Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Singh, Jaspal
"ABSTRAK
Sampah medis berupa prepusium sangatlah mudah di peroleh di Indonesia. Sel-sel
yang di dapat dari enam sampel di duga memiliki kapasitas pluripotensi dan dapat
berdiferensiasi ke lini lain untuk pengobatan secara medis. Pada experiment ini, sel
keratinosit di peroleh dari epidermis prepusium, sel tersebut di ambil mengunakan
larutan enzymatik dispase dan tripsin masing-masing di inkubasi semalaman dengan
sampel. Kemudian sel-sel tersebut di kultur dengan DMEM tinggi glukosa untuk
meningkatkan jumlah sel. Setelah di kultur, sel-sel tersebut di ambil untuk
pengecekan immunositokimia (ISK) Oct-4, hal ini di karenakan Oct-4 adalah
penanda kapasitas pluripotensi. Sample lainnya tetap di kultur untuk eksperimen
konfluensi/differensiasi spontan selama 14 hari. Riset ini telah sukses menggunakan
medium kultur alternatif dan berbiaya efektif untuk menkultur keratinosit. Bahan
medium tersebut yakni; DMEM tinggi glukosa, PRP 10%, heparin 1%, FBS 10%,
penstrep 1%, dan fungizone 1%. Hasil dari pada ISK tersebut adalah positif parsial
dengan nukleus keratinosit yang terwarnai coklat tua pada lima lapang pandang
berkekuatan tinggi dari setiap sampel. Namun, analisis diferensiais spontan
menggunakan alcian blue menunjukkan hasil negative dengan tidak adanya
perubahan dari lini keratinosit ke kondrosit

ABSTRACT
The medical waste of preputial skin is easily obtained in Indonesia. The cells isolated
from six samples are expected to have pluripotency and able to differentiate to other
lineage for medical treatment. This research uses the epidermal layer of preputial skin
to obtain keratinocytes, this cells are taken using dispase and trypsin solution overnight
respectively. Then, the keratinocytes are subsequently cultured using DMEM complete
high glucose to increase the number of cells. The cultured cells are then taken for
immunocytochemistry (ICC) of Oct-4, since it is the marker of pluripotency. The other
half of cultured samples are continued for over confluency analysis for fourteen days
to observe spontaneous differentiation. This research has successfully used an
alternative and cost effective culture medium for keratinocytes. It consist of DMEM
high glucose, PRP 10%, heparin 1%, FBS 10%, penstrep 1%, and fungizone 1%. The
result of ICC is partially positive with keratinocytes nuclear being stained dark brown
in five hpf from each sample. However, spontaneous differentiation analysis using
alcian blue shows negative result of chondrogenic formation from keratinocytes"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Audrey Clarissa
"ABSTRAK
Penemuan akan sel pluripoten pada kulit prepusium, yang sebelumnya dibuang,
menunjukan bahwa kulit prepusium dapat dijadikan sumber untuk bank sel punca
yang dapat bermanfaat bagi donor dan keluarganya. Dalam transportasi jaringan
ke bank, kami ingin melihat metode yang lebih sederhana dan murah dengan
menggunakan biang es dan es dibandingkan dengan nitrogen cair untuk
memelihara sel-sel punca. Kulit-kulit prepusium diperoleh dari sirkumsisi masal
dengan persetujuan dari para subjek dan dikirim dengan menggunakan biang es
atau es. Di laboratorium, sampel kulit diproses dengan teknik histologi,
pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE), dan Imunohistokimia (IHK) menggunakan
antibodi Oct-4. Data hasil percobaan dianalisis dengan mikroskop, OptiLab?,
Image Raster?, dan SPSS. Ekspresi positif dari Oct-4 dihitung dan dianalisis
dengan SPSS. Rata-rata dari ekspresi positif Oct-4 adalah 2.30 pada sampel yang
dikirim dengan menggunakan biang es, dan 2.38 pada es. Hasil dari percobaan
kami menunjukkan tidak ditemukannya perbedaan yang berarti antara biang es
dan es (nilai P adalah 0.091). Dengan demikian, biang es dan es memiliki fungsi
yang sama sebagai metode transportasi dingin untuk kulit prepusium dan dapat
digunakan sebagai jembatan menuju pembekuan dengan nitrogen cair

ABSTRACT
The discovery of pluripotent cells in preputial skin, a previously discarded tissue,
means prepuce can become a new source of stem cell banking which can be
beneficial for the donor and his family. In transporting preputial skin to the
biobank, we wanted to see simpler and inexpensive cold transport methods using
dry ice and ice rather than liquid nitrogen to preserve the stem cells. The preputial
skins were obtained from mass circumcision with informed consent and
transported into the laboratory with dry ice or ice. In the laboratory, the skin
samples underwent histotechnique process, Hematoxylin-Eosin (HE) staining, and
Immunohistochemistry (IHC) with Oct-4 antibody staining. The data was
analyzed using microscope, OptiLab?, Image Raster?, and SPSS. Oct-4 positive
expression was counted and the data was examined with SPSS. The mean of Oct-
4 expression in samples transported with dry ice was 2.30 and ice was 2.38. Our
study resulted in no significant difference between dry ice and ice (P value is
0.901) in the Oct-4 expression. Thus, dry ice and ice have equal function as cold
transport method for preputial skin and can be used as a bridge towards liquid
nitrogen freezing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70408
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tampubolon, Shindi Eugene Tiurma
"ABSTRACT
Sirkumsisi telah dianggap sebagai salah satu prosedur bedah tertua dan paling sering dilakukan. Meskipun telah banyak teknik-teknik sirkumsisi yang telah diciptakan, tidak ada mufakat dalam penentuan metode sirkumsisi yang terbaik dalam praktik, terutama dalam ketentuan perbaikan jaringan kulit. Tenascin-C TNC adalah glikoprotein ekstraselular yang terbentuk selama embriogenesis dan meningkat sewaktu penyembuhan luka, terutama dalam fase resolusi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisa penyembuhan luka akibat sirkumsisi dengan dorsal-slit method dan kauter laser melalui ekspresi Tenascin-c. Kulit khatan dari 20 partisipan laki-laki 5-12 tahun dikumpulkan dan diwarnai dengan pewarna hematoxylin-eosin untuk menentukan area insisi. Ekspresi tenascin-c diamati dengan imunohistokimia: rasio area dengan TNC positif dan batas pinggiran insisi. Hal ini diikuti dengan daftar pertanyaan pasca-operasi beserta foto-foto dari partisipan untuk menentukan status penyembuhan luka. Grup konvensional memperlihatkan ekspresi TNC yang lebih besar 57.28 47.56 dibanding grup kauterisasi 25.36 16.44 p=0.07 . Rata-rata ekspresi TNC pada subyek dengan penyembuhan luka yang normal 42.15 40.87 sedikit lebih tinggi daripada rata-rata pada subyek dengan penyembuhan luka yang tertunda 38.83 33.40 p=0.872 . Tidak ada korelasi yang signifikan antara ekspresi tenascin-c dengan proses penyembuhan luka. Dari data yang terkumpul dapat dilihat bahwa dorsal-slit dan kauterisasi method, kedua-duanya membuahkan perbaikan jaringan kulit yang normal.

ABSTRACT
Circumcision has been noted as one of the oldest and most common surgical procedure. Even though, various techniques have been developed, there is no consensus on best practice method for circumcision in terms of skin tissue repair. Tenascin c TNC is an extracellular glycoprotein expressed during embryogenesis and markedly increased in wound healing, especially in resolution phase. In this study, the author analyzed the outcome of skin tissue repair dorsal slit and laser cauterization through expression of tenascin c. Prepuces from 20 male participants 5 12 years old were collected and stained using hematoxylin eosin staining to determine incisional area. Tenascin C expression was determined by immunohistochemistry with ratio of TNC positive area and incisional margin. Follow up investigation was done using post operative questionnaire and photographs to determine the status of wound healing. The conventional group showed greater TNC expression 57.28 47.56 than cauterization group 25.36 16.44 p 0.07 . The mean expression of TNC in normal wound healing subjects 42.15 40.87 is slightly more than the mean of delayed wound healing subjects 38.83 33.40 p 0.872 . There is no significant correlation between tenascin c expression and wound healing process. The number of subjects with normal healing after cauterization or conventional techniques is almost identical. The data presented here suggested that both dorsal slit and cauterization methods resulted in normal skin tissue repair. "
2016
S70375
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni Oktavina
"

Cedera hati kronis dapat disebabkan oleh berbagai infeksi, gangguan metabolik, toksin atau gangguan sirkulasi yang jika berlanjut dapat menjadi cedera hati parah sampai sirosis hati jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Disamping itu, hati memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi untuk membantu pemulihan pasca cedera. Berbagai model cedera hati hewan coba tikus secara khusus dibuat untuk menyerupai penyakit hati kronis pada manusia. Pada penelitian ini, dikembangkan model hewan coba untuk mempelajari proses regenerasi hati menggunakan 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) yang menghambat proliferasi hepatosit, sedangkan Carbon tetrachlorida (CCl4) digunakan untuk menginduksi fibrosis hati dan sirosis hati. Setelah pembuatan model hewan coba 2-AAF/CCl4 kemudian diberikan sel punca mesenkimal asal tali pusat manusia dengan harapan dapat memberikan efek positif pada cedera hati kronis yang dinilai dari parameter kadar ALT, Albumin, perubahan anatomi dan histologi dari jaringan hati tikus. Dalam penelitian ini, dalam pembuatan model hewan coba menggunakan tikus winstar jantan dengan pemberian CCl4 dua kali seminggu (2ml/kg) diencerkan dalam olive oil, pemberian secara subkutan selama 12 minggu. Kemudian dikombinasikan dengan 2-AAF setiap hari diencerkan dalam polietilen glikol, pemberian secara intragastrik. Kelompok percobaan terlihat peningkatan kadar ALT, tidak ada perbedaan untuk kadar Albumin, perubahan warna hati menjadi lebih terang dengan permukaan kasar dan bernodul serta memiliki ukuran lebih besar dibandingkan dengan kontrol yang memiliki hati dengan warna merah gelap, permukaan licin tanpa nodul. Selanjutnya dilakukan juga pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan HE, masson trichome dan imunohistokimia (ekspresi kaspase 3), didapatkan hasil yang menunjukkan adanya kerusakan hati (fat degeneration, nekrosis, cell swelling, inflamasi dan fibrosis hati, serta kematian hepatosit). Pada kelompok yang diberikan sel punca asal tali pusat manusia dapat memperbaiki kerusakan hati yang ditandai dengan kecenderungan penurunan kadar ALT, kecenderungan peningkatan kadar albumin, perbaikan anatomi berupa warna hati merah gelap dengan permukaan licin, perubahan histologi yaitu perbaikan jaringan, penurunan derajat fibrosis dan penurunan kematian sel.

 


Chronic liver injury can be caused by a variety of infections, metabolic disorders, toxins or circulatory disorders which, if it continues, can become severe liver injury to cirrhosis of the liver if it does not receive adequate treatment. Besides that, the liver has a high regeneration ability to help with post-injury recovery. Various models of animal liver injury in rats tried specifically made to resemble chronic liver disease in humans. In this research, an experimental animal model was developed to study the process of liver regeneration using 2-AAF/CCl4. 2-Acetylaminoflourene (2-AAF) which inhibits hepatocyte proliferation, while Carbon tetrachloride (CCl4) is used to induce liver fibrosis and liver cirrhosis. After making 2-AAF/CCl4 experimental animal models, human umbilical cord derived mesenchymal stem cells were given in the hope that they would have a positive effect on chronic liver injury assessed by parameters of ALT, albumin, anatomic and histological changes in rat liver tissue. In this study, in making animal models using male winstar rats by administering CCl4 twice a week (2ml/kg) diluted in olive oil, administering subcutaneously for 12 weeks. Then combined with 2-AAF daily diluted in polyethylene glycol, administered intragastrically. The experimental group saw an increase in ALT levels, there was no difference in albumin levels, changes in the color of the liver became brighter with rough and boiled surfaces and had a larger size compared to controls that had hearts with dark red, slippery surfaces without nodules. Histopathological examination was also performed by staining HE, masson trichome and immunohistochemistry (expression of caspase 3), the results showed liver damage (fat degeneration, necrosis, cell swelling, inflammation and fibrosis of the liver, and death of hepatocytes). In groups given human umbilical cord derived mesenchymal stem cells can repair liver damage marked by a tendency to decrease ALT levels, tendency to increase albumin levels, anatomic improvements in the form of dark red heart color with a slippery surface, histological changes, namely tissue repair, decreased degrees of fibrosis and decreased mortality cell.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Mujadid
"Penggunaan DMPS sebagai filler material berdasar pada anggapan bahwa DMPS merupakan biomaterial yang bersifat inert terhadap sistem imun tubuh. Berbagai kasus pada individu dengan injeksi DMPS memicu timbulnya granuloma yang kemudian diikuti oleh fibrosis. Berbagai kemungkinan penyebab mengenai kemunculan respon imun akibat DMPS pun muncul. Mulai dari kontaminasi oleh komponen bakteri, seperti LPS, cara injeksi yang tidak tepat, volume DMPS yang diinjeksikan tidak sesuai hingga mekanisme seluler, seperti oksidasi DMPS, yang menyebabkan molekul tersebut menjadi imunogenik.
Data yang didapat dari penelitian ini akan mencoba menjelaskan mekanisme respon imun seluler dari resipien terhadap DMPS yang diinjeksikan dengan metode secara in vitro untuk mengetahui gambaran respon imun yang terjadi di dalam tubuh akibat pajanan DMPS hingga dapat memicu timbulnya granuloma hingga fibrosis. PBMC diambil dari pasien normal dan pasien dengan granuloma akibat injeksi DMPS. Kemudian, dikultur selama 72 jam dengan kelompok perlakuan RPMI sebagai kontrol negatif, PHA dan LPS sebagai kontrol positif, DMPS dan DMPS dengan penambahan plasma autolog.
Tujuan dari kultur PBMC tersebut adalah untuk mendapatkan gambaran aktivitas sitokin TNF-a, IFN-g, IL-6, IL13 dan IL-10 yang diperoleh dengan analisis menggunakan Milliplex map kit Luminex serta proliferasi PBMCdengan menggunakan pewarnaan acridine orange. Tidak ada peningkatan proliferasi limfosit maupun monosit yang signifikan (p>0,05) pada kelompok perlakuan DMPS, baik pada pasien normal maupun pasien dengan granuloma. Peran plasma autolog pun tidak teramati dalam meningkatkan proliferasi pada kedua sel. Meskipun demikian, plasma autolog berperan dalam peningkatan aktivitas TNF-a dan IL-6 secara signifikan (p<0,05) sebagai respon terhadap pajanan DMPS, baik pada pasien normal maupun pasien dengan granuloma.
Data penelitian ini menunjukkan bahwa DMPS mampu memicu timbulnya inflamasi yang dimediasi oleh aktivitas TNF-a dan IL-6 dan sangat bergantung pada protein plasma setiap individu, meskipun data berupa proliferasi PBMC belum dapat menggambarkan gambaran respon imun terhadap DMPS.

The use of DMPS as a filler material based on the assumption that DMPS is a biomaterial that is inert to the immune system. Various cases in individuals with DMPS injection, trigger granuloma formation, followed by fibrosis. Possible causes of the emergence of the immune response due to DMPS are appeared. Start from contamination by bacterial components, such as LPS, improper injection method, the volume of injected DMPS does not conform, and cellular mechanisms, such as oxidation of DMPS, which causes that molecule becomes immunogenic.
The data obtained from this study may try to explain the mechanism of cellular immune response of DMPS-injected recipients with in vitro-based method to get the description of immune responses that occurs in the body due to exposure of DMPS which can lead to granuloma formation, followed by fibrosis. PBMC is taken from normal patients and patients with granulomas due to injection of DMPS. And then, it was cultured for 72 hours with RPMI treatment as a negative control, PHA and LPS as a positive control, DMPS and DMPS with the addition of autologous plasma.
The purpose of the PBMC culture was to describe the activity of TNF-a, IFN-g, IL-6, IL13 and IL-10, which were obtained by analysis using Milliplex map kit Luminex and PBMC proliferation using acridine orange staining. There is no increase in proliferation of lymphocytes and monocytes were significantly (p> 0.05) in the DMPS-treated group, both in normal patients and patients with granulomas. The role of autologous plasma was not observed in the increase both cell proliferation. Nonetheless, autologous plasma had a role in the increased activity of TNF-a and IL-6 significantly (p <0.05) in response to exposure DMPS, both in normal patients and patients with granulomas.
The data of this study indicated that DMPS is able to trigger inflammatory activity mediated by TNF-a and IL-6 and it was very dependent on each individual plasma proteins, although the data from proliferation of PBMC has not been able to describe immune response against DMPS.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Misbakhul Munir
"Monosodium Glutamat (MSG) merupakan garam natrium dari glutamate yang merupakan asam amino nonessensial yang dapat bersifat eksitotoksik. Terdapat dugaan bahwa glutamat yang berlebihan berpotensi menyebabkan kerusakan dihati dengan mekanisme eksitotoksik karena reseptor glutamate juga ditemukan di hati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui metabolisme hati yang berkaitan dengan Fungsi hati (enzim GPT) dan glukoneogenesis pada tikus jantan dewasa setelah pemberian MSG dan penghentiannya. Sebanyak 45 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan dibagi menjadi 3 kelompok : Kelompok kontrol(diberi akuades), kelompok pemberian MSG 4 gr/KgBB/hari dan kelompok pemberian MSG 6 gr/KgBB/hari. Perlakuan diberikan melalui sonde selama 30 hari. Setiap kelompok dibagi lagi menjadi 3 kelompok berdasarkan waktu pengambilan jaringan hati (30+1, 30+14 dan 30+28), jaringan hati diambil untuk pengiukuran kadar protein, glukosa dan aktivitas spesifik enzim GPT. Pemberian MSG 4 gr/KgBB/hari tidak menyebabkan perubahan kadar glukosa (P=0,132), tetapi terjadi peningkatan bermakna aktifitas spesifik enzim GPT (p=0,038) pada jaringan hati tikus. Pemberian MSG 6 gr/KgBB/hari menyebabkan penurunan bermakna kadar glukosa ( p=0,065 ) paska penghentian 28 hari, tetapi terjadi penekanan tidak bermakna pada aktifitas spesifik enzim GPT ( 0, 651) pada jaringan hati.

Monosodium Glutamate (MSG) is the sodium salt of glutamate which is an amino acid nonessensial. Wich tend to be exitotoxic. There are allegations that excessive glutamate could potentially caused damage to the liver, because glutamate receptors are also found in the liver. This study aim was to determine the liver metabolism related to the specific activity of the glutamate pyruvate transaminase and gluconeogenesis in adult male rats after administration of MSG and its termination. A total of 45 rats (Rattus norvegicus) males were divided into 3 groups: control group (distilled water), the group MSG 4 g / Kg BB / day and MSG 6 g / KgBB / day administration. The treatment is given by sonde for 30 days. Each group was subdivided into three groups based on the time period after MSG discontinued (30 + 1, 30 + 14 and 30 + 28), the liver tissue is taken for measuring: protein, glucose concentration, and GPT specific activity. Administration of MSG 4 g / kgBB / day did not lead to changes in glucose levels (P = 0.132), but there was a significant increase in GPT specific activity (p = 0.038) in the rat liver tissue. Administration of MSG 6 g / kg BB/ day caused a significant decrease in glucose levels (p = 0.065) after discontinuation of 28 days, but there was not significant different in the specific activity of the GPT enzyme (p=0, 651) in the liver tissue.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soni Siswanto
"Latar belakang. Doksorubisin (DOK), suatu antibiotika antrasiklin, digunakan secara luas untuk terapi antikanker, namun penggunaan DOK dapat menimbulkan efek samping, salah satunya gangguan kognitif. Penggunaan kemoterapi berbasis DOK menunjukkan hingga 76% pasien mengalami penurunan kognitif. Kerusakan otak akibat penggunaan DOK disebabkan oleh peningkatan TNF-α di otak melalui uptake reseptor di sawar darah otak dan peningkatan produksi melalui aktivasi NF-κB. Peningkatan TNF-α lebih lanjut dapat menyebabkan inflamasi kronis yang dapat menimbulkan kematian sel saraf atau penyakit degenerasi saraf. Mangiferin (MAG) merupakan salah satu senyawa neuroprotektif, akan tetapi efek terhadap kerusakan otak akibat pemberian DOK belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek MAG terhadap kerusakan otak yang ditimbulkan oleh pemberian DOK.
Metode. Penelitian dilakukan terhadap tikus Sprague-Dawley yang diinduksi menggunakan DOK dengan dosis total 15 mg/kgBB secara i.p mulai minggu kedua. Pemberian MAG dilakukan secara p.o dengan dosis 30 dan 60 mg/kgBB selama 7 minggu. Parameter yang diamati adalah fungsi kognitif, inflamasi (TNF-α, NF-κB dan iNOS), stres oksidatif (SOD dan MDA) dan histopatologi dengan pewarnaan HE.
Hasil. Pemberian DOK menyebabkan gangguan kognitif yang ditandai dengan penurunan penggiliran labirin Y dan penurunan indeks diskriminasi pada pengenalan obyek baru, disertai peningkatan parameter inflamasi yaitu ekspresi TNF-α, NF-κB dan iNOS. Pemberian MAG bersama DOK menyebabkan peningkatan fungsi kognitif, penurunan inflamasi dan penurunan stres oksidatif serta histopatologi dewan pewarna HE.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan parameter pada penelitian mengindikasikan bahwa mangiferin memiliki efek neuroproteksi terhadap pemberian DOK.

Introduction. Doxorubicin (DOK), an anthracycline antibiotic, is widely used for anticancer therapy, but the use of DOK causing side effects, one of them is cognitive impairment. Up to 76% of patients experienced cognitive decline caused by DOK-based chemotherapy. Brain damage due to the use of DOK lead by an increase in TNF-α in the brain through the receptors uptake in the blood brain barrier and increasing production through activation of NF-κB. Increased TNF-α can further lead to chronic inflammation which can lead nerve cells death or nerve degeneration diseases. Mangiferin (MAG) is one of the neuroprotective compound, but the effect on brain damage induced by DOK is still unknown. This study aims to determine the effect of MAG on brain damage induced by DOK.
Methods. Research carried out on Sprague-Dawley rats induced by DOK i.p with total dose 15 mg/kg that divided into 6 dose and given within 2 weeks, started from 2nd week. The rats was administrated by MAG p.o with dose 30 and 60 mg/kg daily for 7 weeks. Parameters measured were cognitive function, inflammatory parameters (TNF-α, NF-κB and iNOS), oxidative stress parameters (SOD and MDA) and histopatology using HE staining.
Results. DOK cause cognitive disorders that characterized by decreased Y maze alteration and discrimination index in new object recognition, and accompanied by increasing inflammatory parameters that showed in increasing TNF-α, NF-κB and iNOS expressions. Coadministration MAG with DOK led an increasing on cognitive function, reducing the inflammation and oxidative stress.
Conclusion. Based on the results of the study, MAG indicated has a neuroprotective effect on brain damage induced by DOK
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Gusti Ayu Amanda Dharmaningputri
"Latar Belakang: Kondiloma akuminata adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus HPV . Epitel mukosa pada kulit prepusium penis yang utuh pada lelaki tidak disunat diketahui sebagai lokasi predileksi lesi proliferatif Kondiloma akuminata. Fenomena ini dipengaruhi oleh HPV yang menyukai permukaan yang lembab. Diperlukan studi lebih lanjut mengenai kapasitas proliferasi keratinosit basal pada epitelium prepusium penis yang diduga merupakan faktor lain yang berpengaruh pada lokasi predileksi Kondiloma akuminata.
Metode: Sampel kulit prepusium didapat dari 10 partisipan acara sunatan massal. Sampel melalui proses histoteknik dan diwarnai dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan immunohistokimia. Preparat diobservasi menggunakan mikroskop Olympus untuk dilakukan penghitungan manual pada keratinosit basal yang positif Ki-67. Hasil dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2010.
Hasil: Dari 10 sampel, terdapat 2 sampel dengan histologi kulit prepusium penis yang lengkap, 5 sampel yang hanya memiliki epitel mukosa dalam dan 3 sampel yang hanya memiliki epithel kutan luar. Rata-rata dari basal keratinosit yang positif Ki-67 pada epitel mukosa adalah 5.9 sel, sedangkan epitel kutan luar memiliki rata-rata 3.6 sel.
Kesimpulan: Epitel mukosa bagian dalam memiliki lebih banyak keratinosit basal yang berproliferasi dibandingkan dengan sel di epitel kutan bagian luar dari kulit prepusium penis. Jumlah sel yang lebih banyak berproliferasi diduga merupakan faktor yang berpengaruh pada lokasi predileksi Kondiloma akuminata.

Background: Condyloma acuminata is a sexually transmitted infection caused by Human Papilloma Virus HPV . In uncircumcised men with intact preputial skin of penis, mucosal surface is the predilection site of proliferative lesion in Condyloma acuminata. This is explained by HPV preference towards moist surface. Further investigation is necessary to understand the capacity of basal keratinocyte of penile preputial skin epithelium to proliferate, as it is suspected as a factor contributing to the predilection site of Condyloma acuminata.
Method: Preputial skin samples were obtained from 10 participants in mass circumcision event. Samples underwent histotechnique process and stained by Hematoxylin Eosin and immunohistochemistry. Microscopic slides were observed under Olympus microscope to allow manual counting of Ki 67 positive cell. The data collected was analyzed using Microsoft Excel 2010.
Results: From 10 samples, there were 2 samples with complete penile preputial skin histology, 5 samples with inner mucosal epithelium only and 3 samples with outer cutaneous epithelium only. Mean of Ki 67 positive basal keratinocyte in inner mucosal epithelium was 5.9 cells, while outer cutaneous epithelium was 3.6 cells.
Conclusion: Inner mucosal epithelium showed more Ki 67 positive cells compared to outer cutaneous epithelium. More actively proliferating cell in the mucosal epithelium may serves as factor influencing the predilection site of Condyloma acuminata.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diannisa Paramita Susantono
"Latar Belakang: Sirkumsisi adalah prosedur bedah untuk menghilangkan kulit prepusium. Prosedur ini melibatkan proses penyembuhan luka yang meliputi 3 fase: inflamasi, pembentukan jaringan, dan remodeling jaringan. Tenascin-c adalah protein matriks ekstraselular yang diekspresikan pada saat perlukaan, perbaikan, dan regenerasi jaringan. Tenascin-c ditemukan pada area inflamasi, terutama di tepi perlukaan. Riset ini bertujuan mengidentifikasi korelasi antara ekspresi tenascin-c pada tepi luka sirkumsisi dengan resolusi inflamasi pada penyembukan luka sirkumsisi.
Metode: Sampel preputium didapatkan dari kegiatan sirkumsisi masal, kemudian sampel melalui histotechniques dan immunohistokimia spesifik untuk tenascin-c. Data juga diperoleh dari wawancara yang dilaksanakan 14 hari setelah sirkumsisi. Wawancara diikuti oleh observasi fisik untuk menentukan resolusi inflamasi pada perlukaan pasien.
Hasil: 85,7 dari sampel yang tenascin-c positif mengalami resolusi inflamasi yang normal. 66,67 dari sampel yang tenascin-c negatif mengalami resolusi inflamasi yang tertunda.
Kesimpulan: Ada korelasi antara ekspresi tenascin-c dan resolusi inflamasi pada perlukaan pasca sirkumsisi.

Background Circumcision is a common invasive surgical procedure to remove the preputial skin. It involves the wound healing process, consisting of 3 phases inflammation, tissue rebuilding, and tissue remodeling. Tenascin c is an extracellular matrix protein highly expressed during tissue injury, renewal, and regeneration. Tenascin c expressions are found at sites of inflammation, it especially peaks at the incision wound edges. This research aims to identify a correlation between tenascin c expressions at the circumcision incision area and the inflammation resolution of circumcision wound healing.
Method Preputial skin samples were obtained from a mass circumcision event, afterwards they underwent histotechniques which includes hematoxylin eosin staining and immunohistochemistry specific for tenascin C. Data was also obtained from a follow up interview conducted 14 days after the surgical procedure. The interview was confirmed with physical observation to determine state of inflammation resolution.
Results 85,7 of tenascin c positive samples exhibits normal inflammation resolution. 66,67 of tenascin c negative samples exhibit delayed inflammation resolution.
Conclusion There is a correlation between tenascin c expression and inflammation resolution in post circumcision wound healing."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariska Anindhita
"LatarBelakang: Keberadaan sel Oct4 pada suatu struktur merupakan indikasi adanya sel dengan kapasitas pluripoten, disebut juga sel punca pluripoten yang sedang gencar diteliti karena manfaatnya. Dalam proses pengembangan sel punca pluripoten, masih ditemukan hambatan yaitu pengisolasian sumber sel dari embryo yang dianggap kontroversial. Dengan karakteristik kulit dan pandangan sebagai material yang terbuang paska sirkumsisi, kulit prepusium diduga memiliki sel punca pada lingkungan histologinya dan dirasa bisa menjadi sumber baru yang tidak kontroversial untuk sel punca pluripoten.
Metode: Sampel diambil dari sirkumsisi massal yang kemudian diolah dengan proses histoteknik dan dilakukan proses staining oleh Hematoxylin-Eosin staining dan Immunohistochemistry Oct4 staining di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Slide sampel yang diperoleh kemudian dilakukan mikrofoto menggunakan optilab dan dianalisa.
Hasil: Sel Oct4 ditemukan pada kulit prepusium. Namun sel tersebut hanya ditemukan di beberapa lokasi, yaitu kelenjar sebasea, folikel rambut, pembuluh darah, dan lapisan hipodermis dari kulit.
Kesimpulan: 80 dari sampel kulit prepusium yang diambil memiliki sel Oct4 dan sel hanya di temukan pada 4 lokasi spesifik kelenjar sebasea, hair follicle, pembuluh darah dan lapisan hipodermis.

Background The presence of Oct4 cell in a structure indicates the presence of pluripotent cell, which popular nowadays being on researched due to its benefit. In the development of the cell, an obstacle is found such as the isolation process of the cell rsquo s source, embryonic stem cell, is considered as controversial. With its skin characteristic and views as discarded material, preputial skin expected to possessed stem cell in its histological environment and has the potential to be new source of pluripotent stem cell that is not controversial.
Method Sample was taken from mass circumcision event, which then undergo histotechnique process involved the staining with Hematoxylin Eosin Staining and Immunohistochemistry Oct4 staining in Histology Laboratory, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sample slide that obtain then being analyzed by microphoto of the slide under the microscope.
Results Oct4 cells are found in the preputial skin. However, these cell only found limited in several locations such as sebaceous gland, hair follicle, blood vessel, and hypodermis layer of the skin.
Conclusion 80 of the preputial skin sample possessed the Oct4 cells and these cells are only found in 4 specific locations sebaceous gland, hair follicle, blood vessel, and hypodermis layer."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>