Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anugrah P. F.Alim
"Penelitian ini memfokuskan pada bangunan Pasir Karamat beserta objek di dalamnya. Bangunan tersebut berada dalam wilayah administratif Desa Pasir Eurih, Kecamatan Taman Sari, Kota Bogor. Keadaan topografis daerah tersebut berupa lahan yang miring. Pada sisi sebelah timur Sindangbarang mengalir Sungai Ciomas, sedangkan pada sisi selatan berdiri Gunung Salak dengan kelima puncaknya. Bangunan berundak Pasir Karamat merupakan salah satu bagian dari situs kepurbakalaan yang terdapat di Kampung Sindangbarang. Bangunan berundak tersebut berada pada dataran tinggi pegunungan, yang secara astronomis terletak pada posisi 06_45_-06_25_ LS dan 105_38_ - 105_10_ BT, dan memiliki ketinggian 391 m dari permukaan laut. Dalam bangunan Pasir Karamat terdapat objek yang serupa dengan tinggalan dari tradisi megalitik. Salah satunya adalah dengan diketemukannya monolit yang profilnya mirip dengan dolmen pada teras VII, maupun dengan diketemukannya monolit yang profilnya mirip dengan menhir pada teras IX bangunan. Kajian terhadap bangunan Pasir Karamat menunjukkan bangunan tersebut mempunyai kesamaan dengan arsitektur bangunan tinggalan tradisi megalitik, yaitu bangunan punden berundak. Kajian ini juga menunjukkan adannya kemungkinan bangunan Pasir Karamat lampau digunakan sebagai bangunan suci, apabila melihat dari keberadaan sumber air di dekatnya, maupun apabila melihat dari keberadaan objek dalam bangunan yang mirip dengan dolmen, dan menhir."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11504
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Refriatna Handriat
"Bangunan Rumah Sakit Kristen Mojowarno merupakan bangunan kolonial yang difungsikan sebagai rumah sakit misionaris terletak di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Bangunan tersebut didirikan pada akhir abad ke-19 yang banyak mengalami perubahan di berbagai aspek kehidupan termasuk arsitektur bangunan. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi bentuk dan gaya arsitektur serta pengaruh budaya yang diterapkan pada bangunan Rumah Sakit Kristen Mojowarno. Metode yang digunakan merujuk pada tahapan penelitian arkeologi oleh Robert H. Sharer dan Wendy Ashmore, yang terdiri atas formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan interpretasi. Tahap pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Tahap pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan data secara verbal dan piktorial, lalu dianalisis berdasarkan bentuk komponen bangunan. Kemudian, tahap interpretasi adalah membandingkan hasil analisis dengan komponen arsitektur bangunan kolonial lain pada akhir abad ke-19 sehingga dapat menjawab masalah penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bangunan Rumah Sakit Kristen Mojowarno mempunyai arsitektur Gaya Peralihan (1890—1910) yang dipengaruhi budaya lokal (Jawa) dan budaya Eropa.

The Rumah Sakit Kristen Mojowarno building is a colonial building that functioned as a missionary hospital located in Jombang Regency, East Java. The building was built towards the end of the 19th century, and it has undergone numerous modifications in all elements of life, including its architecture. This study aimed to determine the architectural forms and styles, as well as the cultural influences, used in the building of the Rumah Sakit Kristen Mojowarno. The method used in this study refers to the stages of archaeological research by Robert H. Sharer and Wendy Ashmore, which consists of formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, and interpretation. The data collection stage was carried out through literature studies and field studies. The data processing and data analysis stage was carried out by describing the data verbally and pictorially, which was then examined based on the shape of the building components. Then, the interpretation stage was shown to compare the results of the analysis with the architectural components of other colonial buildings at the end of the 19th century so that they can answer the research problem. The results showed that the Rumah Sakit Kristen Mojowarno building had a Transitional Style of architecture (1890—1910) which was influenced by local culture (Javanese) and European culture."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tasya Namira
"Hasil ekskavasi Situs Gua Pawon tahun 2019 dan 2021 dari kotak T2U1, T2S1, T3U1, T3S1, dan T4S1 menemukan sebanyak 976 spesimen gigi hewan yang dapat digunakan untuk merekonstruksi lingkungan Situs Gua Pawon pada masa lalu. Untuk mengetahui tingkatan taksa hewan hingga keletakan gigi dilakukan analisis taksonomik dan anatomik, sedangkan rekonstruksi lingkungan dilakukan melalui analisis lingkungan berdasarkan pembagian kelompok fungsional fauna menurut Julien Louys (2012). Metode penelitian terdiri dari enam tahapan, yaitu formulasi, implementasi, pengumpulan data, pengolahan data, analisis, dan interpretasi. Hasilnya, tercatat 120 individu hewan dari 13 famili berbeda ditemukan di Situs Gua Pawon dengan dominasi Famili Cercopithecidae pada keempat unit analisis. Walaupun demikian, sumbangan protein yang dihasilkan juga perlu diperhatikan, sehingga hewan berukuran besar (megafauna), seperti Famili-famili Suidae, Bovidae, dan Cervidae lebih potensial menjadi hewan buruan utama untuk konsumsi, sedangkan Famili-famili Cercopithecidae dan Hystricidae menjadi pelengkap dari variasi makanan yang dikonsumsi. Selain itu, ditemukan juga perhiasan dari gigi ikan hiu, serta gigi taring Carnivora, Cercopithecidae, dan Suidae dengan jejak modifikasi berupa pelubangan bagian akar gigi dan penajaman mahkota gigi. Dengan demikian, manusia penghuni Gua Pawon merupakan pemburu yang dapat memanfaatkan seluruh potensi hewan dari habitat terestrial, arboreal, dan perairan yang berada di sekitar Situs Gua Pawon.

Excavations at the Pawon Cave Site in 2019 and 2021 from boxes T2U1, T2S1, T3U1, T3S1, and T4S1 lead to the discovery of 976 specimens of animal teeth that could be used to reconstruct the past of the Pawon’s Cave Site environment. In order to determine the level of animal taxa to the location of the teeth, taxonomic and anatomical analyzes were carried out, while environmental reconstruction was carried out through environmental analysis based on the distribution of faunal functional groups by Julien Louys (2012). The research method consists of six steps, namely formulation, implementation, data collection, data processing, analysis, and interpretation. As a result, 120 individual animals from 13 different families were found at the Pawon Cave site with the dominance of the Cercopithecidae family in each four units of analysis. However, it is also necessary to the contribution of protein produced, so that large animals (megafauna), such as the Families Suidae, Bovidae, and Cervidae, have more potential to become main game animals for consumption, while the Families Cercopithecidae and Hystricidae become a complement to a variety of foods consumed. In addition, jewelry from shark teeth and canine teeth of Carnivora, Cercopithecidae and Suidae were also found with traces of modification in the form of perforation of the roots of the teeth and sharpening of the dental crowns. Thus, the human inhabitants of Pawon Cave are hunters who can utilize all the potential of animals from terrestrial, arboreal and aquatic habitats around the Pawon’s Cave Site."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Suci Kusuma
"Rumah tinggal menjadi salah satu bangunan penunjang yang terdapat dalam emplasmen perkebunan teh. Dalam membangun sebuah rumah tinggal perlu memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, orang-orang Belanda memahami perlunya beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Adanya kebutuhan untuk beradaptasi dengan iklim dan alam sekitar yang sesuai dengan daerah perkebunan teh Kabawetan mempengaruhi bentuk suatu bangunan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk adaptasi manusia melalui tinggalan budaya materialnya berupa bangunan rumah tinggal. Pendekatan ekologi budaya digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahapan analisis, penulis menggunakan analisis bentuk, analisis komparatif dan analisis kontekstual. Hasilnya orang-orang Belanda mampu beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk bangunan rumah tinggal yang mereka bangun. Beberapa elemen rumah merepresentasikan adaptasi terhadap lingkungan daerah Kabawetan, seperti penggunaan atap limas, dinding yang tidak terlalu tebal, pondasi yang ditinggikan dari permukaan lantai dan lain-lain. Dalam penelitian ini proses adaptasi tersebut dilihat melalui mekanisme budaya dimana orang-orang Belanda mengembangkan pengetahuan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya untuk beradaptasi.

Residential houses are one of the supporting buildings found in tea plantation emplacements. In building a residential house, it is necessary to pay attention to the surrounding environmental conditions. Therefore, the Dutch people understood the need to adapt to the environment of the Kabawetan area. The need to adapt to the climate and natural surroundings that are suitable for the Kabawetan tea plantation area affects the shape of a building. Thus, this study aims to determine the form of human adaptation through its material cultural heritage in the form of residential buildings. The cultural ecology approach is used to achieve this goal. In the analysis stage, the author uses form analysis, comparative analysis and contextual analysis. The result is that the Dutch people were able to adapt to the environment of the Kabawetan area. This can be seen from the forms of residential buildings that they built. Some elements of the house represent adaptation to the environment of the Kabawetan area, such as the use of pyramid roofs, walls that are not too thick, foundations that are elevated from the floor surface and others. In this study, the adaptation process is seen through a cultural mechanism where the Dutch people develop their knowledge and technological capabilities to adapt."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Arya Bagas Ananta
"Penguburan masa Neolitik yang berkembang di daerah Sumatra terdiri dari berbagai bentuk. Pada situs Padang Sepan, Muara Payang dan Muara Betung terdapat pola penguburan yang berbeda dibandingkan dengan penguburan pada situs Sumatra bagian selatan lainnya. Permasalahan penelitian adalah bagaimana pola penguburan prasejarah masa Neolitik yang terdapat di sisi barat Bukit Barisan, Sumatra bagian selatan? Penelitian ini bertujuan memberi gambaran mengenai bentuk-bentuk penguburan masa neolitik yang terdapat di Sumatra. Penelitian ini menggunakan pendekatan morfologi kubur dengan menggunakan dua variabel, internal dan eksternal. Variabel internal terdiri dari posisi, sikap, usia, dan jenis kelamin rangka, sedangkan variabel eksternal terdiri dari wadah, bekal, dan keadaan lingkungan dari kubur. Dari empat pola penguburan yang dijabarkan oleh Soejono, terdapat dua pola penguburan yang berlaku di ketiga situs penguburan yang dikaji, yakni penguburan primer dan sekunder. Selain pola penguburan primer, wadah tempayan yang ditemukan juga memperlihatkan pola penguburan sekunder. Berdasarkan hasil analisis pola kubur di ketiga situs dengan situs penguburan lainnya di Sumatra Selatan lainnya menunjukkan satu pola serupa, yakni pola penguburan sekunder. Pola penguburan masa Neolitik juga dijumpai di Asia Tenggara dan umumnya menggunakan benda-benda kubur yang serupa dengan kubur di Sumatra.

Neolithic burial in the Sumatra region took various forms. At the Padang Sepan, Muara Payang and Muara Betung sites there are different burial patterns compared to those at other southern Sumatra sites. The research problem is what is the pattern of prehistoric burials in the Neolithic period in the western area of Bukit Barisan, South Sumatra? This study aims to provide an overview of the forms of burials for the neolithic period found in Sumatra. This research uses a morphological approach by using two variables, internal and external. Internal variables consist of information on position, attitude, age, and sex of the skeleton, while external variables consist of information on the container, provisions, and environmental conditions of the grave. According to Binford, the orientation of the burial shows a form of religion that develops in the community. Apart from the primary burial pattern, the jars found also showed secondary burial patterns. Based on the results of the analysis of the pattern of burials in the three sites with other burial sites in South Sumatra, it shows a similar pattern, namely secondary burial patterns. Neolithic burial patterns are also found in Southeast Asia and generally use grave objects similar to those in Sumatra.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muchammad Syawaludin Ilham
"Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein atau eks rumah pastori merupakan bukti karya kebudayaan dan wujud pencapaian karya arsitektural yang unik, khas, dan langka, mengandung nilai arkeologis dan sejarah pada masa kolonial. Salah satu cara untuk memperkuat hubungan antara masyarakat dan warisan budaya adalah melalui pemanfaatan, dimana cagar budaya diusahakan agar memiliki nilai dan manfaat yang konkret bagi masyarakat. Namun pada studi kasus objek penelitian ini, pengelola sekaligus sebagai pemilik bangunan tidak serta merta menerapkan prinsip pemanfaatan yang berdaya guna untuk masyarakat luas sebagaimana hal ini disebutkan dalam Undang-Undang Cagar Budaya. Metode yang dipakai pada kajian riset berikut umumnya dilakukan lewat tiga proses, yaitu pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran data. Untuk menguraikan pemanfaatan bangunan saat ini, penelitian ini didasarkan pada data yang didapatkan ketika datang langsung ke lapangan. Selain itu, data yang didapatkan tersebut ditunjang dengan data wawancara terhadap tokoh terkait. Bersumber UU Cagar Budaya No.11/2010, pengelola sekaligus pemilik bangunan Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein tidak secara maksimal memanfaatkan bangunannya demi urusan keagamaan, kebudayaan, sosial, ilmu pengetahuan, pendidikan, serta teknologi. Meskipun begitu, pengelola pada hal tersebut memiliki rencana untuk memaksimalkan pemanfaatan bangunan untuk kepentingan pariwisata sekaligus pengetahuan, yakni dimanfaatkan sebagai museum. Maka dari itu, penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa bentuk pemanfaatan bangunan Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein sampai dengan saat ini selain sebagai sarana perkantoran adalah untuk kepentingan pariwisata dan pengetahuan. Pemanfaatan terhadap objek penelitian ini didapatkan belum mengerahkan peran serta masyarakat secara luas. Namun pada satu sisi, bangunan Kantor Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein ini dalam pemanfaatannya sudah berlandaskan pada kaidah pelestarian.

The Cornelis Chastelein Institute Foundation Office or former manse is evidence of cultural work and a form of achievement of unique, ditstinctive and rare architectural, containing archaeological and historical value during the colonial period. One way to streghthen the relationship between society an cultural heritage is through utilization, where cultural heritage is sought to have concrete value and benefits for society. However, within the case consider of this investigate protest, the director as well as the proprietor of the building does not fundamentally apply the guideline of viable utilize for the wider community as expressed within the Social Legacy Law. The method used for this research study is generally carried out trough three processes, namely data collection, processing, and interpretation. To decipher the current use of buildings, this study is based on data obtained when it comes directly to the field. In addition, the data obtained is supported by interview data on related figures. Based on Cultural Heritage Law no.11 of 2010, the manager and owner of the Cornelis Chastelein Foundation Office building does not optimally utilize the building for religious, social, cultural, educational, scientific and technological purposes. Even so, the manager in this case has a plan to maximize the use of buildings for tourism as well as knowledge, which is used as a museum. Therefore, this aim concluded that the form of use of the Cornelis Chastelein Foundation Office building until now other than as office facilities is for the benefit of tourism and knowledge. The use of this research object has not mobilized the participation of the community at large. But on the one hand, the Cornelis Chastelein Foundation Office building in its use is based on the principles of preservation."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Shinta Mia Ayunia Pribadi
"Bangunan Hotel Niagara pada masanya merupakan bangunan rumah tinggal yang paling tinggi dan paling megah di lingkungan tempat bangunan ini didirikan. Dirancang oleh arsitek F.J. Pinedo dan memulai pembangunan pada akhir abad 19 hingga awal abad 20 bersamaan dengan masa berkembangnya gaya arsitektur di Indonesia. Arsitek-arsitek pada masa itu dilanda wabah pembaharuan menentang arsitektur sebelumnya yang dianggap cenderung baku, kaku, angkuh, dan tidak sesuai dengan zaman baru. Bedasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penerapan gaya bangunan Hotel Niagara yang dibangun pada masa peralihan pandangan arsitektur dari gaya Indische Empire ke arah yang lebih modern. Metode yang digunakan adalah metode deskripsi dengan membagi bangunan secara vertikal, dilanjutkan proses analisis dengan mengklasifikasikan tiap komponen bangunan (struktural, fungsional, dan ornamental) bedasarkan bentuk dan ruangnya. Tahap terakhir yaitu penafsiran data termasuk didalamnya membandingkan objek penelitian dengan bangunan lain yang didirikan oleh arsitek F.J Pinedo yaitu rumah Tan Hie Sioe dan bangunan BII Surabaya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bangunan Hotel Niagara memiliki gabungan dari gaya Indische Empire Style, Empire Style, Art Deco, Art Nouveau, dan Art Bouwen.

The Hotel Niagara Lawang designed by architect F.J. Pinedo, was a towering and grand residential building of its time. Constructed during the transition from the 19th to the 20th century, along with the development of architectural style in Indonesia. The architects of that era challenged the rigidity of previous architectural styles that were deemed incompatible with the new era. This study aims to find out how the Hotel Niagara building style was applied, which was built during a period of changing architectural views from the Indische Empire Style to a modern direction. To achieve this goal, the study employed a descriptive approach, dividing the building vertically and analyzing each building component (structural, functional, and ornamental) according to its shape and space. The final stage is the interpretation of the data, including comparing the research objects with other buildings built by architect F.J. Pinedo, such as Rumah Tan Hie Sioe and the BII Surabaya building. The findings of the study reveal that the Hotel Niagara building has a combination of Indische Empire Style, Empire Style, Art Deco, Art Nouveau, and Art Bouwen."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library