Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadi S. Muktisendjaja
Abstrak :
ABSTRAK
1. Gambaran Umum

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dengan nilai prevalensi nasional 0,29%, dan nilai prevalensi untuk DKI Jakarta 0,26 % (Manaf, 1986).

Salah satu ciri penyakit tuberkulosis paru yang sudah lama dikenal ialah penurunan status gizi yang tampak jelas dengan adanya penurunan berat badan atau bertambah kurusnya penderita dari hari ke hari. Dokumen tertua yang memuat hal ini ditemukan sekitar tahun 3700 SM, sekalipun waktu itu namanya masih bermacam-macam. Demikian juga dikemukakan bahwa lukisan orang sakit yang ditemui Budha dalam perjalanannya pada rilief-rilief candi Borobudur berupa gambar orang-orang kurus dengan tulang iga yang menonjol dan bahu yang tertarik ke atas merupakan gambaran penderita tuberkulosis paru, yang rupanya saat itu telah menjadi
penyakit rakyat yang dikenal luas (Van Joost, 1951). Selanjutnya penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 1977 mendapatkan bahwa dari 132 penderita tuberkulosis paru (apusan sputum positif), 84,1% di antaranya mempunyai berat badan kurang, kekurangannya bervariasi antara 10% s/d 47% dari berat badan ideal (Danusantoso, 1979).

Saat ini sudah disadari bahwa penurunan status gizi pada pasien dengan penyakit infeksi umumnya disebabkan anoreksia dan peningkatan kebutuhan metabolik sel oleh inflamasi (Faster, 1987), dampaknya bukan sekedar penurunan berat badan atau bertambah kurusnya penderita tetapi juga akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh yang memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi seperti penurunan Sekretori Imunoglobulin A (SIgA) yang memberikan kekebalan permukaan membran mukosa, gangguan sistem fagositosis, gangguan pembentukan kekebalan humoral tertentu, berkurangnya sebagian besar komplemen, dan berkurangnya thymus sel (T) sel yang sudah tentu akan mempengaruhi fungsinya (sel mediated immunity) (Faulk & Vitale, 1982). Kesemuanya itu akan meniadi kendala dalam merawat dan mengobati penderita karena dapat memperburuk keadaan, memperpanjang masa perawatan, menghambat penyembuhan serta mempermudah kekambuhan atau reinfeksi di kemudian hari (Faulk dkk, 1974; Silk, 1983; Kudsk and sheldon, 1983). Dari gambaran di atas sudah sewajarnya faktor penurunan status gizi ini mendapat perhatian dan penanganan yang intensif, lebih-lebih lagi pada saat ini dimana obat-obat anti tuberkulosis sudah demikian banyak dan ampuh, maka tunjangan nutrisi sebagai bagian dari mata rantai pengobatan dapat Lebih bezperan dalam menentukan suksesnya pengobatan. Hal lain yang penting yaitu peningkatan status gizi akan memberikan dampak psikologis yang positif terhadap penderita sendiri maupun lingkungan keluarga, masyarakat,
pekerjaannya dalam anti rasa percaya diri, penerimaan keluarga / masyarakat / lingkungannya, termasuk lingkungan pekerjaannya sehingga penderita dapat produktif kembali?

1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effendi Rustan
Abstrak :
ABSTRAK Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara kadar kromium serum dengan kadar insulin, gula darah, HbAlc, profit lipid dan tingkat oklusi koroner pada penderita baru penyakit jantung koroner. Tempat : Bagian Cath-Lab RS Jantung Harapan Kita. Bahan dan Cara: Penelitian dilakukan pada laki-laki di atas usia 35 tahun yang memenuhi kriteria dikumpulkan data mengenai sosio-ekonomi, keadaan kesehatan, gaya-hidup, aktivitas, IMT, asupan makanan, proporsi zat dan pemeriksaan tekanan darah, kadar kromium serum, insulin, gula darah, HbAlc, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Karakteristik subyek disajikan secara deskriptif, sedangkan analisis dilakukan dengan uji statistik chi kuadrat, t, Mann Whitney, dan uji korelasi Spearman. Hasil: Dari 65 subyek penelitian yang diteliti, umur rata-rata 51.17 + 7.44 tahun, terbanyak (60 %) antara 40 - 55 tahun, 73.9% golongan ekonomi menengah atas, prevalensi DM 13.8%, Hipertensi 16.9%, Merokok 69.2%, olahraga 28%, Obese dan gemuk 52.3%, aktivitas ringan 100%. Asupan nutrisi secara kualitatif sesuai dengan anjuran diit Konsensus Nasional Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia, secara kuantitatif subyek dengan tingkat oklusi > 50%, mempunyai asupan protein hewani dan kolesterol yang lebih besar secara bermakna (p<0,05) dibandingkan dengan subyek dengan tingkat oklusi < 50%, dan telah jauh di atas AKG. Nilai rata-rata kromium serum 8.08 ug/L. Nilai ini 431 lebih rendah dari nilai normal. Nilai insulin, gula darah puasa dan trigliserida masih berada dalam batas normal. Nilai HbAlc, LDL, HDL dan Total kolesterol berada dalam batas yang diwaspadai. Berdasarkan Triad Lipid 98.5% menderita Dislipidemia. Berdasarkan tingkat oklusi koroner, didapatkan 44 orang subyek dengan tingkat oklusi >50%, dan 21 orang dengan tingkat oklusi <50% . Subyek dengan tingkat oklusi >50% mempunyai kadar LDL dan total kolesterol yang lebih besar secara bermakna. Kadar kroaium, insulin, gula puasa, HbAlc, trigliserida dan HDL kolesterol tidak berbeda secara bermakna. Pada tingkat oklusi koroner <50%, tidak ada korelasi yang bermakna antara kromium serum dengan faktor-faktor resiko. Pada tingkat oklusi koroner >50% ada korelasi yang bermakna kromium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol. Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara kromium serum dengan kadar gula puasa, profil lipid dan tingkat oklusi koroner. Pada tingkat oklusi > 50% ada korelasi yang bermakna antara kroaium serum dengan gula puasa, trigliserida dan HDL kolesterol.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Wahyuni
Abstrak :
ABSTRAK Ruang lingkup dan cara penelitian : Perubahan pola makan yang mengandung banyak karbohidrat dan serat ke pola makan yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi miskin serat, menjadi sebab utama peningkatan kadar kolesterol darah. Hiperlipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), yang menempati urutan ke tiga dari semua penyebab kematian (9,9 %). Spirulina, adalah suatu ganggang mikro biru hijau sebagai suatu komponen makanan yang mempunyai potensi memperbaiki kadar profil lipid darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Spirulina terhadap profil lipid darah pada penderita hiperlipidemia. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan menggunakan subyek yang menderita hiperlipidemia dengan kadar kolesterol > 250 mg/dl dan kadar trigliserida > 150 mg/dl, tanpa disertai penyakit lainnya. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap masing-masing tahap 4 minggu, tahap I dengan pemberian diet rendah kolesterol pada 41 orang subyek, kemudian pada tahap II subyek yang masih hiperlipidemia dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan, 11 orang yang diberi diet rendah kolesterol dan 3 x 7 tablet Spirulina sehari, sedangkan kelompok kontrol, 10 orang diberi diet rendah kolesterol saja. Sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pemeriksaan antropometri dan profil lipid darah. Hasil dan kesimpulan terdapat penurunan bermakna kadar kolesterol, trigliserida, LDL-kolesterol pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p < 0,05). Penurunan LDL-kolesterol 19,11 % pada kelompok perlakuan dan 17.13 % pada kelompok kontrol. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nakaya (1988) sebesar 6,1 %. Penurunan kolesterol 14,50 % pada kelompok perlakuan dan 12,20 % pada kelompok kontrol. Terdapat kenaikan HDL-kolesterol secara bermakna (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa diet mempunyai peran yang penting pada perbaikan profil lipid.
ABSTRACT Rationale and Method of Study : The change of the conventional dietary pattern which is high in carbohydrate and fiber to the westernized diet with high in fat, protein, refined carbohydrate, salt and low in fiber seems to be the primary cause of hypercholesterolemia and hyperlipidemia. As we know that hyperlipidemia is one of the major risk factor for coronary heart disease which is known as the third rank cause of death in Indonesia (9.9%). Spirulina, micro blue-green algae, is a food component, which has potential effect to improve blood lipid profile. The purpose of this study is to analyze the effect of Spirulina on blood lipid profile of hyperlipidemic patients. Therefore, the study was conducted on hyperlipidemic patients who has cholesterol and triglyceride level more than 250 mg/dl and 150 mg/dl respectively, and without any other deseases. The study was implemented in two stages, each of them lasted 4 weeks. The first stage subjected 41 people on low cholesterol diet. In the second stage, subjects who were still hyperlipidemic were divided into two groups, the treatment group consisting of 14 people subjected to low cholesterol diet (300 mg/day) and 7 Spirulina pills three times daily and the control group consisting of 10 people subjected to low cholesterol diet only. The anthropometry measurement and the blood lipid profile determination were conducted at the beginning and the end of the treatment. Result and Conclusions: The level of cholesterol, triglyceride, and LDL-cholesterol levels, significantly decreased in both the treatment and control groups (p < 0.05). The LDL-cholesterol decreased by 19.11 % in the treatment group and 17.13 % in the control group. These results are higher than Nakaya's (1988) 6.1 %. In the Nakaya's study the level decreased by 14.50 % and 12.20 % respectively in the treatment and control group. The HDL-Cholesterol level in the control group significantly increased (p < 0.05). The result indicate that diet has the important role as the supporting therapy for improving lipid profile.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Utarmi Wiguno
Abstrak :
Ringkasan Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Hiperkolesterolemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK). Diet rendah lemak dan tinggi serat merupakan salah satu upaya untuk menurunkan kadar lemak serum. Apel manalagi mengandung 2,64 % (dari berat segar) pektin, suatu komponen serat yang larut air dan dilaporkan mempunyai efek hipokolesterolemik yang kuat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai apakah apel manalagi yang diberikan dalam diet dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida, serta menaikkan kadar HDL-kolesterol, serum kelinci hiperlipidemik. Duabpuluh ekor kelinci New Zealand White, jantan, berumur 6 bulan dan berat badan 3 - 3,5 kg, dijadikan hiperlipidemik dengan pemberian diet kolesterol 0,5% selama 2 minggu. Kelinci hiperlipidemik tersebut selanjutnya dibagi secara acak dalam dua kelompok, masing-masing 10 ekor. Kelompok kontrol diteruskan dengan diet kolesterol 0,5% selama 4 minggu, kelompok perlakuan memperoleh diet yang sama dengan tambahan apel manalagi, dalam waktu yang sama. Pada akhir penelitian berat badan, kadar kolesterol total, trigliserida dan HDL-kolesterol dibandingkan secara statistik dengan uji Student t. Hasil dan Kesimpulan: Berat badan kelinci kedua kelompok, pada awal dan akhir penelitian, tidak menunjukkan perbedaan. Pada awal penelitian hiperlipidemia), serum kelompok kontrol mengandung (X ± SEM) kolesterol 661,3 ± 34,6 mg/dL, trigliserida 322,2 ± 23,5 mg/dL dan HDL-kolesterol 77,3 ± 4,8 mg/dL. Pada akhir penelitian diperoleh nilai, berturut-turut: 2372,4 ± 101,1 mg/dL; 557,0 ± 30,1 mg/dL; dan 233,8 ± 14,3 mg/dL. Pada kelompok perlakuan kadar lipid serum, masing-masing, pada awal penelitian: 721,7 } 43,7; 301,8 ± 19,3; dan 75,6 ± 3,2 mg/dL, dan pada akhir penelitian: 859,0 ± 49,2; 408,6 ± 22,5; dan 103,6 ± 5,2 mg/dL. Pengujian statistik menunjukkan bahwa fraksi lipid serum kedua kelompok mengalami peningkatan pada akhir penelitian. Namun fraksi lipid kelompok perlakuan pada akhir penelitian lebih rendah daripada kelompok kontrol (p < 0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa diet apel manalagi, yang mengandung pektin, mempunyai pengaruh menghambat kenaikan kadar lipid serum pada kelinci yang memperoleh diet tinggi kolesterol. Summary
Scope and Method of Study: Hypercholesterolemia is one of the risk factors of coronary heart disease. Low fat and high fiber in the diet can be used as an intervention to reduce serum lipids. Manalagi apple contain 2.64% (of fresh weight) pectin, a water-soluble fiber component which was reported to have a strong hypocholesterolemic effect. This study was conducted to evaluate if manalagi apple given in the diet of rabbits could decrease serum total cholesterol and triglyceride, and increase HDL-cholesterol in rabbits with hyperlipidemia. Twenty male New Zealand White rabbits, 6 months of age and weighing 3-3.5 kg, were given a 0.5% cholesterol diet for 2 weeks to induce hyperlipidemia. The rabbits were then randomly allocated into 2 equal groups. The control group continues to receive the cholesterol diet, while the treatment group was given manalagi apple (= 5.26% pectin) in addition to the cholesterol diet. After 4 weeks, body weight, serum total cholesterol, triglyceride and HDL-cholesterol in both groups were determined and compared by student t test. Findings and Conclusions: The rabbits were of similar body weight initially and at the end of the stud period. Serum cholesterol, triglyceride, and HDL-cholesterol (X i- SEM), respectively, of the hyperlipemic rabbits were initially: 661.3 ± 34.6 mg/dL, 322.2 ± 23.5 mgldL, and 77.3 ± 4.8 mg/dL (control group), and 721.7 ± 43.7, 301.8 ± 19.3, and 75.6 ± 3.2 mg/dL (treatment group). At the end of the study period the values of the control group were, respectively: 2372.4 ± 101.1, 557,0 ± 30,1, and 233.8 ± 14.3 mg/dL, whereas in the treatment group they were: 859.0 ± 49.2, 408.6 ± 22.5, and 103.6 ± 5.2 mg/dL. Statistical analysis indicates an increase of all the lipid fractions in both groups, but those of the treatment group were less severe than the control group (p < 0.05). It was concluded that manalagi apple, given in the diet, could inhibit an increase of serum lipids in rabbits given a high cholesterol diet. The increase in HDL-cholesterol could not be attributed to the apple diet.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irnawaty Rasyid
Abstrak :
Prevalensi obesitas cenderung meningkat di berbagai belahan dunia sehingga dapat meningkatkan risiko kardiometabolik pada berbagai penyakit. Salah satu tata laksana obesitas yang paling efektif adalah modifikasi gaya hidup, yaitu pengaturan diet. Penelitian ini merupakan studi pendahuluan dengan desain uji klinis acak tersamar ganda, paralel, dua kelompok, bertujuan mengetahui pengaruh suplementasi serat larut dan diet rendah kalori seimbang (DRKS) selama 4 minggu berturut-turut terhadap berat badan (BB), kadar kolesterol highdensity lipoprotein (HDL) dan trigliserida (TG) serum pada subyek obes I usia 30-50 tahun. Berdasarkan kriteria inklusi, didapatkan 31 subyek yang dibagi menjadi dua kelompok, 15 orang kelompok perlakuan (KP) mendapat DRKS 1200 kkal/hari dan psyllium husk (PH) 8,4 g/hari, dan 16 orang kelompok kontrol (KK) mendapat DRKS 1200 kkal/hari dan plasebo. Sebanyak 28 subyek menyelesaikan penelitian ini. Suplementasi PH ditoleransi dengan baik dan tidak ada efek samping yang serius. Jumlah asupan energi total subyek KP 1130,9 ± 221,9 kkal/hari lebih tinggi signifikan (p = 0,02) daripada KK 1024,3 ± 269,9 kkal/hari. Asupan serat subyek rendah; KP 17,2 ± 2,8 dan KK 8,6 (5,2−15,2) g/hari, walaupun dengan suplementasi PH. Penurunan BB dan peningkatan kadar kolesterol HDL serum sedikit lebih banyak tidak signifikan pada KP (-1,8 ± 0,8 kg dan 0,0 ± 4,3 mg/dL) dibandingkan KK (-1,6 ± 0,9 kg dan -0,4 ± 5,9 mg/dL). Penurunan kadar TG serum KP -1,5 (-416−77) mg/dL lebih rendah tidak signifikan dibandingkan dengan KK -10,0 ± 31,3 mg/dL. Pada penelitian ini belum dapat dibuktikan suplementasi PH 8,4 g/hari dan DRKS 1200 kkal/hari dibandingkan DRKS 1200 kkal/hari saja selama 4 minggu berturut-turut lebih baik dalam menurunkan BB dan mempengaruhi kadar kolesterol HDL dan TG serum pada subyek obes I. ...... The prevalence of obesity has been increasing globally, thus it likewise made an escalation the risk of cardio metabolic diseases. One method to encounter obesity is lifestyle modification such as the diet. This research was a preliminary study with double blinded randomized clinical trial, parallel, two groups, aims to understand the effects of soluble fiber suplementation and low calorie balanced diet (LCBD) on weight, high-density lipoprotein (HDL) cholesterol and triglycerides serum for obese I subjects age 30-50 years, for four weeks successively. Base on inclusion criteria, 31 subjects are divided into two groups, 15 subjects for treatment (T) receive 1200 kcal/day of LCBD and 8,4 g/day of psyllium husk (PH) and 16 subjects for control (C) receive 1200 kcal/day of LCBD and placebo. 28 subjects accomplish this research. PH suplement were being tolerate decently, and no serious side effect developed. Total energy intake from all T subjects were 1130,9 ± 221,9 kcal, significantly higher (p = 0,02) than C subjects 1024,3 ± 269,9 kcal/day. Subjects intake of fibers were low, even adding PH supplementation; 17,2 ± 2,8 for T subjects and 8,6 (5,2-15,2) g/day for C subjects. Weight loss and HDL cholesterol serum level enhancement were insignificantly higher on T subjects (-1,8 ± 0,8 kg and 0,0 ± 4,3 mg/dL) compared to C subjects (-1,6 ± 0,9 kg and -0,4 ± 5,9 mg/dL). TG serum level derivation on T subjects are -1,5 (-416−77) mg/dL insignificantly lower than C subjects -10,0 ± 31,3 mg/dL. This research has still yet able to prove that suplementation of PG 8,4 g/day and LCBD 1200 kcal/day in compare to only 1200 kcal/day of LCBD and placebo in 4 weeks consecutively are better in weight loss and affect the level of HDL cholesterol and TG serum on obese I subjects.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunkun K. Wiramihardja
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T9680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ika Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab kematian utama dengan prevalensi di Indonesia 7,2%. Penelitian observasional memperlihatkan asupan kalsium yang rendah berkorelasi dengan peningkatan beberapa faktor risiko dan kejadian PJK, namun di lain pihak, didapatkan hubungan suplemen kalsium dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat PJK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan kalsium dengan derajat stenosis berdasarkan skor Gensini. Metode penelitian adalah studi potong lintang pada 49 pasien PJK laki-laki berusia 19 sampai 65 tahun yang pertama kali angiografi koroner di Pelayanan Jantung Terpadu (PJT) RSCM pada Juli sampai dengan November 2014. Asupan kalsium berdasarkan kuesioner FFQ dan kalsium dan albumin serum diperiksa sesaat sebelum dilakukan tindakan. Derajat stenosis dinyatakan dengan skor Gensini. Pada penelitian didapatkan median asupan kalsium 301,6 (93–1404) mg/hari dan tidak berkorelasi (r=0,13, p=0,37) dengan kadar kalsium terkoreksi (rerata=8,8+0,4 mg/dL). Rerata skor Gensini didapatkan sebesar 95,18 + 57,78. Asupan kalsium tidak berkorelasi dengan skor Gensini (r=- 0,04, p=0,77). Penelitian ini menyimpulkan tidak terdapat korelasi yang bermakna antara asupan kalsium dengan derajat stenosis pada pasien PJK laki-laki dewasa, dengan kecenderungan korelasi negatif.
ABSTRACT
Coronary artery disease (CAD) is the leading cause of death, with its prevalence in Indonesia 7.2%. Observational evidence suggested that calcium intake was inversely associated with either some risks or event of CAD, but some others found association between calcium supplements with increasing trend in cardiovascular morbidity and mortality. This study proposed to investigate the association between calcium intake and severity of coronary artery disease (CAD) assessed by Gensini score. This cross sectional study enrolled 49 male patients from 19 to 65 years old who underwent their first angiography at Holistic Cardiac Care Centre Unit of Ciptomangunkusumo Hospital Indonesia from July to November 2014. Subjects were assessed using food frequency questionnaires to explore their historical intake of main food sources of calcium. Calcium and albumin level were performed immediately before angiography. Severity of CAD was assessed by Gensini Score. Association between calcium intake and Gensini Score were analyzed. From the study we found median calcium intake was 301,6 (93 – 1404) mg/day and did not have correlation (r=0,13, p=0,37) with corrected serum calcium (means=8,8+0,4 mg/dL). We found means of Gensini score was 95,18 + 57,78. We didn’t find any correlation between calcium intake with Gensini score (r=-0,04, p=0,77). We conclude that there was no correlation between calcium intake and severity of CAD, especially in male patients with CAD with negative tendency.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Nurul Mustaqimah
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Prevalensi penyakit periodontal di Indonesia sangat tinggi. Cara penanggulangan penyakit ini yang umum dilakukan adalah ?flap operation? (FO). Penyembuhan FO membutuhkan waktu cukup lama. Beberapa peneliti menemukan berat penyakit periodontal erat kaitannya dengan produksi ?gingival crevicular fluid? (GCF), konsentrasi ?alkaline phosphatase? (ALP) dan protein dalam GCF. Mineral zinc (Zn) berperan dalam berbagai fungsi faali tubuh di antaranya mempercepat proses penyembuhan luka bakar dan bedah mayor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui manfaat suplementasi Zn per oral terhadap penyembuhan luka FO, dan apakah aktivitas ALP dapat digunakan sebagai parameternya. Sejumlah 23 subyek dibagi dalam 2 kelompok. Kelompok A (12 orang) memperoleh kapsul ZnSO4 220 mg dan kelompok B (11 orang) mendapat plasebo. Masing-masing 3x1 sehari selama 14 hari. FO dilakukan pada hari ke 5. Pada hari ke 5, 12, 19, 26 (F0, K1, K2, K3) dilakkan pemeriksaan klinik dan laboratorik. Data klinik yang diteliti adalah ?papillary bleeding index? (PBI), kedalaman poket, dan kegoyangan gigi. Pemeriksaan laboratorik meliputi konsentrasi Zn plasma; besar produksi, konsentrasi protein dan aktivitas ALP GCF. Status gizi para subyek juga diperiksa. Hasil dan kesimpulan : Status gizi subyek baik. Data PBI dan kegoyangan gigi kelompok A saat K2 menunjukkan kemaknaan penyembuhan klinik. Konsentrasi Zn menunjukkan kemaknaan penyembuhan klinik. Konsentrasi Zn plasma A selama penelitian (F0 149, K1 127, K2 117 ug/dl) walau tidak bermakna. Saat K1 produksi GCF B meningkat bermakna (p < 0,01) dan konsentrasi protein A menurun bermakna (p < 0,01). Didapatkan perbedaan bermakna (p < 0,01) dari konsentrasi protein A saat K1 dan K3 dibandingkan dengan B. Pemberian ZnSO4 per oral dapat mempercepat penyembuhan FO. Aktivitas ALP GCF tidak mempercepat penyembuhan FO. Aktivitas ALP GCF tidak dapat dinilai, sehingga penggunaan ALP GCF sebagai parameter penyembuhan tersebut belum dapat disimpulkan. ......Scope and Method of Study: the prevalence of periodontal disease in Indonesia is still high. Flap operation (FO) is the common therapy for this disease is closely related to the production of the gingival crevicular fluid (GCF), alkaline phosphatase (ALP) and protein levvel in GCF. Zinc (Zn) is a mineral with various physiological functions eg to accelerate the healing process of burns and wounds after surgery. The purpose of this study is to investigate the benefit of Zn given orally to wound healing after FO and whther the GCF ALP could be used as the parameter of the healing. The 23 subjects were devided into 2 groups. Group A (12 persons) received 220 mg ZnSO capsuls and group B (11 persons) received placebo 3 ti d for 14 days. FO was done on day 5 of the study. On day 5, 12, 19, 26 (FO, K1, K2, K#) the following were examiner: papillary bleeding index (PBI), pocket depth, looseness of the tooth, plasma Zn level, GCF production, protein level, ALP activity in GCF and the nutritional status was assessed. Findings and conclusions: all the subjects were in good nutritional status. PBI and the looseness of the tooth of group A on K2 showed significant clinical healing. Although not significantly different the plasma Zn level of group A (FO 208, K1 227, K2 209 ug/dl) was higher than group B (FO 149, K1 127, K2 117 ug/dl). The GCF production of group B on K1 was significantly increased (p <0,01) and GCF protein level of group A was significantly decreased (p < 0,01). The difference in protein level between group A and group B on K1 and K3 was significant (p<0,01). Thus ZnSO4 given orally accelerated the healing of the FO wound. The use of GCF ALP as a parameter for the healing of an FO wound could not yet be proven.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library