Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fawzia Puji Insani
Abstrak :
Perancangan kota kontemporer yang dirumuskan oleh pemerintah dan planner cenderung berfokus pada keteraturan secara visual, dan mengabaikan bagaimana suatu kota dapat dirasakan dengan multi-sensori (Degen & Rose, 2012). Sejak era modernisme, salah satu konsep yang mengutamakan visual adalah apa yang digagas Nikolaus Pevsner melalui majalah The Architectural Review, yaitu picturesque. Gagasan tersebut tentang bagaimana merancang kota yang indah secara visual layaknya sebuah lukisan. Di 1961, Jane Jacob mengkritik perencanaan kota modern yang hanya mengutamakan visual dan menurutnya tidak manusiawi. Berbagai kritik juga menekankan hal yang serupa, bahwa perancangan berbasis visual seringkali mengabaikan hal-hal yang tidak terlihat seperti makna, sejarah, dan fungsi dari suatu bangunan itu sendiri (Macarthur, 2012). Melihat adanya celah tersebut, penelitian ini mencoba memperkaya keilmuan rancang kota dengan mengeksplor pengalaman sensori manusia tidak hanya secara visual, namun juga memanfaatkan panca indera lainnya. Berangkat dari teori persepsi yang dicetuskan oleh Gibson di tahun 1983, penelitian ini mencoba memahami bagaimana mekanisme ruang kota bekerja dalam mempengaruhi pengalaman multi-sensori manusia, dan apa arahan yang terpat dalam merancang ruang kota berbasis pengalaman multi-sensori manusia. Berlokasi di jalur pedestrian sekitar Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, penelitian ini melihat bahwa perancangan ruang kota berbasis pengalaman multi-sensori dapat dilakukan dengan mengontrol stimulan atau membangun stimulan baru. Mengontrol stimulant dapat dilakukan dengan re-konfigurasi ruang dengan menambah elemen yang bersifat menghalangi, menyaring, mengurangi, atau memperkuat stimulan. Membangun stimulan baru dapat dilakukan dengan menambah elemen yang menstimulasi untuk mengaktifkan kognitif, mengarahkan, atau mempengaruhi afeksi manusia ......Contemporary city design as formulated by governments and planners tends to focus on visual order and ignore how a city can be perceived as multisensory (Degen & Rose, 2012). Following the era of modernism, one concept that prioritizes visuals was initiated by Nikolaus Pevsner in The Architectural Review magazine, namely the picturesque. This idea concerns how to design a city with visual beauty, akin to a painting. In 1961, however, this tendency for modern city planning to revolve around visuals was criticized by Jane Jacob, who deemed it inhuman. Various critics also emphasize the same point that visual-based design often neglects aspects that are not visible, such as the meaning, history, and function of the building itself (MacArthur, 2012). Seeing this gap, this research tries to enrich the science of urban design by exploring human sensory experiences through utilizing not only visuals, but also the other four senses. Departing from the theory of perception as put forward by Gibson in 1983, this research endeavors to understand how the mechanism of urban space works to affect multisensory human experiences and the directions in designing urban space based on these experiences. Taking place on the pedestrian path around Jatinegara Station, East Jakarta, this study observes that multisensory experience-based urban space design can be done by controlling stimulants or building new ones. The former can be accomplished by reconfiguring the space through adding elements that block, filter, reduce, or strengthen the stimulants, while the latter can be realized by adding stimulating elements to activate cognition or to direct or influence human affection.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tyas Pinendita
Abstrak :
Melihat fenomena semakin banyaknya anak-anak yang bermain di ruang luar, selama masa golden age mereka membutuhkan tahap perkembangan yang optimal. Selain kota merupakan tempat yang menarik bagi anak-anak, kota juga memiliki resiko dan tantangan terhadap kesehatan dan perkembangan anak di usia emas. Maka, untuk menciptakan Kawasan Ramah Anak yang inklusif perlu melihat kota melalui mata mereka (Brown et al, 2019). Penelitian ini berfokus kepada dua unsur penting yang dibutuhkan dalam Kawasan Ramah Anak yaitu kemandirian dan kreativitas. Kedua unsur dapat ditunjang dengan metode Montessori sebagai stimulan (Montessori, 1914). Namun, gagasan tersebut mendapatkan kritik dari W.H Kilpatrick (1935) bahwa beliau menilai Montessori membatasi kemampuan kreativitas anak karena tidak semua jenis permainan dapat dilakukan di dalam kelas. Berbagai kritik juga menekankan hal yang serupa bahwa metode tersebut tidak menganjurkan segala jenis aktivitas dapat dilakukan karena sistem yang terstruktur (Beck, 1961). Melihat adanya celah penelitian terkait dengan keterbatasan metode pedagogi Montessori bahwa metode tersebut hanya dilakukan di lingkungan sekolah-sekolah Montessori saja. Sehingga penelitian mencoba untuk mengadopsi pendekatan Montessori ke ranah urban demi mewujudkan Kawasan Ramah Anak yang optimal dan membuka kesempatan bagi mereka dengan mengasah sensory experience, kemampuan sensorik, motorik, kemandirian, serta kreativitas. Penelitian mencoba memahami bagaimana metode Montessori dapat mewujudkan Kawasan Ramah Anak guna menstimulasi perkembangan mereka dan apa arahan yang tepat untuk menyusun guideline Kawasan Ramah Anak yang dapat menstimulasi kemandirian dan kreativitas. Penelitian berlokasi di Kawasan Pondok Pinang, Jakarta Selatan. Penelitian melihat bahwa pendekatan Montessori dapat mewujudkan Kawasan Ramah Anak melalui 5 unsur penting yaitu (1)sensory experiences, (2)exploratory, (3)collaborative, (4)constructive, dan (5)imaginative. Kelima unsur tersebut berfungsi untuk menstimulasi kemampuan kreativitas dan menciptakan kemandirian untuk mengoptimalkan fungsi ruang sebagai Kawasan Ramah Anak yang interaktif dan atraktif. ......Observing the phenomenon where numerous children play outside during the golden age period concludes that they need an optimal development stage. A city is an enticing place for children, but it has risks and challenges against child health and development in the golden age period. Therefore, creating an inclusive Child-Friendly Neighborhood requires a city observation through their eyes (Brown et al., 2019). This study focuses on two fundamental elements necessary in a Child-Friendly Neighborhood, i.e., independence and creativity. Both elements are supported by the Montessori method as a stimulus (Montessori, 1914). However, this notion received a critic from W.H Kilpatrick (1935) where he judged Montessori as limiting child creativity since not all games are playable in class. Various critics emphasize that this method does not include all activities due to the structured system (Beck, 1961). Discovering a study gap regarding the Montessori pedagogic method limitation where the method is only applicable in Montessori school areas, the current study attempted to adopt the Montessori approach to urban areas to realize an optimal Child-Friendly Neighborhood and open an opportunity for them by honing sensory experiences, sensory and motoric abilities, independence, and creativity. The study attempted to understand how the Montessori method can realize a Child-Friendly Neighborhood to stimulate their development and the appropriate direction to arrange the Child-Friendly Neighborhood’s guideline stimulating independence and creativity. The study was located in the Pondok Pinang Neighborhood, South Jakarta. The study examined that the Montessori approach can realize a Child-Friendly Neighborhood through five vital elements: (1) sensory experiences, (2) exploratory, (3) collaborative, (4) constructive, and (5) imaginative. These five elements stimulate creativity and create independence to optimize the space function as an interactive and attractive Child-Friendly Neighborhood.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afif Farhan Rizqullah
Abstrak :
Penyediaan trotoar yang dirancang dengan baik pada lingkungan perkotaan dengan fungsi mixed-use dapat meningkatkan aktivitas pejalan kaki. Tujuan dari penelitian ini adalah mencoba menelaah bagaimana peran substances dan surfaces dalam ruang publik kota. Sasaran dari penelitian ini adalah membuat panduan rancang kota bagi ruang publik di perkotaan yang livable dan interaktif. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, pendekatan dari Gibson (1979), tentang substances dan surface, dan walking experience dari Jacobs (1993); Speck (2013) digunakan dalam penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan dengan cara berjalan kaki, pengamatan langsung, wawancara, dokumentasi visual dengan foto, video, dan sketsa. Analisis dengan cara naratif deskriptif. Penelitian ini melihat bahwa pendekatan substance dan surface dapat mewujudkan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki melalui 4 unsur indikator yaitu (1) safe walk, (2) comfortable walk, (3) attractiveness, dan (4) accessible. Keempat unsur tersebut berfungsi untuk menata kembali pola penggunaan ruang oleh pedagang toko dan pedagang kaki lima (PKL), serta mengoptimalkan potensi toko-toko yang sudah tutup menjadi ruang yang atraktif, sehingga menciptakan ruang kota yang livabilitas bagi semua pengguna ruang kota. ......The provision of well-designed sidewalks in urban environments with mixed-use functions can increase pedestrian activity. This research aims to examine the role of substances and surfaces in the city's public space. The objective of this research is to create a city design guide for livable and interactive urban public spaces. The research was conducted using qualitative methods, the approach of Gibson (1979) about substance and surface, and the walking experience from Jacobs (1993); Speck (2013) was used in this study. Data collection was done by walking, direct observation, interviews, and visual documentation with photos, videos, and sketches. Analysis using descriptive narrative. This study sees that the substance and surface approach can create a pedestrian-friendly road space through 4 indicator elements, namely (1) safe walk, (2) comfortable walk, (3) attractiveness, and (4) accessibility. These four elements function to reorganize the pattern of use of space by shop traders and street vendors, as well as optimize the potential of closed shops into attractive spaces, thereby creating livable urban space for all city space users.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pita Asih Bekti Cahyanti
Abstrak :
Bersepeda merupakan transportasi hemat energi, bebas emisi karbon, dan merupakan active transportation sebagai perwujudan dari healthy lifestyle. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami proses terjadinya place attachment pada destinasi tertentu dalam jalur bersepeda. Sasaran dari penelitian ini adalah panduan perancangan jalur sepeda baru yang atraktif, meningkatkan minat bersepeda warga kota, dan menuju penurunan emisi karbon di ruang kota. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan pendekatan teori place attachment dan analisis naratif deskriptif. Penemuan faktor-faktor pembentuk place attachment pada ruang dan destinasi bersepeda diharapkan mampu berkontribusi dalam studi mengenai kemampuan ruang dalam mengakomodir pesepeda atau bikeability di perkotaan. Penerapan konsep tersebut juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat dari sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. ......Cycling is energy-efficient transportation, free of carbon emissions, and is an active transportation embodiment of a healthy lifestyle. This study aims to understand the process of place attachment in cycling spaces. The objective of this research is to guide the design of attractive new bicycle point destinations and paths, increase the interest in cycling among city residents, and contribute to reducing carbon emissions in urban spaces. The research was conducted using a qualitative method with a place attachment theory approach and descriptive narrative analysis. Primary data collection was carried out by observing cyclists, cyclists' destinations, and interviews with cyclists & other actors. In addition, we do active participation as cyclists to get hands-on experience. This study reveals aspects of interaction, activity, memory, and experience as elements that play a role in place attachment at destination points and cycling routes in Yogyakarta.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Lisa Allokendek
Abstrak :
Pada September 2018, Kota Palu dilanda tiga bencana alam sekaligus. Bencana tersebut berdampak pada sebagian besar kota, termasuk hancurnya wilayah pesisir dan mengalami 'tanah bergerak' atau likuifaksi yang dipicu oleh gempa bumi berkekuatan ±7M menyebabkan banyak bangunan runtuh dan ribuan korban jiwa. Namun demikian, kejadian ini memaksa kota untuk beradaptasi dengan kapasitas yang dimilikinya. Tujuan dari penelitian ini yaitu membantu kota meningkatkan kapasitasnya menghadapi bencana dan ancaman lainnya dengan pendekatan resilience city dengan membuat panduan rancang kota berdasarkan kriteria konsep dalam konteks Kota Palu yang sesuai. Memahami kota dalam metode kualitatif, didukung oleh eksplorasi sejarah kota, alam, dan morfologi perkotaan. Serta pengalaman langsung penulis tentang Palu. Temuan ini mengungkapkan bahwa Kota Palu memiliki sejarah bencana alam yang panjang, masyarakat yang masih ingin terus tinggal di Palu dan Pemerintah menciptakan ruang kota baru mengadopsi desain adaptif lebih memperhatikan isu-isu bencana. Konsep Resilience city melalui 5 karakter yaitu 1) Inklusif, 2) Resourceful, 3) Terintegrasi, 4) Redundant, 5) Robustness. Dapat menjadi acuan penataan kembali kawasan yang hancur akibat bencana dan dapat berdampak bagi kota untuk membangun kota tangguh bagi pola kehidupan manusia yang lebih baik ......In September 2018, Palu City was hit by three natural disasters. These disasters hit almost all areas of the city, including the destruction of coastal areas and the occurrence of 'moving land' or liquefaction triggered by an earthquake measuring ±7M, causing many buildings to collapse and thousands of casualties. However, this incident forced the city to adapt to its capacity. This study aims to support increasing the city's capacity in dealing with disasters and other threats with a resilient city approach by making a city design guide based on the concept of criteria in the context of Palu City. Understanding the city in a qualitative method is supported by exploring the city's history, nature, urban morphology, and the author's direct experience with Palu. The findings reveal that Palu City has a long history of natural disasters, people who still want to continue to live in Palu, and the Government creates new urban spaces by adopting adaptive designs that pay more attention to disaster issues. The concept of a Resilience city can be seen in five characters, in form 1) Inclusive, 2) Resourceful, 3) Integrated, 4) Redundant, and 5) Robustness. This research may serve as a guide for rebuilding disaster-devastated areas and may influence the design of resilient cities to improve human habitation.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library