Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Habib Subagio
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian dilaksanakan pada sebagian kawasan pesisir Selat Madura Jawa Timur yang terfokus pada Delta Rungkut dan Delta Porong. Kedua delta ini terletak pada koordinat 7º 14? 30? LS ? 7 º 35? 00? LS dan 112 º 45? 00? BT - 113 º 0? 00? BT terpisah dengan jarak 26 km arah Utara ? Selatan. Peraiaran Selat Madura merupakan kawasan laut semi tertutup dengan potensi perikanan dan sumber daya mineral yang sangat tinggi. Deteksi perubahan garis pantai pada kedua delta dilakukan dalam kurun waktu 60 tahun (1945-2006) sementara perubahan topografi dasar laut diamati pada durasi yang lebih pendek yaitu 18 tahun (1989-2007). Metode yang digunakan untuk deteksi perubahan garis pantai adalah ekstraksi garis pantai melalui pemanfaatan data spasial multiwaktu yang terdiri dari data peta topografi analog dan citra satelit penginderaan jauh yaitu Landsat MSS, Landsat TM5, Landsat ETM7, serta ASTER. Metode yang digunakan untuk perolehan perubahan topografi dasar laut adalah kombinasi data kedalaman dari berbagai sumber dengan data pengukuran lapangan. Sistem Informasi Geografis digunakan untuk perolehan dimensi geometris perubahan kedua variabel diatas serta analisis spasialnya. Hasil ekstraksi garis pantai pada penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan garis pantai paling aktif terjadi di Delta Porong dengan nilai laju perubahan sebesar 57 m/tahun. Hasil penelitian mencatat perubahan sebesar 3505,4 m dari titik pengamatan tahun 1945-2006 yang berada pada bagian Selatan Delta Porong menuju arah Tenggara. Perubahan garis pantai pada wilayah ini terjadi hampir sepanjang waktu pengamatan. Semantara pada sisi Delta Porong bagian atas, perubahan garis pantai paling besar terjadi pada rentang waktu 1945-1985 sebesar 1980,2 m atau dengan laju 49,5 m/tahun, kemudian menurun secara gradien dengan laju 26,3 m/tahun sampai tahun 2006 dengan arah mendekati garis pantai tahun 1945 yang berarti terjadi proses erosi pada bagian delta ini. Kondisi serupa terjadi pada wilayah pengamatan Delta Rungkut, dimana terjadi proses yang sama pada kedua sisi delta tetapi dengan arah yang berlawanan. Sisi atas Delta Rungkut, terjadi proses sedimentasi yang menyebabkan penambahan garis pantai dengan laju mencapai 42,7 m/tahun selama rentang waktu 1945-2006. Sementara dibagian sisi bawah Delta Rungkut terjadi proses erosi mulai 1985 dengan laju 5,6 m/tahun. Pendangkalan terjadi pada hampir keseluruhan transek penelitian sampai dengan jarak < 2km dari garis pantai kemudian secara gradien terjadi pendalaman menjauhi garis pantai. Nilai rata-rata pendangkalan pada wilayah ini sebesar 8 cm/tahun dan pendalaman rata-rata sebesar 33 cm/tahun dengan distribusi yang hampir merata baik dibagian atas maupun bawah Selat Madura. Khusus pada wilayah bawah Delta Porong, proses pendangkalan terjadi sampai jarak sekitar 7 km dari garis pantai sebesar ± 4 m selama periode 18 tahun atau laju pendangkalan sebesar 22,2 cm/tahun. Pendalaman paling besar terjadi pada keseluruhan topografi dasar Delta Rungkut pada jarak 8 km dari garis pantai sebesar 6 m atau laju pendalaman sebesar 33,3 cm/tahun. Luaran dari penelitian merupakan salah satu penelitian dasar untuk studi pesisir dengan permasalahan yang lebih komplek. Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan untuk pengelolaan kawasan pesisir dengan mempertimbangkan aspek lestari dan berkelanjutan sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.
2007
T39485
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Pramudita Wetty
Abstrak :

Kecamatan Buleleng merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Buleleng yang berbatasan langsung dengan Laut Bali di bagian utara yang dilewati oleh patahan naik Flores. Mengingat aktivitas patahan naik Flores yang pernah mengakibatkan gempa dan tsunami di Flores pada tahun 1992 dan menewaskan hingga 2100 jiwa, serta sejarah bencana gempa bumi pada tahun 1976 di Kabupaten Buleleng, maka dibuatlah model spasial kerentanan terhadap tsunami di Kecamatan Buleleng. Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis model kerentanan terhadap tsunami, dan menganalisis intensitas kerugian wilayah terpapar tsunami terhadap distribusi penduduk dan lahan terbangun di Kecamatan Buleleng. Model spasial kerentanan terhadap tsunami di Kecamatan Buleleng menggunakan menggunakan metode analisis kuantitatif dan analisis spasial, dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam menentukan harkat, bobot, skor. Variabel lahan terbangun membedakan jenis bangunan permukiman serta perdagangan dan jasa. Variabel distribusi menggunakan estimasi per 10 ha dengan menggunakan grid. Terdapat tiga skenario ketinggian gelombang yang dilakukan untuk melihat sejauh mana wilayah terpapar tsunami di Kecamatan Buleleng. Hasil skenario 6 meter menunjukkan jumlah korban mencapai 2.493 jiwa dengan 482 lahan terbangun yang terpapar tsunami. Skenario 9 meter menunjukkan 147.276 jiwa korban dan 8.052 bangunan yang terpapar tsunami, dan yang terakhir skenario 20 meter menunjukkan 161.199 jiwa korban dengan 18.293 bangunan yang terpapar tsunami


Buleleng Subdistrict is the activity center in Buleleng Regency. It is adjacent to the Bali Sea in the northern part, which is crossed by the Flores back arc thrust fault. Considering the fact that the fault activities in Flores had caused an earthquake and tsunami in 1992 in Flores which killing up to 2100 people and in 1976 in Buleleng Regency, hence a spatial modelling for tsunami vulnerability in Buleleng Subdistrict was developed. The aim of this study is to analyze the tsunami elevation model, and to analyze the integration of tsunami-exposed areas with the distribution of populations and buildings in Buleleng Subdistrict. The methods used for making a spatial modelling for tsunami vulnerability in Buleleng Subdistrict were quantitative analysis and spatial analysis. Analytical Hierarchy Process (AHP) used to determine the value, weight, and score. Built land variables distinguished the residential buildings, and trade and service areas. Distribution variables used an estimation of per 10 hectares in the grid. Based on the results, there are three wave height scenarios to identify how big the tsunami exposure area is in Buleleng Subdistrict. The scenario of 6-meter shows the number of victims will reach up to 2,493 people and around 482 buildings will affect. While, the 9-meter scenario estimates that there will be 147,276 victims and 8,052 buildings will affect. The last scenario is the 20-meter that estimates around 161,199 people and 18,293 buildings will affect

2019
T54285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library