Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sabine Versayanti
Abstrak :
Latar Belakang. Pasien cedera medula spinalis CMS hampir selalu mengalami penurunan fungsi kardiovaskular, sedangkan aktivitas sehari-hari memerlukan kebugaran kardiorespirasi yang tinggi. Latihan endurans kardiorespirasi memiliki manfaat yang baik pada pasien CMS dan latihan ini harus dimulai dari awal sehingga dapat menunjang latihan fungsional yang akan diberikan untuk memperoleh kemandirian dengan lebih cepat. Tujuan. Menilai manfaat penambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle pada kemampuan fungsional pasien CMS yang dinilai melalui jarak 6 Minutes Push Test 6MPT , Functional Independence Measure FIM, dan Fatique Severity Scale FSS. Metode. Desain penelitian adalah uji klinis acak terkontrol. Subyek adalah pasien CMS rawat inap RSUP Fatmawati yang dirawat untuk latihan kemandirian. Subyek dibagi menjadi dua kelompok secara randomisasi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang diberikan tambahan terapi latihan endurans kardiorespirasi arm ergocycle, 3 kali/minggu, durasi awal 10 menit yang dinaikkan secara bertahap, selama 3 minggu, intensitas latihan 40 power output maksimal. Hasil. Terdapat 26 subjek yang mengikuti penelitian, namun 24 yang menyelesaikan penelitian yaitu 13 pada kelompok perlakuan dan 11 pada kelompok kontrol. Terdapat peningkatan jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 136,36 39,02m menjadi 231,20 97,15m p=0,000 dan kelompok kontrol 134,55 52,32m menjadi 186,67 63,57m p=0,006. Delta jarak 6MPT pada kelompok perlakuan 94,83 66,92m dan kelompok kontrol 60,66 57,63m p=0,198. Kelompok perlakuan mengalami peningkatan FIM 66,77 13,88 menjadi 95,77 14,23 p=0,000, kelompok kontrol 68,46 18,12 menjadi 93,27 16,24 p=0,003. Delta FIM pada kelompok perlakuan 29 17,13 dan kontrol 25,45 21,75 p=0,659. Delta FSS pada kelompok perlakuan -4,3 5,14 dan pada kelompok kontrol -6,36 5,95 p=0,373. Tidak didapatkan korelasi yang bermakna peningkatan jarak 6MPT terhadap FIM dan FSS. Pada kelompok perlakuan didapatkan korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FIM r=0,359 p=0,228 dan pada kontrol r=0,120 p=0,725. Korelasi peningkatan jarak 6MPT dengan FSS pada kelompok perlakuan adalah r=-0,015 p=0,961 , sedangkan kontrol r=0,004 p=0,991. Kesimpulan. Terdapat peningkatan jarak 6MPT, FIM dan FSS pada penambahan latihan endurans kardiorespirasi dengan arm ergocycle namun kenaikannya dibandingkan dengan kontrol tidak berbeda bermakna.
Background. Spinal cord injury SCI patient always experience decrease in cardiovascular function, while daily activities require high cardiorespiratory fitness. Cardiorespiratory endurance exercises have good benefits in CMS patients and this exercise should be started from the beginning to support the functional exercises that will be given to gain independency faster. Aim. Assessing the benefits of additional endurance exercise therapy of arm ergocycle in SCI patients with the outcomes are 6 Minutes Push Test 6MPT distance, Functional Independence Measure FIM , Fatique Severity Scale FSS. Method. The study design was a randomized, controlled trial. The subjects were SCI patient in inpatient RSUP Fatmawati who was treated for independency. The subjects were divided into two groups randomly into the control group and the treatment group that given additional cardiorespiratory exercise with ergocycle, 3 times week, the initial duration of 10 minutes gradually increased, 3 weeks, 40 maximum power output. Results. There were 26 subjects who followed the study but 24 who completed the study, 13 in the treatment group and 11 in the control group. There was an increase of 6MPT distance in the treatment group 136,36 39,02m to 231,20 97,15m p 0,000 and the control group 134,55 52,32m to 186,67 63,57m p 0,006. Delta distance of 6MPT in treatment group 94,83 66,92m and control group 60,66 57,63 m p 0,198. The treatment group experienced an increase of FIM 66,77 13,88 to 95,77 14,23 p 0,000 , control group 68,46 18,12 to 93,27 16,24 p 0,003. Delta FIM in treatment group 29 17,13 and control 25,45 21,75 p 0,659. Delta FSS in the treatment group 4,3 5,14 and in the control group 6,36 5,95 p 0,373. There was no significant correlation between 6MPT increase in FIM and FSS. In the treatment group, the correlation of 6MPT distance increased with FIM r 0,359 p 0,228 and control r 0,120 p 0,725. The correlation of 6MPT distance increase with FSS in treatment group was r 0,015 p 0,961 , while control r 0,004 p 0,991. Conclusion. There was an increase in the distance of 6MPT, FIM and FSS in the exercise group but the increment was not significant compared with controls in inpatient SCI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kaleb Tjindarbumi
Abstrak :
Latar Belakang. Gangguan berkemih neurogenik akibat cedera medulla spinalis CMS dapat berupa lesi sakral dan suprasakral. Setelah fase syok spinal, pada fase lanjutan terjadi perubahan karakteristik detrusor dari akontraktil menjadi hiperrefleks disertai adanya detrusor sphincter dysynergia DSD . Lesi suprasakral lebih berisiko untuk menimbulkan tekanan detrusor Pdet yang tinggi baik pada fase pengisian ataupun fase miksi. Teknik berkemih refleks, kateter menetap, kateter berkala atau campuran dinilai dapat berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya Pdet dan perubahan ini hanya dapat dinilai melalui pemeriksaan urodinamik.Tujuan. Menilai apakah tinggi rendahnya Pdet dipengaruhi oleh teknik berkemih yang digunakan pasien CMS lesi suprasakral. Metode. Studi potong lintang dengan menilai Pdet pasien CMS lesi suprasakral yang telah melakukan pemeriksaan urodinamik pada periode 01 Januari 2015 sampai dengan 31 Agustus 2017. Nilai rerata Pdet dinilai pada fase pengisian dan fase miksi. Identifikasi teknik berkemih dilakukan dengan merujuk pada status rekam medis dan dikelompokkan menjadi refleks, kateter menetap, campuran dan kateter berkala.Hasil. Terdapat 66 subyek yang dianalisa dan terdiri dari 32 subyek dengan refleks, 17 subyek dengan kateter menetap, 7 subyek dengan campuran dan sisa 10 subyek dengan kateter berkala. Nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lain tetapi hasil ini tidak signifikan secara statistik p = 0.243 dan p = 0.684 Kesimpulan. Walaupun tidak berbeda secara signifikan, nilai Pdet pada kelompok kateter berkala lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya sehingga apabila memungkinkan teknik kateter berkala tetap direkomendasikan menjadi pilihan teknik berkemih. Pemeriksaan urodinamik secara berkala penting untuk dilakukan dalam menilai dan monitor Pdet. ......Background. Neurogenic bladder dysfunction due to spinal cord injury SCI can be classified into sacral and suprasacral lesion. After spinal shock, the recovery phase will have a bladder characteristic of acontractile turning into hyperreflex and presence of detrusor sphincter dyssynergia DSD . Suprasacral lesion has greater risk of producing high detrusor pressure Pdet in the filling and voiding phases. Voiding technique voiding reflex, indwelling cathteter, intermittent catheter and mixed is thought to have effect on the Pdet value and the changes can only be measured by urodynamic examination. Aim. To evaluate whether the high or low value of Pdet is affected by the voiding technique that used by suprasacral lesion SCI patient. Method. Cross sectional study to determine the Pdet of suprasacral SCI patient that has done urodynamic examination within period of 1st January 2015 to 31st August 2017. The average value of Pdet is noted during the filling and voiding phase. Identification of voiding technique is based on medical record and was classified as voiding reflex, indwelling catheter, mixed and intermittent catheter.Result. 66 samples are analyzed and consisted of 32 subjects with reflex, 17 subjects with indwelling catheter, 7 subjects with mixed technique and 10 subjects with intermittent catheter. The Pdet filling and voiding value in intermittent catheter group is lower that other groups although it is not statistically significant p 0.243 and p 0.684 . Conclusion. Although not significantly different, the Pdet value in the intermittent catheter group is lower than other groups so that whenever possible intermittent cathter is still recommended to be technique of choice. Routine urodynamic examination is important to determine and monitoring the Pdet value
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Ernandini
Abstrak :
Latar belakaog: Refleks voiding masih banyak dipakai di Indonesia. walaupun menyebabkan banyak komplikasi. Tujuan : Untuk mengetahui penurunan fungsi ginjal pada pasien paraplegi cedera medulla spinalis dengan metode berkemih refleks voiding. Metodologi: Oesain potong lintang deskriptif analitik. Ouapuluh pasien bertempat di 2 Wisma di Jakarta. diperiksa fungsi ginjalnya dengan serum Cystatin C, volume urin sisa diperiksa dengan metode kateterisasi, usa abdomen untuk melihat keadaan patologis di saluran kemih. Hasil : Delapan subyek (40%) mengalami penurunan fungsi ginjal dengan median Cystatin C = 0,88 (0,79 - 1,03). Rerata urin sisa 197 ± 153 mL. Semua subyek mengalami penebalan dan kontur yang tidak rata pada dinding kandung kemih, trabekula enam subyek, divertikel enam subyek, tidak ada subyek mempunyai batu saluran kemih, hidronefrosis bilateral satu subyek. Fungsi ginjal berkorelasi kuat dengan lama cedera (r=O.57 p =0.01) dan lama penggunaan refleks voiding (r=0,54 p=0,01). Volume urin sisa berkorelasi kuat dengan lama cedera (r=O.5 p=O.03) dan lama penggunaan refleks voiding (r=0.5 p=O.03). Simpulan : Berkemih dengan menggunakan metode refleks voiding dalam waktu lama cenderung menurunkan fungsi ginjal dan meningkatkan volume urin sisa.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T59093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library