Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 52 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Linda M. Thaufik
"Balai Pelatihan Kesehatan ( BAPELKES ) Padang sebagai unit kerja yang bertanggung jawab terhadap berbagai pelatihan guna meningkatkan kualitas SDM Kesehatan khususnya harus mampu merespon dan menilai berbagai perubahan yang terjadi dilingkungan organisasinya ataupun lingkungan luar dan selanjutnya menyusun langkah proaktif dan antisipatif menghadapinya. Sehubungan dengan itu, penelitian ini berupaya melihat sejauh manakah kondisi Bapelkes Padang saat ini berikut visi dan misi yang dimilikinya serta faktor eksternal dan internal yang menyertainya. Lebih lanjut hal itu dikembangkan dalam suatu rencana strategik Bapelkes Padang menjelang tahun 2005 mendatang.
Penelitian ini dilaksanakan di Bapelkes Padang berupa suatu penelitian operasional melalui analisis data kualitatif dan kuantitatif terhadap variabel eksternal (ekonomi, regulasi, teknologi, pesaing dan pelanggan) dan variabel internal yang dipilih dari Pedoman Akreditasi Bapelkes 1999 meliputi manajemen kepemimpinan, manajemen keuangan, manajemen SDM, manajemen sistem informasi, fasilitas/peralatan, manajemen pelatihan dan layanan pelanggan. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan pihak terkait utama (key stakeholder) dan data kuantitatif diperoleh dari dokumentasi yang dihimpun di Bapelkes serta instansi terkait lainnya. Selanjutnya diolah peneliti dan dalam proses penetapan strategi menggunakan Consensus Decision Making Group (CDMG) yang terdiri dari Widya Iswara (10 orang) dan 2 orang pejabat struktural Bapelkes Padang dengan peneliti sebagai fasilitatornya.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dari lingkungan eksternal Bapelkes Padang mempunyai faktor peluang berupa tarif Pemda yang lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan Pusat, ketersediaan teknologi diklat sektoral, pesaing murni tidak ada, lokasinya menguntungkan, permintaan produk/bantuan dari Kabupaten/Kota/RSUD, pengembangan pelatihan swadana dan jumlah pelanggannya yang cukup besar.
Dilain pihak ancaman Bapelkes Padang berupa ketidakpastian alokasi anggaran diklat baik di tingkat Propinsi ataupun Kabupaten/Kota, tuntutan kemampuan pemasaran, tuntutan profesionalitas Widya Iswara, pengembangan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, regulasi Pemda dalam pengelolaan keuangan dan eksistensi Bapelkes Padang dalam Otonomi Daerah.
Faktor kekuatan internal yang dimiliki berupa kemampuan dalam pengkajian kebutuhan pelatihan (TNA) serta pengembangan rancang bangun pelatihan, adanya pengembangan fasilitas dan peralatan guna mendukung penyelenggaraan pelatihan, manajemen keuangan telah baik dengan adanya upaya efektivitas dan efisiensi, keterlibatan staf dalam berbagai kegiatan pengambilan keputusan, adanya networking dengan berbagai institusi pendidikan/ pelatihan lainnya serta adanya pencatatan hasil/ evaluasi pelatihan dan kegiatan untuk pengembangan kualitas SDM Bapelkes Padang.
Faktor kelemahan internal Bapelkes Padang meliputi, belum berkembangnya manajemen mutu, pelayanan pelanggan, manajemen sistem informasi, pemeliharaan/ pemeriksaan alat dan fasilitas secara periodik, adanya ketentuan tertulis mengenai mekanisme penyelenggaraan pelatihan, perjanjian tertulis dengan pihak ketiga dan rekrutmen/seleksi/perjanjian kerja.
Dengan matriks EFE dan EFI diperoleh nilai masing-masing 2.97 dan 3.07 yang menempatkan posisi Bapelkes Padang pada sel Grow & Build yang walaupun memungkinkan Bapelkes Padang menggunakan strategi intensif dan integratif, berdasarkan QSPM menunjukkan bahwa strategi intensif perlu didahulukan.
Dengan matriks TOWS dikembangkan 14 alternatif strategi yaitu 5SO, 4WO, 3ST dan 2 WT yang setelah dianalisis CDMG dikelompokkan ke dalam strategi intensif (10 strategi) dan 7 strategi integratif. Urutan prioritas strategi intensif berdasarkan QSPM adalah, mengembangkan manajemen mutu, meningkatkan TNA/ rancang bangun pelatihan, meningkatkan profesionalitas Widya Iswara, meningkatkan pelayanan pelanggan, meningkatkan pemasaran, meningkatkan sistem informasi, mengembangkan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, meningkatkan pengembangan kualitas SDM, mengembangkan pelatihan swadana dan meningkatkan keterlibatan staf dalam pengambilan keputusan.
Urutan prioritas strategi integratif adalah mengembangkan ketentuan tertulis tentang peyelenggaraan pelatihan, mengembangkan diklat yang antisipatif terhadap isu mutakhir, meningkatkan pemasaran, memperbaiki rekrutmen/ seleksi/ perjanjian kerja, mengembangkan pelatihan swadana, membina networking serta perjanjian tertulis dengan pihak ketiga.
Peneliti menyarankan perlunya sosialisasi strategi dilingkungan internal dan eksternal Bapelkes Padang serta mengembangkan strategi dan rencana operasional dan memaksimalkan sistem informasi dalam implementasi strategi maupun dalam evaluasinya.

Bapelkes Padang as an organization that responsible for training activities for health manpower must have an ability to evaluate and to respond to any changes. Furthermore they should proactively plan anticipative steps. Related to this theme, this study is trying to portray the Bapelkes Padang situations, its vision and missions and further to develop strategic plan for 2005.
This is an operational research using quantitative and qualitative approaches that examined several external variables (economic, regulations, technology development, competitor and customer) and also internal variables such as management and leadership, financial, human resources, information system, logistic and facilities, training management and service to client.
Qualitative data were collected through in depth interview with key stakeholders, while the quantitative were collected within the Bapelkes and related institutions. The data were presented in a meeting for consensus, which called Consensus Decision Making Group (CDMG). This group consists of 10 in- house trainers and 2 structural staff with researcher as facilitator.
This study showed that external factors that considered as opportunity are: local government price-tag that is higher than central price-tag for conducting training. Other opportunity factors are availability of technology in other training centers in Padang, non existence of similar competitor, strategic location of the Bapelkes, high demand for training from districts) cities/ hospitals, autonomy managed trainings, and large potentials users of the projected future.
The group decided several threats as follows: uncertain fund allocations for training either from province and/ or district/ city, high demand of marketing skills, high demand of professional trainers, training organization that anticipative to the unstable environment, local government regulation on financial management and questionable existence of Bapelkes in this decentralization era.
Internal factors that are considered as strength are : the capability in training need assessment and designing training program, improvement of facilities and equipment, good financial management, staff involvement in decision making, networking with other training/ learning resources institutions, availability of recording and evaluation system and efforts in human resources development.
On the other side, the internal weaknesses included: quality management, management of customer services, management of information system, organizational culture in maintenance of facilities and equipment, written agreement with the health-programmers in conducting training, written agreement with the third party and policy of recruitment/ selections.
Using EFE and IFE matrices, the CDMG have got score for each 2.97 and 3.07 that allows Bapelkes Padang in position of cell IV (Grow and Build cell) with intensive and integrative strategies, but based on QSPM indicated that intensive strategies should be prioritized. 14 alternative strategies have been developed from TOWS matrix and the group made adaptation 10 of them as intensive strategies and 7 as integrative strategies.
Rank of intensive strategies for prioritization as follows: developing quality management, increasing TNA/training design, improving capabilities of trainers as professionals, improving costumer services, enhancement marketing, enhancement information system, developing training program that anticipative to the crucial changes in environment, enhancement human resources development, developing autonomy managed training and increasing staff involvement in decision making.
Integrative strategies prioritization sequence is: developing written agreement in conducting training, developing training program that anticipative to the crucial environmental changes, enhancement marketing, improving recruitment/selection, developing autonomy managed training, building networking and developing agreement with the third party.
Researcher advices the need of socialization internally and externally of those strategies, and further to develop operational strategies and implementation plan and maximizing information system in strategy implementation and in its evaluation."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T9336
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sulistyo
"Metode magnetotelluric (MT) merupakan metode yang efektif dalam memetakan kondisi bawah permukaan. Pada data MT, sering ditemukan adanya pergeseran statik yang disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah heterogenitas di dekat permukaan, efek topografi ataupun kontak vertikal. Jika hal ini dibiarkan, maka akan menyebabkan kesalahan interpretasi pada resistivitas dan kedalaman. Untuk mengatasi fenomena ini dapat dilakukan dengan menggunakan data Time Domain Electromagnetic (TDEM). Namun hal itu harus dilakukan dengan menggunakan peralatan yang mahal dan akan menghabiskan waktu dan biaya operasional yang besar.
Untuk mengatasi hal tersebut, upaya pemecahan masalah pergeseran statik terus dikembangkan antara lain dengan metode Complex Kriging (Cokriging), Perata-rataan (averaging), atau dengan menggunakan geomagnetic transfer function. Penelitian ini difokuskan pada pemecahan masalah pergeseran statik dengan membuat software berbasis Matlab menggunakan metode Cokriging dan Peratarataan. Pengujian kedua metode tersebut dilakukan dengan menggunakan data sintetik dan data riil. Dari kedua metode tersebut didapat kesimpulan bahwa metode Perata-rataan memberikan hasil yang lebih baik.

Magnetotelluric method (MT) is an effective method to map the subsurface conditions. In the MT data, often found the existence of static shift can be caused by several things, among others, is the heterogeneity near the surface, the effect of topography or vertical contacts. If this is allowed, it will cause errors of interpretation in resistivity and depth. To overcome this phenomenon can be done using data Time Domain Electromagnetic (TDEM). But it must be done by using expensive equipment and will spend the time and operational costs are great.
To overcome this, the static shift problem solving efforts continue to be developed include the method of Complex Kriging (Cokriging), Averaging, or by using geomagnetic transfer function. This study focused on problems solving of static shift by creating software based Matlab using Cokriging and Averaging. Testing the two methods are conducted using synthetic data and real data. Of the two methods could be concluded that the Averaging method gives better results.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1152
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parlinggoman, Rony Humala
"Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Sumur Batu Kecamatan Bantar Gebang Kabupaten Bekasi ? Jawa Barat terletak di timur Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Adanya isu dampak lingkungan di beberapa sumur warga yang diduga tercemar oleh air lindi menjadi dasar dilaksanakannya studi ini. Sampah merupakan masalah bagi semua orang, sehingga manusia menyingkirkan sampah sejauh mungkin dari aktivitas manusia. Di kota-kota besar untuk menjaga kebersihan sering kali menyingkirkan sampah ke tempat yang jauh dari pemukiman. TPA di Indonesia, sesungguhnya tidak menerapkan sistem Sanitary Landfill, namun paling bagus menggunakan metode Open Dumping, yaitu sampah ditumpuk menggunung tanpa ada lapisan geotekstil dan saluran penampung air lindi.
Polutan ini mempunyai konduktivitas yang lebih tinggi dari pada air tanah. sehingga nilai resistivitas polutan ini lebih rendah dari pada air tanah. sebaran fluida dari Selatan menuju ke utara, sehingga penelitian dilakukan posisi TPA di selatan pengukuran kearah utara TPA untuk mengetahui ada tidaknya sebaran fluida tercemar dibawah permukaan tanah masuk sampai ke sumur warga.

Final Disposal (Landfill or TPA) Waste District Kelurahan Sumur Batu Bantar Gebang district of West Java, Bekasi, is located in eastern of Jakarta. The issue of environmental impacts on some residents wells that allegedly polluted by leachate into the basic implementation of this study. Trash is a problem for everyone, so people get rid of waste as far as possible from human activity. In the big cities to keep clean often to get rid of garbage to distant places of settlement. Landfill in Indonesia, did not actually implement the system Sanitary Landfill, but it is best to use the method Open Dumping of garbage stacked mounting with no geotextile layer and channel water contaminant.
These pollutants have a higher conductivity than groundwater. so that the resistivity values of this pollutant is lower than the groundwater. Distribution of fluid from the South heading North, so that the research carried out measurements of the position of landfill in the south towards the north of the landfill to determine whether there is fluid distribution of contaminated soil below the surface entrance to the residential wells.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
S1290
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yan Sulistyo Arbi
"Daerah Cipayung, Depok Jawa Barat merupakan tempat pembuangan akkir (TPA) sampah dari masyarakat Depok. Limbah sampah organik dalam bentuk air lindi berpotensi menjadi sumber pencemar air sumur penduduk di sekitar lokasi TPA. Air lindi dilokasi bersifat basa (pH=8,39) sedagkan sir sumur bersih bersifat asam (ph =4,2). Konduktivitas listrik air lindi jauh lebih besar (25mS0 dibandingkan air sumur bersih (0,3 mS). Telah dilakukan servey resistivity dan IP untuk memetakan daerah terindikasi tercemar di darerah sebelah Timur dan Selatan TPA. Survey menggunakan konfigurasi dipole-dipole dan pengukuran time domain dengan jarak elektroda arus maupun tegangan 15 m. Alat SuperSting R8 IP multi channel resistivity meter telah digunakan dalam akuisisi data pada tiga lintasan yang berbeda dengan 56 elektroda untuk tiap lintasan denagn panjang total kabel 825m. terindikasi daerah tercemar berada pada lintasa 1 dan 2, sedangkan pada lintasan 3 tidak terindikasi adanya pencemaran. Indikasi pencemaran air lindi beada pada kedalaman 30 meter hingga sejauh 110 meter dan pada kedalaman 20-30 meter sejauh 85 meter pada masing-masing lintasan dari pagar batas TPA. Terdapat akuifer yang bersih pada lintasan 3 sebagai alternatif pengganti air bersih bagi masyarakat sekitar TPA. Daerah lapisan akuifer tertekan diperkirakan berada pada kedalaman 110 meter berada pada posisi sekitar 213 meter dari batas selatan TPA."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S43178
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Afifah Choirunnisa
"Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) terdiri dari selulosa, lignin, dan hemiselulosa. Di antara komponen hemiselulosa, xilan adalah yang paling dominan. Xilan dapat dikonversi menjadi furfural dengan proses hidrolisis menjadi xilosa diikuti tahapan dehidrasi. Furfural telah banyak digunakan dalam berbagai industri sebagai prekursor dan aditif, pelarut, dan produk antara, serta memiliki permintaan dan pasar yang tinggi. Penambahan pelarut organik pada sistem dua fasa dapat meningkatkan konversi xilan menjadi furfural dengan mengurangi reaksi samping dari pembuatan furfural dengan kondisi furfural yang stabil dalam pelarut dan mengekstraksi senyawa furfural dengan cepat. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan konversi xilan menjadi furfural pada biomassa TKKS dengan memanfaatkan Deep Eutectic Solvent (DES) berbahan dasar kolin klorida, asam oksalat, dan etilen glikol dalam sistem dua fasa menggunakan pelarut diklorometana (DCM) dengan katalis AlCl3.6H2O. Penelitian ini menggunakan model substrat xilan 5w/w% terhadap DES sebagai medium reaksi. Penelitian ini menguji pengaruh parameter waktu (30, 60, dan 90 menit) dan suhu konversi (100, 120, dan 140℃), serta rasio DES/DCM (1:3, 1:4, dan 1:5 v/v). Kondisi operasi yang paling optimum diperoleh dengan pendekatan Response Surface Methodology (RSM) dengan model Box-Behnken. Kondisi operasi optimum diperoleh pada rasio diklorometana/DES 5:1, waktu selama 90 menit, dan suhu 140℃ dengan perolehan yield furfural pada fase organik sebesar 47,36%. Walaupun interaksi ketiga kondisi operasi hanya memiliki hubungan linear terhadap yield furfural sehingga belum dapat ditentukan nilai optimum setiap variabelnya, hasil yield furfural yang diperoleh lebih tinggi di antara beberapa hasil dari penelitian lain mengenai konversi xilan menjadi furfural dengan sistem dua fasa menggunakan DES.

Empty palm oil bunches (EFB) consist of cellulose, lignin and hemicellulose. Among the hemicellulose components, xylan is the most dominant. By hydrolyzing xylose and subsequently dehydrating it, xylan can be converted to furfural. Furfural has a strong demand and market since it is used in a variety of sectors as a precursor and additive, solvent, and intermediate product. By decreasing side reactions from furfural production with stable furfural conditions in the solvent and extracting furfural compounds quickly, the addition of organic solvents to a biphasic system can boost furfural production. A biphasic system is a mixture of two totally or partially dissolved phases, an organic phase and a reactive solution phase. This research aims to increase the conversion of xylan to furfural in EFB biomass by utilizing Deep Eutectic Solvent (DES) based on choline chloride, oxalic acid and ethylene glycol in a biphasic system using dichloromethane (DCM) solvent with an AlCl3.6H2O catalyst. The substrate for this research is 5% xylan. This research will test the influence of time parameters (30, 60, and 90 minutes) and conversion temperature (100, 120, and 140℃), as well as the DES/DCM ratio (1:3, 1:4, and 1:5 v/v). To assess the furfural content in the organic phase, furfural in the organic phase will be separated from the polar phase and examined using the High-Performance Liquid Chromatography test method. The optimum operating conditions are obtained using the Response Surface Methodology (RSM) approach with the box-behnken model. Optimum operating conditions were obtained at a dichloromethane/DES ratio of 5:1, a time of 90 minutes, and a temperature of 140℃ with a furfural yield in the organic phase of 47.36%. Although the interaction of the three operating conditions only has a linear relationship to furfural yield so that the optimum value for each variable cannot be determined, the furfural yield obtained is higher than several results from other research regarding the conversion of xylan to furfural with a biphasic system using DES."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivid Ivearni Patriana Leodewi Darwanto
"Prevalensi perilaku sedentari di Indonesia pada remaja lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok umur lainnya. Perilaku sedentari merupakan perilaku berisiko menyebabkan penyakit diabetes tipe II, hipertensi, gangguan jantung, dan depresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan lama waktu sedentari pada remaja di Indonesia dan mengetahui faktor apa yang paling dominan.
Desain studi potong lintang, dengan menggunakan data GSHS 2015. Sampel penelitian remaja (11-18 tahun) yang memiliki data variabel lengkap sebesar 9973 sampel. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji beda proporsi dan analisis multivariate dilakukan menggunakan uji regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan prevalensi perilaku sedentari ≥ 3 jam per hari pada remaja sebesar 27,7% (95% CI = 24,6%-30,9%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sedentari adalah kelompok umur remaja (OR=3,344; 95% CI=2,410-4,642), indeks massa tubuh (OR=1,324; 95% CI=1,141-1,539), konsumsi makanan berisiko (OR=1,738; 95% CI=1,127-2,678), dan konsumsi alkohol (OR=1,643; 95% CI=1,294-2,088). Faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku sedentari adalah kelompok umur remaja. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan memasukkan variabel dari faktor lingkungan.

The prevalence of sedentary behavior in Indonesia among adolescents is higher compared to other age groups. Sedentary behavior is a risky behavior that causes diabetes type II, hypertension, heart problems, and depression. This study aims to determine what factors are related to sedentary behavior among adolescents in Indonesia and to know what factors are the most dominant.
Cross-sectional study design, using data from GSHS 2015. The samples are adolescents (11-18 years) who have complete variable data. The total samples are 9973 samples. Bivariate analysis was performed using a different proportion test (Chi Square) and multivariate analysis was performed using logistic regression tests.
The results of the study showed that the prevalence of sedentary behavior for a period ≥ 3 hours per day in adolescents was 27.7% (95% CI = 24.6% -30.9%). Factors related to sedentary behavior were adolescent age groups (OR = 3.344; 95% CI = 2,410-4,642), body mass index (OR = 1,324; 95% CI = 1,141-1,539), consumption of foods at risk (OR = 1,738 ; 95% CI = 1,127-2,678), and alcohol consumption (OR = 1,643; 95% CI = 1,294-2,088). The most dominant factor associated with sedentary behavior is the age group of adolescents. Further research is needed by including variables from environmental factors.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Diva Sugiarto
"Ship-recycling, merupakan salah satu metode efektif yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi permasalahan limbah kapal-kapal tua yang sudah tidak layak digunakan. Istilah ini merujuk pada proses daur ulang kapal secara modern yang masih belum marak dilakukan di Indonesia. Pada pelaksanaannya, masih banyak terdapat aspek-aspek keselamatan yang tidak dihiraukan. Salah satu aspek terbesar yang masih kurang diperhatikan yaitu aspek dari human factor. Penelitian ini dilakukan untuk meninjau lebih jauh terkait faktor-faktor di balik sumber bahaya bagi para pekerja yang terlibat dalam proses ship recycling. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Formal Safety Assessment (FSA) untuk menemukan sumber-sumber bahaya selama proses ship-recycling dilakukan dan selanjutnya dilakukan penarikan akar masalah menggunakan Fault Tree Analysis (FTA). Dari penelitian ini, diketahui bahwa human factor dari sumber bahaya terjadi dikarenakan ketidakwaspadaan pekerja; kondisi kesehatan pekerja; pemakaian APD yang tidak sesuai; serta kurangnya kualitas SDM untuk beberapa proses pekerjaan seperti penggunaan alat berat, proses cutting, ataupun dalam mengidentifikasi bahaya dan risiko kebakaran. Latar Belakang dari terjadinya kesalahan-kesalahan dari human factor di atas bisa berasal dari berbagai hal yaitu, tidak diadakannya pelatihan formal terkait penggunaan alat cutting, kondisi kesehatan pekerja, dan kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia.

Ship-recycling is one of the effective methods that can be carried out to help reduce waste problems from old unused ships. This term refers to the modern process of recycling ships, which is still not widely done in Indonesia. In its implementation, there are still many safety aspects that are overlooked. One of the biggest aspects that is still not given enough attention is the human factor. This research was conducted to further investigate the factors behind the sources of danger for workers involved in the ship-recycling process. In this study, the author used the Formal Safety Assessment (FSA) method to identify sources of danger during the ship-recycling process and then conducted root cause analysis using Fault Tree Analysis (FTA). From this research, it is known that the human factor of the sources of danger occurs due to worker inattention; worker health conditions; inappropriate use of personal protective equipment; and a lack of qualified personnel for some job processes such as heavy equipment use, cutting processes, or identifying fire hazards and risks. The background of the above human factor errors can come from various things such as the absence of formal training in the use of cutting tools, the health conditions of workers, and the shortage of available jobs."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvina Risha Desianty
"Kebutuhan akan media pengemas semakin meningkat seiring dengan perubahan era yang serba instan. Sebagian besar kemasan masih menggunakan plastik yang sulit terurai karena masih minimnya kemasan yang berbahan baku ramah lingkungan. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan mengolahnya menjadi bioplastik. Pada penelitian ini bioplastik diproduksi dengan variasi jenis pengisi lempung dan kitosan sehingga diperoleh karakteristiknya terhadap parameter uji mekanik yang berupa elongasi dan kuat tarik, uji fisik berupa biodegradabilitas dan daya serap air, uji sifat morfologi dan uji gugus fungsi. Untuk mencapai tujuan tersebut, selulosa daun nanas digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan bioplastik. Selulosa terlebih dahulu diekstraksi baru kemudian dicampur dengan plasticizer gliserol, pengisi kitosan dan lempung dengan variasi komposisinya adalah 4 : 0,8 gram; 3,2 : 1,6 gram; 2,4 : 2,4 gram; 1,6 : 3,4 gram; dan 0,8 gram : 4gram. Hasil formulasi bioplastik kemudian dicetak untuk selanjutnya dikarakterisasi dengan berbagai uji, baik uji mekanik yang berupa elongasi dan kuat tarik, uji fisik berupa biodegradabilitas dan daya serap air, uji sifat morfologi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM), dan uji gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sampel bioplastik memiliki gugus fungsi yang serupa dan terlihat tidak membentuk gugus fungsi baru. Sifat fisik terbaik berupa daya serap air dimiliki oleh sampel BKC1 dengan persentase yang dihasilkan sebesar 62,8%. Sedangkan sampel BKC5 memiliki nilai yang cukup tinggi sebesar 87,7%. Meskipun daya serap air BKC5 memiliki nilai yang paling tinggi, sampel tersebut laju biodegradasinya adalah yang paling cepat yang mampu terdegradasi yaitu selama 8 hari, sedangkan sampel BKC1 adalah yang paling lambat terdegradasi, yaitu selama 23 hari. Sifat mekanik pada penelitian ini menghasilkan nilai kuat tarik tertinggi sebesar 4,99 N/mm2 dengan elongasi saat putus sebesar 30,20% oleh sampel BKC1 dan kuat tarik terendah pada sampel BKC5 sebesar 1,45 N/mm2 dengan elongasi saat putus 13,01%. Hasil uji SEM pada penelitian ini menunjukkan adanya kemerataan pada sampel bioplastik dengan pengisi khususnya pada pengisi lempung terlihat bahwa adanya pori-pori yang terbentuk seiring penambahan komposisi. Dari penelitian ini terlihat bahwa dengan adanya penambahan pengisi dapat memperbaiki karakteristik bioplastik dari selulosa daun nanas menjadi lebih baik.

The demand for packaging materials is increasing as we transition into an era of instant consumption. Most packaging still relies on non-biodegradable plastics, leading to environmental concerns. One way to address this issue is by producing bioplastics. In this research, bioplastics were produced using a combination of clay and chitosan as fillers to achieve specific characteristics related to mechanical properties (elongation and tensile strength), physical properties (biodegradability and water absorption), morphology, and functional groups analysis. Pineapple leaf cellulose was used as the main raw material for bioplastic production. The cellulose was first extracted and then mixed with glycerol as a plasticizer, chitosan, and clay fillers in various compositions: 4 : 0.8 grams, 3.2 : 1.6 grams, 2.4 : 2.4 grams, 1.6 : 3.4 grams, and 0.8 grams : 4 grams. The formulated bioplastic samples were then molded and characterized through various tests, including mechanical tests (elongation and tensile strength), physical tests (biodegradability and water absorption), morphology analysis using Scanning Electron Microscopy (SEM), and functional group analysis using Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR). The results of this research showed that the bioplastic samples had similar functional groups and did not form new functional groups. The best physical property in terms of water absorption was observed in sample BKC1, which had a water absorption percentage of 62.8%. On the other hand, sample BKC5 had a relatively high water absorption value of 87.7%. Although BKC5 had the highest water absorption, it also exhibited the fastest biodegradation rate, degrading within 8 days. In contrast, BKC1 had the slowest degradation rate, taking 22 days to degrade. Regarding mechanical properties, the research yielded the highest tensile strength of 4,99 N/mm2 and elongation at break of 30,20% for sample BKC1, while the lowest tensile strength of 1,45 N/mm2 and elongation at break of 13,01% were observed in sample BKC5. SEM analysis showed uniformity in the bioplastics samples, particularly with clay fillers, where the formation of pores increased with higher filler compositions. From this research, it can be seen that the addition of fillers can improve the characteristics of bioplastics made from pineapple leaf cellulose."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adelina
"Propolis dikenal akan kandungan senyawa aktif berupa Flavonoid yang menunjukkan aktivitas antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan antitumor. Namun, senyawa aktif tersebut memiliki stabilitas dan ketersediaan hayati terbatas yang mempengaruhi efek terapeutiknya. Maka, dilakukan enkapsulasi ekstrak propolis ke dalam liposom untuk mempertahankan karakteristik fungsionalnya. Enkapsulasi propolis ke dalam liposom dilakukan melalui thin film hydration, freeze thaw dan sonikasi. Sonikasi dilakukan untuk meratakan dan memperkecil ukuran liposom hingga diperoleh karakteristik yang ideal untuk meningkatkan kemampuan persebaran obat di dalam tubuh. Pada penelitian ini, diberikan variasi terhadap durasi sonikasi yang beragam dari 20, 30, hingga 40 menit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap karakteristik liposom. Setiap variasi sampel tersebut akan melalui pengujian efisiensi enkapsulasi berbasis kandungan flavonoid, penentuan karakteristik liposom menggunakan Particle Size Analyzer (PSA), serta pengujian gugus fungsi menggunakan Fourier transform infrared (FTIR). Melalui uji ANOVA, diperoleh pengaruh yang signifikan antara durasi sonikasi terhadap efisiensi enkapsulasi dan karakteristik liposom. Jika dibandingkan, sampel C2 yang melalui sonikasi 30 menit memiliki karakteristik liposom yang terbaik, dimana ukuran partikel dan indeks polidispersitasnya masing-masing sebesar 115,667 ± 3,800 nm dan 0,309 ± 0,059. Sampel ini juga menunjukkan efisiensi enkapsulasi yang tinggi, yaitu mencapai 97,887 ± 0,025%.

Propolis is known for its active compounds in the form of Flavonoids which exhibit antimicrobial, antioxidant, anti-inflammatory, and antitumor activities. However, these active compounds have limited stability and bioavailability which affect their therapeutic effect. Thus, encapsulation of propolis extract into liposomes was carried out to maintain its functional characteristics. Propolis encapsulation into liposomes was carried out through thin film hydration, freeze thaw and sonication. Sonication was carried out to reduce and homogenize the size of the liposomes in order to improve drug delivery. In this study, various sonication durations were varied from 20, 30, and 40 minutes to determine the effect on liposome characteristics.  Each variation of the sample will be tested for encapsulation efficiency based on total flavonoids, determination of liposome characteristics using a Particle Size Analyzer (PSA), and functional group testing using Fourier transform infrared (FTIR). Through the ANOVA test, a significant effect was obtained between sonication duration on encapsulation efficiency and liposome characteristics. The C2 sample that was sonicated for 30 minutes had the best liposome characteristics, where the particle size and polydispersity index were 115.667 ± 3.800 nm and 0.309 ± 0.059, respectively. This sample also showed high encapsulation efficiency, which reached 97.887 ± 0.025%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Miranthy Cinthya Rachman
"Tingginya jumlah sampah plastik menjadi masalah yang sangat krusial di Indonesia. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah dengan membuat alternatif material lain yang berasal dari bahan baku hayati dan mampu dimanfaatkan sebagai plastik, yaitu bioplastik. Bioplastik merupakan plastik yang terbuat dari material biologis atau dapat berupa plastik yang lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme. Telah banyak penelitian mengenai bioplastik berbasis pati kulit pisang yang telah dilakukan. Akan tetapi, hasil dari sebagian besar penelitian tersebut menunjukkan bahwa bioplastik berbasis pati kulit pisang memiliki sifat fisik dan mekanik yang kurang baik. Pada penelitian ini, bioplastik berbasis pati kulit pisang diproduksi dengan variasi rasio bahan penguat berupa serat alami dari daun nanas dan lempung untuk meningkatkan sifat fisik dan mekaniknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, digunakan komposisi serat daun nanas terhadap total bahan penguat sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20% dengan adanya kontrol positif dan negatif. Karakteristik bioplastik seperti kuat tarik (tensile strength), pemanjangan saat putus (elongation at break), biodegradabilitas, daya serap air, sifat morfologi permukaan, serta interaksi antar bahan telah diamati dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh serat daun nanas terhadap karakteristik bioplastik adalah meningkatkan kuat tarik dan kemampuan degradasi, tetapi menurunkan nilai elongasi. Sementara itu, pengaruh lempung adalah meningkatkan ketahanan air. Berdasarkan karakterisasi yang telah dilakukan, komposisi bioplastik terbaik adalah sampel BCS4 dengan komposisi serat daun nanas terhadap total bahan penguat sebesar 20% yang memiliki nilai kuat tarik sebesar 6,52 MPa, nilai elongasi sebesar 13,44%, daya serap sebesar 126,09%, waktu degradasi selama 8 hari. Potensi pemanfaatan bioplastik berbasis pati kulit pisang dengan bahan penguat lempung dan serat daun nanas ini adalah sebagai kemasan polybag tanaman yang dapat ditanam langsung bersama bibit tanaman.

The high amount of plastic waste is a very crucial problem in Indonesia. Based on data from the Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional, the annual amount of waste in Indonesia in 2020 was 32 million tons, a rapid increase from previous years due to the COVID-19 pandemic. One effort to overcome this problem is to make alternative materials derived from biological raw materials and can be used as plastics, namely bioplastics. Bioplastics are plastics made from biological materials or can be plastics that are more easily degraded by microorganisms. Many studies on banana peel starch-based bioplastics have been conducted. However, the results of most of these studies show that banana peel starch-based bioplastics have poor physical and mechanical properties. In this study, banana peel starch-based bioplastics were produced with variations in the ratio of reinforcements in the form of natural fibers from pineapple leaves and clay to improve their physical and mechanical properties. To achieve this goal, the composition of pineapple leaf fiber is used for the total reinforcing material of 5%, 10%, 15%, and 20% with positive and negative controls. Bioplastic characteristics such as tensile strength, elongation at break, biodegradability, water absorption, surface morphological properties, and interactions between materials have been observed in this study. The results of this study show the effect of pineapple leaf fiber on bioplastic characteristics is to increase tensile strength and degradation ability but decrease the elongation at break value. Meanwhile, the effect of clay is to increase water resistance. Based on the characterization that has been done, the best bioplastic composition is BCS4 samples with pineapple leaf fiber composition against a total reinforcing material of 20% which has a tensile strength value of 6,52 MPa, elongation value of 13,44%, absorption capacity of 126,09%, degradation time for 8 days. The potential use of banana peel starch-based bioplastics with clay reinforcement materials and pineapple leaf fiber is as a plant polybag packaging that can be planted directly with plant seeds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>