Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Prudensius, Maring
Abstrak :
Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan yang dilakukan di tengah pangaruh berbagai faktor yang melingkupinya. Masyarakat Sumber Agung tinggal di pinggir kawasan hutan dan memanfaatkan lahan kawasan hutan. Praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan meliputi kegiatan berladang, tumpangsari, kebun monokultur dan kebun campuran. Dalam kenyataan, bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut telah menimbulkan kerusakan hutan karena banyak aspek yang telah memberikan pengaruh terhadap pilihan bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut. Kajian ini menjelaskan hubungan interaktif antara bentuk-bentuk praktek pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan kebutuhan ekonomi rumah tangga, pasar, pengetahuan lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan merupakan keputusan yang dilakukan di tengah situasi dan kondisi sosial yang melingkupinya. Untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan yang dilakukan dan mengungkap pertimbangan yang mendasarinya maka kajian ini mengacu kepaga kerangka teori pengambilan keputusan. Penelitian lapangan dilakukan sejak bulan Oktober 1998 - Oktober 1999. Penelitian dilakukan di kampung Sumber Agung, sebuah kampung berbatasan dengan kawasan hutan yang dihuni masyarakat yang sumber penghidupannya berasal dari pemanfaatan sumberdaya dan kawasan hutan gunung Betung. Kajian ini mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan dalam menghadapi berbagai faktor yang saling berkaitan terutama upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, ketersediaan pasar dan kepastian harga, pengalaman dan pengetahuan masyarakat lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Pada setiap praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan, pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga selalu menjadi pertimbangan masyarakat. Hal ini tercermin dari berbagai pilihan tanaman pada semua bentuk praktik pemanfaatan lahan yang selalu dipertimbangan untuk dapat memenuhi kebutuban pangan dan uang tunai dalam jangka pendek dan sebagai investasi jangka panjang. Pertimbangan ekonomi dalam pilihan tanaman tahunan selalu diintegrasikan dengan ketersediaan pasar dan harga jual. Pengetahuan teknis budidaya tanaman dan kemampuan memahami kesesuaian agroklimat dengan pilihan tanaman selalu dikembangkan dalam proses belajar dari pengalaman di lingkungan sekitarnya. Tidak konsistennya penerapan kebijakan pembangunan, di satu sisi telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan praktik pemanfaatan lahan hutan. Tetapi di sisi lain telah menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat dan telah mengabaikan kemampuan dan pengalaman masyarakat dalam pengelolaan lahan kawasan hutan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sapardi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyanto
Abstrak :
Berdasarkan penjelasan Undang-undang nomor 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan pokok kehutanan, dinyatakan bahwa luas hutan diperkirkan kurang lebih 30 persen dari luas daratan. Sementara kawasan hutan di Pulau Jawa hanya sekitar 23 persen dari luas daratannya, khusus di Jawa Tengah hanya 20 persen saja. Karena itu, berpegang pada Peraturan Pemerintah nomon 36 tahun 1986, terutama yang rnenyangkut maksud dan tujuan pendirian Perum Perhutani, ditetapkan kebijakan. Bahwa Perum Perhutani agar dapat rnernperluas kawasan hutan atau sekurang-kurangnya ruenjaga kelestarian hutan yang telah ada. Pada hal masyarakat sekitar hutan juga mempunyai kepen tingan terhadap hutan sebagai sumber mencari nafkah. Karenanya, bagaimana pengelolaan hutan dapat dilaksana kan tanpa merugikan kedua kepentingan. Dalam pengelola an hutan ini Perhutani menerapkan pendekatan agrosilvi kultur. Pendekatan ini tidak saja mempunyai tujuan un tuk kepentingan ekonomi ( pendaatan ) tetapi juga da pat merangsang partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan sekaligus daiam pelestarian hutan. Ternyata pesanggem yang terlibat berpartisipasi dalam pengelolaan hutan adalah dan golongan buruh tani atau pun petani berlahan pertanian sempit dan sebagai petanì subsisten. Karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan mereka berpartisipasi disebabkan adanya sempit nya lapangan kerja di pedesaan, lahan pertanian yang dimiliki sempit dan tidak memiliki keahlian lain selain keterikatan dengan tanah pertaniannya saja. Meskipun demikian, pengelolaan agrosilvikultur ini 85 persen dikerjakan secara sambilan dan hanya 15 persen saja sebagai matapencarian pokok. Sedangkan keberhasilan tanaman pokok jati antara 80-100 persen, tetapi tidak demikian dengan keberhasilan panen tanaman palawija. Hal ini terbukti bahwa partisipasì pe sanggem dalam pengelolaan hutan khususnya agrosilvikul tur belum merubah keadaan sosial ekonomi pesanggem. Namun secara ekologi pesanggen telah membantu menjaga hutan dan kerusakan, karena mereka merasa terlibat dalam proses daur ulang hutan. Dengan demikian partisipa si pesanggem tidak hanya pada pelaksanaan pengelolaan agrosilvikultur saja, tetapi berlanjut pada partisipasi dalam menjaga kelestarian hutan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dominggas Nari
Abstrak :
Penelitian ini ingin memperoleh gambaran mengenai peman£aatan organisasi tradional dan aturan-aturannya dalam pembangunan kelembagaan irigasi sawah. Studi ini merupakan studi kasus pada kelompok tani sawah di kecamatan Wamena. Dan melihat mengapa jaringan irigasi yang dibangum dengan sangat baik oleh pemerintah tidak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat dan apakah organisasi lokal dan aturan-aturannya dapat bermanfaat dalam pembangunan irigasi serta apakah dapat terjadi perpaduan antara pranata lama dan pranata baru. Dengan melihat bagaimana petani dapat memanfaatkan organisasi lokal dan aturan-aturan yang ada di dalamnya untuk membentuk suatu kelompok tarsi sawah, dan bagaimana mereka dapat memadukan pranata mereka yang lama dengan pranata yang baru sehingga dapat membentuk kelembagaan irigasi sawah sebagai suatu pranata yang baru. Untuk menganalisa masalah ini penulis menggunakan konsep Institution, yang dikembangkan oleh Ostrom (1992). Dengan konsep ini penulis menganalisa mengapa beberapa institusi atau pranata yang ditentukan untuk penyediaan dan penggunaan air irigasi tidak berjalan sehingga pembangunan proyek irigasi tidak sustainable. Dan melalui konsep ini penulis juga akan melihat perubahan-perubahan yang terjadi dalam pranata "pengelolaan air" komunitas suku Dani. Disini Ostrom mengemukakan bahwa pembangunan irigasi dapat suistainable apabila terjadi crafting institution Melalui crafting institution penulis juga melihat apakah ada perubahan pranata dalam hal ini terjadi rekayasa atau perpaduan antara pranata lokai dan pranata irigasi sawah. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan, disini data yang dikumpulkan bersifat umum dan dijadikan dasar serta pendukung bagi wawancara mendalam. wawancara mendalam disini mencakup pengetahuan komunitas lokal mengenai pengelolaan sumberdaya air, lebih difokuskan pada pengelolaan air dalam kebun ubi jalar dan sawah (aturanaturan yang digunakan, organisasi kelompok tani dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan) serta rekayasa (ketrampilan) kelompok tani dalam pengembangan kelompoknya. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa, pembangunan irigasi di lembah Balim belum dapat dimanfnatkan dengan baik oleh komunitas suku Dani karena belum terjadi crafting institution. Dimaksudkan di sini dengan pembangunan irigasi tidak dimanfaatkan dengan baik karena belum terjadi crafting adalah, proses ini dapat terjadi apabila ada keterbukaan diantara kedua belah pihak (masyarakat dan pernerintah) namun yang terjadi pemerintah menyediakan fasilitas irigasi dan memberikan kepada masyarakat untuk memanfaatkan. Masyarakat berusaha sendiri dengan memanfaatkan pranata lokal terutama pranata pengelolaan air dalam kebun ubi jalar yang sangat berbeda dengan pengelolaan air dalam irigasi mengairi sawah. Pemerintah belum menciptakan semacam kondisi yang membuat ada keterpaduan pranata antara aturan aturan lokal yang dimiliki masyarakat dan aturan formal yang ada dan jika hal ini terjadi maka pembangunan irigasi dapat dimanfaatkan dengan baik.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aca Sugandhy
Abstrak :
ABSTRAK
Pelestarian dan pemanfaatan kekayaan hayati kawasan fungsi lindung diperlukan bagi keseimbangan Iingkungan dan keberlanjutan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara pengelolaannya adalah dengan penetapan Taman Nasional. Indonesia adalah negara kepulauan yang dinilai mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) baik di ekosistem daratan maupun lautan. Potensi kaanekaragaman hayati tersebut termasuk yang ada di kawasan taman nasional sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan obat-obatan dan ekowisata (ecotourism). Segara bioregional Indonesia terbagi dalam tujuh biogeografik region yaitu bio-regional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Dalam Setiap bio-regional tersebut telah ditetapkan sejumlah taman nastonal. Taman nasional adalah satu kawasan nasional yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu dari kawasan fungsi lindung yang merupakan subsistem dari suatu ruang wilayah mempunyal peran yang sangat strategis bagi pembangunan berkelanjutan. Obyek penelitian adalah Taman Nasional menurut UU No. 5 tahun 1990 yaitu kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dlkembangkan sebagal pariwisata alam; merupakan kawasan yang dapat dibagl ke dalam zona Inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lainnya.
ABSTRACT
The conservation and utilization of biodiversity in the preservation area are needed for the environmental balance and sustainable development to meet the basic need and society welfare. One of the management effort is to designate the national park. Indonesia is an archipelagic country which has domain the most richness of the biodiversity resources (mega biodiversity country) not only in the terrestrial ecosystem but also in the marine environment. The biodiversity potential includes those in the national park, is not USBU yet in an optimal way not only in direct use but also in an indirect way for meeting the need such as foods, clothes, shelters, medicines and ecotorism. Indonesia bio-region consist of seven biogeography region l.e. bioregional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan lrian Jaya. In each bioregion consist of numbers of national park. National park is a national area designated as an ecosystem and biodiversity conservation area. As one of the preservation area in a subsystem of the regional spatial structure it has a very strategic role for sustainable development. As an object chosen for this study, a national park according to the Government of Indonesia Law Number 5 year 1990 is ah area which meet the criteria interalia as follows: appropriate size of land to maintain the sustainability of the natural ecological process; it has a unique and specific natural resources; it has one or more untouched ecosystem; it has an original natural conditions which are potential for developing the ecotourism. Internally national park area can be divided into various zone based on the function and it's structure of the ecosystem.
Depok: 2006
D720
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover