Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eka Sulastri
"Latar belakang: Bayi moderate to late preterm menempati 80% populasi kelompok usia bayi prematur. Banyaknya komplikasi dan komorbiditas yang dapat terjadi pada bayi prematur menuntut adanya pemantauan perkembangan yang konsisten, praktis, efisien, dan sedini mungkin. Hal tersebut ditujukan untuk mencegah, mendeteksi, dan memberikan penanganan awal yang optimal. Instrumen uji tapis yang baik harus memiliki validitas, reliabilitas, sensitivitas dan spesifitas yang baik, serta lengkap meliputi semua aspek ranah perkembangan. Tujuan: Membandingkan sensitivitas dan spesifisitas uji tapis ASQ-3 dan Denver II terhadap baku emas Bayley-III dalam deteksi gangguan perkembangan pada bayi prematur usia koreksi 6–12 bulan.
Metode: Penelitian potong lintang pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan di Klinik Tumbuh Kembang RSCM pada bulan Oktober-Desember 2023. Kuesioner ASQ-3 diisi oleh orang tua dengan panduan petugas. Pemeriksaan Denver II dan Bayley III dinilai oleh dokter residen anak dan psikolog klinis anak yang terlatih pemeriksaan Bayley III. Hasil pemeriksaan dianalisis statistik dengan SPSS 25.
Hasil: Enam puluh dua subjek penelitian diperiksa dan didapatkan sensitivitas ASQ-3 dan Denver II dibandingkan dengan Bayley-III pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan masing- masing adalah 89,66% dan 79,31% sedangkan spesifisitasnya sebesar 93,94% dan 87,88%. Selain itu, ASQ-3 memiliki nilai PPV, NPV, PLR, NLR dan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Denver II.
Kesimpulan: Uji tapis ASQ-3 memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan dengan Denver II untuk deteksi gangguan perkembangan pada bayi prematur usia koreksi 6-12 bulan. Kuesioner ASQ-3 dapat digunakan untuk uji tapis gangguan perkembangan bayi prematur yang efektif dan mudah digunakan.

Background: Moderate to late preterm baby occupies 80% age group of preterm babies. The complications and comorbidities occur in preterm require consistent, practical, and efficient early developmental monitoring to aim optimal initial intervention. The developmental screening test instrument must have good validity, reliability, sensitivity and specificity, and covering all aspect developmental domain.
Objective: This study aims to investigate the sensitivity and specificity of two brief developmental screening, the Ages and Stages Questionnaires, 3rd Edition, Indonesian-version (ASQ-3) with the Denver Developmental Screening test II (Denver II).
Method: A cross-sectional design conducted in corrected aged 6 to 12 months preterm infants from Growth and Developmental Social Paediatric Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital in October to December 2023. The ASQ-3 questionnaires was filled in by parents with guidance from health workers. Denver II and Bayley III was assessed by paediatric resident and trained paediatric clinical psychologist. Results: A total of 62 preterm infant was recruited. Sensitivity of ASQ-3 and Denver II compared to Bayley-III were 89,66% and 79,31%, respectively with specificity 93,94% and 87,88%, respectively. Furthermore, ASQ-3 showed higher PPV, NPV, PLR, NLR, and accuracy compared to Denver II.
Conclusion: The ASQ-3 questionnaires had significantly higher sensitivity and specificity compared to Denver II for developmental delay screening. This tool was appropriate for consistent screening due to its effectiveness and simplicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ied Imilda
"Latar belakang: Pemberian nutrisi pada bayi prematur merupakan tantangan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal serta mencegah terjadinya Extra uterine Growth Retardation karena fungsi anatomis dan fisiologis yang belum sempurna. Pemberian fortifikasi pada ASI prematur merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kalori tanpa harus menambah jumlah volume. Konsekuensinya ASI harus dipompa, ditampung, ditransport ke rumah sakit, disimpan, difortifikasi dengan Human Milk Fortifier, dan selanjutnya diberikan kepada bayi. Risiko kontaminasi dapat terjadi di setiap proses yang dilakukan. Pencampuran yang dilakukan di setiap jadwal minum sering menyebabkan ASI bersisa dan terbuang, karena kebutuhan dan kemampuan jumlah minum bayi yang masih sedikit, juga lebih berisiko terjadi kontaminasi karena kontak berulang dengan ASI. Pencampuran ASI dan HMF yang dibuat sekaligus dalam jumlah untuk kebutuhan 24 jam dan disimpan didalam lemari pendingin bersuhu 40C belum pernah dilakukan di unit neonatologi RSCM.
Tujuan: Untuk melihat perbedaan angka kontaminasi kuman pada ASI perah, segera setelah dicampur dengan Human Milk Fortifier pada suhu 370C, dibandingkan dengan pencampuran pada suhu 40C dan kemudian disimpan selama 24 jam pada suhu 40C.
Metode: Randomized Control Study dilakukan selama Januari-April 2021 di unit Neonatologi RSCM Jakarta pada 52 subjek, yaitu ibu yang memiliki bayi dengan usia gestasi kurang dari 34 minggu dan atau berat lahir kurang dari 2000 gram. Pemeriksaan sampel berasal dari ASI perah yang dicampur HMF dan dilakukan pemeriksaan kultur untuk mengetahui pola kuman dan jumlah kolonisasi untuk mengetahui ASI yang terkontaminasi. Sampel terdiri dari 3 bagian, kelompok kontrol (26 sampel), pencampuran ASI dan HMF dengan suhu 370C, kelompok perlakuan pre (26 sampel) yaitu pencampuran ASI dan HMF dengan suhu 40C serta kelompok perlakuan post (berasal dari sampel kelompok pre yang dibagi menjadi 2 bagian) yang disimpan selama 24 jam pada suhu 40C. Hasil: Tidak terdapat perbedaan angka kontaminasi yang bermakna pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan post (p=0,565), juga pada kelompok perlakuan pre dan post (0,107%). Jumlah kontaminasi pada kelompok kontrol sebanyak lima belas sampel (57,69%), kelompok perlakuan pre sebanyak 17 sampel (65,38%) dan perlakuan post sebanyak 18 sampel (69,23%).
Simpulan: Tidak ada peningkatan risiko kontaminasi pada pencampuran ASI dengan HMF pada suhu 40C dibandingkan suhu 370C dan pada penyimpanan ASI perah yang dicampur dengan Human Milk Fortifier selama 24 jam pada suhu 40C.

Background: Providing nutrition to premature babies is a challenge to encourage optimal growth and development and prevent Extra uterine Growth Retardation due to imperfect anatomical and physiological functions. Fortification of preterm human milk is one way to increase calories without increasing the volume. As a consequence, human milk must be pumped, collected, transported to the hospital, stored, fortified with Human Milk Fortifier, and then given to babies. The risk of contamination can occur in every process that is carried out. Mixing the human milk at each drinking schedule often results in leftover milk and wasted, due to the need and ability is still small in quantity to drink, is also more at risk of contamination due to repeated contact with human milk. Mixing human milk and HMF which is made together in quantities for 24 hours needs and stored in a refrigerator at 40C has never been done in the RSCM neonatology unit.
Objective: To determine the bacterial contamination of fortification human milk immediately after being mixed at temperature of 370C compared with mixing at 40C and then stored for 24 hours at 40C.
Methods: The randomized control study was conducted during January-April 2021 in the Neonatology unit of Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta on 52 subjects, who have babies with less than 34 weeks of gestational and or birth weight less than 2000 grams. Fortification of human milk was examined by doing culture to determine the bacterial contamination pattern and the number of colonization. The sample was divided into 3 parts, the control group (26 samples), fortification of human milk at 370C of temperature, the pre-treatment group (26 samples), fortification of human milk at 40C of temperature, and the post-treatment group (derived from the pre-group sample which was divided into 2 parts) stored for 24 hours at 40C.
Results: There was no significant difference in the number of contamination between the control and the post treatment group (p = 0.565), also in the pre and post treatment group (0.107%). The amount of contamination in the control group was fifteen samples (57.69%), the pre treatment group was 17 samples (65.38%) and the post treatment group was 18 samples (69.23%).
Conclusions: There was no increased risk of contamination in mixing human milk with HMF at 40C compared to 370C and in storing fortification of human milk for 24 hours at 40C.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library