Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Valentine
"ABSTRAK
Latar Belakang: Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi viabilitas dan resoprsi dari kartilago dengan kedua sisi perikondrium yang masih intak dan efek dilakukan penyayatan pada salah satu sisi setelah dilakukan implantasi.Metode: 7 kelinci New Zealand dewasa dilakukan pengambilan kartilago dari satu sisi telinga yang dipotong sesuai ukuran 2x2cm lalu diimplantasikan di atas permukaan tulang scapula pada kelinci yang sama. Setelah 10 minggu dilakukan pemeriksaan makroskopik untuk menilai warna, bentuk, dan kontur dari kartilago yang sudah diimplantasikan lalu juga dilakukan pemeriksaan histologis dengan pewarnaan : Haematoxylin Eosin, Mason Tricrhome, Toluidine blue, dan Safranin O untuk penilaian pertumbuhan sel, jumlah sel apoptosis, astbest faserung, sel radang. Hasil pemeriksaan dibandingkan pada ketiga grup.Hasil: Tidak ada perbedaan pada pemeriksaan makroskopis bentuk, warna, dan kontur pada ketiga grup dibandingkan saat implantasi, hanya didapatkan kapsul yang menyelimuti kartilago tersebut. Semua grup memiliki viabilitas yang sama dpada pemeriksaan histologi. terdapat bukti adanya proliferasi kondrosit pada ketiga grup pada lapisan perikondrium, dengan jumlah yang tidak berbeda signifikan pada celah sayatan pada grup kedua dan ketiga.Kesimpulan: Manipulasi dengan sayatan pada permukaan kartilago tidak menyebabkan perubahan viabilitas, namun terdapat proliferasi sel pada perikondrium dan pada celah sayatan, yang tidak menimbulkan perbedaan signifikan kontur secara makroskopik.

ABSTRACT
Background The present study was conducted to evaluate the viability of implanted both side perichondrium attachment autologous cartilage grafts in rabbits and to study the effect of the scoring on cartilage survival and resorption. MEthods 7 adult male New Zealand white rabbits were operated upon. Three equal sized auricular cartilage grafts were harvested from each rabbit and implanted on the both scapulae of the same rabbits. The viability of graft was examined by implanting three types of both side perichondrium cartilage grafts the first block cartilage, the second with parallel scored, while in the third, diced pattern.Results Ten weeks after their implantation, all cartilage grafts were retrieved, examined macroscopically and subjected to histological examination. Post implanted cartilage grafts were stained by Haematoxylin Eosin, Mason Thricrhome, Toluidine blue, and Safranin O stains to evaluate cell growth, apoptotic cells, astbest degeneration, and inflammation. The results were compared among three groups. Gross examination revealed no obvious deviation from the pre implanted auricular cartilage graft regarding colour, texture and consistency with capsular tissue covering the graft. All groups show the same viability regardless the scoring manipulation on histological examination. There is an evident of chondrotic proliferation on three groups, with indifferent amount in the scored side on parallel scored and diced scored group.Conclusion Manipulation with scoring on the surface side makes no difference of viability of the cartilage, but there is evident of proliferating cells on the scored site, which macroscopically no marking different of contour is noticeable. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Refanka Nabil Assalam
"Divais pemindai tiga dimensi (3D) mulai menarik perhatian dunia medis rekonstruksi kosmetik, khususnya ranah kedokteran Anaplastology. Dalam memberikan pelayanan terbaiknya, ranah yang bertugas untuk merestorasi bagian tubuh yang tidak sempurna ini, memanfaatkan kemampuan pemindai 3D dalam membuat replika prostetik yang menyerupai bentuk aslinya dengan cepat. Teknik pemindaian dengan bantuan metode cahaya terstruktur berpola banyak digunakan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas resolusi tinggi dan dapat dapat memindai objek tanpa tekstur seperti kulit manusia. Meskipun pemindai 3D ini berpotensi untuk menggantikan metode terdahulunya yang dinilai tidak efektif dan kurang akurat, pemindai 3D memiliki harga yang cukup mahal. Skripsi ini bertujuan untuk melakukan analisis uji similaritas berbagai model permukaan 3D yang dapat merepresentasikan model hasil pemindaian 3D yang dirancang lebih murah (Intel® RealSense SR300) dibandingkan dengan pemindai 3D Einscan Pro 2X sebagai referensi (akurasi hingga 0,05 mm). Analisis similaritas diolah menggunakan bahasa Python dengan perhitungan distribusi bentuk (Shape Distribution). Proses pengukuran similaritas melalui dua tahapan utama yaitu mendapatkan descriptor dari transformasi model 3D dengan fungsi bentuk (shape function) D1 menjadi bentuk 1D dan membandingkan dengan metode pembanding distribusi probabilitas menggunakan Jensen-Shanon Distance (JSD). Perhitungan ini akan menghasilkan tingkat kesamaan geometris kedua hasil pemindaian. Hasil perbandingan terbaik melalui proses pemodelan 3D hingga fabrikasi prostesis serta dilakukan pengujian secara kuantitatif dengan analisis similaritas dan kualitatif dengan analisis data Likert.

Divais pemindai tiga dimensi (3D) mulai menarik perhatian dunia medis rekonstruksi kosmetik, khususnya ranah kedokteran Anaplastology. Dalam memberikan pelayanan terbaiknya, ranah yang bertugas untuk merestorasi bagian tubuh yang tidak sempurna ini, memanfaatkan kemampuan pemindai 3D dalam membuat replika prostetik yang menyerupai bentuk aslinya dengan cepat. Teknik pemindaian dengan bantuan metode cahaya terstruktur berpola banyak digunakan untuk menghasilkan gambar dengan kualitas resolusi tinggi dan dapat dapat memindai objek tanpa tekstur seperti kulit manusia. Meskipun pemindai 3D ini berpotensi untuk menggantikan metode terdahulunya yang dinilai tidak efektif dan kurang akurat, pemindai 3D memiliki harga yang cukup mahal. Skripsi ini bertujuan untuk melakukan analisis uji similaritas berbagai model permukaan 3D yang dapat merepresentasikan model hasil pemindaian 3D yang dirancang lebih murah (Intel® RealSense SR300) dibandingkan dengan pemindai 3D Einscan Pro 2X sebagai referensi (akurasi hingga 0,05 mm). Analisis similaritas diolah menggunakan bahasa Python dengan perhitungan distribusi bentuk (Shape Distribution). Proses pengukuran similaritas melalui dua tahapan utama yaitu mendapatkan descriptor dari transformasi model 3D dengan fungsi bentuk (shape function) D1 menjadi bentuk 1D dan membandingkan dengan metode pembanding distribusi probabilitas menggunakan Jensen-Shanon Distance (JSD). Perhitungan ini akan menghasilkan tingkat kesamaan geometris kedua hasil pemindaian. Hasil perbandingan terbaik melalui proses pemodelan 3D hingga fabrikasi prostesis serta dilakukan pengujian secara kuantitatif dengan analisis similaritas dan kualitatif dengan analisis data Likert."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kasih Rahardjo Djarot
"Pasien dengan sumbing bibir dan/atau lelangit mungkin menghadapi tantangan berupa
perubahan secara fisik dan perkembangan pascaoperasi yang akan mempengaruhi
kualitas hidup mereka. Evaluasi pascaoperasi perlu dilakukan untuk menilai keluaran
fisik, bicara, dan fungsi psikososial. Praktisi klinis perlu memahami perspektif pasien
dengan menggunakan instrumen patient-reported yang didesain secara khusus dan teliti
untuk meningkatkan pelayanan dan perawatan di masa depan. CLEFT- Q© didesain
secara spesifik untuk pasien sumbing bibir dan/atau lelangit untuk mendapatkan umpan
balik dari pasien terkait kesehatan fisik dan psikologis, namun belum tersedia dalam
bahasa Indonesia. Studi ini bertujuan untuk menerjemahkan CLEFT- Q© ke dalam
bahasa Indonesia guna mengembangkan instrumen yang terstandarisasi untuk
mengevaluasi perubahan kualitas hidup pasien sumbing dengan cara yang mudah
dimengerti dan dikerjakan, serta meningkatkan pelayanan di masa depan. Proses
penerjemahan dilakukan sesuai protokol penerjemahan CLEFT- Q© dan panduan
validasi dari ISPOR. Pasien dibagi menjadi 3 kelompok usia berdasarkan perkembangan
psikososialnya agar dapat menilai sejauh mana pemahaman pasien terhadap instruksi,
pertanyaan, dan respon pada kuesioner. Setelah diterjemahkan, dilakukan cognitive
debriefing pada peserta dari berbagai kelompok usia. Hasil debriefing digunakan untuk
membuat modifikasi serta adaptasi budaya pada kuesioner agar dapat dibuat terjemahan
yang mudah dimengerti target pasien. Dari uji kelayakan CLEFT- Q©, didapatkan nilai
Cronbach's α tertinggi 0. 959, dan terendah 0.266; dari 13 skala, hanya 4 yang masih
dipertanyakan reliabilitasnya sehingga versi terjemahan CLEFT- Q© dapat digunakan
sehari-hari di institusi pusat sumbing. Versi akhir terjemahan kemudian didistribusikan
pada 30 peserta usia 8-29 tahun dengan jenis sumbing yang berbeda-beda. Hasil skor
terendah pada kelompok usia yang lebih tua (>10 tahun) menunjukkan ketidakpuasan
terhadap tampilan fisik (khususnya wajah, lubang hidung, dan bekas luka bibir
sumbing) dibandingkan usia muda (<10 tahun). Fungsi psikologis, sosial, dan bicara
kurang dipermasalahkan. Data yang ada menunjukkan bahwa CLEFT- Q© versi
Indonesia pantas digunakan sebagai instrumen untuk membantu evaluasi kualitas hidup
pasien sumbing bibir dan/atau lelangit, dan memfasilitasi pusat sumbing di Indonesia
mengevaluasi dan menyesuaikan rencana tatalaksana pada pasien, serta diharapkan
dapat digunakan secara luas oleh pusat sumbing di seluruh Indonesia

Patients with cleft lip and/or palate may experience physical and developmental
changes, pre and postoperatively − which will affect their quality of life. Postoperative
evaluation must be done to assess physical outcomes, speech outcomes, and
psychosocial function. Clinicians can understand the patients' perspectives by using
carefully-designed patient-reported instruments to provide better clinical practice and
future treatments. CLEFT- Q© is tailored specifically for cleft lip and/or palate patients
to obtain feedbacks from patients, concerning their physical health and psychological
well-being. When we get to identify and understand the problems found in CLEFT-Q©
filled by the patients, we will be able to sort out which problem is the priority in
different age groups, and create customized program needed by cleft lip and/or palate
patients. CLEFT-Q© is not yet available in Indonesian language. By translating
CLEFT-Q© into Indonesian language, we aim not only to develop an effective and
standardized tool to evaluate improvement in our patients' quality of life in a simplest
and easiest way to be understood by the patients; but also to improve our service in cleft
care in the future. Translation protocol set by the CLEFT-Q© team and validation
guideline set by International Society for Pharmacoeconomics and Outcomes Research
were followed. Based on reliability test, the scales the lowest Cronbach's α value was
0.266, and the highest was 0.959; only 4 out of 13 scales were questionable for its
reliability. Therefore, the translated CLEFT-Q© is valid and applicable for use in daily
clinical setting. The approved final translated version was distributed to 30 participants
aged 8−29 years old with various cleft types. The lowest scores in older participants (>
10 years old) showed that they are bothered by their physical appearance (particularly
face, nostrils, and cleft lip scar), compared to the younger ones. Psychological, social,
and speech function were not as much of a concern. In conclusion, the scales in
Indonesian CLEFT-Q© is helpful to determine cleft lip and/or palate patients' quality of
life and may facilitate the cleft center to design suitable treatment plans based on the
patients' feedback, and provide better cleft care service in the future
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maulina Rachmasari
"ABSTRAK
Latar Belakang:Teknik conventional two flap palatoplasty akan menimbulkan defek lateral tanpa adanya pelindung periosteum. Defek lateral yang terbuka ini akan menyebabkan rentannya terkena kontaminasi dan infeksi. Hal inilah yang akan menimbulkan kontraksi luka, pembentukan skar dan mengganggu pertumbuhan maxilla.Tahun 2011, terdapat studi mengenai teknik ldquo;The Non Denuded Palatoplasty rdquo;. Teknik ini meninggalkan sebagian periosteum yang diharapkan dapat mempercepat proses epitelisasi pada defek lateral. Epitelisasi yang lebih cepat diharapkan mengurangi terjadinya kontraksi luka dan kedepannya dapat tercapai pertumbuhan maksila yang baik.Metode:Merupakan studi kasus kontrol yang terdiri atas 2 grup membandingkan pertumbuhan maksila pasien dengan celah bibir dan langit-langit unilateral komplit yang dikerjakan dengan teknik conventional ldquo;Two Flap Palatoplasty rdquo; dan teknik ldquo;The Non Denuded Palatoplasty rdquo;. Hasil pengukuran cephalometri dicatat serta dibuat cetakan gigi untuk tiap pasien kemudian dikategorisasi menggunakan metode GOSLON YARDSTICK. Data yang diperoleh dianalisis dengan SPSS versi 20.Hasil:Terdapat 4 pasien di kelompok ldquo;The Non Denuded Palatoplasty rdquo; dan 10 pasien pada teknik conventional ldquo;Two Flap Palatoplasty rdquo;. Hasil pengukuran cephalometri SNA, SNB dan ANB menunjukkan bahwa kedua grup tersebut masuk dalam golongan maloklusi tipe III defisiensi maksila . Sementara hasil GOSLON Yardstick memperlihatkan GOSLON tipe III sebagai kelompok yang sering ditemukan bagi kedua grup dengan reliabilitas inter-rater baik p=0.839 . Pada penelitian ini tidak ditemukan korelasi antara variabel cephalometri dengan skor GOSLON.Kesimpulan:Hasil studi kami menunjukkan bahwa teknik modifikasi ldquo;The Non Denuded Palatoplasty rdquo; tidak berhubungan secara signifikan terhadap pertumbuhan maksila. Namun penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu ukuran sampel yang sedikit karena faktor keluarga, sosial dan faktor lainnya yang berada di luar kendali tim peneliti. Selain itu usia pasien yang dievaluasi ialah 7-9 tahun, dimana hasil ini bukan merupakan hasil akhir. Kata Kunci: Evaluasi pertumbuhan maksila, cephalometri, GOSLON YARDSTICK, Two Flap Palatoplasty

ABSTRACT
Background Conventional Two Flap Palatoplasty technique will made lateral defects without any periosteal coverage. These denuded lateral defects are prone to contamination and infection. These will result in wound contraction, scar formation and maxillary growth impairment.In 2011, we studied ldquo The Non Denuded Palatoplasty rdquo technique. This technique precipitated the epithelialization process of the lateral defects. Faster epithelialization is expected to decrease wound contraction and in the long run will result in good maxillary growth.Methods This is a case control study to compare the maxillary growth of 2 groups consists of unilateral cleft lip and palate patients repaired with ldquo The Non Denuded Palatoplasty rdquo technique and Conventional Two Flap Palatoplasty. The outcome will be evaluated from cephalometry and the dental cast for each patient areevaluated using GOSLON YARDSTICK method. Data will be analyzed using SPSS version 20.Results A total of 4 patients in The Non Denuded Palatoplasty group and 10 in the Conventional Two Flap Palatoplasty. The cephalometric SNA, SNB and ANB point showed Class III skeletal jaw relationship or deficient maxilla. While the GOSLON yardstick type III are the frequent GOSLON on both group with good inter ratter reliability p 0.839 based on Mann Whitney test. In these study there were no correlation between cephalometric variables with GOSLON score.Conclusion Our results showed that modification The Non Denuded Palatoplasty technique made no statistically significant difference to the maxillary growth. However this study has several limitations, which are the sample size was small due to family, social and other factors that are beyond the control of the investigating team. Also the age of evaluation 7 9 years , means that the result is not the final outcome. "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iqbal Rizky Ramadhan
"Saat ini sebagian besar produk implan yang beredar di Indonesia adalah produk impor. Kementerian Kesehatan dan Kementerian Riset,Teknologi,dan Pendidikan Tinggi mendorong produksi produk implan dalam negeri supaya bisa menjadi alternatif produk implan yang selama ini didominasi oleh produk impor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pullout dan torsi dari screw domestik yang telah dibuat dengan mengacu kepada STM F-543 tentang metode pengetesan untuk screw tulang. Spesifikasi screw yang digunakan dalam penelitian ini adalah screw titanium berukuran M1.5 yang digunakan untuk fiksasi pada area maksilofasial. Performa pullout dicari dengan menggunakan cara eksperimen, finite elemen, dan matematikal. Performa pullout screw domestik kemudian dibandingkan dengan performa screw impor. Sedangkan untuk performa torsi hanya dilakukan dengan cara eksperimen kemudian dibandingkan dengan performa dari screw impor.
Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa nilai pull out screw domestik adalah 10,02 N dan screw impor 11,88 N. Nilai screw domestik dibandingkan dengan hasil finite elemen menunjukkan bahwa terjadi error sebesar 10,30. Sedangkan dengan menggunakan analitikal menggunakan chapman yang dimodifikasi didapat nilai sebesar 10,12 N atau error sebesar 1 Dari nilai yang didapat menunjukkan bahwa performa pullout screw domestik lebih buruk dari screw impor. Untuk performa torsi kedua screw menunjukkan performa yang sama baiknya yaitu 0,029 Nm untuk screw domestic dan 0,028 Nm untuk screw impor. Akan tetapi screw domestik membutuhkan gaya yang lebih besar untuk dipasang karena memiliki ujung yang lebih tumpul dari screw impor.

Currently, the most of implant products that sold at Indonesia are imported product. The Ministry of Health and the Ministry of Research, Technology and Higher Education stimulate domestic implant production as an alternative for imported products that have been dominating domestic market. This study aims to observe domestic titanium screw performance especially from torque and pull out performance based on ASTM F 532 about test method for metallic bone screw. The implant spesification that observed is screw M1.5 for maxillofacial region. Those performances are tested using experimental approach, Finite Element Analysis FEA, and mathematical approach for pull out and only experimental approach for torque test.
The results of this study show that the value of pull out from domestic titanium screw UI and commmercial screw respectively are 10,02 N and 11,88 N. This result for domestic screw UI is not slightly different from result which using FEA approach with error 10,30 for pull out. In the other hands, mathematical approach using chapman modified method give error 1 for pull out. The result of this study shows that the value of pull out performance of domestic titanium screw is a little bit worse than imported commercial product. For torwque performance, domestic screw UI has value 0,029 Nm which is as good as commercial screw with value 0,028 Nm. But, domestic screw needs more force to drive the screw into test block because it has duller tip than commercial screw.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Qosim
"Studi ini bertujuan untuk mengembangkan produk implan tulang maksilofasial berbasis biomaterial titanium. Prototipe implan yang terdiri dari screw dan miniplate telah berhasil didesain dan difabrikasi masing-masing menggunakan metode machining dan EDM, dengan 85 toleransi geometri yang dapat diterima. Dilakukan rekayasa permukaan secara mekanis, fisika, kimiawi, dan biologis untuk mengevaluasi performa-performa permukaan implan yang terdiri dari kekasaran, formasi lapisan oksida, deposit unsur kontaminan, dan toksisitas.
Hasil rekayasa menunjukkan bahwa pengetsaan dengan HCl 37 memberikan hasil terbaik dalam menurunkan kekasaran permukaan EDM menjadi kategori moderately rough dengan Ra 0,92 m ?Ra 54, serta mampu mengikis habis unsur kontaminan dari permukaan spesimen. Namun, metode ini cenderung menurunkan wt O sebesar 69 dari kondisi semula. Sebagai proses tambahan, PVD coating mampu meningkatkan wt O spesimen tersebut sebesar dua kali lipat.
Di sisi lain, metode biomachining dengan bakteri A. ferrooxidans tidak dapat bekerja secara optimal untuk merekayasa permukaan Ti6Al4V. Hasil uji toksisitas menunjukkan bahwa prototipe screw tidak berpengaruh terhadap proliferasi dan viabilitas sel punca mesenkimal.
Hasil sebaliknya ditunjukkan oleh prototipe miniplate yang kemungkinan disebabkan oleh deposit unsur kontaminan pada permukaannya. Setelah dilakukan rekayasa permukaan, proliferasi tertinggi ditunjukkan oleh spesimen yang dietsa dengan HCl, dengan persentase sel hidup 92,24 , sehingga memenuhi syarat untuk dapat dikategorikan memiliki biokompatibilitas yang baik.

This study aims to develop titanium biomaterial based maxillofacial bone implant products. Implants consisting of screw and miniplate were successfully designed and fabricated by using machining and EDM method respectively, with 85 of acceptable geometrical tolerances. Mechanical, physical, chemical, and biological surface treatments were employed to evaluate the performances of implant surface such as roughness, formation of the oxide layer, deposition of the contaminant element, and toxicity.
The results show that acid etching with HCl 37 takes the best effect of decreasing the surface roughness of original EDM to the moderately rough category, with Ra of 0.92 m Ra 54 , and able to perfectly eliminate the contaminant elements from the specimen surface. However, this method tends to decrease wt O about 69 from its initial condition. As an additional process, PVD coating is able to increase this wt O by twice as much.
On the other hand, the biomachining with A. ferrooxidans bacteria can not optimally work to remove Ti4Al6V surface. Toxicity test results show that the screw prototype has no effect on the proliferation and viability of mesenchymal stem cells.
The opposite result is shown by the miniplate prototype which is likely to be caused by the deposition of the contaminant elements on its surface. After engineered, the highest proliferation is acquired by specimens etched with HCl, with 92.24 of living cells, so that it is eligible to be categorized as having good biocompatibility.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nilam Permatasari
"

Tesis ini membahas mengenai penggunaan model tiga dimensi sebagai sarana belajar operasi sumbing bibir satu sisi dengan teknik fisher. Tujuan studi ini adalah mengevaluasi pengalaman membuat desain pra-operasi menggunakan model tiga dimensi dibandingkan dua dimensi. Dilakukan studi eksperimental menggunakan randomized sampling untuk menentukan akurasi anatomis dan kepuasan penggunaan model tersebut. Data menunjukkan bahwa penggunaan model tiga dimensi dapat menjadi sarana belajar tunggal untuk mencapai pemahaman dan persepsi dalam hal desain pra operasi. Penelitian lanjutan dapat mengevaluasi akurasi hasil pembelajaran pada pasien.


The focus of this study is on evaluating three dimensional model as a learning tool for unilateal labioplasty using fisher technique. This study aim to evaluate the experience in preoperative marking of unilateral cleft lip repair on three-dimensional model compared to two-dimensional model. An experimental study conducted using randomized sampling to measure the anatomical accuracy and satisfaction of pre operative marking of unilateral cleft lip repair  using fisher modification technique on three dimensional model over two dimensional model. Result shows that three dimensional model could be used as an efficient single learning tools to have the same level of perceptive and understanding of the design points. Further research should evaluate the effectivenes of this learning tool by assessing its accuracy result in real patients.

 

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55520
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puti Adla Runisa
"

atar Belakang: Silikonoma penis merupakan suatu proses inflamasi yang menyebabkan deformitas pada penis, yang disebabkan oleh penyuntikan substansi non-biologis pada penis, dan menyebabkan kerusakan yang hebat. Tata laksana berupa eksisi radikal kadang menjadi satu-satunya pilihan, dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit. Namun, tandur kulit menyebabkan kontraktur sekunder dan terputusnya ujung saraf dari kulit, sehingga berpotensi menyebabkan disfungsi seksual. Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi pasien tersebut dengan menggunakan IIEF-5.

Metode: Studi ini merupakan studi cross sectional retrograde yang melibatkan pasien silikonoma penis yang di rekonstruksi menggunakan tandur kulit di Rumah Sakit Hasan Sadikin dan Cipto Mangunkusumo dari januari 2015 ke juli 2019. Pasien yang bersedia mengikuti penelitian ini akan dievaluasi fungsi seksualnya menggunakan kuesioner IIEF-5.

Hasil: Terdapat total 36 pasien silikonoma penis yang direkonstruksi dengan tandur kulit, dan 19 pasien bersedia untuk ikut serta pada penelitian ini. Dari total pasien, 16 (84,2%) pasien memiliki fungsi seksual yang normal, 2 (10,5%) mengalami disfungsi ereksi ringan dan 1 (5,3) mengalami disfungsi ereksi ringan-sedang.

Kesimpulan: Pasien dengan silikonoma penis yang mendapatkan rekonstruksi dengan penutupan defek menggunakan tandur kulit memiliki fungsi seksual jangka panjang yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai opsi penutupan defek.


Background: The necessity for penile augmentation has been present throughout history, using non-biological high viscosity substances resulting in detrimental damages, leading to siliconoma. Surgical management with radical excision with choices of split thickness skin graft as defect closure option for resurfacing. Nevertheless, the presence of secondary contracture and sensation diminution of the graft might interfere with sexual function. The aim of this study is to evaluate sexual function in penile siliconoma patient post skin graft reconstruction, using Simplified International Index of Erectile Function (IIEF-5).

Methods: This is a retrograde cross-sectional study involving penile siliconoma patients receiving reconstruction using split thickness skin graft at Hasan Sadikin and Cipto Mangunkusumo General Hospital from January 2015 to July 2019. All patients willing to enroll in this study were given the IIEF-5 questionnaire for sexual function evaluation.

Result: A total patient of 36 people was detected through medical record in both centers, and 19 were willing to be enrolled in this study. Among the patients, 16 (84.2%) had normal sexual function and 2(10.5%) Mild and 1(5.3%) had mild to moderate erectile disfunction.

Conclusion: Penile siliconoma patients receiving radical excision and resurfacing using skin graft has a good sexual function, and could be used as a resurfacing option in the treatment of penile siliconoma.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Melinda Sari
"

Latar Belakang : Terdapat perdebatan jangka panjang di antara dokter bedah plastik mengenai bahan benang yang ideal untuk penjahitan luka. Banyak dokter bedah berpendapat bahwa material monofilamen lebih baik dibandingkan dengan monofilamen karena lebih mudah dalam melakukan simpul, tidak mudah terbuka, dan menimbulkan reaksi radang yang minimal. Pendapat lain tidak keberatan dengan benang multifilamen dan menganggap hasil yang diberikan tidak lebih buruk dibandingkan dengan monofilamen Pasien dan Metode : Defek sekunder donor tandur kulit full-thickness di area inferior abdomen dijahit menggunakan Vicryl 4.0 untuk lapisan dalam, dan pada lapisan luar dibagi menjadi grup Vicryl 4.0 dan grup Nylon 4.0. Seluruh pasien dilakukan follow-up hingga enam bulan setelah tindakan operasi dan diukur nilai VAS masing-masing pasien terhadap bekas luka jahitan. Hasil : Terdapat total 20 pasien disertakan dalam penelitian ini. Setelah 6 bulan pasca operasi, skor VAS pada grup pasien multifilamen memiliki nilai rerata 6.8, sedangkan pada grup monofilamen nilai rerata 7. Komplikasi berupa infeksi, dehisens, dan peradangan ditemukan pada satu pasien dari setiap grup. Kesimpulan : Tidak didapatkan perbedaan signifikan antara bekas luka yang dihasilkan dan komplikasi yang terjadi pada luka yang dijahit menggunakan benang multifilamen dengan monofilamen.


Background : There is long-standing disagreement among plastic surgeons as to the ideal suture material for closing skin wounds. Many surgeons believe hat monofilament suture material is preferable, as it is easier to tie, is unlikely to break prematurely, and elicits a minimal inflammatory response. Others feel that these issues are of minor importance and prefer absorbable multifilament sutures because they do not have to be removed, thus saving the surgeon time and decreasing patient anxiety and discomfort. Patients and Methods: Full thickness skin graft were taken from inferior abdominal. All deep tissues were closed with 4.0 Vicryl, while on the subcuticular level one group was sutured using 4.0 Vicryl and the other with 4.0 Nylon. All patients were followed for up to 6 months after surgery and VAS score of the scar were recorded from each patient. Result : Twenty patients were included in this study and divided into two groups. After 6 months evaluation, the mean VAS score for the aesthetic perception of the scar from the multifilament suture group was 6.8 and from the monofilament group was 7. Infection, dehiscence, and inflammation were found on one patient from the multifilament group and hypertrophic scar on one patient from each group. Conclusion : There are no significant difference on scar formation and complication between FTSG donor defects that were sutured using multifilament and monofilament suture.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Marcellina Sadikin
"

Latar Belakang: Studi pendahuluan ini bertujuan untuk mengeksplorasi efek asam traneksamat dan kombinasinya dengan larutan tumesen satu per satu juta untuk mengurangi perdarahan intra- dan pascaoperasi pada model luka bakar babi.

Metode: Dua subjek hewan digunakan dalam penelitian eksperimental ini. Empat luka bakar dibuat pada punggung masing-masing hewan. Setiap luka bakar diberi salah satu dari perlakuan berikut: (1) larutan tumesen satu per satu juta; (2) asam traneksamat; (3) larutan tumesen satu per satu juta yang dikombinasikan dengan asam traneksamat; atau (4) kelompok kontrol. Setelah injeksi, jaringan nekrotik dieksisi oleh satu orang operator yang tidak mengetahui jenis perlakuan yang diberikan pada masing-masing jaringan nekrotik. Jumlah perdarahan intraoperasi dan 24 jam pascaoperasi diukur menggunakan pengukuran gravimetri dan analisis subjektif dengan visual analogue guide oleh dua penilai independen.

Hasil: Larutan tumesen satu per satu juta saja tampaknya menunjukkan hasil yang baik dalam mengendalikan perdarahan intraoperasi; perdarahan rebound tidak terjadi. Efektivitas injeksi asam traneksamat saja atau dalam kombinasi dengan larutan tumesen satu per satu juta untuk mengurangi perdarahan intraoperasi tidak dapat disimpulkan dalam studi pendahuluan ini. Tidak ada perbedaan signifikan dalam perdarahan 24 jam pascaoperasi di antara semua kelompok.

Simpulan: Penelitian menyeluruh harus dilakukan untuk memberikan bukti yang lebih konklusif mengenai efektivitas infiltrasi asam traneksamat dan perbandingannya dengan larutan tumesen satu per satu juta dan kombinasinya.

 

 


Background: This pilot study aimed to explore the effect of tranexamic acid (TA) and its combination with one-per-mil tumescent solution to reduce intraoperative blood loss and postoperative bleeding in porcine burn wound model.

Methods: Two animal subjects were used in this experimental study. Four burn wounds were created in each animal’s torso. Each burn wound was treated with one of these injection solutions or intervention: (1) one-per-mil tumescent solution; (2) TA; (3) one-per-mil tumescent solution combined with TA; or (4) control group. After the injection, the burn necrotic tissue was tangentially excised by a single blinded surgeon. The amount of intraoperative bleeding and 24-hour postoperative bleeding was measured using gravimetric measurement and subjective analysis with the aid of a visual guide analogue by two independent assessors.

Results: One-per-mil tumescent alone seems to show a good result in controlling intraoperative bleeding; no rebound bleeding was observed. However, the effectiveness of TA alone or in combination with one-per-mil tumescent solution to reduce intraoperative bleeding cannot be concluded yet through this pilot study. There was no significant difference in 24-hour postoperative bleeding among all groups.

Conclusion: The full research should be conducted to provide more conclusive evidence regarding the efficacy of TA infiltration and its comparison with one-per-mil tumescent solution and combination of both agents.

 

 

 

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>