Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wiratni Ahmadi
"ABSTRAK
pajak yang reguleren kurang diperhatikan. Padahal apabila kedua fungsi pajak tersebut
dilaksanakan secara sinkron (selaras), maka tidak saja pemerintah mendapat dana yang
diharapkan tetapi tujuan Iain dan pengenaan pajak, misalnya dalam bidang pertananan dapat
tercapai.
Dalam fungsinya yang budgeter, pungutan pajak tanah (PBB) sebagaimana diatur daIam Undang Undang Nomor 12 tahun 1986 dengan Sistem Informasi Obyek Pajaknya telah
berhasil. Hal tersebut dapat diketahui dengan adanya kenaikan reailisasi penerimaan sebesar
23.8% per tahun dalam Repelita IV.
Untuk menentukan besar kecilnya pajak tanah yang terhutang, data dan Badan Pertanahan Nasional sangat membantu karena informasi yang diperoleh Iebin akurat, namun
mengingat obyek tanah terdaftar balum mencapai kurang Iebih 20 % dari seluruh tanah yang
ada di Indonesia yang seharusnya terdaftar, maka PBB untuk kepentingan pengenaan
pajaknya telah menetapkan suatu sistem yang dirancang khusus untuk pendataan, penilaian,
penetapan dan pemungutan pajak.
Untuk pemerataan pendapatan maka sebaiknya bea balik nama atas tanah dan/atau
bangunan perlu dihidupkan kembali termasuk pengalihan hak atas harta warisan serta hibah
yang berdasarkan Undang Undang Pajak Penghasilan telah dibebaskan pengenaannya,
sehingga diharapkan penumpukan kekayaan yang berlebihan dapat dicegah.
Demikian pula pajak yang dikenakan atas kenaikan nilai tanah (capital gain) sebagaimana diatur dafam PP. Nomar 48/1994 perlu disempumakan, sehingga selain berguna bagi penerimaan negara hal tersebut akan berguna bagi ketertiban administrasi pertananan, perpajakan serta diharapkan dapat mencegah usaha manpulasi dan spekulasi tanah.
Suatu koordinasi yang baik antara instansi terkait yaitu Direktur Jenderal Pajak, dan Pertanahan Nasionai (BPN), Pemerintah Daerah dan Dinas Pekerjaan Umum sangat dibutunkan seningga tidak terdapat tumpang tindih dalam pengaturan dan penerapan serta efisiensi untuk dilaksanakan.

Abstract
This dissertation analyzes the problem oi land taxation as an instrument of synchronizing land based tax policies and land policies in indonesia.

ABSTRACT
Considering the research of this dissertation provides that the law of the land and building tax as a property tax in indonesia, has just used to generate revenue for State?s Budget, but as a tool of redistribution of income and controlling the use of land to be uiilitized more optimally has not been implemented yet.
A historicall research of the development of land based tax policies in indonesia as well as comparison with another countries gives the possibility for the government of indonesia to form new policies in land taxation, so that the land policies which is political will of the govemment may be attained, that is the reorganization of land reform in indonesia which has the goal of utilitizing land in accordance with its potential, besides limiting the ownership or occupation of
excess land for speculation purposes.
Based on the state?s souvereignity over land as enacted in article 33, paragraph 3 of the UUD 1945 juncto Article 2 UUPA (Basic Agrarian Law) and several guidance from GBHN and REPELITA (Five Years Development Planning) constitute the right of the govemment to organize the land use as well as levying taxes on land.
Meanwhile the government tries to increase the revenue of State's Budget from tax sector, because the govemment could not depend on oil and LNG anymore, due to that oil and LNG are non-renewable resources and the unpredictable influence ot fluctuation of the said prices from other countries.
Considering that, the capital demand for development is growing rapidly every year, the budgetaire function of tax is more occured, comparing with the other function ot tax, that is a regulate function. if the two functions of taxation are 
implemented synchronize, the government will receive the revenue from land taxation as well as the goal of the land policy can also be achieved.
The budgetaire function of land and building tax (PBB) as enacted in Law No. 12/1986 with the information management system of tax object (Sistem lntormasi Objek Pajaic - SlSMlOP) has been succeeded, the effort can been seen by the increasing revenue with the persentage of 23,8% during REPELITA lV.
To determine the taxable value of land, the data collected from the Agrarian Oltice (BPN) will have the positive impact because the information from the land registration are more accurate, but in meantime the registered land is still 20% of supposed aggregate land in indonesia, so PBB for the purpose of levying the tax has stipulated a system especially designed for data collecting, evaluation assesrnent and tax collection.
To achieve a better redistribution of income the transfer tax of regristration of ownership of land and building as well as over inheritance and gilt, which that later matter are exempted from the levying tax according to income Tax in indonesia.
lt has mention above that the tax levied on increased land value as regulated in the govemtment regulation Number 48/1994 need to be revised, so that besides the tax used for governments budget, it is also useful for the law and order in land administration and preventing from land speculation and manipulation.
An inter-institutional coordination mechanism should be esttablished among related institutions e.g; Directorate General ot Tax, The Agrarian Ottice (BPM), The Departement of Public Works and the Local Govemment, so it is expected that there will be no overlapping between them and efficiency will be realized."
1998
D1148
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermayulis
"Penelitian ini bersifat yuridis empiris, yang dilakasanakan pada masyarakat yang bermukin di daerah ,thak Mvi Tigo, Propinsi Sumatera Barat. Masalah yang dikaji tentang: Perkembangan hubungan kekerabatan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat matrilineal Minang dipandang dari pengamaan tanah komunal dalam hal ini adalah hak ulayat sebagai salah satu "media" pengikatnya; Dinamika perubahan penguasaan tanah komunal (tanah ulayat) menjadi tanah milik pribadi (perorangan) dalam masyarakat hukum adat matrilineal Minangkabau; Pengaruh pemilikan pribadi atas tanah terhadap perubahan hubungan kekerabatan; Pengaruh perubahan hubungan kekerabatan terhadap sistem kekerabatan dalam masyarakat hukum adat matrilineal.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa keterikatan masyarakat hukum adat Minangkabau terhadap tanah telah munyebabkan timbulnya pola migrasi yang berorientasi ke kampung, dalam arti selalu memelihara hubungan dengan kampung. Hubumgan rantau - kampung ini terbina dengan pola pewarisan, yang memungkinkan saling mewarisi tanah yang mereka dapat dan dapatkan dari hasil harta pencaharian. Di dalam perkembangannya, hubungan rantau- kampung dalam saling mewarisi mulai memudar, kalaupun masih ditemukan saling mewarisi, maka pola demikian terjadi di lingkungan yang terbatas pada keluarga inti yaitu terdiri dari mamak ibu - anak (kemenakan).
Semakin terpusatnya penguasaan dan pewarisan tanah kepada keluarga inti, dan diterimanya nilai dan norma pemilikan individu di tengah masyarakat, menyebabkan semakin lemahnya ikatan keluarga luas (extended family), yang ditunjukkan oleh semakin intensif dan penguasaan tanah oleh keluarga inti, adanya upaya untuk selalu mempertahankan agar tanah tetap berada pada keluarga inti. Perubahan pola penguasaan tanah ini semakin jelas dengan sertifikasi tanah yang menunjuk meta seseorang dam llama mamak kepala wrzris sebagai wakil dari anggota kerabat matrilinealnya Penguasaan tanah ulayat sebagai tanah milik komunal (bersama) yang sudah terfokus kepada penguasaan keluarga inti, telah melatarbelakangi pendapat para praktisi (khususnya BPN dan Departemen Kehutanan pada masa era Orde Baru) yang menyatakan tanah ulayat sudah tidak ada Pendapat tersebut telah mewarnai berbagai kebijakan yang berkaitan dengan tanah (khususnya tanah ulayat), sehingga kebijakan yang diambil menunjukkan tidak adanya sinkronisasi di dalam pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat yang telah diamanatkan oleh Pasal 3 UUPA.
Ketentuan-ketentuan yang menunjukkan tidak adanya sinkronisasi vertikal maxima horizontal. Tidak adanya sinkronisasi vertikal terlihat dan ketentuan tentang pendaftaran tanah yang tidak memungkinkan pengakuan hak masyarakat hukum adat yang diatur dengan Pasal 3 UUPA dengan bentuk-bentuk hak yang diatur di dalam Pasal 16 UUPA, kompersi hak-hak atas tanah, dan penghapusan lembaga gadai sebagai lembaga yang dianggap menyengsarakan rakyat. Tidak adanya sinkronisasi horizontal terlihat dari tidak adanya keterkaitan antara Pasal 3 UUPA dengan ketentuan Pasal 2 UUPK tentang jenis jenis hak atas tanah hutan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999
D99
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library