Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sapari
"Sistem Informasi Penempatan Apoteker Dalam Pelaksanaan Wajib Kerja Sarjana di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan untuk menunjang perencanaan penempatan apoteker dalam pelaksanaan Wajib Kerja Sarjana. Namun saat ini sistem informasi yang berjalan hanya menyajikan informasi secara agregat yaitu nama tempat/wilayah/daerah dan jumlah formasi apotekernya.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh hasil analisis sistem pelaksanaan proses penempatan apoteker dalam rangka pelaksanaan Wajib Kerja Sarjana di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dengan tepat waktu.
Upaya untuk analisis sistem ini, dilakukan dengan metode penggalian informasi dengan menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) dan telaah dokumen dan dianalisis dengan metode pendekatan kualitatif.
Dan hasil penelitian ini dapat diidentifikasi, bahwa bila disusun dalam analisis SWOT dapat dijabarkan; kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity) dan hambatan/kendalalancaman (threat), dimana strategi yang harus diambil dalam analisis sistem informasi penempatan apoteker dalam pelaksanaan Wajib Kerja Sarjana (WKS), perlu adanya prosedur baku untuk mekanisme penempatan apoteker dalam rangka Wajib Kerja Sarjana dan serta melihat akan kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman daripada instansi yang terkait dengan permasalahan Wajib Kerja Sarjana, khususnya apoteker, sehingga penempatan apoteker tepat pads waktunya.
Rencana perubahan atau dengan perkembangan organisasi unit kerja Ditjen POM menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta dengan berlakunya otonomi daerah dapat menjadikan Badan POM bisa mandiri dalam hal penempatan apoteker dalam rangka Wajib Kerja Sarjana.
Daftar bacaan : 24 (1961 - 2000).

Aphotheker Placement Information System Analysis in Applied of Graduate Work Compulsory (Wajib Kerja Sarjana) at National Agency of Drug and Food ControlAphotheker placement information system analysis in applied of Graduate Work Compulsory (GWC) can provide supporting information which is needed for planning of Aphotheker placement in applied of GWC. However the information system which is applied now, only provided information in the agregate way such as name/place/province/region or amount of aphotheker formation.
The objective of this study is to get analysis result of Aphotheker placement information system in applied of GWC at National Agency of Drug and Food Control in order to make it on time. The effort for analysis of this system is carried out with information excavation methode with using in depth interview, document study and analysis with qualitative approach methode.
From this study, it can be identified, if it is compesed in SWOT analysis, the SWOT analysis can be elaborated; strength, weakness, opportunity, threat, where a strategy should be taken in aphotheker placement information system in applied of GWC, a mechanism standard procedure is needed on aphotheker placement in applied of GWC by considering strength, weakness, opportunity and threat of authority which is related with GWC problem, especially aphotheker, so placement of aphotheker could be carried out on time.
Planning to change or with development of Directorat General of Food and Drug Control become National Agency of Drug and Food Control and by commencing of region authority, it makes the National Agency of Drug and Food Control could stand alone for placement of aphotheker in applied of GWC.
Bibliography : 24 (1961 - 2000)"
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T7248
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arya Wentry
"Pengobatan merupakan salah satu upaya terapi yang dilakukan oleh dokter atau paramedis terhadap pasien. Penggunaan obat untuk tujuan pengobatan harus didasarkan pada prinsip bahwa secara medis akan memberikan manfaat dan aman bagi pasien. Dalam praktek pengobatan sering ditemui kebiasaan-kebiasaan penggunaan obat yang tidak sesuai dengan prinsip diatas, hal ini disebut dengan penggunaan obat tidak rasional. Dampak penggunaan obat tidak rasional dapat menimbulkan rendahnya mutu pelayanan, meningkatnya biaya kesehatan, dan ketergantungan masyarakat terhadap obat-obat tertentu.
Untuk mengurangi praktek penggunaan obat tidak rasional, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui proyek kesehatan IV di 5 propinsi termasuk Sumatera Barat dengan melaksanakan pelatihan penggunaan obat secara rasional untuk dokter dan paramedis serta pelatihan supervisi terpadu pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional di Puskesmas.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penggunaan obat tidak rasional dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional untuk penyakit ISPA non Pneumonia di Puskesmas se Kota Solok dengan metoda cross sectional yang diambil secara purpusif.
Dari penelitian ini didapatkan proporsi penggunaan obat tidak rasional 26,9%, dimana 64,4% resep ditulis oleh tenaga perawat/bidan dan 35,6% ditulis oleh dokter. Hasil analisis bivariat menunjukkan beberapa variabel yang secara statistik bermakna (p<0,05) yang berhubungan dengan penggunaan obat tidak rasional yaitu; jenis tenaga, mesa kerja, penetapan diagnosis, sikap terhadap penggunaan obat secara rasional, sikap terhadap pedoman pengobatan, tingkat kecukupan obat dan tingkat pengetahuan pasien/pengantar tentang penggunaan obat. Selanjutnya dari basil analisis multivariate diketahui bahwa faktor sikap tenaga kesehatan terhadap Pedoman Pengobatan dan Penetapan Diagnosis merupakan faktor risiko yang paling dominan.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar Kepala Dinas Kesehatan Kota Solok agar membangun komitmen bersama dengan jajaran yang terlibat langsung pada pelayanan pengobatan di Puskesmas dengari membuat Surat Keputusan sebagai petunjuk pelak,anaan program penggunaan obat secara rasional, melaksanakan sosialisasi berupa penyuluhan yang tepat sasaran dan mengadakan pelatihan yang terprogram tentang pedoman pengobatan dan penggunaan obat secara rasional serta meningkatkan kegiatan monitoring, evaluasi dan suvervisi ke Puskesmas.

Factors which have Relationship with Irrational Use of Medicine for Non-Pneumonia ISPA Diseases in Public Health Centers of Solok, West Sumatra, 2001Healing diseases is one therapeutic effort conducted by a doctor or a paramedic towards patients. The use of medicine for healing diseases must be based on the principle that such effort will be useful and safe for patients.
In healing diseases, practices of using medicine are often found not going along with such mentioned above principle, of which it is called as irrational use of medicine. The impact of such irrational use of medicine is that it can cause decrease in service quality, rise in health costs, and public dependence on certain kinds of medicine.
To lessen such practice of irrational use of medicine, the Government has made various efforts through health projects W in five provinces including West Sumatra by way of conducting training of rational use of medicine for doctors and paramedics, and integrated supervision training in administration and rational use of medicine in Public Health Centers.
This research has the objective to obtain information about irrational use of medicine and factors which have relationship with irrational use of medicine for ISPA Non-Pneumonia Diseases in Public Health Centers of Solok by applying cross-sectional methods which is taken as purposively.
From this research the proportion of irrational use of medicine indicate 26.9 % in which 64.4 % of the prescriptions are written by nurses and 35.6 % by doctors. The outcomes of bivariat analysis shows that some variables are statistically significant (p<0.05) which has relationship with irrational use of medicine, i.e. types of labors, period of work, diagnosis determination, attitudes to rational use of medicine, attitudes to healing procedure, rates of medicine adequacy and knowledge levels of patients / introduction to use of medicine. Furthermore, from the outcomes of multivariate analysis, it is learnt that the factor of paramedics' attitudes towards Healing Procedure and Diagnosis Determination constitute factor of risk which is the most dominant.
Based on this research it is suggested that Head of Health Institution of Solok establish common commitment with the line-ups who involve directly in healing services in Public Health Center by issuing a decree as the manual of conducting program of rational use of medicine, carry out socialization in the form of effective counseling, provide programmed trainings regarding healing procedure and rational use of medicine, and increase such activities as monitoring, making evaluations and supervising in Public Health Centers.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T10005
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library