Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arsandha Violetta Putri Santosa
Abstrak :
West Timor, Nusa Tenggara Timur merupakan area dengan kompleksitas tektonik yang tinggi sebagai hasil dari proses kolisi Benua Australia dan Busur Pulau Banda. Sehingga perlu dilakukan pemodelan bawah permukaan untuk melihat bagaimana struktur geologi dan litologi batuan yang dihasilkan walaupun dengan data yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola sebaran anomali gravitasi pada peta Complete Bouguer Anomaly (CBA), peta anomali regional, peta anomali residual, struktur geologi sekunder, dan pemodelan bawah permukaan menggunakan metode gravitasi berdasarkan analisis spektrum, analisis First Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD), serta forward modelling 2D. Data yang digunakan berupa data gravitasi satelit TOPEX, data darat GRDC, data geologi, dan penampang seismik yang hanya berada pada area laut. Hasil penelitian ini menunjukkan pola persebaran CBA TOPEX dan GRDC yang sama yaitu anomali tinggi tersebar pada barat hingga utara dan selatan hingga timur area penelitian, sedangkan anomali rendah hingga sedang tersebar pada bagian tengah area penelitian pada bagian Barat Daya hingga Timur Laut. Anomali regional dan residual data TOPEX dan GRDC didapatkan dari analisis spektrum, anomali regional memiliki pola anomali serupa dengan CBA namun lebih smooth sedangkan anomali residual 1 dan 2 memiliki pola anomali berbeda dengan anomali regional dan CBA dikarenakan panjang gelombang yang semakin kecil dan frekuensinya semakin besar menyebabkan anomali gravitasi semakin kompleks pada kedalaman dangkal terutama anomali residual 2 yang sangat dekat dengan permukaan. Peta FHD dan SVD diproses dari peta anomali residual 1 dan 2 dengan filter derivative, hasil slicing dan digitasi lintasan 1 terindikasi 8 struktur geologi sekunder berupa 4 sesar naik dan 4 sesar normal sedangkan pada lintasan 2 terindikasi 5 struktur geologi sekunder berupa 3 sesar naik dan 2 sesar normal. Model bawah permukaan dibuat pada 2 lintasan dari peta CBA dibantu dengan penampang seismik, data geologi, serta hasil analisis FHD dan SVD. Hasil pemodelan 2D Lintasan 1 dengan arah Barat Laut ke Tenggara menunjukkan error sebesar 6.578 memiliki hasil model struktur yang kompleks dan terbagi atas 6 lapisan berdasarkan umur yaitu lapisan batuan Permian berdensitas 2.6-3 gr/cm3, batuan Triassic berdensitas 2.4-2.7 gr/cm3, batuan Jurrasic berdensitas 2.2-2.6 gr/cm3, batuan Paleogen berdensitas 2.2-2.4 gr/cm3, Bobonaro Melange berdensitas 2.21 gr/cm3, dan batuan Quarter berdensitas 2.2 gr/cm3. Lintasan 2 dengan arah Barat Daya ke Timur Laut menunjukkan error sebesar 6.392 dan terbagi atas 5 lapisan berdasarkan umur yaitu lapisan batuan Permian, Triassic, Paleogen, Bobonaro Melange, dan Quarter. Kedua lintasan didominasi dengan litologi batugamping, batupasir, dan batulanau. ......West Timor, East Nusa Tenggara is an area with high tectonic complexity as a result of the collision process of the Australia Continent and the Banda Island Arc. Subsurface modelling is necessary to see how the geological structure and lithology even with limited data. This research was conducted to identify the distribution patterns of gravitational on the Complete Bouguer Anomaly (CBA) maps, regional anomaly maps, residual anomaly maps, secondary geological structures, and subsurface modelling using the gravity method based on spectrum analysis, First Horizontal Derivative (FHD) analysis, Second Vertical Derivative (SVD) analysis, and 2D forward modelling. The data used in this research are the satellite-based gravity data (TOPEX), ground-based gravity data (GRDC), geological data, and seismic sections that are only in the sea area. The result of this research show the same distribution pattern of CBA TOPEX and GRDC, high anomalies are spread from West-North and South-East of the research area, meanwhile the low to moderate anomalies are spread in the middle of the research area from the SW-NW. TOPEX and GRDC regional and residual anomalies obtained from spectrum analysis, regional anomaly has similar pattern to CBA but smoother, meanwhile residual anomaly 1 and 2 have a different pattern from regional anomaly and CBA because the wavelength is getting smaller and the frequency is getting bigger, it causing the gravity anomaly become more complex at shallow depth, especially residual anomaly 2 which is very close to the surface. The FHD and SVD maps are processed from residual anomaly 1 and 2 with derivative filters, the results of slicing and digitizing on Line 1 indicated 8 secondary geological structures in the form of 4 thrust faults and 4 normal faults, meanwhile on Line 2 indicated 5 secondary geological structures in the form of 3 thrust faults and 2 normal faults. The result of the 2D modelling of Line 1 with the NW-SE direction shows an error of 6.578 which results a complex structural model and divided into 6 rock layers based on age with different density, Permian (2.6-3 gr/cm3), Triassic (2.4-2.7 gr/cm3), Jurrasic (2.2-2.6 gr/cm3), Paleogen (2.2-2.4 gr/cm3), Bobonaro Melange (2.21 gr/cm3), and Quartenary (2.2 gr/cm3). Line 2 with a SW-NE direction shows an error of 6.392 and divided into 5 layers based on age Permian, Triassic, Paleogen, Bobonaro Melange, and Quartenary. Both lines are dominated by limestone, sandstone, and siltstone lithology.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsya Ribka Krisen
Abstrak :
Pengolahan dan analisa data gravitasi pada cekungan Sumatra Tengah diperlukan guna mengidentifikasi dan mendeliniasi keberadaan sub-cekungan yang berpotensi sebagai peng-supply hidrokarbon dan mengetahui struktur geologi bawah permukaan dengan pemodelan 2D. Analisa spektrum, analisis derivatif, serta pemodelan forward 2D dilakukan dalam pengolahan data dan disesuaikan dengan data pendukung untuk mengetahui keberadaan sub-cekungan dan struktur bawah permukaan area penelitian. Berdasarkan penerapan metode tersebut didapatkan nilai anomali bouguer berkisar dari -24.924 mGal hingga 20.119 mGal, dengan anomali tinggi pada bagian barat laut-selatan yang berhubungan dengan basemen yang terangkat di area tersebut dan anomali rendah tersebar pada arah barat daya, barat laut, timur laut, dan tenggara berhubungan dengan zona sesar. Hasil analisa spektrum menunjukkan kedalaman basemen berada pada kedalaman 3.2-7.05 kilometer, kedalaman rata-rata anomali residual berkisar 0.5-3 km. Hasil analisa derivatif yang terkonfirmasi oleh data geologi terdapat struktur sesar naik berupa sub-thrust yang berasosiasi dengan high anomali dan juga terdapat sesar normal yang berhubungan dengan low anomali. Hasil model forward 2D menggambarkan struktur lapisan penyusun berumur tua sampai muda mulai dari basemen, kelompok pematang, kelompok sihapas, formasi telisa, formasi petani, formasi minas, dan endapan alluvial. Sub-cekungan teridentifikasi memiliki estimasi kedalaman antara 3.2-3.8 km dengan batas sub-cekungan terletak pada indikasi sesar daerah penelitian. ......Processing and analysis of gravity data in Central Sumatra Basin are needed to identify and delineate the existence of sub-basins that have the potential to supply hydrocarbons and determine the subsurface geological structure with 2D modeling. Spektrum analysis, FHD analysis, and 2D forward modeling are carried out in data processing and adjusted with supporting data to determine the existence of sub-basins and subsurface structures in the study area. Based on the application of this method, the result shows that Bouguer anomaly values ranged from -24.924 mGal to 20.119 mGal with high anomalies in the northwest-south associated with raised basement in the area and low anomaly spread in the southwest, northwest, northeast, and southeast associated with fault zones. The spectrum analysis result shows that the depth of the basement is at a depth of 3.2-7.05 km, and the average depth of the residual anomaly is around 0.5-3 km. The result of the derivative analysis which are confirmed by the geological data show that there is an reverse fault structure in the form of a sub-thrust which is associated with high anomalies and there are also normal faults which are associated with low anomaly. The result of the 2D forward model describe the layer structure from the eldest to youngest that were Basement, Pematang groups, Sihapas groups, Telisa formations, Petani formations, Minas formations, and alluvial deposits. The identified sub-basin has an estimated depth of between 3.2-3.8 km with the boundary of the sub-basin located at the fault indication in the study area.  
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Ricky Andrian
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini memberikan perspektif baru mengenai mekanisme pembentukan Cekungan Sumatera Utara, karena penelitian sebelumnya masih melihat Sesar Malaka sebagai sesar yang berperan dalam pembentukannya. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta gaya berat, peta konfi gurasi batuan dasar, data seismik dan data sumuran. Cekungan Sumatera Utara dapat dibagi menjadi dua (2) sub-cekungan yaitu: Sub-Cekungan Bagian Utara dan Sub-Cekungan Bagian Selatan. Sub-Cekungan Bagian Utara, dalam, diendapkan batuan sedimen serpih Paleogentebal, mengalami percepatan gravitasi rendah serta nilai alir bahang kecil seperti di Rendahan Arun. Sebaliknya, di Sub-Cekungan Bagian Selatan, dangkal, batuan serpih Paleogen relatif tipis tetapi mengalami percepatan gravitasi tinggi serta nilai alir bahangnya tinggi, sehingga berpotensi sebagai batuan induk gas serpih. Sub-Cekungan Bagian Selatan (Dalaman Tamiang) mengalami tektonik intensif. Penelitian mengenai proses sedimentasi, tektonik, dan analisis geokimia dapat menentukan konsep eksplorasi potensi gas serpih di Cekungan Sumatera Utara.
Jakarta: Bidang Afiliasi dan Informasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi "LEMIGAS", 2017
665 LPL 51:2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Nur Pratiwi
Abstrak :

Residual merupakan sisa dari peristiwa seismik setelah dilakukan koreksi Normal Moveout yang menyimpang pada offset tertentu. Residual moveout dapat diatasi dengan melakukan muting pada pemrosesan data seismik, namun proses tersebut dapat menyebabkan hilangnya informasi bawah permukaan. Reduksi residual moveout  dilakukan untuk mengurangi proses muting sehingga informasi bawah permukaan dapat dipertahankan. Beberapa peneliti telah melakukan modifikasi persamaan waktu tempuh hiperbolik menjadi persamaan waktu tempuh non-hiperbolik untuk memperoleh nilai kecepatan NMO dan eta yang lebih akurat pada Offset to Depth Ratio (ODR) yang besar, sehingga nilai residual moveout semakin kecil. Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan nilai reduksi residual moveout pada offset panjang menggunakan Pendekatan Pada dan dikomparasi dengan metode persamaan waktu tempuh hiperbolik dan non-hiperbolik. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan pemodelan ke depan (forward modeling) struktur pelapisan bawah permukaan. Hasil residual moveout menggunakan Pendekatan Pada memiliki kemampuan resukdi residual terbaik. Hal ini  dapat dilihat dari nilai residual terkecil dibandingkan dengan metode hiperbolik dan Alkhalifah dan Fomel dan Stovas. Hasil residual moveout menggunakan Pendekatan Padé menghasilkan residual yang kecil dengan residual masing-masing layer adalah 0.002 s [0.2%], 0.002 s [0.133%] dan 0.003 s [0.157%].

 


Residual is the remaining trace of seismict event after a NMO correction is deviated at a far offset. Residual moveout can be overcome by muting the processing of seismic data, but the process can cause loss of subsurface information. Reduction of residual moveout is done to reduce the muting process so that the subsurface information can be maintained. Some researchers have modified hyperbolic travel time equation to obtain a more accurate value NMO velocity and parameter an-ellipticity or etha on the large ODR, so that the residual moveout value is smaller mainly in large offset to depth ratio. The aims of research is to increase the reduction value of moveout residue at long offset data using Pada approximation then compare with several approximation. The method used in this study is to conduct a forward modeling of the subsurface coating structure.   The result is Pada Approximation method is obtained the best reducing residual of NMO. It can be seen from the smaller residual value of Pada Approximation than Hyperbolic, Alkhalifah and Fomel & Stovas method. The result of residual moveout using Padé Approximation have the smallest residual of each layer are 0.002 s [0.2%], 0.002 s [0.133%], and 0.003 s [0.157%].

 

2019
T53561
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardelia Narulita Sari
Abstrak :
Analisis cekungan sedimen merupakan tahapan pertama yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu eksplorasi hidrokarbon. Cekungan sedimen pada penelitian adalah Cekungan Kendeng yang merupakan salah satu deposenter utama di Cekungan Jawa Timur. Potensi migas di Cekungan Kendeng juga masih menjadi pertanyaan, apakah memiliki hubungan dengan Cekungan Rembang yang telah terbukti sebagai penghasil migas di bagian utara ataukah migas berasal dari Cekungan Kendeng, hal tersebut terjadi akibat kondisi basement yang sangat dalam sehingga pola struktur yang berkembang pada basement belum dapat dipastikan karena sedimen yang tebal ditambah lagi penampang seismik yang dimiliki kurang baik. Metode Gravitasi yang dibantu data geologi serta penampang seismik yang terbatas, digunakan untuk membuat pemodelan bawah permukaan yang memuat informasi mengenai kedalaman basement, batas horizon formasi dan struktur geologi di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil analisa data (Complete Bouguer Anomaly, Analisis Spektrum, First Horizontal Derivative, Second Vertical Derivative, dan Forward modelling), kedalaman basement pada Zona Kendeng lokasi penelitian berkisar 4 km – 5 km pada bagian tengah dan 6 km – 7,5 km pada Cekungan Kendeng bagian timur dan barat lokasi penelitian. Sedangkan kedalaman basement Zona Rembang lebih dangkal dibandingkan Zona Kendeng yaitu berkisar 2,5 km – 5 km. Berdasarkan kurva FHD-SVD serta data geologi, terdapat sesar-sesar naik arah barat-timur yang muncul di permukaan dan keberadaan sesar-sesar normal penyebab keterbentukan Cekungan Kendeng pada bagian basement dan Formasi Ngimbang. Oleh karena itu, metode gravitasi cukup efektif untuk mengidentifikasi basement serta posisi dari struktur geologi dalam pemodelan bawah permukaan .......Sedimentary basin analysis is the first step that influences the success of hydrocarbon exploration. The sedimentary basin in this study is Kendeng Basin which is one of the main depocenters in the East Java Basin. The oil and gas potential in Kendeng Basin also still has questions, whether it originates from Rembang Basin which has been proven as an oil and gas producer in the north, or comes from Kendeng Basin, this occurs because the basement conditions are very deep so the structural pattern that develops the basement cannot be ascertained because thick sediments and The seismic cross-section does not show good horizon boundaries. The Gravity Method, assisted by geological data and limited seismic cross-sections, is used to create subsurface modeling that contains information about basement depth, horizon boundaries of a formation, and geological structure at the study site. Based on the results of data analysis (Complete Bouguer Anomaly, Spectrum Analysis, First Horizontal Derivative, Second Vertical Derivative, and Forward Modeling), the basement depth in Kendeng Zone ranges from 4 km – 5 km in the middle section and 6 km – 7.5 km in Kendeng Basin east and west of the study site, and the basement depth of the Rembang Zone is shallower than Kendeng Zone, which is around 2.5 km – 5 km. Based on the FHD-SVD curve and geological data, there are reverse fault in a west-east direction that appear on the surface, and there are normal faults that cause the formation of Kendeng Basin in the basement and Ngimbang Formations. Therefore, the gravity method is quite effective in identifying the basement and the position of geological structures in subsurface modeling.
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Raihan Yassin
Abstrak :
Penelitian ini didasarkan pada kebutuhan akan peningkatan akurasi dalam memprediksi properti reservoir, yang sangat penting untuk eksplorasi dan produksi hidrokarbon yang efektif. Metode tradisional sering kali kurang akurat dalam memberikan estimasi yang tepat, sehingga adopsi MARS bertujuan untuk mengatasi kekurangan ini. Penerapan Metode MARS bertujuan untuk mengevaluasi sensitivitas dan dampak transformasi Multi Attribute Rotation Scheme (MARS) dalam meningkatkan karakterisasi reservoir di Lapangan X, Cekungan Sunda. Metode ini bekerja dengan memperkirakan atribut baru dalam arah perubahan maksimum properti target dalam ruang Euclidean berdimensi n yang dibentuk oleh beberapa atribut, kemudian menskalakan atribut ini ke properti unit target. Hasil MARS diterapkan untuk memprediksi distribusi porositas, volume shale, dan saturasi air menggunakan atribut elastis yang diturunkan dari data seismik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode MARS memiliki sensitivitas yang cukup terhadap perubahan atribut elastis, menghasilkan transformasi optimal untuk memprediksi sifat petrofisika reservoir. Transformasi MARS meningkatkan akurasi karakterisasi reservoir dibandingkan dengan metode konvensional. Pola distribusi porositas, volume shale, dan saturasi air yang diperoleh dari metode MARS konsisten dengan data log dan karakteristik geologi Cekungan Sunda. Temuan ini menunjukkan bahwa MARS dapat menjadi alat yang berharga untuk meningkatkan prediksi properti reservoir, yang mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih baik dalam eksplorasi dan produksi hidrokarbon. ......This research is based on the need to improve the accuracy of predicting reservoir properties, which is crucial for effective hydrocarbon exploration and production. Traditional methods often lack precision in providing accurate estimates, thus the adoption of MARS aims to address these shortcomings. The application of the Multi Attribute Rotation Scheme (MARS) method aims to evaluate the sensitivity and impact of the MARS transformation in enhancing reservoir characterization in Field X, Sunda Basin. This method works by estimating new attributes in the direction of maximum change of the target property in an n-dimensional Euclidean space formed by multiple attributes, and then scaling these attributes to the target unit properties. The MARS results are applied to predict the distribution of porosity, shale volume, and water saturation using elastic attributes derived from seismic data. The research findings show that the MARS method has sufficient sensitivity to changes in elastic attributes, producing optimal transformations for predicting reservoir petrophysical properties. The MARS transformation improves the accuracy of reservoir characterization compared to conventional methods. The distribution patterns of porosity, shale volume, and water saturation obtained from the MARS method are consistent with log data and the geological characteristics of the Sunda Basin. These findings suggest that MARS can be a valuable tool for enhancing reservoir property predictions, leading to better decision-making in hydrocarbon exploration and production.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library