Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trisna Kumala Satya Dewi
"Penelitian ini berjudul, 'Transformasi Mitos Dewi Sri dalam Masyarakat Jawa". Perumusan masalah penelitian ini, yaitu (1) Bagaimanakah transformasi mitos Dewi Sri dalam sastra', (2) Bagaimanakah persebaran mitos Dewi Sri dalam masyarakat Jawa' dan (3) Bagaimanakah iimgsi mitos Dewi Sri dalam masyarakat Jawa' Tujuan penelitian ini, yaitu (1) Mengungkapkan transformasi mitos Dewi Sri dalam sastra, (2) Mengungkapkan persebaran mitos Dewi Sri dalam masyarakat Jawa, dan (3) Mengungkapkan fungsi mitos Dewi Sri dalam masyarakat Jawa.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teori sastra lisan, teori filologi dan transformasi teks. Metode penelitian dalam penelitian ini meliputi beberapa bagian, yaitu (I) Iokasi dan sasaran penelitian, (2) pengumpulan data, dan (3) dokumentasi, yaitu pengumpulan, penggolongan dan penganalisisan. Di samping itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan etnografi. Dalam rangka analisis transformasi teks Dewi Sri digunakan prinsip intertekstualitas dan hipoglam (Riffaterre, 1978) dan Kristeva (Culler, 1977).
Penelitian ini menghasilkan hal-hal sebagai berikut. Dalam masyarakat Jawa mitos Dewi Sri bertransformasi dalam wayang purwa lakon Sri Sadana dan Sri Mulih yang dipagelarkan dalam upacara bersih desa. Masyarakat Jawa sering menyebut lakon Sri Sadana dengan Mikukuhan (Mikukuhan Dewi Sri) dan lakon Sri Mulih disebut juga Sri Boyong atau Sri Mantuk Berdasarkan analisis hubungan intertekstualitas maka dapat diketahui bahwa lakon Sri Sadana sebagai teks transformasi secara signifikan teksnya menunjukkan kemiripan dengan hipogram 3 dan 4 yaitu Sera! Manfkmaya (Priyohutomo, 1952) dan Serat Manikmaya (B.97). Di samping itu, juga menunjukkan kemiripan dengan Serat Pustakaraja Budhawaka. Dengan demikian, dapat diketahui pula jenis-jenis hipogram dalam lakon Sri Sadana yaitu ekspansi, konversi, ekserp dan modifikasi serta penggabungan berbagai jenis hipogram. Ekserp merupakan unsur yang paling menonjol dalam lakon Sri Sedona.
Berdasarkan analisis hubungan intertekstualitas teks Iakon Sri Mulih dapat diketahui bahwa teks ini menunjukkan perbedaan yang cukup menonjol dibandingkan dengan teks lakon Sri Sadana. Teks Iakon Sri Mulih hanya mirip dengan hipogram l dan jenis hipogramnya tennasuk ekserp serta gabungan ekserp dan modifikasi. Teks lakon Sri Mulih dengan hipogram 2, 3, dan 4 hanya dapat diiidentifikasikan melalui tiga hal, yaitu (I) tokoh Dewi Sri, (2) tema, yaitu 'boyong' (perpindahan tokoh), dan (3) motif-motif, yaitu bencana, petunjuk, kemakmuran, tokoh utama (Dewi Sri) menempati Negara Seberang, dan tokoh utama (Dewi Sri) kembali ke tempat semula (Tanah Jawa). Berdasarkan karakteristik teks lakon Sri Muiih tersebut, maka dalam penelitian ini ditambahkan satu jenis hiporam, yaitu 'motivasi'. 'Motivasi' yaitu munculnya motif-motif atau persamaan motif dalam karya sastra (teks) sebagai akibat dorongan atau motivasi pengarang atau pencerita (dalang) akan ilusi realitas.
Berdasarkan peelitian terhadap tradisi bersih desa yang masih melestarikan mitos Dewi Sri, khususnya yang berkaitan dengan pagelaran wayang purwa maka dapat diklasifikasikan menjadi 3 hal sebagai berikut. Pertama, mitos Dewi Sri dalam upacara bersih desa yang berkaitan dengan pertanian khususnya panen padi (panen besar). Kedua, mitos Dewi Sri dalam bersih desa yang berkaitan dengan bulan puasa atau ruwah rosul (rosulan). Ketiga, mitos Dewi Sri dalam upacara bersih desa yang berkaitan dengan sejarah atau asal-usul desa. Mitos Dewi Sri dalam hal persebarannya telah mengambil tempat dalarn dunia realitas yang rasional. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Jawa masih banyak yang mengabadikan nama 'Sri' sebagai nama diri. Mitos Dewi Sri pada era ini masih diaktualisasikan dalam kehidupan keseharian masyarakat Jawa yang berkaitan dengan upacara adat, kesenian, perekonomian, dan pedoman hidup. Persebaran mitos Dewi Sri dapat diidentifikasikan berdasarkan daerah dan masyarakat yang mempagelarkan wayang purwa dengan lakon Sri Sadana atau Sri Mulih dalam tradisi bersih desa khususnya di daerah Surakarta dan sekitamya, yang meliputi Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Klaten.
Mitos Dewi Sri mempunyai fungsi yang penting dalam masyarakat Jawa. Mitos Dewi Sri yang diaktualisasikan dalam pagelaran wayang purwa lakon Sri Sadana dan Sri Mulih dalam tradisi bersih desa bagi sebagian masyarakat Jawa masih dianggap sebagai syarat yang 'penting'. Mitos Dewi Sri dalam lakon Sri Sadana dan Sri Muiih fungsi sebagai semi ritual dalam upacara bersih desa yang hingga dewasa ini masih dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Mitos Dewi Sri berfungsi sebagai mitos kesuburan. Di samping itu, baik lakon Sri Sadana maupun Sri Mulih memiliki beberapa fungsi yang Iain, yaitu sebagai alat pendidikan bagi masyarakat, sebagai alat pengesahan pranata-pranata kebudayaan dan sebagai alat pencerminan angan-angan masyarakat. Lakon Sri Mulih khususnya, dapat dikatakan semacam 'katarsis' terhadap situasi dan kondisi yang sedang dialami oleh masyarakat. Bersih desa dan manfaatnya dalam jangkauan yang lebih luas dapat dijadikan sebagai sarana membina kerukunan antarwarga, perekat kebersamaan, memupuk semangat kegotongroyongan, dan kerukunan antarumat beragama."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2009
D1617
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Alfian Syahmadan
"Disertasi ini merupakan hasil penelitian terhadap dua ritual mangampar ruji, yaitu mangampar ruji Sitamiang dan mangampar ruji Pargarutan Baru di wilayah adat Batak Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan Provinsi Sumatra Utara. Penelitian dilaksanakan untuk melihat bagaimana teks, formula, simbol dan narasi ritual yang dilaknsakan sebagai bagian ari upacara perkawinan pada masyarakat Batak Angkola tersebut dapat diwariskan ke generasi yang akan dating. Disertasi ini menggunakan gabungan metode etnografi (Spreadly) dengan teori formula (formulaic theory Parry-Lord). Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan sebagian besar data yang diperoleh adalah data lapangan. Sebagai data pendukung, penulis juga melakukan penelitian dan studi pustaka. Tahapan-tahapan pengambilan data dilakukan secara etnografis secara berkala dan berulang-ulang melalui survey, wawancara, dengan informan kunci dari pelaku tradisi lisan lokal, sumber data primer pada ritual mangampar ruji dan data sekunder dengan mengumpulkan data lapangan, menganalisis data. Setelah itu, peneltian ini menggunakan teori formulaik Parry-Lord terutama pada konsep transmisi, pewarisan, formula, oralitas, piranti mnemonik (alat pengingat) dan pembentuk tema. Kesimpulan yang menarik yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa ritual mangampar ruji, sacara adat dan diyakini secara sadar oleh masyarakat Batak Angkola, mengawali hubungan interpersonal suami – istri, mengawali hubungan pemberi istri – pengambil istri, menjadi dasar hubungan interpersonal dalam extended family, dan menjadi faktor utama pembentuk dan pemberi sifat pada hubungan sosial dalam pergaulan sehari-hari masyarakat Batak Angkola. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa ritual tersebut adalah dasar dari pembentukan dalihan natolu, falasafah manat mardongan tubu, somba, marhulahula, dan elek marboru, tiga tujuan hidup; hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, serta etika dan etiket masyarakat batak Angkola.

This dissertation is the result of research on two rituals of mangampar ruji, namely mangampar ruji Sitamiang and mangampar ruji of Pargarutan Baru in the Batak Angkola traditional area in South Tapanuli Regency, North Sumatra Province. The research was carried out to see how the texts, formulas, symbols and ritual narratives that were carried out as part of the marriage ceremony in the Angkola Batak community could be heir on to the next generations. This dissertation is conducting by using a combination of ethnographic methods (Spreadly) with the formulaic theory by Parry-Lord. This research is a field research and most of the data obtained is field data. As supporting data, the writer also conducted research and literature study. The stages of data collection are carried out ethnographically periodically and repeatedly through surveys, interviews, with key informants from local oral tradition actors, primary data sources on the mangampar ruji ritual and secondary data by collecting field data, analyzing data. After that, this research uses Parry-Lord's formulaic theory, especially on the concepts of transmission, inheritance, formulas, orality, mnemonic devices and forming themes.
An interesting conclusion that can be drawn from this research is that the mangampar ruji ritual initiates the interpersonal relationship between husband and wife, initiates the relationship between wife and wife, becomes the basis for interpersonal relationships in the extended family, and become the main factor forming and characterizing social relations in the daily interactions of the Angkola Batak people. In the end it can be concluded that the ritual is the basis for the formation of dalihan natolu, the philosophy of manat mardongan tubu, somba, marhulahula, and elek marboru, the three goals of life of Batak Angkola (hamoraon, hagabeon, and hasangapon), as well as etics and etiquettes of the Angkola Batak community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Bustanuddin
"Masyarakat Serawai Bengkulu memiliki tradisi pertunjukan seni dendang yang dipertunjukkan pada upacara adat nundang padi, upacara bimbang adat, dan upacara akikah anak. Pertunjukan seni dendang merupakan kombinasi pertunjukan tuturan, tarian yang iringi alat musik rebana, biola, dan serunai. Pertunjukan seni dendang ini sebagai pertunjukan adat yang ditampilkan oleh sekelompok laki-laki di atas pengujung. Disertasi ini berupaya mengungkapkan pemertahanan ekosistem budaya masyarakat Serawai melalui pertunjukan seni dendang sebagai representasi majelis adat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan sejarah, etnografi, dan antropologi dengan konsep-konsep tradisi lisan. Hasil dan temuan mengungkapkan pertunjukan seni dendang Serawai diinterpretasikan majelis adat yang berkaitan dengan adat budaya lamo yang diwariskan turun-temurun. Pertunjukan seni dendang sebagai pembuka adat dalam ekosistem budaya Serawai yakni upacara adat nundang padi, upacara bimbang adat, dan upacara akikah anak. Penelitian ini menemukan bahwa struktur pertunjukan seni dendang memiliki kebaruan setiap pertunjukannya dengan pola yang tersimpan dalam memori pemain dendang. Sistem pengelolaan dahulunya mengandalkan masyarakat desa beralih pada unsi. Komponen-komponen dalam pertunjukan seni dendang menjadi jaringan adat dalam pemertahanan ekosistem budaya Serawai. Pertunjukan seni dendang merepresentasikan adat pinjam pakai caro dahulu yang masih dipertahankan masyarakat Serawai.

The Serawai Bengkulu community has a tradition of performing seni dendang, which is performed at the nundang padi ceremony, the bimbang adat ceremony, and the aqiqah ceremony. The performance of seni dendang is a combination of speech performances and dances accompanied by tambourine, violin, and trumpet musical instruments. This performance of seni dendang is a traditional performance performed by a group of men at the pengujung. This dissertation seeks to reveal the maintenance of the cultural ecosystem of the Serawai community through the performance of seni dendang as a representation of the traditional assembly. This research uses qualitative research methods through historical, ethnographic, and anthropological approaches to the concepts of oral tradition. The results and findings reveal that the performance of seni dendang Serawai was interpreted by the traditional assembly as relating to the traditional budaya lamo, which has been passed down from generation to generation. The performance of seni dendang is an opening for customs in the Serawai cultural ecosystem, namely the traditional nundang padi ceremony, the traditional bimbang ceremony, and the aqiqah ceremony. This research found that the structure of the performance of seni dendang is novel in each performance, with patterns stored in the memory of the singing performer. The management system that previously relied on village communities has shifted to unsi. The components of the performance of seni dendang form a traditional network for maintaining the Serawai cultural ecosystem. The performance of seni dendang represents the adat pinjam pakai caro dahulu, which is still maintained by the Serawai people."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Agussalim A.J.
"ABSTRAK
Disertasi ini membahas mengenai ?makna simbolik pertunjukan ēlongkēlong ma?biola: interaksi dan interpretasinya dalam masyarakat Bugis Wajo?. Disertasi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang: (1) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo, dan (2) cara makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi dalam proses interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan metode etnografi dan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara etnografik, observasi partisipasi, dan dokumentasi.
Hasilnya, bahwa (1) pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola dalam interaksi dan interpretasi masyarakat Bugis Wajo merupakan simbol keutuhan hidup yang dimaknai sebagai suatu kemapanan, kesuburan, keharmonisan, keseimbangan, ketenangan, dan ketenteraman hidup. Keutuhan hidup tersebut terbentuk dari kepahaman dan keberterimaan mereka atas kehadiran diri sebagai bagian, ikatan, dan sekaligus sebagai pembentuk ?dunia? di bawah satu otoritas tertinggi yaitu Tuhan (Allah Ta?ala); (2) makna simbolik pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola diproduksi melalui saluran kesadaran dan keyakinan dengan cara, yaitu: pelaku dan khalayak terlebih dahulu menaruh perhatian pada simbol-simbol pertunjukan yang hanya dapat terjadi bila pelaku dan khalayak memiliki pengalaman dan pengetahuan terkait dengan pertunjukan ēlong-kēlong ma?biola; pelaku dan khalayak menghubungkan simbol-simbol pertunjukan itu dengan cara pandangnya terhadap dunia yang dilanjutkan dengan membuat pengategorisasian; dan pelaku dan khalayak menjadikan pengategorisasian itu sebagai satuan simbol yang mewakili kestabilan dirinya.

ABSTRACT
This study discusses the ?symbolic meaning of performing ēlong-kēlong ma?biola: interaction and its interpretation in Wajo Buginese society". This study aims to describe and explain: (1) symbolic meaning of the performing ēlongkēlong ma?biola in the interaction and interpretation Wajo Buginese society, and (2) show how the symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola produced in the process of interaction and interpretation of Wajo Buginese society. This study is a qualitative research by using approach of ethnography method with technique of collecting data through ethnographic interviews, participatory observation, and documentation.
The results, that (1) the performing ēlong-kēlong ma?biola in interaction and interpretation of Wajo Buginese society is a symbol of wholeness of life which is defined as an establishment, fertility, harmony, balance, tranquility, and appeasements of life. Wholeness of life forms from those of understanding and acceptance of living for them as part of, union, and at the same time as forming the "world" under one supreme authority of God (Allah); (2) symbolic meaning of the performing ēlong-kēlong ma?biola which produced through confidence and consciousness in a way, that is: first, performer and audiences beforehand full attention to the symbols performance which can only happen when audiences and performer have the experience and knowledge related to performing ēlong-kēlong ma?biola; second, audience and performer connect the symbol of the performance with his perspective on the world, followed by making of category; and thirst, audience and performer make it category as a symbol that represents the stability of the unit itself."
Depok: 2010
D1196
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mariana Lewier
"ABSTRAK
Penelitian ini mengungkapkan kesintasan tradisi lisan tyarka di Kepulauan Babar Maluku Barat Daya yang dilihat dari aspek kebahasaan dan pertunjukan, pemertahanan dan pewarisannya. Kesintasan dari aspek kebahasaan diperlihatkan melalui kreativitas produksi ekspresi puitik, sedangkan aspek pertunjukan dikaji berdasarkan situasi pertunjukan dan partisipasi penonton. Pemertahanan dan pewarisan tyarka sebagai warisan seni diungkap dalam kaitan dengan memori kolektif masyarakat Babar. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode etnografi. Data penelitian difokuskan pada pertunjukan tyarka dari Babar Timur dan Pulau Masela dengan tetap memperhatikan data tyarka dari pulau lainnya di Kepulauan Babar. Temuan yang diperoleh dari analisis kelisanan dan ekspresi puitika menunjukkan struktur dan komposisi tyarka yang memiliki pola perulangan baku dalam pluralitas bahasa tua di Kepulauan Babar. Struktur tyarka menggambarkan falsafah ldquo;pohon dan ujung rdquo; yang merupakan metofora kesintasannya, sedangkan komposisi tyarka mengikuti melodi dasar yang diatonis karena pengaruh musik Barat. Sebagai sebuah pertunjukan ritual yang diyakini kesakralannya, tradisi lisan tyarka mengalami perkembangan yang cukup signifikan setelah terbentuknya Kabupaten Maluku Barat Daya. Upaya untuk mempertahankan dan mewariskan tyarka menunjukkan sikap kepedulian yang didasari penghargaan dan penghormatan terhadap tradisi leluhur dalam kesinambungan antargenerasi. Hal ini menjadi suatu kekuatan kultural masyarakat Babar sebagai masyarakat kepulauan yang tetap menjaga kesatuan dan keterikatan secara adat.
ABSTRACT
This research had been carried out to expose the survivorship of oral tradition tyarka in Babar Archipelago, South West Mollucas based on its language aspect and performance, defense, and inheritance. The language aspect showed its surviving through creativity production in its poetic expression, while its performance had been studied based on its show rsquo s situation and the audience participation. The defense and inheritance of tyarka as an art heritage had been revealed related to the collective memory of Babar community. This research is a qualitative research using an etnography method. The data were focused on the tyarka performance in Eastern Babar and Masela Island without neglecting the others in Babar Archipelago. By analizing the oral and poetic expression, it was found that the structure and composition of tyarka have repeating patterns in the old language plurality in Babar Archipelago. The structure of tyarka describes ldquo tree and edge rdquo philosophy which is its survival methaphore. Its composition followed the basic diatonic melody influenced by Western music. As a ritual performance which is sacred, the oral tradition tyarka have been developing significant after the forming of the South West Mollucas Regency. The endeavour to defend and inherit tyarka showed the concern and appreciation of the community toward their ancesor and its regeneration. This effort becomes a cultural power of Babar community as an archipelago community to keep their unity and involvement. "
2016
D1724
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Widyati Purwantiasning
"Disertasi ini merupakan rangkaian penelitian yang dilakukan di Kota Parakan, salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kota Parakan dipilih menjadi studi kasus karena sejak Desember 2015, kota ini ditetapkan sebagai Kota Pusaka oleh Pemerintah Pusat Indonesia berdasarkan UU RI Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya melalui Piagam Komitmen Penataan Pelestarian Kota Pusaka 2015, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. Disertasi mengangkat sebuah isu yang menjadi dampak terhadap keberlangsungan Parakan sebagai Kota Pusaka. Paradoks sebuah kota pusaka menjadi pokok bahasan dari disertasi ini, dengan membenturkan dua konflik yang berbeda kepentingan yang terjadi karena kurangnya pengetahuan maupun rasa memiliki akan sesuatu terutama yang berkaitan dengan kelekatan sejarah. Melalui penggalian sejarah dari kota Parakan, maka dapat diungkapkan bahwa Parakan merupakan kota yang penting di Indonesia dan pantas ditetapkan sebagai Kota Pusaka. Kepentingan yang berbeda-beda dari beberapa pihak yang ada di Parakan, baik yang mendukung kegiatan pelestarian kota pusaka maupun justru yang menolak dilakukannya kegiatan pelestarian, menjadikan dilema yang sangat besar terutama bagi pemerintah lokal maupun beberapa kelompok masyarakat yang merasa perlu diadakan kegiatan konservasi arsitektur. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai sebuah penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan naratif deskriptif dengan menggunakan tradisi lisan sebagai salah satu pendekatan dalam menggali sejarah maupun fenomena yang ada di kota Parakan melalui beberapa keturunan tokoh penting Parakan yaitu KH Subuki. Data kuantitatif yang diperoleh melalui penyebaran angket juga dilakukan untuk mendapatkan data sampling mengenai tingkat kelekatan sejarah maupun tingkat pengetahuan masyarakat lokal di Parakan mengenai kegiatan pelestarian kota bersejarah.

This dissertation is a series of studies conducted in the city of Parakan, one of the sub- district in Temanggung Regency, Central Java. The city of Parakan was chosen as a case study because since December 2015, the city has been designated as a Heritage City by the Indonesian Central Government based on Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 about Cagar Budaya (Cultural Heritage) through Piagam Komitmen Penataan Pelestarian Kota Pusaka 2015 by the Ministry of Public Works and Public Housing/ Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia. This dissertatiaon raised an issue that had an impact on the sustainability of Parakan as a Heritage City. The paradox of a heritage city is the subject of this dissertation, by colliding on two different conflicts of interest that occur due to lack of knowledge and a sense of belonging to something particularly related to historical attachment. Through the exploration of the history of the city of Parakan, it can be revealed that Parakan is an important city in Indonesia and deserves to be designated as a Heritage City. Different interests of several parties in Parakan, both those who support conservation activities and those whose refure to do conservation activities, make a very big dillemma particularly for local government and some community groups who feel the need for architectural conservation activities. This research has conducted a qualitative research method that used a descriptive narrative approach using oral tradition as one of the approaches in exploring the history and phenomena that exist in the city of Parakan through several descendants of important Parakan figures, KH Subuki. Quantitative data obtained through questionaires were also conducted to obtain sampling data regarding the level of historical attachment and level of knowledge of the local community in Parakan regarding historical city conservation activities. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
D2703
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondakh, Sonya Indriati
"Masyarakat Minahasa memiliki tradisi panen yang sudah bertahan sangat lama. Ketika masih mempraktikkan religi tradisionalnya, masyarakat Minahasa melaksanakan fosso rumages (ritual persembahan) yang dipersembahkan kepada Opo Empung Wailan Wangko (Tuhan Yang Maha Besar) dan Opo Wananatas (leluhur). Ketika masyarakat Minahasa sudah menerima agama Kristen yang telah diperkenalkan selama ratusan tahun di Minahasa oleh para misionaris, muncul tradisi panen dalam bentuk baru yang melibatkan gereja yang dikenal sebagai Pengucapan Syukur. Mengucap syukur adalah inti ajaran Kristen dan ajaran ini sejalan dengan banyak kepercayaan tradisional masyarakat agraris yang melaksanakan ritual bersyukur atas panen sesuai dengan masa panen tanaman pangan tertentu. Seperti juga tradisi panen di tempat lain yang melibatkan makanan, tradisi panen Minahasa ini berfokus pada makanan tradisional yang dimakan bersama dalam perayaan Pengucapan Syukur di rumah warga. Penelitian ini bertujuan memahami dan mengungkap transformasi atau perubahan yang terjadi pada tradisi panen ini mulai dari periode kepercayaan tradisional hingga periode kepercayaan Krissten. Di samping itu, penelitian ini juga akan mengungkap bagaimana masyarakat Minahasa dapat mengelola, mempertahankan, dan kemudian mewariskan ritual-ritual dalam tradisi panen ini. Menggunakan pemikiran Schechner tentang konsep Pertunjukan dalam kaitannya dengan ritual, penelitian ini memperlakukan ritual-ritual sebagai Pertunjukan yang melibatkan dua kutub: kemujaraban (efficacy) dan hiburan (entertainment). Sebagai penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan metode etnografi untuk dapat menangkap dan merekam kegiatan-kegiatan sehari-hari yang menjadi bagian penting dalam pelaksanaan perayaan Pengucapan Syukur.

The people of Minahasa has been practicing a harvest tradition for so long. When they were still practicing their traditional religion, the Minahasans perfomed fosso rumages (offering ritual) which was offered to the God Almighty and their ancestors. When the Minahasans accepted a new faith, Christianity, which was introduced by the Europeans (especially the Dutch missionaries) for centuries, emerged a harvest tradition in a new form involving Christian church called Pengucapan Syukur (Thanksgiving). To be always grateful is one of the Christians teachings which seemingly shares the same spirit with so many agrarian traditional communities who practice rituals to express their gratefulness for the abundant harvest of particular crops. As all the harvest traditions in other places, both in Indonesia and around the world, involving food, this harvest tradition of Minahasans focuses on their traditional foods that they eat togehter in the celebration of Thanksgiving at people’s house. This research aims at understanding and uncover how this thanksgiving tradition has survived from the period of traditional faith to Christian faith. Furthermore, this research is also to reveal how the Minahasans were able and are still able to manage, preserve and transmit the rituals of this particular harvest tradition. Utilizing Schechner’s concept of Performance in its relation to rituals, this research treats rituals as Performance in its polarity between efficacy and entertainment. As a qualitative research, this investigation uses ethnographic method in order to grasp and record the daily life activities that are of great importance in the celebration of thanksgiving of the people of Minahasa.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library