Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Filza Amara Kamila Harlena
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah salah satu penyakit hipertensi ibu hamil. Penyakit ini meningkatkan kejadian komplikasi dan kematian maternal dan neonatus. Banyak karakteristik ibu hamil yang diasosiasikan sebagai faktor risiko preeklamsia berat, diantaranya adalah paritas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia berat pada ibu hamil. Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan menggunakan data yang diambil dari laporan jaga Departemen Obstetri dan Ginekologi tahun 2019 dengan metode consecutive sampling. Populasi yang digunakan adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM tahun 2019. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji Chi-square dengan nilai kemaknaan p<0,05. Hasil: Dari 108 ibu hamil diinklusikan sebagian besar adalah warga DKI Jakarta, tidak bekerja, berusia 20-35 tahun, berstatus paritas nulipara, dan berusia kehamilan ≥37 minggu. Uji bivariat menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (p = 0,045). Setiap paritas mempunyai efek yang berbeda-beda terhadap kejadian preeklamsia berat, odds ratio yang didapat adalah sebagai berikut: nulipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), dan multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara paritas dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat. Multiparitas merupakan satu-satunya paritas yang menjadi faktor risiko preeklamsia berat.

Background: Preeclampsia with severe features is one of hypertension disorders of pregnancy. It can increase maternal and neonate complication as well as their mortality rate. There are many maternal characteristics that can be considered as risk factors of preeclampsia with severe features, parity being one of it. Therefore, this study aims to determine the association between parity and preeclampsia with severe features incidence in pregnant women. Methods: This cross-sectional study was conducted in Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) using data collected consecutively from morning conference report of Obstetrics and Gynecology Department, 2019. The case population is pregnant women who gave birth at RSCM in 2019. The association of parity and severe preeclampsia incidence was analyzed using Chi-square test (degree of confidence 95%). Results: From 108 pregnant women included in this study, majority of the patients belong to these characteristics: located in DKI Jakarta, aged 20-35 years old, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. The Chi-square test showed that parity has significant association with preeclampsia with severe features (p = 0,029). Each parity category showcased different odds ratios, meaning they have different effect towards preeclampsia with severe features incidence. Said odds ratios are as followed: nullipara (OR 0,47; 95%CI 0,22-1,02), primipara (OR 0,91; 95%CI 0,39-2,13), and multipara (OR 2,94; 95%CI 1,19-7,26). Conclusion: There is a significant association between parity and preeclampsia with severe features incidence. Multiparity is the only parity that becomes the risk factor of severe preeclampsia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alifia Maharani Putri
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah gangguan kehamilan yang dapat berdampak buruk pada kondisi ibu dan janin. Sindrom kehamilan tersebut dapat menganggu proses pertumbuhan janin sehingga dapat meningkatan mortalitas dan morbiditas bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan preeklamsia dengan gejala berat (PEB) dan Intrauterine Growth Restriction (IUGR) disertai luaran neonatus pada kehamilan preeklamsia dengan gejala berat dan tanpa preeklamsia dengan gejala berat.
Metode: Studi cross-sectional ini dilaksanakan di RSCM dengan menggunakan data dari laporan jaga tindakan persalinan dan rekam medis elektronik Departemen Obstetri-Ginekologi FKUI-RSCM tahun 2019. Data diagnosis PEB pada ibu hamil dan IUGR pada bayi dianalisis dengan Uji Chi Square. Sedangkan, data luaran neonatus dari kehamilan PEB dan tanpa PEB dianalisis dengan Uji Chi Square dan uji Fischer.
Hasil: Dari keseluruhan 76 sampel, didapatkan 38 sampel ibu hamil dengan PEB dan 38 sampel ibu hamil tanpa PEB. Sebanyak 44,7% ibu hamil dengan PEB melahirkan bayi dengan IUGR dan 7,9% ibu hamil tanpa PEB melahirkan bayi IUGR. Berdasarkan analisis uji statistik, diperoleh hubungan yang signifikan antara preeklamsia dengan gejala berat dan kejadian IUGR (p=<0,001; IK 95%: 2,470-36.116; OR=9,444). Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan luaran neonatus yang meliputi jenis kelamin (p=0,645), kelahiran bayi sesuai usia gestasi (p=<0,001), berat badan lahir (p=<0,001), dan panjang badan (p=0,001), dan skor APGAR menit ke-1 (p=0,025) pada ibu hamil dengan PEB dan ibu hamil tanpa PEB. Tipe IUGR dari kehamilan PEB adalah IUGR simetris, sementara dari kehamilan tanpa PEB adalah IUGR asimetris.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara PEB dan kejadian IUGR di RSCM. Ditemukan juga perbedaan yang signifikan antara luaran neonatus yang lahir dari ibu dengan PEB dan ibu tanpa PEB. Luaran neonatus IUGR yang lahir dari ibu dengan PEB adalah tipe simetris, sedangkan luaran neonatus IUGR dari ibu tanpa PEB adalah tipe asimetris.

Introduction: Preeclampsia with severe features is a pregnancy disorder that negatively impact maternal and fetal condition. This type of pregnancy syndrome can disrupt the process of fetal growth that will increase infant mortality and morbidity as consequences. Therefore, this research aims to determine the association between preeclampsia with severe features (PESF) and incidence of Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Beside that, this study analyse neonatal outcomes from PESF and non-PESF pregnancy.
Method: This cross-sectional study was conducted at RSCM using medical records from delivery report and electronic health record of the Obsterics-Gynecology Departement FKUI-RSCM in 2019. Data on the diagnosis of PESF in pregnant women and IUGR in infants were analyzed by Chi Square Test. For neonatal outcome data from pregnant women with or without preeclampsia with severe features, data were analyzed by Chi Square and Fischer’s Test.
Result: From total of 76 samples, 38 samples of pregnant women with PSF and 38 samples of pregnant women without PESF were obtained. A total of 44,7% pregnant women with PESF gave birth to babies with IUGR and 7,9% of pregnant women without PESF gave birth to babies with IUGR. Based on statistical analysis, there was a significant relationship between preeclampsia and severe features with incidence of IUGR (p=<0.001; 95% CI: 2,470-36,116; OR=9,444). The results also showed that there we’re significance difference in neonatal outcomes which include gender (p=0.645), baby birth according to gestational age (p=<0.001), birth weight (p=<0.001), and body length (p=0.001), and 1 minute-APGAR score (p=0.025) in pregnant women with PESF and pregnant women without PESF. Type of neonates with IUGR on PESF is symmetrical, meanwhile type of neonates with IUGR on pregnant woman without PESF is asymmetrical.
Conclusion: There is a relationship between preeclampsia with severe features and incidence of intrauterine growth restriction. A significant difference was also found between the outcomes of neonates born to mothers with PESF and mothers without PESF. IUGR neonates that born to mothers with PESF had symmetrical type, while IUGR neonates that born to mothers without PESF had assymetrical type
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Amalia Putri
"Latar belakang: Preeklamsia dengan gejala berat adalah gangguan kehamilan berupa onset baru hipertensi dan proteinuria disertai gejala berat pada usia gestasi ≥20 minggu. Sindrom kehamilan ini merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal di seluruh dunia. Terdapat berbagai faktor risiko preeklamsia, salah satunya adalah usia maternal ekstrem (<20 tahun dan >35 tahun). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara usia maternal ekstrem dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat.
Metode: Studi potong lintang dilakukan pada 100 sampel ibu hamil yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dengan metode consecutive sampling. Populasi pada penelitian ini adalah ibu hamil yang melahirkan di RSCM. Data pasien diperoleh dari laporan jaga tindakan persalinan dan rekam medis elektronik Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM pada periode Maret 2019-Oktober 2019.  
Hasil: Subjek penelitian ini memiliki karakteristik sebagian besar berasal dari DKI Jakarta, berusia 20-35 tahun, bekerja, status paritas nullipara, dan usia gestasi ≥37 minggu. Sebanyak 34% (17 dari 50 subjek) pada kelompok ibu dengan preeklamsia gejala berat dan 16% (8 dari 50 subjek) pada kelompok ibu tanpa preeklamsia gejala berat berusia ekstrem. Berdasarkan analisis bivariat dengan uji Chi-square, diperoleh hubungan yang signifikan (p = 0.038) antara usia maternal ekstrem dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat (OR 2,705, IK 95% 1,040-7,036).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara usia maternal dan kejadian preeklamsia dengan gejala berat di RSCM. Usia maternal ekstrem (<20 tahun dan >35 tahun) merupakan faktor risiko preeklamsia dengan gejala berat.

Introduction: Preeclampsia with severe features is a pregnancy disorder of new onset hypertension and proteinuria after 20 weeks gestational age. It is the leading cause of maternal and perinatal morbidity and mortality worldwide. There are various risk factors of preeclampsia, one of them is extreme maternal age (<20 years and >35 years). This study aims to determine the association between extreme maternal age and preeclampsia with severe features incidence.
Method: A cross-sectional study was conducted on 100 samples of pregnant women who met the inclusion and exclusion criteria using consecutive sampling method. The population in this study are pregnant women who gave birth at RSCM. Patient’s data was obtained from the delivery report and electronic health record of the Obstetrics and Gynecology Department RSCM from March to October 2019.

Result: The subjects of this study are mostly from DKI Jakarta, aged 20-35 years, working, nullipara, and have gestational age ≥37 weeks. A total of 34% (17 of 50 subjects) in the preeclampsia group and 16% (8 of 50 subjects) in the control group are in the extreme age. Based on Chi-square test, there is a significant association (p = 0.038) between extreme maternal age and the incidence of preeclampsia with severe features (OR 2.705, 95% CI 1.040-7.036).
Conclusion: There is a significant association between maternal age and the incidence of severe preeclampsia in RSCM. Extreme maternal age is a risk factor of preeclampsia with severe features.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Rizkiaputri
"Latar belakang: Preeklampsia dengan gejala berat menunjukkan perburukkan yang progresif pada kondisi ibu dan fetus, dimana persalinan segera diperlukan. Metode persalinan yang sering ditemukan pada preeklampsia dengan gejala berat adalah seksio sesarea, meskipun metode ini memiliki risiko jangka panjang dan pendek pada ibu dan bayi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan dari preeklampsia dengan gejala berat dan kejadian seksio sesarea pada ibu hamil. Metode: Studi cross sectional dilakukan menggunakan rekam medik pasien ibu hamil di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM pada bulan Maret-Oktober 2019. Sampel diambil dengan metode consecutive. Data diagnosis preeklampsia dan metode persalinan diambil dan diuji menggunakan uji Chisquare untuk mengetahui hubungan antara preeklampsia dengan gejala berat dan seksio sesarea. Hasil: Didapatkan jumlah 68 sampel yang dianalisis, dengan frekuensi ibu dengan preeklampsia dengan gejala berat 34 orang dan 34 lainnya hamil normal. Karakteristik ibu adalah: 75% berasal dari DKI Jakarta, 51,5% tidak bekerja, 77,9% berusia ideal, 63,2% multipara, 64,7% aterm, dan 64,7% bersalin seksio sesarea. Sebanyak 76,5% pasien preeklampsia dengan gejala berat dan 52,5% pasien tanpa preeklampsia dengan gejala berat bersalin sesar. Hasil uji bivariat adalah p=0,042; IK95%:1,021-8,173; OR=2,889. Indikasi paling umum di pasien preeklamsia dengan gejala berat adalah komplikasi ibu, seperti impending eclampsia, sedangkan pada ibu hamil normal adalah ketuban pecah dini. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara preeklampsia dengan gejala berat dan seksio sesarea. Studi selanjutnya sebaiknya menganalisis lebih jauh mengenai riwayat penyakit ibu, kegagalan induksi, dan nilai Bishop

Introduction: Preeclampsia with severe features shows a progressive worsening of the condition of the mother and fetus, for which immediate delivery is required. The method that is often found in preeclampsia with severe features is cesarean section, although this method has long and short term risks to both the baby and the mother. The purpose of this study is to determine the relationship of preeclampsia with severe features and the incidence of cesarean section in pregnant women. Method: Cross-sectional study was conducted using the medical records of pregnant women at the Department of Obstetrics and Gynecology FKUI-RSCM in March-October 2019. Samples were taken using the consecutive method. Data on the diagnosis of preeclampsia and method of delivery were taken and tested using the Chi-square test to determine the relationship between preeclampsia with severe symptoms and cesarean section. Result: A total of 68 samples were analyzed, where 34 of those are patient with preeclampsia with severe features and the other 34 were not. A total of 76.5% of preeclampsia with severe features patients and 52.5% of patients without preeclampsia with severe symptoms had cesarean delivery. The test results showed a significant relationship between preeclampsia with severe symptoms and cesarean section (p=0.042; 95% CI: 1.021-8.173; OR=2.889). The most common indication for patients with preeclampsia with severe features is maternal complication (impending eclampsia), meanwhile in healthy patients is premature rupture of membrane. Conclusion: There is a meaningful relationship between preeclampsia with severe features and cesarean section. Future studies should further analyze factors such as induction failur, Bishop score, and maternal disease history."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manik, Merdina
"Zat besi merupakan mikronutrien esensial yang diperlukan tubuh seperti pertumbuhan sel darah merah dan sel otak Kebutuhan besi meningkat pada masa kehamilan Komposisi mikrobiota dapat berubah selama tahap kehidupan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya besi Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang yang bertujuan untuk mengetahui korelasi antara asupan besi dan kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium pada ibu hamil trimester ketiga Penelitian ini dilakukan di seluruh puskesmas kecamatan di Jakarta Timur dari bulan Maret sampai April 2015 Pengambilan subjek dilakukan dengan cara konsekutif dan didapatkan 52 ibu hamil yang memenuhi kriteria penelitian Data dikumpulkan dengan wawancara meliputi kuesioner data asupan besi heme dan non heme protein serta vitamin C dengan FFQ semikuantitatif Pengukuran antropometri untuk menilai status asupan gizi pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar feritin serum dan kadar CRP serta jumlah Bifdobacterium dalam tinja Didapatkan rerata usia 29 1 5 9 tahun nilai median asupan besi 66 7 3 3 144 1 mg hari kadar feritin serum 31 1 3 6 96 1 g L dan jumlah Bifidobacterium usus 7 45 5 1 9 5 log g tinja Tidak didapatkan korelasi yang bermakna asupan besi dengan jumlah Bifidobacterium usus r 0 202 p 0 152 juga tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar feritin serum dengan jumlah Bifidobacterium usus (r=0,116 p=0,411).

Iron is an essensial micronutrient which body needed such as for blood growth cell and brain cell Iron rsquo s requirement increases in pregnancy Microbiota composition can change in cycle of life which be affected by many factors likely iron The aim of this cross sectional study was to find the correlation between iron intake and serum ferritin with Bifidobacterium third trimester of pregnancy Data collection was conducted from March 2015 until April 2015 in all of sub district of public health centre in east Jakarta Subjects were obtained using consecutive sampling method A total of 52 pregnancy subjects had met the study criteria Data were collected through interviews including questionnare iron intake heme and non heme protein and vitamin C used semiquantitative FFQ Anthropometry measurementsto assess the nutritional status and laboratory examination i e blood levels of serum ferritin and CRP and Bifidobacterium in feces Mean age 29 1 5 9 years Median of intake of iron was 66 7 3 3 144 1 mg day serum ferritin was 31 1 3 6 96 1 g L and gut Bifidobacterium 7 45 5 1 9 5 log g feces No significant correlation was found between iron intake and Bifidobacterium in feces r 0 202 p 0 152 and negative correlations and no significant between serum ferritin and Bifidobacterium in feces (r=0, 116, p=0,411)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumondang, Amanda
"Latar Belakang : Pertumbuhan janin merupakan hasil interaksi kompleks faktor maternal-fetal-plasenta. Dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan antenatal, terutama mencegah morbiditas dan menurunkan mortalitas perinatal, maka penilaian pertumbuhan janin perlu dilakukan agar dapat mendeteksi dini adanya gangguan pertumbuhan janin. Hingga saat ini, cara terbaik dalam menilai pertumbuhan janin dilakukan melalui penggunaan nomogram biometri janin. Akurasi penilaian pertumbuhan dan deteksi dini gangguan pertumbuhan semakin meningkat jika nomogram yang digunakan berdasarkan populasi normal tertentu. Selain menggunakan nomogram biometri, penilaian pertumbuhan janin juga dapat dilakukan dengan mengukur taksiran berat janin. Belum ada publikasi penelitian nomogram biometri janin serta formula taksiran berat janin berdasarkan populasi normal yang dipublikasikan di Indonesia. Adanya nomogram biometri janin dan formula taksiran berat janin berdasarkan populasi normal sangat bermanfaat dalam menilai pertumbuhan janin dan deteksi dini gangguan pertumbuhan janin dengan akurasi yang lebih baik.
Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nomogram biometri janin dengan pendekatan persentil dan formula taksiran berat janin yang dapat direkomendasikan berdasarkan populasi.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan dua tahapan penelitian. Tahap pertama merupakan penelitian deskriptif retrospektif untuk mendapatkan nomogram biometri janin dengan pendekatan persentil. Tahap kedua penelitian merupakan penelitian analitik retrospektif untuk melihat kesesuaian formula taksiran berat janin berdasarkan populasi. Penelitian menggunakan data pemeriksaan USG di Divisi Fetomaternal-Klinik Anggrek dan data rekam medis RSUPN Cipto Mangunkusumo sepanjang Januari 2015 hingga April 2016. Data penelitian didokumentasikan pada case report form dan ditabulasi menggunakan software Microsoft Excell 2011 Version 14.7.0 161029 . Analisis data kedua tahap penelitian menggunakan SPSS 20.0 dan Matlab R2016a.
Hasil Penelitian : Dari total 6169 data wanita hamil yang melakukan pemeriksaan USG , didapatkan 2205 sampel data yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Keseluruhan data dilakukan distribusi selanjutnya melalui metode persentil dihasilkan nomogram biometri janin berdasarkan populasi dengan pendekatan persentil mulai dari usia kehamilan 20 minggu hingga 40 minggu. Hasil penelitian selanjutnya didapatkan Formula Hadlock 3 BPD, AC dan FL merupakan formula paling sesuai digunakan pada populasi dikehamilan aterm -401,46 - 645,79; 1047,25; SD 267,16 ; dan dikehamilan preterm -225,64 - 361,17; 586,80; SD 149,69.
Kesimpulan : Gambaran nomogram yang didapatkan merupakan nomogram biometri serta nomogram taksiran berat janin modifikasi Hadlock 3 berdasarkan populasi normal dan formula taksiran berat janin yang direkomendasikan paling sesuai berdasarkan populasi normal adalah Hadlock 3 BPD, AC, FL.

Background Fetal growth is a result from a complex interaction between maternal fetal placenta factors. In order to increase quality of ante natal care in preventing perinatal morbidity and decreasing perinatal mortality, an evaluation of fetal growth must be conducted with the aim of early detection of fetal growth disturbances. Therefore, application of fetal biometry nomogram is the best method in monitoring and detecting fetal growth disturbances. Evaluation of fetal growth and detection of fetal growth disturbance will be more accurate if based on specific normal population. Other method in monitoring fetal growth is by calculating estimated fetal weight. Fetal biometry nomogram and estimated fetal weight formula based on population are very useful and more accurate in evaluating and early detecting fetal growth disturbances.
Objectives To establish fetal biometry nomogram using percentile and the most appropriate estimated fetal weight formula based on population.
Methods A retrospective study devided into two stage of research. First stage, a descriptive retrospective study in order to get fetal biometry nomogram using percentile. Second research, an analytic retrospective study to determine the most appropriate estimated fetal weight formula based on population. Data collected from ultrasonography examination result in Fetomaternal Division Anggrek Clinic and from medical record Cipto Mangunkusumo General Hospital, from January 2015 until April 2016. Data being documented using case report form and being tabulated using Microsoft Excell 2011 Version 14.7.0 161029. Both data were analyzed using SPSS 20.0 dan Matlab R2016a.
Results From 6169 pregnant women underwent ultrasonography examination, 2205 data were collected according to inclusion criteria. All data were being distributed and by using percentile method fetal biometry nomogram were established, from 20 wga until 40 wga. For second research, the most appropriate formula recommended to use based on population were Hadlock 3 BPD, AC, FL in term pregnancy 401,46 645,79 1047,25 SD 267,16 and preterm pregnancy 225,64 361,17 586,80 SD 149,69.
Conclusion A fetal biometry and modified estimated fetal weight nomogram were established and the most appropriate estimated fetal weight formula being recommended based on normal population were Hadlock 3 BPD, AC, FL."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58856
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lazuardy Rachman
"Latar Belakang: Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologis yang memengaruhi metabolisme nutrisi dan energi. Sehingga status nutrisi pra-kehamilan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan janin dan kesehatan ibu Wanita dewasa dengan indeks massa tubuh (IMT) <18,5 digunakan sebagai indikator kekurangan energi kronis (KEK). Dan sebanyak 24,2% wanita hamil yang berumur 15-49 tahun memiliki risiko KEK berdasarkan indikator lingkar lengan atas (LILA). Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi wanita hamil berisiko tinggi dengan tinggi badan <150 cm mencapai 31,3 %. Hingga saat ini, hanya beberapa penelitian yang mempelajari status nutrisi wanita hamil trimester I dengan mengukur IMT, LILA dan tinggi badan, serta hubungannya dengan luaran bayi dan plasenta
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan IMT, LILA dan tinggi badan ibu hamil trimester I sebagai prediksi status nutrisi prakonsepsi dengan ukuran plasenta dan luaran bayi.
Metode: Desain penelitian adalah potong lintang pada 134 pasien yang sesuai kriteria. Data pasien mengambil riwayat kehamilan trimester pertama menggunakan catatan kehamilan untuk menilai kecukupan gizi ibu dan keadaan klinis bayi pada saat persalinan.
Hasil: Pada uji korelasi bivariat antara IMT, LILA, dan tinggi badan ibu hamil dengan karakteristik bayi lahir (berat, panjang, lingkar kepala, lingkar perut, berat plasenta, volume plasenta), menunjukan hasil yang signifikan pada semua variabel kecuali pada korelasi antara tinggi badan dengan lingkar kepala, lingkar perut, berat plasenta, dan volume plasenta bayi. Analisis multivariat menunjukan adanya korelasi antara berat, panjang, lingkar kepala, lingkar perut, berat plasenta, dan volume plasenta bayi lahir dengan LILA.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif antara berat, panjang,lingkar kepala, lingkar perut, berat plasenta, dan volume plasenta bayi lahir terhadap LILA kehamilan trimester pertama.

Background: The maternal nutritional status is an important factor for fetal growth and maternal health. Adult women with BMI <18.5 were used as an indicator of chronic energy deficiency (CED). And as many as 24.2% pregnant women aged 15 to 49 years old have the risks of CED based on their UAC. According to Riskesdas 2013, the prevalence of high risk pregnant women with body height <150 cm reaches up to 31.3%. Until now, there are few studies have studied the nutritional status of first trimester pregnant women by measuring their BMI, UAC and body height, as well as their association with the outcomes from placenta and infants.
Objective: This study aims to determine the correlation between BMI, UAC and body height of first trimester pregnant women as predicted pre-conception nutritional status with placental size and outcomes of the infants.
Method: The design of this study is cross sectional 134 patients who matched the criteria. Patients' data were obtained during their first trimester of pregnancy at network hospitals and Budi Kemuliaan Hospital.
Results: Bivariate correlation test between BMI, UAC and body height of pregnant women with the characteristics of infants (body weight, body length, head circumference, abdominal circumference, placental weight, placental volume), elicited significant result on all of the variables, except on the correlation between body height with head circumference, abdominal circumference, placental weight, and placental volume. Multivariate analysis showed a correlation between infant's body weight, infants' body length, head circumference, abdominal circumference, placental weight, and placental volume with UAC.
Conclusion: Significant correlation between infants' body weight, body length, head circumference, abdominal circumference, placental weight, and placental volume with UAC of first trimester pregnant women was proven."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T55528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanes Handoko
"Tujuan: Penelitian ini membandingkan kadar 25- OH -vitamin D3 pada serum maternal, darah tali pusat dan jaringan plasenta pada ibu hamil normal dan preeklamsia. Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan jumlah sampel 86 pasien yang melakukan persalinan di RS Cipto Mangunkusumo dan RSUD Tangerang. Setelah itu data disajikan dalam tabel dan dianalisis dengan uji parametrik, yaitu uji-t berpasangan bila sebaran data normal atau uji non parametrik, yaitu uji Mann-Whitney bila sebaran data tidak normal Hasil: Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 serum maternal kelompok preeklamsia sebesar 16.30 6.20-49.00 ng/mL sedangkan pada sampel kelompok tidak preeklamsia, sebesar 13.50 4.80 ndash; 29.20 ng/mL di mana didapatkan nilai p = 0,459, dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 tali pusat kelompok preeklamsia sebesar 11.80 3.50 ndash; 38.60 ng/mL sedangkan kelompok tidak preeklamsia sebesar 11.70 1.00 ndash; 28.80 ng/m, di mana didapatkan nilai p = 0.964, dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 jaringan plasenta kelompok preeklamsia sebesar 49.00 22.00 ndash; 411.00 ng/mL. sedangkan kelompok tidak preeklamsia, sebesar 43.40 11.80 ndash; 153.00 ng/mL, di mana didapatkan nilai p 0.354 dengan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik Didapatkan hasil kadar 25- OH -vitamin D3 serum kelompok preeklamsia awitan dini sebesar 10.80 6.20 ndash; 41.90 ng/mL sedangkan kelompok preeklamsia awitan lanjut sebesar 18.00 7.00 ndash; 49.00 ng/mL dengan nilai p = 0,133, di mana tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan hasil kadar 25- OH -vitamin D3 tali pusat kelompok preeklamsia awitan dini sebesar 10.65 3.50 ndash; 38.60 ng/mL. sedangkan pada kelompok preeklamsia awitan lanjut, sebesar 12.65 6.40 ndash; 33.20 ng/mL. di mana didapatkan nilai p = 0.377 dengan tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik. Didapatkan kadar 25- OH -vitamin D3 pada jaringan plasenta kelompok preeklamsia sebesar 79.00 36.00 ndash; 411.00 ng/g. sedangkan pada kelompok tidak preeklamsia sebesar 40.00 22.00 ndash; 171.00 ng/g. di mana didapatkan nilai p 0.006, dengan didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 jaringan plasenta Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada darah serum, tali pusat dan jaringan maternal pada wanita preeklamsia dan tidak preeklamsia. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada darah serum dan tali pusat pada wanita preeklamsia dan tidak preeklamsia Terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar 25- OH -vitamin D3 pada plasenta wanita preeklamsia dan tidak preeklamsiaKata kunci: 25- OH -vitamin D3, preeklamsia, serum, tali pusat, jaringan plasenta

Abstract Objective: This study is designed for comparing 25- OH -vitamin D3 levels in maternal serum, cord blood and placental tissue in non preeclampsia and preeclampsia pregnant women.Methods: This study is a cross sectional study with the number of samples of 86 patients who deliver in Cipto Mangunkusumo Hospital and Tangerang District Hospital. After that the data is presented in the table and analyzed by parametric test, ie paired t-test when the distribution of normal data or non parametric test, ie Mann-Whitney test when the data distribution is not normal..Results: The serum maternal 25- OH -vitamin D3 levels of preeclampsia group were 16.30 6.20-49.00 ng / mL while in the non-preeclamptic sample group, 13.50 4.80 - 29.20 ng / mL were obtained p = 0.459, with no statistically significant difference . The umbilical cord 25- OH -vitamin D3 levels of preeclampsia group were 11.80 3.50 - 38.60 ng / mL while the preeclampsia group was 11.70 1.00 - 28.80 ng / m, where p = 0.964 was obtained, with no statistically significant difference. Obtained 25- OH -vitamin D3 levels of placental tissue in the preeclampsia group by 49.00 22.00 - 411.00 ng / mL. while the group did not preeclampsia, amounting to 43.40 11.80 - 153.00 ng / mL, where p value of 0.354 was obtained with no statistically significant difference Earning serum 25- OH -vitamin D3 serum pre-eclampsia group onset was 10.80 6.20 - 41.90 ng / mL whereas the onset of pre-eclampsia group was 18.00 7.00 - 49.00 ng / mL with p value = 0.133, where no statistically significant difference was obtained. The results of the umbilical cord 25- OH -vitamin D3 levels of early onset preeclampsia group were 10.65 3.50 - 38.60 ng / mL. whereas in the onset of pre-eclampsia group, it was 12.65 6.40 - 33.20 ng / mL. where obtained p value = 0.377 with no statistically significant difference. Obtained 25- OH -vitamin D3 levels in placental tissue preeclampsia group of 79.00 36.00 - 411.00 ng / g. while in the pre-eclampsia group was 40.00 22.00 - 171.00 ng / g. where obtained p value of 0.006, with statistically significant difference in mean 25- OH -vitamin D3 levels of placental tissueConclusion: There was no statistically significant difference in mean serum 25- OH -vitamin D3 levels in serum, cord blood and maternal tissue in women with preeclampsia and not preeclampsia. There was no statistically significant difference in mean 25- OH -vitamin D3 levels in serum and umbilical blood in pre-eclampsia and non-preeclampsia women. There were statistically significant differences in mean 25- OH -vitamin D3 levels in female placenta preeclampsia and not preeclampsia Keywords: 25- OH -vitamin D3, preeclampsia, serum, umbilical cord, placental tissue "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T57669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biancha Andardi
"Latar belakang: Angka kematian neonatal di Indonesia masih berada pada tingkat
yang mengkhawatirkan. Pada tahun 2015, disebutkan terdapat 14 kematian neonatal per
1.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab kematian tertinggi kematian neonatal adalah
kelahiran preterm. Defisiensi vitamin D dipercaya sebagai salah satu penyebab
kelahiran preterm. Sayangnya, belum terdapat penelitian mengenai pengaruh vitamin D
pada wanita terhadap kehamilan preterm di Indonesia
Tujuan: Mengetahui perbedaan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3), enzim 1-
Hidroksilase (CYP27B1) dan 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) serum dan
plasenta pada wanita hamil aterm dan preterm
Metode: Penelitian analitik observasional dengan metode potong lintang dilakukan
dengan subjek ibu hamil yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo untuk
persalinan aterm dan preterm pada Januari 2017 hingga Agustus 2017. Pasien dengan
kehamilan multipel, pertumbuhan janin terhambat, kelainan kongenital, pecah ketuban
dini, preeklampsia atau memiliki penyulit lainnya dieksklusi dari penelitian. Kadar 25-
Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3), enzim 1-Hidroksilase (CYP27B1), dan 1,25
Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) pada plasenta dan serum maternal diambil pada
seluruh subjek.
Hasil: Didapatkan sebanyak 60 subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi
dengan rincian 30 subjek preterm dan 30 subjek aterm. Tidak terdapat perbedaan status
25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) pada serum persalinan preterm dan serum
persalinan aterm (p>0,05). Didapatkan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) pada
plasenta yang lebih rendah pada persalinan preterm dibandingkan plasenta persalinan
aterm (p=0,001). Tidak terdapat perbedaan status 1,25 Dihidroksivitamin D3
(1,25(OH)2D3) pada serum dan plasenta persalinan preterm dengan plasenta persalinan
aterm, namun didapatkan kadar yang lebih rendah pada persalinan preterm. (pada serum
dengan median 62,9 pg/mL pada hamil preterm, sedangkan median hamil aterm 75,5
pg/mL; dan pada plasenta dengan median 4,57 pg/g pada preterm dan 5,15 pg/g pada
aterm, p>0,05) Tidak terdapat perbedaan status enzim 1-Hidroksilase (CYP27B1)
pada plasenta persalinan preterm dengan plasenta persalinan aterm (p>0,05).
Kesimpulan: Didapatkan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) plasenta yang
lebih rendah pada subjek dengan kelahiran preterm dibandingkan aterm. Tidak terdapat
perbedaan status 25-Hidroksivitamin D3 (25(OH)D3) serum, enzim 1-Hidroksilase
(CYP27B1) plasenta, dan 1,25 Dihidroksivitamin D3 (1,25(OH)2D3) plasenta dan serum
antara wanita dengan kehamilan preterm dengan aterm

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nunki Febriastuti
"Latar Belakang : Preeklamsia terjadi akibat adanya gangguan pada proses implantasi dan desidualisasi pada awal kehamilan. Vitamin D memainkan peranan penting pada proses desidualisasi, implantasi dan plasentasi. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kadar 25(OH)D yang rendah dalam serum merupakan faktor risiko preeklamsia. Bukti terbaru mendukung peran suplementasi vitamin D yang dimulai pada saat sebelum, awal dan selama kehamilan dalam mengurangi risiko preeklamsia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan suplementasi vitamin D 5000 IU/hari pada implantasi dan plasentasi melalui pemeriksaan PI A. Uterina dan PlGF serum maternal pada wanita hamil trimester pertama.
Metode : Uji klinis paralel acak tersamar tunggal. Subjek wanita hamil usia 7-11 minggu yang dibagi 2 kelompok, yaitu normal dan risiko tinggi berdasarkan kriteria risiko tinggi ACOG. Tiap kelompok dibagi lagi menjadi kontrol yang hanya mendapat obat standar dan perlakuan yang mendapat vitamin D 5000 IU/hari. Semua pasien diperiksa kadar 25(OH)D awal, kemudian diberikan intervensi selama 1 bulan dan diperiksa ulang kadar 25(OH)D akhir, PlGF serum maternal dan PI. A. Uterina. Menilai perbandingan kenaikan kadar 25(OH)D, PlGF, dan PI A. Uterina diantara semua kelompok
Hasil : Subjek awal berjumlah 92 orang, dieksklusi sebanyak 12 orang dan tersisa 80 subjek yang menyelesaikan penelitian. Semua subjek mengalami defisiensi vitamin D. Dibandingkan pasien kontrol kenaikan kadar 25(OH)D pada kelompok perlakuan normal masih lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok perlakuan risiko tinggi yaitu 12,33±6,26 ng/mL dan 10,45±5,09 ng/mL dengan nilai p<0,001. Kelompok normal, penurunan PI A. Uterina dibandingkan antara kontrol dan perlakuan bermakna sebesar 0,57±0,36 dan 1,08±0,29 (p<0,001) sedangkan kadar PlGF juga berbeda bermakna antara kontrol (84,27±10,02) dan perlakuan (107,87±31,97) dengan nilai p 0,005. Pada kelompok risiko tinggi, perbadingan rerata kadar PlGF pada kontrol dan perlakuan berbeda bermakna yaitu 37,59±9,67 dan 70,53±18,32) nilai p<0,001. Pada pasien intervensi baik kelompok normal dan risiko tinggi rerata penurunan PI A. Uterina (1,08±0,29 vs 0,43±0,26; nilai p<0,001) dan kadar PlGF (107,87±31,97 vs 70,53±18,32; nilai p<0,001) berbeda bermakna.

Background : Preeclampsia occurs due to disruption of the implantation and decidualization in early pregnancy. Vitamin D plays an important role in decidualization, implantation, and placentation. Recent evidence supports the role of vitamin D supplementation initiated before, early and during pregnancy in reducing the risk of preeclampsia. The study aim is to determine the effect of vitamin D supplementation of 5000 IU/day on implantation and placentation through examination of Uterine Artery PI (UtA-PI) and maternal serum PlGF in first trimester pregnant women.
Methods: Using a single-blind, randomized parallel clinical trial. Subjects were pregnant women 7-11 weeks gestation and divided into 2 groups, normal and high risk, based on ACOG preeclampsia high risk criteria. Each group was further divided into controls who received the standard drug and interventions who received 5000 IU of vitamin D/day. Subjects were examined for 25(OH)D levels before and after the 1 month intervention, including maternal serum PlGF and UtA-PI levels. Both groups were compared for the difference of 25(OH)D levels, mean PlGF, and UtA-PI.
Results: We have 80 subjects who have vitamin D deficiency. The normal and high-risk intervention group showed the increase of 25(OH)D levels, 12.33±6.26 ng/mL and 10.45±5.09 ng/mL with p<0.001 accordingly. For the normal group, the decrease of UtA-PI compared between control and intervention was significant 0,57±0,36 and 1,08±0,29 (p<0.001) while PlGF levels were also significantly different between control (84,27±10,02) and intervention (107,87±31,97) with p<0.05. While in high-risk group, the PlGF levels of control and intervention were significantly different, 37.59±9.67 and 70.53±18.32 with p<0.001. In intervention patients, both normal and high-risk groups, the decrease of UtA-PI (1.08±0.29 vs 0.43±0.26; p<0.001) and PlGF levels (107.87±31.97 vs 70.53±18.32; p<0.001) were significantly different.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>