Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satria Dipo Putra A.
"ABSTRAK
Rinoplasti adalah prosedur estetik yang banyak diminati di seluruh dunia dan merupakan prosedur menantang bagi seorang ahli bedah estetik karena memiliki satu tujuan yaitu kepuasan. Kepuasan ini tidak hanya untuk pasien, tapi juga bagi ahli bedah yang terlibat. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi suatu kepuasan. Kepuasan yang ingin dicapai dapat dilihat dari segi estetik tanpa melupakan fungsinya. Penelitian ini menggunakan kuesioner rhinoplasty outcomes evaluation untuk menilai tingkat kepuasan pasien setelah menjalani prosedur rinoplasti. Segala jenis prosedur operasi, kususnya dibidang estetik, kunci keberhasilan adalah ketepatan pemilihan pasien, sehingga mengetahui psikologi pasien dapat menjadi garis depan dalam pengambilan keputusan pemilihan pasien. Prosedur ini memiliki risiko potensial tinggi terutama pada pasien dengan gangguan psikopatologi, sehingga penilaian psikologi pasien perlu dilakukan, dimana digunakan penilaian dengan skala kecemasan pada penelitian ini untuk mengetahui hal tersebut. Hal lain yang dapat mengurangi tingkat kepuasan pasien adalah keluhan sumbatan hidung setelah operasi, oleh karena itu penilaian aliran udara hidung sebelum dan sesudah operasi perlu dilakukan untuk memaksimalkan target kepuasan yang ingin dicapai. Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan kuesioner NOSE dan ESS, serta pemeriksaan PNIF untuk menilai aliran udara hidung sebelum dan sesudah operasi.

ABSTRACT
Rhinoplasty is an aesthetic procedure that is in great demand throughout the world and is a challenging procedure for an aesthetic surgeon because it has one goal, satisfaction. This satisfaction is not only for patients, but also for the surgeons involved. Many factors can influence satisfaction. Satisfaction to be achieved can be seen in terms of aesthetics without forgetting its function. This study used a rhinoplasty outcomes evaluation questionnaire to assess the level of patient satisfaction after undergoing a rhinoplasty procedure. All types of surgical procedures, especially in the aesthetic field, the key to success is the accuracy of patient selection, so knowing the psychology of patients can be the front line in making patient selection decisions. This procedure has a high potential risk especially in patients with psychopathological disorders, so assessment of patient psychology needs to be done, which is used to assess the neurotic scale in this study to find out this. Another thing that can reduce the level of patient satisfaction is a complaint of nasal obstruction after surgery, therefore an assessment of nasal air flow before and after surgery needs to be done to maximize the target of satisfaction to be achieved. Therefore in this study using the NOSE and ESS questionnaire, and PNIF examination to assess nasal air flow before and after surgery.

"
2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Wijaya
"Later Belakang : Dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar, sebagian besar komunikasi yang dilakukan seorang guru adalah dalam bentuk komunikasi verbal. Penggunaan suara harus cukup lantang dan stabil sehingga pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Proses pengeluaran suara merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan suara selain faktor - faktor risiko lainnya.
Metode : Peneiitian dengan metode potong lintang untuk mendapatkan hubungan kegiatan belajar mengajar dan gangguan suara serta faktor - faktor lain. Gangguan suara ditentukan bila tenjadi peningkatan dua atau lebih parameter akustik pada hasil pemeriksaan analisis suara. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, pengukuran lingkungan kerja dan analisis suara dengan menggunakan alat MDI/P produksi Kay Elemetric corp.
Hasil Penelitian : Guru yang mengajar disekolah dengan akreditasi "A" sebanyak 51,5%, yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 80,'7% dan mengajar lebih dari 16 jam dalam seminggu sebanyak 54,4%. Prevalensi gangguan suara pada guru sekolah dasar sebesar 29,2%. Terdapat tiga faktor determinan terjadinya gangguan suara yaitu, status akreditasi sekolah (p = 0,021 , CI = 1,133 - 4,624 , OR = 2,28) , masa kerja (p = 0,04, CI = 1,004 - 8,073, OR = 2,84) serta lama keija perminggu (p = 0,040, CI = 1,020 - 4,209, OR = 2,072). Tidak didapati perbedaan yang bermakna untuk faktor risiko yang lainnya terhadap terjadinya gangguan suara.
Kesimpulan : Tempat mengajar, lama kerja perminggu serta mesa kerja sebagai guru berhubungan dengan terjadinya gangguan suara pada guru sekolah dasar.

Background: While carrying out the teaching and leaming activities, most communication was done by verbal communication. Use of sound should be loud enough and stable so that lessons can be delivered well-received. Vocal loading is one of the risk factor for voice disorders.
Methods : This cross sectional method to obtain the relationship of teaching and learning activities and voice disorders. Voice disorders is determined if there was an increase of two or more parameters on the results of acoustic voice analysis. Data collected through questionnaires, physical examination, working environment measurement and analysis of voice using MDVP Kay Elemetric corp.
Results : Teachers who teach in schools with the accreditation of the "A" as much as 5l.5%, which has the working lives of more than 5 years were 80.7% and teach more than 16 hours a week as much as 54.4%. Prevalence of voice disorders in primary school teachers by 29.2%. There are three factors as the determinant of the occurrence of voice disorders, school accreditation status (p = 0.02l, Cl = 1.133 to 4.624, OR = 2.28), length of employment (p = 0.04, CI = 1.004 to 8.073, OR = 2.84 ) and the length of work per week (p = 0.040, CI = 1.020 to 4.209, OR = 2.072). No significant difference was found for other risk factors on the occurrence of voice disorders.
Conclusion : The place of teaching, working period per week and years of service as a teacher associated with the occurrence of voice disorders in primary school teachers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32330
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fadilah
"Dalam beberapa tahun terakhir, disfonia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Disfonia atau gangguan perubahan kualitas suara dapat mengganggu aktifitas dan kegiatan sosial bagi penderita. Pasien dengan disfonia memerlukan penilaian secara spesifik dan terarah. Pemeriksaan objektif penting untuk menilai disfonia, penilaian subjektif juga tidak kalah pentingnya. Gangguan kualitas hidup akibat disfonia dapat dinilai menggunakan kuesioner VHI (Voice Handicap Index) serta penilaian perseptual menggunakan metode GRBAS (grade, roughness, breathiness, asthenia, strain). Penilaian objektif berupa pemeriksaan videostroboskopi dan MDVP (Multi dimenssion voice program) akan sangat membantu dalam penatalaksanaan pasien dengan disfonia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penilaian subjektif dan objektif pada pasien dengan gangguan suara. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di poliklinik THT KL FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo periode bulan September 2019 sampai dengan Novemberi 2019 pada pasien disfonia usia 18-60 tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi yang signifikan secara statistik antara penialian subjektif dan objektif pada pasien gangguan suara.
In recent years, dysphonia is one of most important public health problems in recent years. Dysphonia or voice quality changing can interfere patients daily life and social activities. Patients with dysfonia need specific and directed assessment. Subjective assessment is needed in addition to objective examination. Limitation due to dysphonia can be measured using the Voice Handicap Index questionnaire and perceptual evaluation using the GRBAS method (grade, roughness, breathiness, asthenia, strain). Objective examination using video stroboscopy and MDVP (Multi-dimenssion voice program) will be very helpful in managing patients with dysphonia.. The purpose of this study was to determine the relationship between subjective and objective judgments in patients with voice disorders. This study uses a cross-sectional design, conducted at the ENT polyclinic FKUI-RSCM Dr. Cipto Mangunkusumo in September 2019 to November 2019 for dysphonia patients aged 18-60 years old. From this study there is a statistically significant correlation between subjective and objective assessment of sound impaired patients."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiah Sari
"Tuba Eustachius berfungsi mengatur dan memodulasi status pneumatik dari telinga tengah dan mastoid untuk menjaga lingkungan yang sesuai untuk transmisi suara optimal oleh membran timpani dan rantai tulang pendengaran. Fungsi TE merupakan faktor penting dalam patogenensis otitis media dan pembersihan ruang telinga tengah serta penting dalam keberhasilan operasi telinga tengah. Otitis media supuratif kronik OMSK adalah inflamasi kronik telinga tengah dan kavum mastoid dengan gambaran klinis adanya keluar cairan telinga berulang atau otorea melalui perforasi membran timpani yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Penelitian ini ingin mengetahui sebaran dan kesesuaian hasil pemeriksaan fungsi ventilasi TE menggunakan sonotubometri dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee pada subjek OMSK tipe aman. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang pada 51 subyek yang diambil secara consecutive sampling. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi hasil pemeriksaan ventilasi TE dengan sonotubometri normal sebanyak 35,5 dan audiometri impedans dengan automatic Toynbee normal sebesar 5,9 . Uji kesesuaian dengan Kappa antara kedua alat didapatkan kesesuaian yang lemah namun secara statistik bermakna. Perhitungan kesesuaian dengan proporsi confounding didapatkan hasil yang sesuai antara kedua alat sebesar 70,6 .

Eustachian Tube ET function is to regulate and modulate pneumatic status of middle ear and mastoid cavity for maintenance of appropiate environment for optimal noise transmision by the tympanic membrane and ossicular chain. ET function is the important factor in otitis media pathogenesis and clereance of middle ear cavity also for middle ear surgery prognosis. Chronic suppurative otitis media CSOM is chronic inflamation of middle ear and mastoid cavity with reccurent ear discharge or otorrhoea through tympanic membrane perforation which occurs more than 3 months.This study is intended to investigate the proportion and association of examination on ET ventilation function with sonotubometry and impedance audiometry using automatic Toynbee on CSOM benign type subject. This study is a cross sectional descriptive research in 51 subjecst which were taken by consecutive sampling. The results is that the normal proportion of ET ventilation function with sonotubometry is 35,5 and with impedance audiometri using automatic Toynbee is 5,9 . The correlation test with Kappa from the two devices is weak but is statistically significant. Another correlation test with confounding proportion indicates that the two devices match at 70,6 ."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55688
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sevi Aristya Sudarwin
"Vestibulo Ocular Reflex VOR merupakan salah satu refleks keseimbangan vestibuler perifer yang berfungsi menjaga stabilitas visual saat bergerak sehingga VOR dapat menggambarkan keadaan vestibular perifer pada seseorang. Video Head Impulse Test VHIT merupakan pemeriksaan fungsi keseimbangan yang menilai fungsi VOR sehingga dapat menilai fungsi vestibuler perifer. Rentang nilai VOR yang dijadikan acuan pada pemeriksaan VHIT saat ini merupakan hasil penelitian di luar negeri, belum ada nilai VOR berdasarkan pengukuran di dalam negeri yang dapat dijadikan acuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemeriksaan VHIT dan nilai VOR gain pada orang dewasa tanpa gangguan keseimbangan. Penelitian ini adalah studi potong lintang dengan desain deskriptif pada 65 percontoh yang diambil secara konsekutif.
Hasil penelitian ini didapatkan tidak terdapat perbedaan bermakna rerata VOR gain berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia 18 60 tahun. Rerata VOR gain lateral sebesar 1,11 dengan standar deviasi 13,5 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,08 1,14. Rerata VOR gain anterior sebesar 1,11 dengan standar deviasi 0,28 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 1,05 1,15. Rerata VOR gain posterior sebesar 1,01 dengan standar deviasi 0,26 dan indeks kepercayaan 95 berkisar antara 0,97 1,06. Pemeriksaan VHIT dapat melengkapi pemeriksaan keseimbangan yang sudah ada sehingga tatalaksana gangguan keseimbangan menjadi lebih baik.

Vestibulo Ocular Reflex VOR is one of the peripheral vestibular balance reflexes that serves to maintain visual stability while moving with the result VOR can describe the state of a peripheral vestibular system in a person. The Video Head Impulse Test VHIT is an examination of the balance function that assesses the function of the VOR in order to assess peripheral vestibular function. The range of VOR scores referenced that used in the current VHIT examination is the result of research abroad, there is no VOR value based on the domestic measurements that can be used as reference for VHIT examination. This study aims to determine the VHIT overview and know the value of VOR gain in adults without disturbance of balance. This study is a cross sectional study with descriptive design on 65 samples taken consecutively.
The result of this study were there was no significant differences of average VOR gain between age and sex group. Average of lateral VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 13.5 and the 95 confidence interval ranged from 1.08 to 1.14. The average of anterior VOR gain was 1.11 with the standard deviation of 0.28 and the 95 confidence interval ranged from 1.05 to 1.15. The average of posterior VOR gain is 1.01 with the standard deviation of 0.26 and the 95 confidence interval ranges from 0.97 to 1.06. VHIT examination complement the existing balance test so that the management of balance disorder is better.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Razki Yorivan R.H.
"ABSTRAK
Suara merupakan modalitas setiap individu untuk berkomunikasi dan berinteraksi. Proses bersuara sangat dipengaruhi keberadaan pita suara. Paralisis pita suara akan mengakibatkan difonia dan mempengaruhi proses komunikasi serta berdampak negatif terhadap kehidupan sosial, aktivitas dan pekerjaan. Penatalaksanaan paralisis pita suara salah satunya dengan laringoplasti injeksi. Prinsip laringoplasti injeksi adalah medialisasi dengan augmentasi. Lemak autologus merupakan salah satu bahan yang baik untuk medialisasi, tetapi memiliki waktu penyerapan beragam dan cenderung cepat terserap sehingga keberadaan lemak didalam jaringan cepat menghilang. Platelet Rich Fibrin (PRF) merupakan bahan yang dapat meningkatkan keberadaan lemak didalam jaringan karena mengandung faktor pertumbuhan. Evaluasi penggunaan kombinasi PRF dengan lemak autologus mikrolobular dibandingkan lemak autologus mikrolobular dilakukan secara subjektif dan objektif. Evaluasi subjektif menggunakan kuesioner Voice Handicap Index (VHI-30) sedangkan evaluasi objektif menggunakan pemeriksaan analisis akustik terkomputerisasi/Multidimensional Voice Program (MDVP), videostroboskopi dan waktu fonasi maksimum. Hasil penelitian ini mendapatkan gambaran perbaikan secara klinis berdasarkan evaluasi VHI-30, MDVP, videostroboskopi dan waktu fonasi maksimum pada masing-masing kelompok penelitian. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistika evaluasi subjektif dan objektif antara kelompok kombinasi PRF dengan lemak autograf mikrolobular dan kelompok lemak autograf mikrolobular

ABSTRACT
Voice is a modality for every human being to communicate and interact with others. Its process is affected by the presence of vocal cord. Vocal cord paralysis will cause dysphonia, interfering communication, thus result in social activity, and professional aspects in life. One of the management of vocal cord paralysis is injection laryngoplasty. Basic principle of the technique is medialization and augmentation. Autologous fat is one of the best material that can be chosen, but it is very highly absorbable so that its existence in body tissue is quickly disappears. Platelet Rich Fibrin (PRF) is a material that can improve fat tissue longevity due to growth factors as one of the components. Evaluation of combination of PRF and autologous microlobular fat compared with autologous microlobular fat was conducted subjective and objectively. Subjective evaluation was done by using Voice Handicap Index (VHI-30) questionnaire, and objective evaluation was by computerized acoustic analysis/Multidimensional Voice Program (MDVP), videostroboscopy dan maximum phonation time. The result showed clinical improvement according to VHI-30, MDVP, videostroboscopy and maximum phonation time parameters in both research group. There was no statistically important difference in subjective and objective evaluation between PRF and autologous microlobular fat, and autologous microlobular fat group."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Riski Satria Perdana
"ABSTRAK
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah salah satu dari bentuk gangguan pernapasan saat tidur (sleep disordered breathing) dengan angka prevalensi yang tinggi dan sering tidak terdiagnosis. OSA adalah suatu penyakit yang ditandai dengan peristiwa kolapsnya saluran napas bagian atas secara periodik pada saat tidur yang mengakibatkan apnea, hipoapnea atau. Gejala klinis OSA sering tidak terdeteksi, namun diduga kuat berhubungan dengan berbagai macam komplikasi medis. Data terkini dari beberapa penelitaan mendokumentasikan hubungan antara OSA dan penyakit kardiovasular, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung, aritmia dan arterosklerosis. PJK merupakan penyebab kematian tertinggi setelah kecelakaan pada usia produktif. Patofisiologi OSA pada kardiovaskular yang sulit dideteksi dapat menyebabkan penatalaksanaan penyakit kardiovaskular menjadi kurang efektif. Keberadaan OSA merupakan prediktor kuat kejadian fatal kardiovaskular pada pasien dengan masalah jantung dan pembuluh darah. peningkatan aktifitas simpatis, aktifasi penanda gangguan metabolik dan penanda inflamasi, dan kerusakan fungsi pembuluh darah, adalah bebarapa mekanisme penyebab yang menjelaskan hubungan antara OSA dan penyakit kardiovaskular. Identifikasi OSA pada PJK menjadi penting untuk menentukan strategi tatalaksana. Keberadaan OSA pada PJK harus betul-betul diperhatikan pada praktek sehari-hari. Berbagai penelitian harus dilakukan untuk mengetahui apakah tatalaksana OSA pada penderita PJK dapat menurunkan morbiditas. Pada penelitian ini, yang melibatkan 62 percontoh, dilaporkan sebanyak 35 (56,5%) percontoh yang semua adalah penderita PJK, juga mempunyai OSA positif berdasarkan pemeriksaan polisomnografi (PSG). Obesitas dan nilai Friedman tounge position menjadi dua faktor risiko bermakna pada OSA dengan PJK. Diketahui keluhan excessive daytime sleepiness adalah keluhan utama yang memiliki hubungan bermakna pada OSA dengan PJK.

ABSTRACT
Obstructive sleep apnoea (OSA) is a form of sleep disordered breathing with a high prevalence rate and is often underdiagnosed. OSA is a disease characterized by periodic upper airway collapse during sleep, which then results in either apnea, hypoapnea or both.OSA commonly undetected but it is strongly associated with variety of medical complications. Recent data from several studies has documented the association between OSA and cardiovascular disorder such as hypertension, coronary artery disease (CAD), heart failure, arrhytmias and atherosclerosis. CAD is the most commonly caused fatal even after accident in middle age. The undetectable cardiovascular complication that lead by OSA can make the management of the cardiovascular disorder became uneffective. The presence of OSA may be a strong predictor of fatal cardiovascular events in patients with cardiovascular disease (CVD). Increased sympathetic drive, activation of metabolic and inflammatory markers, and impaired vascular function are some of the proposed mechanisms that could explain the association between OSA and cardiovascular diseases. Understanding these mechanisms is important for identifying treatment strategies. The presence of OSA should be considered in clinical practice, especially in patients with CVD. Randomized intervention studies are needed to establish whether early identification and treatment of OSA patients reduces cardiovascular morbidity. In this study, that involved 62 CAD patient, 35 (56,5%) had OSA based on PSG examination.Obesity and Friedman tounge position degree are two factors that had asscosiation in OSA with CAD.based on our finding, excessive daytime sleepiness is the major complained that have asscosiation in OSA with CAD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rangga Rayendra Saleh
"Surgical site infection is a harmful problem both for the operator or the patient. Commonly, antibiotics is used irrationally to prevent surgical site infection. In the other hand, irrational use of antibiotics might lead to microbial resistency. Plastic reconstructive surgeryof the ears and nose is classified into clean or clean contaminated surgery which only requires prophylactic antibiotics. The aim of this study is to acquire supporting data for a rational use of antibiotics in plastic reconstructive surgery in ENT-HNS Department FMUI - CMH. This study is a pilot study with negative trial design which includes 12 subjects. Subjects are randomly divided into prophylaxis antibiotic only and combination of prophylaxis antibiotic and post operative antibiotic. This study found 1 subject form the prophylaxis antibiotic only group with surgical site infection. There was no surgical site infection in the control group. There is no significant difference between the two groups. The use of post surgery antibiotic is not neccesary in plastic reconstructive surgery to prevent surgical site infection. Further study is required to support findings of this study.

Infeksi luka operasi adalah suatu masalah yang sangat merugikan baik bagi operator maupun pasien. Seringkali antibiotika digunakan secara tidak rasional untuk mencegah terjadinya infeksi luka operasi. Di lain pihak, penggunaan antibiotika secara tidak rasional dapat meningkatkan resistensi mikroba. Operasi plastik rekonstruksi telinga dan hidung adalah operasi bersih atau bersih terkontaminasi yang hanya membutuhkan antibiotika profilaksis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data dukung ilmiah untuk penggunaan antibiotika yang rasional dalam tatalaksana operasi rekonstruksi telinga dan hidung di Departemen THT-KL FKUI - RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan suatu penelitian pendahuluan dengan desain uji klinis negatif dengan melibatkan 12 subyek. Subyek penelitian dibagi secara acak menjadi kelompok antibiotika profilaksis saja dan kombinasi antibiotika profilaksis - pasca operasi. Terdapat 1 subyek pada kelompok antibiotika profilaksis yang mengalami infeksi luka operasi. Pada kelompok kombinasi antibiotika profilaksis - pasca operasi tidak terdapat infeksi luka operasi. Tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi angka kejadian infeksi luka operasi pada kedua kelompok. Pemberian antibiotika pasca operasi tidak diperlukan dalam operasi plastik rekonstruksi telinga dan hidung untuk mencegah infeksi luka operasi. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mendukung hubungan yang tidak bermakna antara kedua kelompok."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Iman Pradana Maryadi
"Anak sindrom Down memiliki risiko komorbiditas yang tinggi akibat silent aspiration yang persisten. Hingga saat ini, belum ada data secara khusus mengenai gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan menggunakan instrumen FEES.
Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran disfagia pada anak sindrom Down dengan melihat prevalensi, karakteristik subjek dan gambaran disfagia berdasarkan parameter FEES.
Metode: Penelitian cross-sectional yang bersifat deskriptif terhadap 43 anak sindrom Down dengan kecurigaan disfagia di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan pemeriksaan FEES periode November 2019–Januari 2020.
Hasil: Prevalensi disfagia didapatkan 13 dari 43 subjek (30,2%). Gejala disfagia pada anak ≤6 bulan adalah apnea saat menyusu (2/2), pada anak >6 bulan adalah hanya makan makanan tertentu atau lebih menyukai cairan kental (8/11). Komorbid yang paling banyak menyertai adalah kelainan jantung dan tiroid (6/13). Komplikasi yang sering terjadi adalah pneumonia aspirasi (4/13). Pada pemeriksaan awal FEES didapatkan lip seal lemah (12/13). Pada pemeriksaan FEES, Preswallowing leakage, residu, penetrasi dan aspirasi paling sering terjadi pada konsistensi air dan susu. Standing secretion (6/13) dan silent aspiration (1/13).
Kesimpulan: Prevalensi disfagia sebesar 30,2% dan pada pemeriksaan FEES penetrasi dan aspirasi pada konsistensi cair terutama terjadi pada usia ≤24 bulan.

Background: Persistent silentaspiration is an often unrecognized comorbidity in children with Down syndrome. However, there is still limited study on the characteristic of dysphagia in children with Down syndrome using FEES.
Aim : To find the prevalence and the characteristics of the subjects and dysphagia in children with Down syndrome using FEES’ parameters.
Methods: This is a descriptive cross-sectional study involving 43 Down syndrome children with dysphagia suspicion in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital from November 2019–January 2020.
Results: The prevalence of dysphagia was 13 out of 43 subjects (30,2%). Dysphagia symptom in children ≤ 6 months was apnoea while bottle/breast feeding (2/2). Meanwhile, in children > 6 months was food texture selectivity or liquid consistency food preferred (8/11). The comorbidities found mostly were heart anomaly and congenital hypothyroid (6/13). The complication mostly was aspiration pneumonia (4/13). In pre-FESS examination, poor lip sealed was dominant (12/13). In FEES examination, pre-swallowing leakage, residue, penetration, and aspiration were more common in thin and thick liquid. Standing secretion (6/13) and silent aspiration (1/13).
Conclusion: The prevalence of dysphagia was 30,2% and in FEES examination, penetration and aspiration were found mostly in thin liquid, ≤24 months of age predominantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Juliana Dewi
"Latar belakang: Kelahiran hidup bayi prematur di Indonesia mencapai 675.700 kasus (15.5%) tiap tahun. Peningkatan insidens gangguan minum dan menelan pada bayi ditemukan terbanyak pada kelompok bayi prematur. Dampaknya akan meningkatkan komplikasi pasien berupa infeksi saluran napas, gangguan nutrisi, dan tumbuh kembang. Keadaan tersebut berisiko memperpanjang konversi pemberian makan per oral, perawatan, serta pembiayaan perawatan. Penelitian terdahulu belum melaporkan prevalensi dan karakteristik gangguan menelan serta gangguan koordinasi siklus isap-telan-napas (ITN) sebagai salah satu bentuk gangguan minum pada bayi prematur. Tujuan: Menilai prevalensi ganguan minum dan menelan pada bayi prematur, serta menilai karakteristik dan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kemampuan minum dan menelan pada bayi prematur.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada bayi prematur dengan riwayat perawatan di NICU yang dilakukan Flexible Endoscopic Evaluation of Swallowing (FEES) di Klinik Disfagia Terpadu  Departemen THT-KL RSCM periode Oktober 2020-Oktober 2022. Parameter yang dinilai adalah faktor karakteristik kelahiran, karakteristik paska lahir, karakteristik oromotor dan tonus postural, serta karakteristik pemeriksaan FEES.
Hasil: Prevalensi gangguan menelan sebesar 25% dengan karakteristik temuan disfagia fase oral mekanik, disfagia fase faring neurogenik, dan disfagia fase orofaring neurogenik. Prevalensi gangguan koordinasi siklus ITN sebesar 62,5%. Faktor risiko penyakit refluks gastro esofagus (PRGE) berhubungan dengan gangguan menelan pada bayi prematur (p=0,015) dengan menggunakan uji chi-square. Parameter lain seperti kelompok PMA, high arched palate, standing secretion, nutritive sucking, penetrasi dan aspirasi memiliki hubungan terhadap gangguan menelan pada bayi prematur (p<0,05).
Kesimpulan: Karakteristik gangguan minum dan menelan pada bayi prematur ditemukan prevalensi gangguan koordinasi siklus ITN lebih banyak dibandingkan gangguan fungsi menelan (disfagia). Kelompok PMA, PRGE, high arched palate, standing secretion ditemukan sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan gangguan menelan pada bayi prematur. Nutritive sucking, penetrasi, dan aspirasi  ditemukan sebagai faktor menentu diagnosis disfagia pada bayi prematur.

Background: Preterm birth in Indonesia reaches 675,700 cases (15.5%) each year. This condition is the etiologic feeding difficulty and swallowing disorders in preterm babies. The impact will increase patient complications, such as respiratory tract infections, nutritional disorders, and growth and development. It precedes the risk of prolonging the conversion of oral feeding, and treatment, as well as a financial burden related to hospitalization. Previous studies have not reported the prevalence and characteristics of swallowing disorder or dysphagia and suck-swallow-breath (SSB) coordination disorder as a form of feeding difficulty in premature infants.
Objective: To assess the prevalence of feeding difficulty and swallowing disorders in premature babies and analyzed characteristics and risk factors that affect the ability to feed and swallow in premature babies.
Method: A cross-sectional study in preterm babies with a history of treatment in the NICU using a flexible endoscopic evaluation of swallowing (FEES) for swallowing evaluation at the Dysphagia outpatient clinics Department of ORL-HNS RSCM for the period October 2020-October 2022. The parameters assessed were birth characteristics, postnatal characteristics, oro-motor characteristics, and postural tone, as well as FEES examination characteristics.
Results: The prevalence of swallowing disorders was 25% with characteristics of mechanical oral phase dysphagia, neurogenic pharyngeal phase dysphagia, and neurogenic oropharyngeal phase dysphagia. The prevalence of SSB cycle coordination disorders was 62.5%. The risk factor associated with dysphagia in preterm babies was gastroesophageal reflux disease (GERD) with a p-value = 0.015. Other parameters such as post-menstrual age (PMA) group, high arched palate, standing secretion, nutritive sucking, penetration, and aspiration have an association with swallowing disorders in premature infants (p<0.05).
Conclusion: Characteristics of feeding difficulties and swallowing disorders in preterm babies were found to have more prevalence of SSB cycle coordination disorders than impaired swallowing function (dysphagia). The PMA, GERD, high-arched palate, and standing secretion group were found to be risk factors associated with swallowing disorders in premature infants. Nutritive sucking, penetration, and aspiration were found to be the erratic factors of dysphagia diagnosis in premature babies.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library