Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lee Yeonkyung
"Tesis ini membahas dan memperbandingkan bentuk dan makna konten visual terkait kontroversi Omnibus Law di Indonesia dan kontroversi monarki di Thailand pada tahun 2020. Pada bulan Oktober dan November, pertarungan antara penolak dan pendukung di tiap negara mencapai klimaks. Kedua belah pihak menciptakan berbagai konten visual tersendiri. Sejauh ini, penelitian tentang konten visual dalam konteks Asia Tenggara cenderung berdasar pada pemikiran Barat yang mengasumsikan pengguna media sosial sebagai agen sosial bebas dan Twitter sebagai ruang publik umum. Hal tersebut tidak sesuai dengan konteks Indonesia dan Thailand yang memberlakukan hukum ITE dan iLaw untuk memantau konten media sosial secara ketat. Bahkan, pemikiran barat tersebut menghalangi penyusunan berbagai bentuk konten visual sebagai medium komunikatif yang ideologis. Dengan demikian, tesis ini mengajukan perspektif alternatif yang dapat secara khusus ditempatkan dalam konteks Asia Tenggara. Perspektif tersebut mendeskripsikan konten visual sebagai artefak yang berhubungan erat dengan konteks eksternal sehingga bersifat subjektif. Menurut hasil analisis, tiap pihak menampilkan keunggulan bentuk konten visual tertentu. Hasil tersebut menunjukkan perkembangan medium komunikatif dari masa sebelumnya ke bentuk digital seturut lingkungan media sosial. Di dalam kasus Indonesia, pihak pendukung Omnibus Lawmenonjolkan bentuk poster, sementara pihak penolak Omnibus Law Indonesia lebih menonjolkan bentuk emergent meme dan fotojurnalisme. Di sisi lain, pendukung monarki Thailand menggunakan bentuk foto arsip, sementara penolak monarki Thailand menggunakan bentuk photographic screencapture. Hasil anslisis berdasarkan posisi permukan tersebut dangkal sehingga terlihat layaknya pertarungan konsumtif antara pendukung dan penolak saja. Interpretasi artefak pada dasarnya mengacu pada bayangan tentang reaksi dan ekspresi manusia di waktu dan tempat tertentu. Dengan demikian, perbandingan konten visual antara Indonesia dengan Thailand dilaksanakan berdasarkan sikap terhadap perubahan atau hal yang baru, yaitu konservatisme (anti-omnibus dan pro-monarki) dan progresivisme (pro-omnibus dan anti-monarki). Penelitian ini menyimpulkan bahwa konten visual sebagai artefak menanamkan pesan dalam secara berbeda, yaitu konservatisme melalui elemen visual dan progresivisme melalui elemen bahasa.

This study analyses and compares the visual contents’ forms and meaning from the perspective of material culture informed by the Omnibus Law controversy in Indonesia and monarchy reform in Thailand in October and November 2020 in which virtual disputes peaked between opponents and supporters in each country. Previous research into visual contents in Southeast Asia has mainly focused on the Western-based assumption that a social media user can make expressive visual contents as an independent social agent, but this view challenges the different contextual backdrops which exist in Indonesia and Thailand which both enforce ITE and iLaw laws to strictly monitor social media content and usage. Accordingly, viewing visual content act as a artifacts can then eanble interpretation through considering the external context lens for the arrangement of the visual contents. Results demonstrate the cultural shift of communication tools from the real world to the virtual space. Each party exhibits their own preferences for certain visual content forms: posters are preferred by Pro-Omnibus Law, while Anti-Omnibus Law focuses on emergent memes and photojornalism. Following that, archinal photographs by pro-monarchists in Thailand, photographic screen capture by anti-monarchists. In the end, the comparison between Indonesia and Thailand was undertaken based on attitudes towards novelty, namely conservatism (antiomnibus and pro-monarchy) and progressiveness (pro-omnibus and anti-monarchy)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leona Dwi Untari
"Penelitian ini menggunakan film Mulan (1998) versi animasi dan Mulan (2020) versi live action sebagai korpus penelitian. Korpus tersebut memuat permasalahan gender androgini dengan narasi yang berbeda. Berbeda dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah mengangkat permasalahan gender, penelitian ini berfokus pada isu androginitas (femininitas dan maskulinitas yang tinggi dalam satu individu) yang direpresentasikan melalui tokoh Mulan. Dengan menggunakan konsep Androgini Bem S.L (1974)., penelitian ini mencoba membongkar transformasi androginitas pada tokoh Mulan dalam kedua film tersebut dan refleksinya. Hasil analisis menemukan androginitas Mulan terbentuk karena adanya dukungan dari lingkungan sekitar, peran orang tua, dan keyakinan diri sendiri dalam menentukan identitas yang diinginkan. Transformasi tersebut dapat dimaknai dengan adanya upaya Disney (sebagai rumah produksi film bertema princess/putri) untuk melakukan koreksi terhadap cara pandangnya terhadap permasalahan gender.

This study uses the animated version of the Mulan (1998) film and the live action version of Mulan (2020) as the research corpus. The corpus contains androgynous gender issues formulated in different narratives. Different from previous studies that have raised gender issues, this research focuses on the issue of androgyny (high femininity and masculinity in one individual) which is represented through the character Mulan. By using the concept of Androgynous Bem S.L. (1974), this research tries to uncover the androgynous transformation of Mulan's character in the two films and her reflection. The analysis found that Mulan's androgyny was formed because of the support from the surrounding environment, the role of parents, and her self-confidence in determining the desired identity. This transformation can be interpreted by Disney's efforts (as a princess/princess-themed film production house) to make corrections to its perspective on gender issues.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maharani Diaz Indra Pratiwi
"Ai Qing adalah salah satu penyair terkemuka Tiongkok yang telah menghasilkan berbagai karya dari masa ke masa. Mulai dari masa setelah ia keluar dari penjara, setelah berdirinya Republik Rakyat Tiongkok, hingga setelah ia kembali dari pengasingannya. Namun ketiga era tersebut menghasilkan karya dengan gaya yang berbeda. Maka dari itu, tulisan ini akan meneliti karya-karya Ai Qing pada ketiga era tersebut. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana gaya dan bentuk puisi Ai Qing dari masa ke masa. Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan ekstrinsik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya perubahan yang signifikan pada karya Ai Qing pada ketiga era tersebut. Perbedaan tersebut muncul karena adanya gejolak yang terjadi pada kehidupan Ai Qing. Selain itu, kondisi sosial politik di Tiongkok juga berpengaruh besar pada karya-karya yang ia hasilkan.

Ai Qing is one of China's leading poets who has produced various artworks from time to time. Starting from the time after he was released from prison, after the founding of the People's Republic of China, until after he returned from his exile. But the three eras turned out to produce artworks with different styles. Therefore, this paper will examine the artworks of Ai Qing in the three eras. The purpose of this paper is to find out the style and form of Ai Qing's poetry from time to time. The method that will be used in this research is a qualitative method while the approach used is extrinsic. The results of this research indicate a significant change in Ai Qing's work in the three eras. The difference arose because of the turmoil that occurred in Ai Qing's life. In addition, the socio-political conditions in China also greatly influenced the artworks he produced."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Michelle Ladykia Naftali
"Penelitian ini membahas tentang etnis Tionghoa dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia pada tahun 1966 - 1998. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana etnis Tionghoa dari berbagai bidang dan dinamikanya dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sejarah. Dalam pengumpulan data akan menggunakan teknik studi pustaka dan wawancara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sekalipun di tengah dinamika sosial dan politik pada masa Orde Baru (1966-1998) yang diskriminatif seperti kewajiban memiliki SBKRI dan adanya kekerasan rasial, tetapi etnis Tionghoa dari berbagai bidang tetap melakukan aperannya masing-masing dalam kesuksesan bulu tangkis Indonesia sebagai bentuk rasa nasionalisme untuk menanggapi keadaan yang dialami tersebut. Hal ini dapat diperhatikan dari berbagai bidang, mulai dari atlet yang mengharumkan nama Indonesia di dunia melalui perjuangan prestasi sebagai bentuk menunjukkan identitas nasional, pelatih yang berjuang melatih guna menghasilkan atlet yang berprestasi, organisator yang rela bergerak di bidang politik organisasi bulutangkis demi kepentingan Indonesia, hingga sebagai pengusaha membantu pembinaan bulu tangkis Indonesia melalui pendanaan. Lalu, kesuksesan bulutangkis Indonesia ini berdampak positif terhadap respon yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah Indonesia yaitu berupa dukungan, sambutan, dan apresiasi yang tinggi kepada para kontingen bulutangkis Indonesia.
This study discusses the Chinese ethnicity and its dynamics in the success of Indonesian badminton in 1966 - 1998. The purpose of this study is to explain how the ethnic Chinese from various fields and their dynamics in the success of Indonesian badminton. The method used in this research is a qualitative research method with a historical approach. In data collection will use literature study and interview techniques. The conclusion of this research is that even in the midst of discriminatory social and political dynamics during the New Order (1966-1998) such as the obligation to have an SBKRI and the existence of racial violence, ethnic Chinese from various fields still carry out their respective roles in the success of Indonesian badminton as a form of a sense of nationalism to respond to the circumstances experienced. This can be observed from various fields, start from athletes who makes Indonesia’s name fame in the world through achievement struggles as a form of showing national identity, coaches who struggle to train to produce outstanding athletes, committee who are willing to engage in badminton organization politics for the sake of Indonesia, entrepreneurs assisting the development of Indonesian badminton through funding. Then, the success of Indonesian badminton has a positive impact on the response given by the Indonesian people and government, namely in the form of support, welcome, and high appreciation for the Indonesian badminton contingent."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Hanindhitakirana Wirawan
"J-pop dan K-pop merupakan dua budaya populer yang berkembang di era globalisasi. Dalam penelitian ini, penulis menganalisis dinamika perkembangan J-pop dan K-pop di Jepang dan Korea Selatan di era globalisasi. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis J-pop yang dapat menjadi inspirasi bagi Korea Selatan dalam membangun K-pop, menganalisis K-pop yang dapat menyaingi kepopuleran J-pop sebagai pendahulunya di tengah globalisasi, serta menganalisis upaya yang dilakukan pelaku industri musik J-pop dalam menyikapi pesatnya perkembangan industri musik K-pop di tengah globalisasi. Studi ini menggunakan teori globalisasi yang diungkapkan oleh Giddens (1990) dengan konsep modernitas refleksif. Studi ini menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui sumber-sumber dari buku, jurnal, dan artikel dalam situs web. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam rentang waktu 1990 hingga 2022, J-pop dan K-pop saling menginspirasi untuk terus berkembang dan menciptakan konten yang menarik bagi penggemar mereka. Interaksi antara kedua budaya populer ini menciptakan hubungan saling menguntungkan antars Jepang dan Korea Selatan.

J-pop and K-pop are two popular cultures that developed in the globalization era. In this research, the author analyzes the dynamics of the development of J-pop and K-pop in Japan and South Korea in the globalization era. The purpose of this study is to analyze J-pop that can be an inspiration to South Korea in establishing K-pop, analyze K-pop that can challenge the popularity of J-pop as its predecessor in the midst of globalization, and analyze the efforts made by J-pop music industry players in responding to the rapid development of the K-pop music industry in the midst of globalization. This study uses the globalization theory expressed by Giddens (1990) using the concept of reflexive modernity. This study uses qualitative data obtained through sources from books, journals, and articles on websites. The results of this study show that from 1990 to 2022, J-pop and K-pop inspired each other to grow and create engaging content for their fans. The interaction between these two popular cultures created a mutually beneficial relationship between Japan and South Korea."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library