Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Novelia Kwan
Abstrak :
Tesis ini menganalisis pembuatan dan pendaftaran Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) atas surat wasiat yang dibuat oleh WNI di luar negeri. Analisis ini dilakukan terhadap studi kasus Tuan SYS yang membuat surat wasiatnya di Negara Bagian Texas yang sudah dilegalisasi oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Negara Bagian Texas sebelum ia meninggal di Indonesia. Ahli warisnya datang ke beberapa notaris di Indonesia untuk meminta wasiat tersebut didaftarkan dan dibuatkan SKHWnya. Tesis ini menggunakan metode penelitian doktrinal dan non-doktrinal. Pasal 945 KUHPerdata dan Pasal 8 huruf c Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018 menunjukkan bahwa pembuatan wasiat oleh WNI di luar negeri dimungkinkan. Pewaris, ahli waris, maupun kuasanya dapat mendaftarkan wasiat tersebut melalui notaris dalam jangka 1 bulan sejak wasiat tersebut dibuat. Kemudian, notaris dapat membuat SKHWnya berdasarkan permintaan para ahli waris. Namun, berdasarkan hasil penelitian non-doktrinal, ternyata pembuatan dan pendaftaran SKHW atas wasiat yang dibuat oleh WNI tidak dimungkinkan. ......This thesis analyzes the drafting and registration of Surat Keterangan Hak Waris (SKHW) for a testament made by Indonesians abroad. The analysis was carried out on a study case of Mr. SYS who had written his testament in Texas, which was legalized by the Consulate General of the Republic of Indonesia in Texas, before he passed away in Indonesia. The heirs came to several notaries in Indonesia to ask for the testament to be registered and the SKHW to be made. This paper engages with doctrinal and non-doctrinal research methods.Article 945 of KUHPerdata and Article 8 (c) of Regulation of Minister of Foreign Affairs Number 5 of 2018 indicates that it is possible for Indonesians abroad to make testaments. The testator, heirs, or proxies can register the testament through a notary within a month after the testament is made. Then, a notary can make the SKHW based on the heirs’ request. However, based on the results of non-doctrinal research, drafting and registering a SKHW based on a testament made by Indonesians abroad is not doable.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Diora Artha
Abstrak :
Dalam suatu perceraian tak jarang terjadi sengketa mengenai pembagian harta, terkhususnya mengenai benda tidak bergerak yaitu tanah. Dalam Putusan Mahkamah Agung 2457 K/Pdt/2020, pihak istri WNI bernama Hany Ratna Gulaso (“HRG”) dan pihak suami WNA bernama Enrico Brandonisio (“EB”) telah memilih untuk pisah harta pada saat perkawinan. Namun demikian, setelah membeli suatu tanah hak milik di Indonesia atas nama HRG, pasangan suami istri tersebut membuat suatu Surat Kesepakatan Bersama untuk memperjanjikan tanah sebagai milik bersama. Hal ini menimbulkan masalah karena asas nasionalitas yang dianut dalam UUPA tidak memperbolehkan WNA untuk mempunyai hak atas hak milik. Rumusan masalah yang diangkat dalam tesis ini adalah kedudukan harta pasca perceraian suatu perkawinan campuran berdasarkan hukum Indonesia dan juga kedudukan harta pasca perceraian sebagai akibat dari adanya Surat Kesepakatan Bersama. Penelitian ini merupakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini menunjukkan bahwa benda tidak bergerak berupa tanah di Indonesia yang beralaskan hak milik, HGU, HGB tidak bisa menjadi harta bersama dalam perkawinan campuran karena harus dilepaskan dalam jangka waktu satu tahun atau akan jatuh kepada Negara. WNI tetap berhak atas tanah beralaskan hak tersebut hanya jika telah menyepakati perjanjian pisah harta. Dalam Putusan, EB dan HRG terikat dalam perjanjian pisah harta, sehingga sewaktu mereka membuat Surat Kesepakatan Bersama, pasangan suami istri tersebut bertindak sebagai subjek hukum dengan hak milik bersama bebas, sehingga objek sengketa seharusnya bukan merupakan harta bersama. Oleh karenanya, Surat Keputusan Bersama tersebut sebenarnya merupakan perjanjian nominee yang melanggar ketentuan UUPA. ......In a divorce, disputes on distribution of marital assets, especially immovable assets such as land, may occur. In the Supreme Court Judgment 2457 K/Pdt/2020, Hany Ratna Gulaso ("HRG"), an Indonesian national as the wife, and Enrico Brandonisio ("EB"), an Italian national as the husband, have chosen to separate their assets at the time of marriage by agreeing on a nuptial agreement. Nevertheless, after purchasing a piece of land with Ownership Rights in Indonesia, the pair also made a Letter of Agreement to treat the object as marital property. This raises a problem because the nationality principle adhered to in the Indonesian Agrarian Law prohibits foreigners from having Ownership Rights over land in Indonesia. This research studies the status of marital assets post-divorce in a mixed marriage and the status of marital assets due to the so-called Letter of Agreement agreed upon by the husband and wife. It is doctrinal research with an analytical descriptive research typology. This research finds that an immovable asset in the form of land with Ownership Rights in Indonesia is not an object of marital property in a mixed marriage because the land must be released to the third party within one year, or the State will seize it. Indonesian nationals will still have Ownership Rights over land located in Indonesia only if a nuptial agreement separating the marital property exists. In the Supreme Court Judgment, EB and HRG are bound in a nuptial agreement to separate their assets, so that when they agreed on the Letter of Agreement, they act as legal subjects with free joint property rights. Therefore the disputed land should not be treated as marital property. Consequently, the Letter of Agreement is, in fact, a nominee agreement which violates the Indonesian Agrarian Law.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Setiabudhi
Abstrak :
Tesis ini meneliti pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu. Pengalihan hak atas tanah dapat beralih salah satunya melalui jual beli. Jual beli dapat diakui sah apabila dibuat berdasarkan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada prakteknya jual beli tidak selalu dapat langsung dilakukan, melainkan dapat didahului menggunakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Apabila Pembeli berhalangan untuk hadir pada saat menandatangani Akta Jual Beli maka Pembeli dapat membuat Akta Kuasa Menjual. Pokok permasalahan yang diangkat adalah akibat hukum dari pengalihan hak atas tanah berdasarkan Akta Kuasa Menjual palsu terkait Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel dan perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya serta pembeli beriktikad baik terkait Putusan Nomor 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian doktrinal, sehingga data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah Akta Kuasa Menjual dan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Notaris tidak sah. Sehingga karena didasarkan Akta Kuasa Menjual palsu maka pengalihan hak atas tanahnya yaitu produk hukumnya harus dikembalikan kepada pemilik sebenarnya berdasarkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 21 Tahun 2020. Perlindungan hukum bagi pemilik sebenarnya adalah dapat memperoleh kembali hak atas tanahnya dengan mencantumkan namanya kembali dalam sertipikat tersebut serta dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Perlindungan hukum bagi pembeli beriktikad baik adalah dapat memperoleh ganti kerugian dari para pelaku pemalsuan surat. Penyelesaian terkait permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan cara pemilik sebenarnya tetap menjual kepada pembeli beriktikad baik namun untuk biaya yang perlu dikeluarkan ditanggung sepenuhnya oleh para pelaku pemalsuan surat apabila pemilik sebenarnya dan pembeli beriktikad baik tetap ingin melakukan pengalihan hak atas tanah melalui jual beli. ......This thesis examines the transfer of land rights based on a fake Power of Attorney Deed. One of the ways to transfer land rights is through sale and purchase. A sale and purchase can be recognized as valid if a Deed of Sale and Purchase is made by a Land Deed Official. In practice, a sale and purchase cannot always be done immediately, but can be preceded by a Sale and Purchase Agreement. If the Buyer is unable to be present when signing the Sale and Purchase Deed, the Buyer can make a Power of Attorney Deed. The subject matter raised is the legal consequences of the transfer of land rights based on a forged Power of Attorney Deed related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel and legal protection for the real owner and good faith buyers related to Decision Number 157/Pid.B/2022/PN Jkt.Sel. The research method used is doctrinal research method, so the data used is literature study. The result of this research is that the Deed of Power of Attorney to Sell and the Deed of Sale and Purchase made by the Notary are invalid. So that because it is based on a forged Power of Attorney Deed, the transfer of land rights, namely the legal product, must be returned to the actual owner based on Regulation of the Minister of ATR / BPN Number 21 of 2020. Legal protection for the real owner is that he can regain his land rights by putting his name back on the certificate and can obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Legal protection for good faith purchasers is to be able to obtain compensation from the perpetrators of forged letters. Settlement related to these problems can be done by way of the actual owner continues to sell to buyers in good faith but for the costs that need to be incurred fully borne by the perpetrators of forgery of letters if the actual owner and good faith buyers still want to transfer land rights through sale and purchase.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mhd Fadil
Abstrak :
Perbuatan hukum penerima hibah setelah terlaksananya hibah sebaiknya tidak bertentangan dengan Pasal 1688 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena adanya hak bagi pemberi hibah untuk melakukan penarikan kembali dengan mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan. Dengan adanya suatu putusan pengadilan yang menyatakan hibah batal maka objek hibah tersebut akan kembali menjadi milik pemberi hibah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan notaris untuk membatalkan akta hibah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah penerima protokol terhadap pembatalan akta hibah. Dengan menggunakan metode penelitian doktrinal yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan literatur-literatur yang ada serta tipologi penelitian yang preskriptif, penelitian menghasilkan bahwa notaris tidak memiliki kewenangan sedikitpun untuk membatalkan akta hibah yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah karena kedua pejabat tersebut memiliki payung hukum yang berbeda. Selain itu sebaiknya hakim mengubah redaksional putusannya. Di samping itu, Pejabat Pembuat Akta Tanah penerima protokol berkewajiban hanya menyimpan dan memelihara protokol sehingga apabila diperlukan oleh masyarakat dapat dengan mudah ditemukan. Disarankan bagi para hakim dan calon hakim agar lebih mendalami ilmu kenotariatan supaya dapat membedakan kewenangan masing-masing pejabat tersebut. Disarankan juga bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional untuk mengatur mengenai jangka waktu penunjukan pejabat penerima protokol. ......The legal actions taken by the grantee after the grant has been executed should not contradict Article 1688 of the Civil Code because the grantor has the right to revoke the grant by filing a cancellation request to the court. With a court decision that cancelled the grant, the granted object will revert to the ownership of grantor. This study aims to analyze the authority of notary to annul a grant act made by land deed official and the responsibilities of the Land Deed Official who received the protocol for a cancelled grant. Using a doctrinal research method based on legislation and existing literature as well as using prescriptive typology, the research concludes that a notary does not have the authority to cancel grant act made by the Land Deed Official because these two officials operate under different legal frameworks. Furthermore, it is suggested that the judges should amend the wording of their decision to state that grant act is null and void. Additionally, the Land Deed Official as the protocol recipient is only obliged to store and maintain the protocol that easily accessed when needed by the public. It is advised for judges and prospective judges to deepen their knowledge of notarial law to distinguish the authority of each official. The Ministry of Agrarian and Spatial Planning/National Land Agency is also advised to regulate the appointment period of the protocol recipient official.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Pieter
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis kekuatan pembuktian surat wasiat yang dibuat oleh WNI di luar negeri, serta akibat hukum dari pertimbangan hakim dalam putusan yang diangkat terhadap surat wasiat tersebut dan terhadap harta peninggalan pewaris. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pasal 945 KUH Perdata menyatakan bahwa WNI yang berada di luar negeri tidak boleh membuat wasiat selain dengan akta autentik dan dengan mengindahkan formalitas-formalitas yang berlaku di negeri tempat akta itu dibuat. Berarti, KUH Perdata mengamahakan bahwa keabsahan wasiat ditentukan oleh persyaratan formil ini, yaitu harus dalam bentuk akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang. Padahal, pembuatan wasiat secara autentik bukanlah suatu kewajiban, melainkan opsi yang tersedia bagi yang menginginkan. Kasus dalam putusan melibatkan 2 (dua) wasiat, satu dibuat di hadapan Notaris sebelum pewaris menikah, dan satunya lagi dibuat di hadapan Attorney at Law di Amerika Serikat setelah pewaris menikah dan bertempat tinggal disana. Sepeninggalnya pewaris, ahli waris ab testamenter dari kedua wasiat menuntut haknya dan saling mempermasalahkan wasiat tersebut. Hukum Perdata Internasional di Indonesia mengenal prinsip lex patriae, locus regit actum, dan lex rei sitae. Ketika terjadi sengketa waris dimana terdapat unsur internasional seperti dalam kasus, maka selain merujuk pada KUH Perdata, prinsip-prinsip Hukum Internasional tersebut juga patut untuk dipertimbangkan. Dalam hal suatu dokumen tidak dapat dianggap autentik karena tidak dibuat di hadapan Notaris, maka dapat merujuk pada Hukum Acara Perdata, yang tidak hanya mengakui kekuatan pembuktian alat bukti berupa akta autentik, namun juga pada akta yang dibuat di bawah tangan. Oleh karena hakim dalam putusan yang diangkat hanya merujuk pada Pasal 945 KUH Perdata, maka wasiat yang pertama dibuat oleh pewaris di Indonesia berhasil mengalahkan wasiat terakhir yang dibuatnya di Amerika Serikat, serta obyek warisan tidak beralih kepada orang yang ditunjuk sesuai kehendak terakhirnya. Tidak adanya aturan khusus tentang hukum waris Indonesia yang dapat secara definit mengarahkan pembuatan wasiat bagi WNI telah menyebabkan penafsiran yang variatif dan akibatnya, kejadian seperti dalam kasus inilah yang akhirnya melemahkan hak berwasiat WNI yang bertempat tinggal di luar negeri. ......The article analyzes the evidentiary strength of a testament made by Indonesian citizens abroad, as well as the legal consequences of judge's considerations in the court’s decision regarding the testament and the inheritance of the testator. This thesis uses doctrinal research methods. Article 945 of the Civil Code states that Indonesian citizens abroad may not make a testament other than with an authentic deed and by observing the formalities applicable in the country where the deed is made. It indicates that the Civil Code requires that the validity of a testament is determined by these formalities, that it must be in the form of a deed made by an authorized official. However in fact, a testament in the form of an authentic deed is not an obligation, but rather an option available for those who wish to. The case involved 2 (two) testaments, one made before a Notary before the testator married, and the other made before an Attorney at Law in the United States after the testator married and resided there. After the testator’s death, the testamentary heirs of both testaments claimed their rights and disputed each other's testaments. Private International Law in Indonesia recognizes the principles of lex patriae, locus regit actum, and lex rei sitae. When an inheritance dispute occurs with an international element, as in this case, apart from referring to the Civil Code, the principles of International Law are also worth considering. In an event where a document cannot be considered authentic because it was not made before a Notary, one can refer to the Civil Procedure Law, which not only recognizes the evidentiary power of evidence in the form of authentic deeds, but also privately made deeds. As a result of the court’s decision where the judges only referred to Article 945 of the Civil Code, the first testament that was made in Indonesia succeeded in defeating the last testament made in the United States, and the inheritance object did not pass to the person appointed according to testator’s last will. The absence of specific rules regarding Indonesian inheritance law that can definitively direct the making of testament for Indonesian citizens has led to varied interpretations and as a result, incidents such as in this case ultimately weaken the rights of Indonesian citizens residing abroad to write a testament.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Nyoman Junita Krisnadiyanti Devi
Abstrak :
Perjanjian sewa menyewa atas tanah pada umumnya dibuat secara tertulis yang mencakup keinginan dan kepentingan para pihak. Namun, dalam kasus perkara Putusan Mahkamah Agung Nomor 1644/K/Pdt/2022, perjanjian sewa menyewa atas tanah dilakukan secara lisan dan dijadikan dasar pembuatan Akta sewa menyewa. Kedua bentuk perjanjian tersebut diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, meskipun memiliki kekuatan pembuktian yang berbeda. Dengan putusan pengadilan yang menyatakan Akta sewa menyewa atas tanah batal demi hukum akibat adanya perbuatan melawan hukum, sedangkan perjanjian sewa menyewa atas tanah secara lisan sah menurut hukum, maka muncul pertanyaan tentang kekuatan pembuktian dari suatu Akta notaris yang seharusnya merupakan alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dibandingkan dengan perjanjian secara lisan. Permasalahan hukum yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah kekuatan pembuktian perjanjian sewa menyewa atas tanah secara lisan dan Akta sewa menyewa atas tanah terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 1644/K/Pdt/2022, serta tanggung jawab notaris dalam pembuatan Akta sewa menyewa yang mengandung perbuatan melawan hukum terkait Putusan Mahkamah Agung Nomor 1644/K/Pdt/2022. Penelitian ini menggunakan metode penelitian doktrinal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kekuatan pembuktian perjanjian sewa menyewa atas tanah secara lisan perlu dibuktikan dengan alat bukti lainnya, sehingga memiliki kekuatan yang lebih lemah dibandingkan dengan kekuatan pembuktian dari Akta sewa menyewa. Untuk Akta sewa menyewa yang dinyatakan batal demi hukum oleh hakim akibat adanya perbuatan melawan hukum dalam pembuatan Akta, maka Notaris dapat melakukan tanggung jawab secara perdata dan administratif. ......Land lease agreements are generally made in writing which includes the wishes and interests of the parties. However, in the case of Supreme Court Decision No. 1644/K/Pdt/2022, the land lease agreement was made orally and used as the basis for making a lease deed. Both forms of agreement were submitted as evidence in court, although they have different evidentiary powers. With the court's decision stating that the land lease deed is null and void due to unlawful acts, while the oral land lease agreement is valid according to the law, the question arises about the evidentiary power of a notarial deed which should be an evidence tool that has perfect evidentiary power compared to an oral agreement. The legal issues to be discussed in this research are the evidentiary power of oral land lease agreements and land lease deeds related to Supreme Court Decision Number 1644/K/Pdt/2022, as well as the responsibility of notaries in making lease deeds containing unlawful acts related to Supreme Court Decision Number 1644/K/Pdt/2022. This research uses doctrinal research methods. The results of the analysis show that the strength of proof of an oral land lease agreement needs to be proven by other evidence, so that it has weaker strength than the strength of proof.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dida Hayuningtri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis pengaturan mengenai yurisdiksi Majelis Arbiter berdasarkan Konvensi ICSID dan penerapannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan Pasal 25 Konvensi ICSID, yurisdiksi Majelis Arbiter dalam mengadili suatu sengketa ditentukan oleh adanya kesepakatan para pihak, ketentuan ratione materiae dan ratione personae. Pentingnya ketiga persyaratan tersebut untuk dipenuhi dalam menentukan yurisdiksi Majelis Arbiter dapat dilihat dalam perkara Pemda Kaltim melawan PT Kaltim Prima Coal dkk. Dalam perkara tersebut, ketentuan ratione personae tidak terpenuhi sehingga Majelis Arbiter ICSID menyatakan diri tidak memiliki yurisdiksi untuk mengadili perkara tersebut. ......This research is aimed to describe and analyze the rules regarding the Arbitral Tribunal`s jurisdiction based on the ICSID Convention and its implementation. The result of this research shows that based on Article 25 of the ICSID Convention, the ICSID Arbitral Tribunal`s jurisdiction is determined by the consent of the disputing parties, requirements ratione materiae and ratione personae. In GPEK v. PT Kaltim Prima Coal and others, it is obvious that the compliance of those requirements is very fundamental in determining the Tribunal`s jurisdiction over the dispute. In the mentioned case, requirements ratione personae were not fulfilled. Consequently, the Tribunal lacks of jurisdiction over the dispute.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53975
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Vera Ruth Angelina
Abstrak :
Sebagai salah satu bentuk ekspropriasi tidak langsung, creeping expropriation kerap menimbulkan permasalahan dalam penyelesaian sengketa antara negara dan penanam modal. Creeping expropriation sering digunakan negara dalam mengambil alih penanaman modal asing. Empat putusan ICSID yang dibahas dalam skripsi ini telah mempertimbangkan mengenai konsep creeping expropriation. Meskipun demikian, tidak terdapat suatu konsep yang jelas dan konsisten mengenai creeping expropriation. Untuk menganalisis permasalahan ini, digunakan penelitian hukum normatif yang dilakukan secara deskriptif analisis. Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat perbedaan pemahaman dan penerapan konsep creeping expropriation dalam sengketa penanaman modal asing di ICSID.
As one form of indirect expropriation, creeping expropriation often rises problems in investor-state investment dispute. Creeping expropriation is often used by a state to undertake foreign investment. Four ICSID awards used in this thesis have acknowledged and put creeping expropriation into consideration. However, there is no clear and consistent understanding regarding creeping expropriation concept. This research is analyzed through normative legal research done through descriptive-analytic method. The research shows the different implementation of creeping expropriation concept in foreign investment dispute in ICSID.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S55571
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbanraja, Indira Sarah
Abstrak :
Perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran adalah fenomena yang marak terjadi di masyarakat dunia. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, tulisan ini menjelaskan peranan HPI dalam pengaturan dan keberlakuan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran oleh karena adanya interaksi antara dua atau lebih stelsel hukum. Berdasarkan pembahasan perjanjian-perjanjian perkawinan tersebut, dapat disimpulkan bahwa masing-masing negara memiliki pengaturan perjanjian perkawinan dalam perkawinan campuran yang berbeda dan para pihak diharapkan memperhatikan hal tersebut sebelum menyusun perjanjian. ...... Prenuptial agreement in mixed marriage is a worldwide phenomenon. With the research methodology of normative law, this writing explains the role of Private International Law/PIL in regulation and enforcement of prenuptial agreement because of the interaction between two or more laws. Based on the discussion of the prenuptial agreements, it can be concluded that each country has different regulation on prenuptial agreement in mixed marriage and it is best for the parties to pay attention on this matter before getting into agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S56034
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asri Rahimi
Abstrak :
The United Nations Convention on Contracts for International Sale of Goods (CISG) adalah konvensi jual beli internasional yang disusun oleh United Nations Commission on International Trade Law demi menjembatani perbedaan sistem hukum negara-negara di dunia mengenai hukum jual beli internasional. Salah satu ketentuan CISG memungkinkan pembeli untuk membatalkan kontrak jual beli internasional, selama persyaratan tertentu dalam CISG terpenuhi. Adapun persyaratan tersebut adalah wanprestasi yang merupakan Fundamental Breach berdasarkan dalam Pasal 25 CISG. Fundamental Breach memiliki 2 elemen: substantial deprivation dan foreseeability. Berdasarkan 2 kasus yang dibawa ke hadapan pengadilan Kanada, yaitu Brown & Root v. Aerotech dan Diversitel v. Glacier, terdapat keengganan majelis hakim untuk memberlakukan CISG sebagai dasar hukum pembatalan kontrak.
The United Nations Convention on Contracts for International Sale of Goods (CISG) is an international sale of goods convention made by the United Nations Commission on International Trade Law to bridge the differences among every countries international sales laws. One of the provisions in the CISG allows the buyer to avoid a contract if certain requirements within the CISG are satisfied. One of those requirements is if the breach amounts to a Fundamental Breach according to Article 25 CISG. Fundamental Breach consists of 2 elements: substantial deprivation and foreseeability. According to 2 cases brought before Canadian courts, Brown & Root v. Aerotech and Diversitel v. Glacier, there is reluctance within courts in applying CISG as the basis of avoidance of the contracts.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S59956
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>