui interaksi antara madu dan ORC. Metode Dibuat penelitian pada hewan coba untuk menilai kemampuan hemostsasis ORC setelah direndam dalam madu. Sebanyak 27 tikus dibagi dalam 3 kelompok dan dibuat laserasi hepar pada setiap klompok, dan masing-masing laserasi pada tiap kelompok dirawat dengan ORC saja, ORC yang direndam dalam madu dan kontrol. Banyaknya perdarahan dari laserasi hepar dan waktu perdarahan dinilai. Hasil Kemampuan hemostasis ORC saat direndam dalam madu tidak berubah. Waktu perdarahan pada kelompok ORC adalah 57,2 + 18,5 detik pada kelompok ORC madu adalah 56 + 25,3 detik, nilai P 0,997 (> 0,05). Jumlah perdarahan pada kelompok ORC madu adalah 126,9 + 87,5 miligram, 124 + 80,1 miligram pada kelompok ORC saja dan 543,7 + 333,5 miligram pada kelompok control. Nilai P adalah 1,000 (>0,05). Kesimpulan Efek hemostasis ORC tidak mengalami perubahan saat direndam dalam madu
ABSTRACT
Background Surgicel (oxidized regenerated cellulose/ ORC) widely use as local hemostatic agent to minimise surgical bleeding in plastic surgery. Honey has numerous advantage in wound healing. It has been proven to accelerate epithelialisation and promote wound healing. In order to adopt this numerous advantages of honey while control surgical bleeding, some of our senior consultant soak local hemostatic agent (ORC) with honey. But there isn?t any information regarding interaction between honey and ORC. This research aimed to asses this interaction. Methods An animal study design to asses hemostatic performance of ORC after been soaked with honey. 27 rats were divided into 3 groups, where each group of lacerated liver treated with ORC alone, honey soaked ORC and control. Amount of blood exanguinated from liver laceration and the bleeding time were recorded. Result Honey soaked ORC has no difference in term of haemostatic property compared with ORC alone. Bleeding time ORC group was 57,2 + 18,5 second, and in honey soaked ORC group was 56 + 25,3 second, P value 0,997 (> 0,05). Amount bleeding in honey soaked ORC is 126,9 + 87,5 miligram, ORC alone 124,9 + 80,1 miligram and control 543,7 + 333,5 miligram. P value of Post Hoc test 1,000 (> 0,05), Conclussion Been soaked with honey, ORC doesn?t change it?s hemostatic properties.
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Nindita
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Studi ini bertujuan untuk mengamati dampak aplikasi Tumescent ONEPERMIL dan segi keamanannya pada skin flap yang telah mampu pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya. Metode: Studi eksperimental dengan kontrol dan randomisasi dilakukan pada 40 groin flap dari 20 ekor Rattus novergicus strain Wistar yang sehat berbobot 220-270 gram. Infiltrasi Tumescent ONEPERMIL, infiltrasi salin normal dan grup kontrol dilakukan pada flap yang berhasil pulih vital 100% dari cedera iskhemia yang dikondisikan melalui pemasangan klem selama 15 menit pada pedikelnya. Perfusi flap dimonitor melalui pengukuran tekanan oksigen transkutaneous (TcPO2), sebelum dan sesudah infiltrasi dilakukan. Vitalitas flap dinilai secara klinis maupun menggunakan Analyzing Digital Images® di hari ke 7 paska prosedur infiltrasi dan resetting flap pada tempatnya. Analisa statistik dilakukan dengan test Chi-square (p<0,05). Hasil: Penilaian akhir menunjukkan kepulihan hidup seluruh groin flap tanpa ditemukan tanda nekrosis. Pengukuran TcPO2 pada flap sebelum dan sesudah prosedur infiltrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,0001) namun masih berada dalam batasan prediksi flap akan pulih hidup. Kesimpulan: Aplikasi Tumescent ONEPERMIL pada groin flap yang telah pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya, tidak menimbulkan dampak nekrosis pada flap.
ABSTRACT
Background: To observe the effect of One-per-mil tumescent injection on viable skin flaps that previously had suffered from an ischemic insult, so as to ascertain One-per-mil tumescent safety application in the related theme. Methods: 40 groin flaps from 20 healthy Wistar strained-Rattus novergicus weighing 220-270 grams were conditioned to acute ischemia by clamping the pedicle for 15 minutes. Merely totally survived and viable flaps on the seventh postoperative day were randomly divided into: One-per-mil tumescent infiltration group(A), normal saline infiltration group(B), and control group(C). Before and after the infiltration, transcutaneous oxygen tension (TcPO2) measurement was performed, and the changes values were calculated by statistical analysis using ANOVA and Paired T-Test. Viability of flaps was assessed clinically and by using AnalyzingDigitalImages® 7 days later. Results: TcPO2 readings yielded a decreasing value significantly (p<0.001) following both One-per-mil tumescent and normal saline infiltration. However, all groin flaps survived with no signs of tissue necrosis. Conclusion: One-per-mil tumescent injection into viable skin flaps is safe even though the flaps had previously suffered from an ischemic condition.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mufida Muzakkie
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Luka bakar memerlukan penutupan luka segera setelah eksisi. Terbatasnya donor tandur kulit STSG merupakan permasalahannya. Meshed merupakan metode ekspansi yang sering dipakai. Namun di Indonesia, tidak semua rumah sakit mempunyai mesin Mesher. Metode ekpansi lainnya yaitu Postage-stamp. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perambatan kulit baru marginal epithelial creeping antara kedua metode tersebut untuk memprediksi lamanya waktu penyembuhan.Metode: Subjek adalah pasien di Unit Luka Bakar RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi. Setiap kelompok menerima 2 metode STSG; Meshed grup kontrol dan Postage-stamp grup perlakuan pada bagian tubuh yang berbeda, 32 sampel setiap grup. Perambatan kulit baru dinilai pada hari ke-5, 10 dan 14.Hasil: Juli ndash;Oktober 2016, dilakukan operasi pada 10 pasien 20 sampel sebagai data preliminary. Dari analisa statistik didapatkan tidak ada perbedaan bermakna perambatan kulit baru pada kedua kelompok pada hari ke-5, 10 dan 14. Walaupun didapatkan rerata perambatan kulit pada hari ke-5 dan 10 Meshed lebih tinggi daripada Postage-stamp, dan pada hari ke-14 Postage-stamp lebih tinggi daripada Meshed.Kesimpulan: Kedua metode tersebut memberikan hasil perambatan kulit baru yang serupa. Walaupun pada hari ke-14 didapakan nilai rerata pada Meshed 61,9 cm2 SD 2.9 dan Postage-stamp 62.11 cm2 SD 3.9 dari total luas luka 64 cm2. Kata kunci: meshed STSG; luka bakar; postage stamp STSGLatar Belakang: Luka bakar memerlukan penutupan luka segera setelah eksisi. Terbatasnya donor tandur kulit STSG merupakan permasalahannya. Meshed merupakan metode ekspansi yang sering dipakai. Namun di Indonesia, tidak semua rumah sakit mempunyai mesin Mesher. Metode ekpansi lainnya yaitu Postage-stamp. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan perambatan kulit baru marginal epithelial creeping antara kedua metode tersebut untuk memprediksi lamanya waktu penyembuhan.Metode: Subjek adalah pasien di Unit Luka Bakar RS. Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi. Setiap kelompok menerima 2 metode STSG; Meshed grup kontrol dan Postage-stamp grup perlakuan pada bagian tubuh yang berbeda, 32 sampel setiap grup. Perambatan kulit baru dinilai pada hari ke-5, 10 dan 14.Hasil: Juli ndash;Oktober 2016, dilakukan operasi pada 10 pasien 20 sampel sebagai data preliminary. Dari analisa statistik didapatkan tidak ada perbedaan bermakna perambatan kulit baru pada kedua kelompok pada hari ke-5, 10 dan 14. Walaupun didapatkan rerata perambatan kulit pada hari ke-5 dan 10 Meshed lebih tinggi daripada Postage-stamp, dan pada hari ke-14 Postage-stamp lebih tinggi daripada Meshed.Kesimpulan: Kedua metode tersebut memberikan hasil perambatan kulit baru yang serupa. Walaupun pada hari ke-14 didapakan nilai rerata pada Meshed 61,9 cm2 SD 2.9 dan Postage-stamp 62.11 cm2 SD 3.9 dari total luas luka 64 cm2. Kata kunci: meshed STSG; luka bakar; postage stamp STSG
ABSTRACT
Background Extensive burn injuries are challenging due to limitation of split thickness skin graft STSG . Meshed has been an accepted method for expansion. But in Indonesia, not every hospital has Mesher machine. Another method is Postage stamp. The purpose of this study is to analyze marginal epithelial creeping MEC between both methods, so we can predict the wound healing time.Materials and Methods Subjects are patients in Burn Unit, Cipto Mangunkusumo Hospital who fulfills inclusion criteria. Each patient received two methods Meshed control group and Postage stamp treatment group on different body region. MEC was measured on Day 5, Day 10 and Day 14.Results From July October 2016, 10 patients 20 samples performed surgery as preliminary data, showed that there is no statistically difference of MEC between both groups on Day 5, Day 10 and Day 14. Although, we found that both on Day 5 and Day 10 mean of Meshed STSG higher than Postage stamp STSG, and on Day 14 mean of Postage stamp STSG higher than Meshed STSG.Conclusion Meshed and Postage stamp STSG giving similar result of MEC as the aim to predict wound healing time. On day 14, Meshed giving 61.9 cm2 SD 2.9 of epithelialization and Postage stamp STSG giving 62.11 cm2 SD 3.9 from total of raw surface 64 cm2. Keywords burn wound meshed STSG postage stamp STSG.
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ciputra Linardy
Abstrak :

Introduksi: Rekonstruksi mandibula pada kasus-kasus tumor mandibula menggunakan flap fibula bebas merupakan hal penting untuk mengembalikan fungsi dan estetik pada defek pascareseksi. Penelitian ini ditujukan untuk menilai hubungan karakteristik klinis dengan fungsi menelan, fungsi bicara, fungsi makan, dan kualitas hidup pada pasien yang dilakukan rekonstruksi mandibula menggunakan flap fibula bebas pascamandibulektomi.

Metode: Dilakukan studi dengan desain potong lintang dan survei mengikutsertakan pasien yang dilakukan rekonstruksi mandibula menggunakan flap fibula bebas pascamandibulektomi di RSCM pada tahun 2014-2019. Dilakukan penilaian terhadap kelas defek mandibula, panjang defek, jumlah subunit mandibula, ekstensi defek, jumlah segmen tulang, selanjutnya dilakukan penilaian fungsi melalui wawancara menggunakan European Organization for Research and Treatment of Cancer Head and Neck Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC QLQ-H&N35).

Hasil: Tercatat 63 pasien dengan mandibulektomi dan dilakukan rekonstruksi. Hanya 14 dapat dinilai. Hanya panjang defek dan ekstensi defek yang memiliki hubungan bermakna dengan fungsi. Panjang defek mandibula memiliki korelasi positif dengan gangguan pada fungsi menelan (p = 0,032), fungsi bicara (p = 0,020), dan kualitas hidup (p = 0,032). Ekstensi defek intraoral dan ekstraoral menyebabkan gangguan fungsi menelan (p = 0,035).

Konklusi: Penelitian ini menunjukkan bahwa fungsi menelan, fungsi bicara, dan kualitas hidup tergantung defek pascamandibulektomi.

 


Introduction: Mandibular reconstruction utilizing free fibula flap is essential in restoring the function, and aesthetics outcomes post mandibular tumor resection. This study looks into the association of clinical characteristics with functional outcomes such as swallowing, speaking, eating, and quality of life on patients undergoing post-mandibulectomy mandibular reconstruction using free fibula flap.

Methods: We performed a cross-sectional study that includes patients who underwent post-mandibulectomy mandibular reconstruction using free fibula flap at RSCM in 2014-2019. Mandibula defect class, defect length, the number of mandibula subunits, defect extension, and the number of osteotomy segments was evaluated. The functional outcomes were assessed using the European Organization for Research and Treatment of Cancer Head and Neck Cancer Quality of Life Questionnaire (EORTC QLQ-H&N35).

Results: 63 patients underwent mandibulectomy and reconstruction using free fibula flap. Only 14 were included in the study. Defect length and extension are significantly associated with functional outcomes. Mandibula defect length has positive correlation with problems in swallowing function (p = 0.032), speaking function (p = 0.020), and quality of life (p = 0.032). Both intraoral and extraoral defect extension causes swallowing function problem (p = 0.035).

Conclusion: This study discovered that swallowing function, speaking function, and quality of life are associated with post-mandibulectomy defect.

 

 

Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pakpahan, Victor Ercantez
Abstrak :
Latar Belakang : Berdasarkan WHO (World Health Organization) pada tahun 2017, ameloblastoma dinyatakan sebagai suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari jaringan pembentuk gigi, memiliki sifat lokal invasif serta destruktif. Gold standard dalam tatalaksana kasus ameloblastoma ialah pembedahan reseksi diikuti dengan free fibula flap. Kendati demikian, prosedur yang digunakan memiliki efek samping pasca operasi dalam beberapa aspek, seperti halnya fungsi mastikasi, penampilan, hingga psikologis. Peninjauan efek samping yang ada dinilai berdasarkan kualitas hidup dari responden menggunakan kuesioner bernama UW-QOL. Tujuan : Mengetahui kualitas hidup responden dilihat dari perbedaan score UW-QOL antar kelompok berdasarkan klasifikasi defek mandibula melibatkan kondilus dan yang tidak melibatkan kondilus. Metode : Penelitian dilakukan menggunakan kuesioner guna mengumpulkan score UW- QOL. Responden berjumlah 32 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok berdasarkan klasifikasi defek mandibula mencapai kondilus dan tidak mencapai kondilus. Analisis data dilakukan menggunakan IBM SPSS dengan uji Mann-Whitney U untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan score yang bermakna maupun tidak. Kesimpulan : Hasil uji non-parametrik Mann-Whitney U menunjukkan kualitas hidup antar kelompok dengan defek mandibula sama baiknya ditunjukkan dengan tidak adanya perbedaan bermakna pada seluruh aspek seperti pada aspek Penampilan, Aktivitas, Rekreasi, Bicara, Cita Rasa, Air Liur, serta Suasana Hati. Namun, terdapat 3 aspek yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna secara statistik ditunjukkan dengan alpha kurang dari 0,05 yaitu aspek Menelan, Mengunyah, serta Kecemasan. ......Background: Based on the WHO (World Health Organization) in 2017, ameloblastoma is stated as an odontogenic epithelial tumor originating from tooth-forming tissue, which has locally invasive and destructive properties. The gold standard in the management of ameloblastoma cases is surgical resection followed by a free fibula flap. However, the procedures used have post-operative side effects in several aspects, such as masticatory function, appearance and psychology. The review of existing side effects was assessed based on the quality of life of the respondents using a questionnaire called UW-QOL. Objectives: To determine the quality of life of respondents seen from the differences in UW-QOL scores between groups based on the classification of mandibular defects involving the condyle and those not involving the condyle. Methods: The research was conducted using a questionnaire to collect UW-QOL scores. Respondents totaled 32 people who were divided into 2 groups based on the classification of mandibular defects reaching the condyle and not reaching the condyle. Data analysis was carried out using IBM SPSS with the Mann-Whitney U test to see whether there were significant differences in scores or not. Conclusion: The results of the non-parametric Mann-Whitney U test show that the quality of life between groups with mandibular defects is equally good, as shown by the absence of significant differences in all aspects such as appearance, activity, recreation, speech, taste, saliva and mood. . However, there are 3 aspects that show statistically significant differences, indicated by an alpha of less than 0.05, namely the Swallowing, Chewing and Anxiety aspects.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library