Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Upik Anggraheni Priyambodo
"

Latar belakang: Suplementasi mikronutrien untuk wanita pada masa prakonsepsi, khususnya zinc dan kalsium, terbukti penting untuk maturasi oosit dan ovulasi. Namun, peran zinc dalam mempromosikan kualitas oosit dan potensi perkembangannya belum diketahui secara jelas. GDF9, anggota superfamili TGF b yang disekresikan dari oosit selama proses folikulogenesis, terbukti dapat menjadi biomarker maturasi nuklear oosit dan kualitas embrio. Tujuan: Studi potong lintang ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kadar zinc dan kalsium dalam serum dan cairan folikel dengan ekspresi GDF9 terhadap maturasi oosit. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zinc dan kalsium dalam serum dapat mewakili kadar zinc dan kalsium dalam cairan folikel. Metode: Studi ini dilakukan pada 25 subjek penelitian yang menjalani program fertilisasi in vitro di Poliklinik Yasmin RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kencana. Darah vena sebanyak 6 cc diambil pada hari ovum pick up (OPU) dan kemudian dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kadar zinc, kalsium, dan protein GDF9. Cairan intrafolikuler dan sel granulosa juga akan diambil dan diperiksa kadar zinc dan kalsium dari cairan intrafolikuler serta ekspresi mRNA GDF9 dari sel granulosa. Hasil:  Dari 25 subjek penelitian, 12 subjek (48%) di antaranya dikategorikan ke dalam kelompok angka maturasi oosit baik (berdasarkan indikator oosit matur dari konsensus Vienna) serta 13 (52%) sisanya dikategorikan ke dalam kelompok angka maturasi oosit buruk. Dari uji korelasi antara kadar zinc dan kalsium dalam serum dengan cairan folikel, kadar zinc folikel terbukti berkorelasi secara signifikan dengan kadar zinc serum (p = 0,019). Kadar GDF9 serum juga terbukti berkorelasi secara signifikan dengan ekspresi GDF9 (p = 0,047). Tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar zinc dan kalsium serum dengan kadar GDF9 serum serta ekspresi mRNA GDF9 dari sel granulosa terhadap angka maturasi oosit (p > 0,05). Kesimpulan: Kadar GDF9 serum dapat menjadi pengganti biomarker untuk kualitas oosit. Tidak didapatkan hubungan antara kadar zinc dan kalsium dalam serum atau cairan folikel terhadap kadar GDF9 serum atau ekspresi mRNA GDF9 dari sel granulosa terhadap angka maturasi oosit.


Background:  Micronutrient supplementation for women during preconception, especially zinc and calcium, is critical for oocyte maturation and ovulation. However, the role of Zinc in promoting quality of oocytes has not yet been elucidated. GDF9, one of oocyte sereting factor, has been proven to be a biomarker of maturation of nuclear oocyte and quality of embryo. Aim: to investigate any relationship between zinc and calcium levels in serum and follicular fluid and GDF9 expression towards maturation of oocytes. In addition, this study also aimed to determine whether zinc and calcium levels in serum could represent zinc and calcium levels in follicular fluid. Method: This cross-sectional study was conducted on 25 subjects who underwent IVF programs at the Yasmin Policlinic, RSCM Kencana. Six mililiters of venous blood was taken on the day of the ovum pick up (OPU) and then analyzed in the laboratory to determine the levels of zinc, calcium, and protein GDF9. In addition to venous blood, intrafollicular fluid and granulosa cells will also be taken and examined zinc and calcium levels from intrafollicular fluid and GDF9 mRNA expression from granulosa cells. Result: 12 (48%) out of 25 subjects were categorized into high oocyte maturation rate (based on Vienna consensus on oocyte maturation rate), and the other 13 (52%) were categorized into low oocyte maturation rate. Follicular zinc levels were significantly correlated with serum zinc levels (p = 0,019). Serum GDF9 levels were also significantly correlated with expressions of GDF9 mRNA (p = 0,047). No significant correlation was found between serum levels of zinc and calcium and serum GDF9 levels or GDF9 mRNA expression towards maturation of oocytes (p > 0,05). Conclusion: Serum GDF9 might substitute for follicular GDF9 as a biomarker of oocyte quality. There is no relationship between serum or follicular zinc/calcium levels and serum GDF9 levels or GDF9 mRNA expression from granulosa cells towards oocyte maturation rates.

 

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Saddang
"Pendahuluan : Adenomiosis adalah sebuah kelainan jinak ginekologi dengan insidensi diperkirakan 20%, dimana kondisi ini berkaitan dengan nyeri pelvis kronis serta infertilitas. Saat ini pilihan terapi adenomiosis terbatas pada meringankan gejala menggunakan antinyeri, manipulasi hormon, dan pembedahan dengan efek samping yang signifikan dan dikontraindikasikan pada wanita yang ingin hamil. Salah satu pilihan terapi yang sedang dikembangkan saat ini adalah microRNA. Telah diketahui sebelumnya bahwa terdapat penurunan ekspresi E-Cadherin pada pasien adenomiosis, dimana salah satu yang meregulasi E-Cadherin adalah microRNA-10b. Selain itu diketahui microRNA-let-7a, yang mempengaruhi ekspresi gen KRAS, mengalami disregulasi pada berbagai kondisi dengan proliferasi abnormal, seperti pada kondisi keganasan.
Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara ekspresi microRNA let-7a terhadap KRAS dan microRNA-10b terhadap E-Cadherin pada jaringan endometrium adenomiosis dan jaringan endometrium non-adenomiosis.
Desain : Studi potong lintang dengan analitik komparatif dan analitik korelasi.
Material dan Metode : Sampel penelitian didapat dari total 31 wanita yang datang berobat ke poliklinik ginekologi atau klinik fertilitas RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, dengan 17 subyek dimasukkan ke dalam kelompok adenomiosis, dan 15 subyek ke dalam kelompok non-adenomiosis. Sampel dari tiap subyek diambil melalui tindakan histeroskopi, laparoskopi, maupun laparotomi operatif, bergantung pada indikasi masing-masing subyek. Pada masing-masing sampel kemudian dilakukan pengukuran kadar ekspresi microRNA-10b, microRNA-let-7a, E-Cadherin, serta KRAS.
Hasil : Terdapat perbedaan signifikan ekspresi E-Cadherin antara kelompok adenomiosis dan non-adenomiosis (P=0,001). Sementara itu tidak ditemukan perbedaan signifikan pada ekspresi microRNA-10b, microRNA-let-7a, dan KRAS antara kedua kelompok. Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-let-7a dengan KRAS pada kelompok non-adenomiosis (R=-0.287; P=0.3), namun tidak pada kelompok adenomiosis. Terdapat korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-10b dengan E-Cadherin pada kedua kelompok sampel.
Kesimpulan : Terdapat perbedaan signifikan pada ekspresi E-Cadherin antara kelompok adenomiosis dan non-adenomiosis. Terdapat korelasi negatif lemah antara ekspresi microRNA-let-7a dengan KRAS pada kelompok non-adenomiosis.

Introduction : Adenomyosis is a benign gynecologic disorder with incidence estimation up to 20%. This condition is strongly associated with chronic pelvic pain and infertility. Until now, treatments of this disorder are limited to symptomatic relief using painkillers, hormonal therapy, and surgical procedure. But these treatments come with significant side effects and are contraindicated for women planning to conceive. One of the therapeutic options currently being developed is microRNA. It has been known previously that there is a decrease in the expression of E-Cadherin in adenomyosis patients. And one of the factors that regulates E-Cadherin is microRNA-10b. In addition, microRNA-let-7ahas been discovered to affect KRAS gene expression, and it is dysregulated in various conditions with abnormal proliferation, such as in conditions of malignancy.
Purpose : The purpose of this study is to observe the correlation between expression of microRNA-10b and E-Cadherin, microRNA-let-7a and KRAS, in endometrial tissue of adenomyosis and non-adenomyosis patients.
Design : Cross-sectional study using comparative and correlation analytic.
Materials and Methods : Samples were collected from 31 women at gynecology and fertility clinic in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Subjects are categorized into two groups, adenomyosis group with 17 subjects, and non-adenomyosis group with 15 subjects. Samples were taken through hysteroscopy, laparoscopy, or laparotomy, depending on the procedure indications for each subject. The expression of microRNA-10b, microRNA-let-7a, E-Cadherin, and KRAS then analyzed from each sample.
Result : A significant difference was found in E-Cadherin expression between adenomyosis and non-adenomyosis groups (P=0.001). No significant differences were found in the expression of microRNA-10b, microRNA-let-7a, and KRAS between the two groups. A weak negative correlation was found between the expression of microRNA-let-7a and KRAS in non-adenomyosis group (R=-0.287; P=0.3), but not in adenomyosis group. A weak negative correlation was found between the expression of microRNA-10b and E-Cadherin in both groups.
Conclusion : In this study we observed significant difference in E-Cadherin expression between adenomyosis and non-adenomyosis groups; a weak negative correlation between the expression of microRNA-let-7a and KRAS in the non-adenomyosis group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Zakia
"ABSTRAK
Latar Belakang: Mendapatkan satu embrio dengan potensi implantasi yang tertinggi merupakan hal penting dari teknologi fertilisasi invitro. Metode yang banyak digunakan selama ini untuk seleksi embrio adalah melalui penilaian morfologi. Namun morfologi embrio belum dapat menggambarkan potensi embrio dengan baik. Teknologi metabolomik merupakan metode yang memiliki potensi yang cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan yaitu pengukuran yang cepat dan tidak bersifat invasif. Viabilitas hasil konsepsi dipengaruhi oleh proses biologis intrasel yang menghasilkan metabolom. Embrio dengan morfologi yang baik ternyata memiliki gambaran metabolomik yang
berbeda. Dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan model prediksi dari pola metabolomik medium kultur embrio untuk memprediksi kemampuan pembentukan blastokista. Jika kita dapat memprediksi potensi keberhasilan pembentukan blastokista dengan cara yang nir invasif dan cepat, diharapkan dapat meningkatkan proses pemilihan embrio dengan potensi implantasi yang tinggi, tanpa memperpanjang masa kultur embrio hingga hari kelima.
Tujuan: Mengembangkan metode nir invasive dalam memprediksi kemampuan embrio berkembang menjadi blastokista.
Metode: Penelitian kohort terhadap data spektrum FTIR medium kultur embrio hari pertama dan hari ketiga dalam memprediksi keberhasilan pembentukan blastokista, dengan membuat model prediksi dari spektrum tersebut.
Hasil: Didapatkan blastokista dengan kualitas baik sebanyak 16 dari 44 embrio yang diteliti. Didapatkan nilai AUC 0,752 pada model prediksi analisis FTIR medium kultur embrio hari pertama. dengan sensitifitas 0,727 dan akurasi 72,7%. Pada analisis spektrum hari ke 3 didapatkan model prediksi dengan AUC 0,674, dengan sensitifitas 0,614 dan akurasi 0,614.
Kesimpulan: Pola metabolomik medium kultur embrio dapat membedakan antara embrio yang berhasil menjadi blastokista kualitas baik dan tidak menjadi blastokista kualitas baik. Perbedaan ini dapat dideteksi dengan menggunakan analisis dengan FTIR yang kemudian dibuat model prediksinya.

ABSTRACT
Background: To get an embryo with the highest implantation potential is an important aspect of in vitro fertilization. The most widely used method for embryo selection is morphological assessment. However, embryo morphology has not been able to describe the potential of an embryo properly. Metabolomic technology is a method that has good
potential because it has several advantages, namely rapid measurement and not invasive. Viability of the results of conception is influenced by intracellular biological processes that produce the metabolome. Embryos with good morphology have a different metabolomic profilling. From this research it is expected to produce a predictive model of the metabolomic profilling of embryo culture medium to predict the successful of good quality blastocyst formation. If we can predict the potential success of blastocyst formation in a non-invasive and fast way, it is hoped that it can improve the process of selecting embryos with high implantation potential, without extending embryo culture to
the fifth day.
Objective: To develop a non-invasive method for predicting the ability of an embryo to develop into a good quality blastocyst.
Method: A cohort study of FTIR spectrum data of first and third day embryo culture medium in predicting the success of good quality blastocyst formation, by making a prediction model of the spectrum.
Results: There were good quality blastocysts from 16 of the 44 embryos studied. AUC value of 0.752 was obtained from the FTIR analysis model prediction for the first day of embryo culture medium. with a sensitivity of 0.727 and an accuracy of 72.7%. In the spectrum analysis of day 3was obtained predictive models with AUC of 0.674, with a sensitivity of 0.614 and an accuracy of 0.614.
Conclusion: The metabolomic profilling of embryo culture medium can distinguish between an embryo that succeeds in becoming a good quality blastocyst and not a good quality blastocyst. This difference can be detected by using analysis with FTIR."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library