Ridwan
Abstrak :
Latar belakang. Terdapat hubungan yang kuat antara hipertensi dengan stroke hemoragik, karena 72%-81% penderita stroke hemoragik terdapat LVH (left venticular hypertrophy). Menurut kepustakaan pada awal serangan ditemukan tekanan darah yang lebih tinggi pada stroke hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Pada era pre sken otak banyak yang percaya bahwa perdarahan pada stroke hemoragik adalah peristiwa monofasik dan kenaikan tekanan darah berikutnya tidak menyebabkan perdarahan selanjutnya. Herbstein & Schumberg menemukan perdarahan jarang berlanjut 2-3 jam setelah onset. Sedangkan pada era sken otak Kelley menemukan perdarahan aktif dapat teijadi lebih dari 6 jam setelah onset. Ditemukan hubungan pertambahan volume hematoma serta terjadinya perdarahan ulang pada penderita dengan kontrol hipertensi yang tidak adekuat pada fase akut. Oleh karena itu diduga hipertensi akut setelah stroke hemoragik dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas sebagai akibat meningkatnya progresifitas pembentukan hematoma, resiko perdarahan ulang dan bertambah beratnya edema. Dari hasil penelitian sebelumnya terlihat perbedaan keluaran pada nilai MABP tertentu, sehingga masih diperlukan penelitian untuk memperoleh cutoff dari MABP supaya dapat dijadikan sebagai prediktor keluaran. Tujuan.(l). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >145 mmHg atau <145 mmHg pada 24 jam pertama serangan. (2). Mengetahui nilai prognostik (hidup-mati) penderita stroke hemoragik yang mempunyai MABP >125 mmHg atau <125 mmHg setelah 24 jam perawatan. Metode. Telah dilakukan penelitian pada 55 pasien stroke hemoragik yang dirawat di Bagian Saraf RSUPN- Cipto Mangunkusumo Jakarta dan Rumah Sakit Pusat Pertamina Jakarta dari bulan Januari 1999 sampai dengan Juli 1999. Penderita stroke hemoragik yang dirawat dengan onset < 24 jam dilakukan pemeriksaan tekanan darah saat masuk, kemudian setiap jam 06.OO WIB dan jam 23.00 WIB selama tiga hari perawatan. Penilaian dilakukan setelah hari ke-3 perawatan. Dilakuakan analisis univariate dan bivariate terhadap sampel dengan menggunakan SPSS 7, 5. Hasil. Dari Januari sampai Juli 1999 telah diteliti 55 pasien stroke hemoragik. Mortalitas setelah tiga hari perawatan pada 55 orang penderita stroke hemoragik adalah 20 orang penderita (36,37%), dengan kematian terbanyak teijadi pada hari kedua perawatan 15 orang penderita (27,46%). Nilai rerata MABP saat masuk adalah 126,33 ± 12,34 mmHg. Pada kelompok yang hidup rerata MABP 124,83 ± 17,09 mmHg dan yang mati 127,30 ± 21,47 mmHg. Pada cut-off MABP saat masuk 145 mmHg, dan setelah 24 jam perawatan dengan cut-off MABP < 125 mmHg tidak didapatkan perbedaan keluaran yang bermakna antara masing-masing kelompok. Pasien dengan MABP awal < 145 mmHg sebanyak 47 orang (85,46%) , 17 mati (36,17%). Sedangkan 3 dari 8 pasien (37,5%) mati dengan MABP awal >145 mmHg. ( p = 0,942). Pasien dengan MABP awal <145 mmHg dan SKG awal < 8 sebanyak 14 orang (29,78) dengan keluaran mati 8 orang (57,14%). Dibandingkan kombinasi MABP awal <145 mmHg dan SKG awal > 8, kematian hanya teijadi 8 orang dari 32 pasien (25%). Setelah 24 jam perawatan teijadi kematian 6 dari 11 pasien ( 54,54%) dengan MABP <125 mmHg dan SKG awal < 8. Sedangkan pasien dengan MABP < 125 mmHg dan SK.G awal 8 kematian hanya terjadi 3 dari 12 pasien(14,28%). Keluaran yang lebih baik terdapat pada penderita stroke hemoragik dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal dari pada penurunan MABP > 20%, atau terjadi peningkatan MABP. Kesimpulan. MABP saat masuk dengan cut-ojf 145 mmHg dan MABP 24 jam setelah perawatan cut-off 125 mmHg kurang dapat dijadikan sebagai prediktor tunggal dalam menilai prognostik (hidup-mati). Tetapi jika dikombinasikan SKG awal akan memiliki nilai prediktor yang bermakna. Penurunan MABP > 20% dari MABP awal prognosis yang jelek, dibandingkan dengan penurunan MABP < 20% dari MABP awal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2000
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library