Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safyudin
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Populasi Melayu di propinsi Sumatera Selatan memiliki frekuensi pembawa sifat thalassemia-R sebesar 9% (tertinggi di Indonesia) dan frekuensi Hb E sebesar 6% (Sofro, 1995). Oleh karena itu diperlukan program pencegahan thalassemia-3 berupa skrining pembawa sifat yang efektif dan efisien dengan biaya relatif murah serta spesifik untuk populasi Melayu di Sumatera Selatan, konsultasi genetik, dan diagnosis prenatal. Dengan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: (1) Menentukan nilai MCV dan MCH yang paling optimal untuk skrining pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, (2) Mengetahui spektrum mutasi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan, dan (3) Memperoleh kemampuan untuk memprediksi jenis mutasi thalassemia-R hanya berdasarkan nilai hematologi dan hasil analisis Hb. Pendekatan yang dilakukan terdiri dari skrining dan pengelompokan data nilai hematologi dan analisis Hb, analisis DNA dengan menggunakan teknik PCR﷓RFLP, ARMS, dan sekuensing, serta analisis korelasi terhadap hasil pemeriksaan. Hasil dan kesimpulan: Frekuensi pembawa sifat thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didapatkan sebesar 8% (termasuk Hb E). Hasil ini mengoreksi studi Sofro yang pemah dilaporkan sebelumnya. Pada penelitian ini direkomendasikan nilai MCV < 80 fL dan MCH < 27 pg untuk skrining pembawa sifat thalassemia-p pada populasi Melayu di Sumatera Selatan. Spektrum mutasi thalassemia-P pada populasi Melayu di Sumatera Selatan didominasi oleh Hb E (36,3%) dan Hb Malay (34,1%) yang merupakan jenis mutasi thalassemia-R+ ringan sehingga permasalahan thalassemia-p di propinsi Sumatera Selatan tidak sebesar yang diperkirakan. Nilai MCV dan MCH juga dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-43. Sedangkan kadar Hb A2 tidak dapat digunakan untuk prediksi jenis mutasi thalassemia-P. Kadar Hb tidak berperan dalam skrining pembawa sifat thalassemia-II.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Irsan Saleh
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Mekanisme kerja primakuin, sampai saat ini masih belum sepenuhnya diketahui. Dugaan bahwa primakuin bekerja pada parasit malaria melalui penghambatan sistem rantai . pernafasan parasit, didasarkan pada bukti bahwa obat ini dimetabolisme menjadi bentuk intermediat, 5,6-quinolin diquinone yang mempunyai struktur yang mirip dengan ubikuinon (koenzim Q), salah satu komponen penting sistem respirasi mitokondria. Diperkirakan bahwa efek antimalaria obat ini dimediasi oleh kompetisi perikatannya dengan koenzim Q pada apositokrom b. Beberapa inhibitor kompleks III rantai pernafasan di mitokondria mempunyai struktur kimiawi yang mirip dengan koenzim Q dan resistensi terhadap inhibitor-inhibitor tersebut didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme kerja obat antimalaria primakuin pada parasit malaria melalui pendekatan biomolekuler dengan hipotesis bahwa resistensi parasit malaria terhadap primakuin didasari oleh adanya mutasi pada gen sitokrom b. Untuk itu dilakukan upaya untuk mendapatkan galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan cara memberikan primakuin dengan dosis subletal secara bertahap pada P berghei yang sensitif terhadap primakuin. Terjadinya resistensi terhadap primakuin dideteksi dengan tes sensitivitas in vivo dan dilanjutkan dengan kloning untuk mendapatkan galur murni. Dari galur tersebut dilakukan isolasi DNA, amplifikasi gen sitokrom b dengan metode PCR dan sekuensing DNA untuk mengetahui adanya mutasi pada situs perikatan kuinon (Qo dan Qi). Hasil dan Pembahasan: Dari penelitian ini telah berhasil diperoleh dua galur P. berghei yang resisten terhadap primakuin dengan derajat resistensi sekitar 20 kali dibandingkan dengan galur parental. Analisis gen sitokrom b menunjukkan tidak ditemukannya mutasi baik pada tempat perikatan kuinon (Qi dan Qo) maupun pada bagian lainnya. Diperkirakan, dengan derajat resistensi yang diperoleh mungkin belum mampu menyeleksi alel resisten pada gen target. Kemungkinan yang lain adalah resistensi terhadap primakuin tidak didasari adanya mutasi pada gen sitokrom b, tetapi lebih pada struktur kimianya sebagai aminokuinolin, sehingga analisis terhadap gen yang berkaitan dengan resistensi terhadap golongan obat tersebut, misalnya pbmdr I dan pbcrl mungkin diperlukan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Agung Aman Taufani
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Kemungkinan kekeliruan diagnosis dapat terjadi pada metode deteksi mutasi yang tergantung pada PCR. Pengalaman terdahulu yang menunjukkan adanya kekeliruan diagnosis homosigot pada kasus thalassemia-B, serta berdasar data spektrum mutasi di Indonesia bahwa (a) terdapat delesi besar dengan frekuensi cukup tinggi serta (b) mutasi-mutasi yang letaknya berdekatan satu sama lain, memungkinkan kekeliruan diagnosis thalassemia homosigot cukup tinggi. Untuk mengetahui seberapa sering terjadi kekeliruan diagnosis molekul dan faktor yang sering menyebabkan kekeliruan tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan evaluasi ulang hasil analisis DNA pasien dengan mutasi homosigot serta keluarganya. Terhadap sampel DNA pasien tersebut dianalisis kesesuaian antara jenis mutasinya dengan manifestasi klinis dan analisis pedigre. Pada penelitian ini diterapkan cara yang sederhana yaitu teknik PCR-RFLP (Pramoonjago et al., 1999). Untuk menelusuri alur yang belum teridentifikasi mutasinya dilakukan sekuensing, PCR rnultipleks dan analisis polimorfisme DNA. Hasil dan Kesimpulan: Didapatkan 30 penderita thalassemia-P homosigot; 17 penderita adalah homosigot pasti (56,6%), 8 penderita adalah homosiogot palsu (26,6%), dan 5 penderita tidak konklusif. 8 penderita tersebut pada awalnya terdeteksi homosigot TVS1-nt5, HbE (Cd26, GAG>AAG), HbMalay (CdI9, AAC>AGC); pada akhirnya dapat dipastikan heterosigot ganda IVS1-nt5lHbLeporeBas,o,,, HbE/Cd26 (GAG>TAG), HbEldel. Filipino (4 sampel), HbMalayl Cd26 (GAG>TAG), HbMalayldelesi besar. Dui hasil ini diketahui bahwa frekuensi kekeliruan diagnosis molekul cukup tinggi (>25%). Delesi besar merupakan penyebab tersering kekeliruan diagnosis (20%). Penyebab lain adalah mutasi berbeda pada nukleotida yang sama (3,3%) dan mutasi terjadi pada situs primer yang digunakan untuk amplifikasi (3,3%). Kekeliruan diagnosis ini terjadi bukan spesifik untuk teknik PCR-RFLP, tetapi dapat terjadi pada metode deteksi mutasi yang umum lainnya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wuryantari
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Beberapa penanda genetik pada DNA mitokondria (mtDNA) seperti: sekuens daerah hipervariabel 1 pada D-Loop mtDNA, susunan polimorfisme situs restriksi gen penyandi pada mtDNA, delesi 9-pb pada daerah intergenik COII/tRNAlys, motif Polinesia dapat digunakan untuk mempelajari karakteristik suatu populasi. Sisa tulang-belulang prasejarah dapat memberikan informasi genetik berkenaan dengan sejarah suatu populasi melalui pendekatan molekul. Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah manusia dari situs Plawangan (Jawa Tengah) dan Gilimanuk (Bali) yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu merupakan nenek moyang populasi Jawa dan Bali masa kini. Secara spesifik, 1) apakah teknologi isolasi dan amplifikasi yang dikembangkan cukup efektif dipakai pada materi tulang prasejarah yang telah berumur ribuan tahun, 2) menentukan haplotipe mtDNA berdasarkan variasi sekuens daerah hipervariabel I (HVR-1) pada D-Loop mtDNA dan susunan polimorfisme bagian mtDNA lain dengan RFLP kedua situs arkeologi tersebut, 3) apakah terdapat persamaan haplotipe mtDNA antara manusia prasejarah kedua situs dengan manusia masa kini, dan menganalisa haplotipe yang ditemukan dalam kaitannya dengan kekerabatan serta pola migrasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan isolasi DNA dari tulang manusia prasejarah dan amplifikasi DNA dengan PCR yang sebelumnya telah dilakukan verifikasi kedua metoda tersebut dengan menggunakan sampel tulang manusia masa kini. Dilakukan pula analisis sekuensing DNA daerah HVR-I pada D-Loop mtDNA sepanjang 519 pb; metoda PCR untuk analisis RFLP, deteksi delesi 9-pb dan identifikasi jenis kelamin dengan penanda gen amelogenin. Hasil dan Kesimpulan: Dari hasil verifikasi metoda isolasi dan amplifikasi, terbukti baik isolasi dengan metoda silica-based purification maupun isolasi fenol/kloroform dapat diaplikasikan pada materi tulang prasejarah dan DNA hasil isolasi dapat diamplifikasi dengan metoda PCR sepanjang kurang dari 500 pb. Keseluruhan informasi genetik menunjukkan manusia yang berasal dari kedua situs mempunyai hubungan kekerabatan yang dekat dan mempunyai kemiripan dengan manusia yang sekarang ada di Jawa dan Bali. Manusia dari kedua situs merupakan keturunan ras Asia (Mongoloid) dengan ciri Polinesia. Identifikasi jenis kelamin menunjukkan bahwa semua sampel tulang prasejarah adalah perempuan.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T9977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
Abstrak :
Antibodi antisperma adalah salah satu penyebab infertilitas pada manusia. Antibodi ini berikatan dengan protein pada permukaan sperma dan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sperma yang menghambat proses fertilisasi secara langsung maupun tak langsung. Identifikasi antigen sperma diharapkan akan menjelaskan mekanisme terjadinya infertilitas autoimun. Selain itu, apabila antigen tersebut berhubungan langsung dengan proses fertilisasi, studi ini dapat pula memperjelas mekanisme fertilisasi pada tingkat molekul. Tesis ini melaporkan basil penelitian awal dari sebuah penelitian besar yang mempelajari tentang mekanisme infertilitas imunologis. Penelitian awal ini mencakup identifikasi antigen sperrna dengan menggunakan sera pasien infertil dan isolasi klon cDNA yang menyandi salah satu antigen tersebut. Identifikasi antigen dilakukan dengan Western immunoblotting menggunakan 13 sera yang berasal dari individu fertil sebagai kontrol (kode EIC) dan 37 sera dari pasien infertil (kode EIS). Serum pasien yang memberikan reaksi kuat dan konsisten kemudian digunakan untuk mengisolasi klon cDNA dari pustaka cDNA testis manusia. Hasil Western immunoblotting menunjukkan bahwa EIS mengenali satu atau beberapa protein sperma dengan berat molekul yang bervariasi mulai dari 34 hingga 105 kDa. Sebagian besar EIC (11 dari 13) juga berikatan dengan beberapa protein sperma namun intensitasnya lebih lemah dibanding EIS. Serum dengan kode EIS07 memperlihatkan reaksi yang kuat dan spesifik dengan protein berukuran 66 kDa clan 88 kDa. Serum ini kemudian digunakan sebagai pelacak pada skrining pustaka cDNA testis manusia. Dari skrining tersebut berhasil diisolasi sebuah klon positif dari kurang lebih 225.000 klon. Klon ini membawa potongan cDNA berukuran kurang lebih 2.3 kpb yang selanjutnya disebut cDNA AIR (Autoimmune Infertility Related). cDNA AIR selanjutnya disubklon ice dalam vektor plasmid pGEX-4T2. Plasmid rekombinan ini kemudian dipotong dengan berbagai enzim restriksi untuk membuat peta restriksi pada fragmen eDNA AIR tersebut. Hasil pemetaan menunjukkan adanya situs restriksi untuk enzim Pstl, ApaI, HindIII, KpnI, SacI, dan Xbal.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Lyrawati
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Adenine Nucleotide Translocator (ANT) adalah protein integral membran-dalam mitokondria yang berperan dalam pertukaran ATP dan ADP antara kawasan ekstra dan intramitokondria. ANT2, salah satu isoform yang disandi pada kromosom X, berperan pada penyediaan ATP glikolisis untuk jaiur metabolisme mitokondria dan replikasi DNA mitokondria. Variasi sekuens DNA pada suatu gen dapat mempengaruhi ekspresi dan fungsi protein yang disandi oleh gen yang bersangkutan, oleh karena itu mungkin berasosiasi dengan keadaan patologis tertentu. Dalam penelitian untuk program magister ini dilakukan studi untuk mempelajari adanya varian polimorfik ANT2. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan, antara lain: (1) apakah terdapat variasi pada sekuens gen ANT2 manusia (2) kalau terdapat variasi, apakah variasi sekuens tersebut cukup bermakna untuk mengubah konformasi protein ANT2 (3) apakah varian sekuens yang ditemukan pada gen ANT2 merupakan polimorfisme yang umum ditemukan pada populasi individu normal (4) apakah ada perbedaan distribusi dari berbagai varian ANT2 pada bermacam populasi dunia (5) apakah variasi sekuens ANT2 berhubungan dengan manifestasi mutasi pada DNA mitokondria. Hasil dan Kesimpulan : (1) Hasil analisis sekuens daerah penyandi (ekson 1, 2, 3 dan 4) pada 4 individu dan sekuens yang telah dipublikasi menunjukkan adanya variasi ANT2 pada ekson 2 (332G>T) dan 3 (699C>T). Sementara itu analisis pada daerah yang tidak menyandi asam amino menunjukkan pada ekson 1 terdapat insersi GC pada nukleotida ke-20 dan substitusi, insersi, dan delesi pada ekson 4 (1021C>T,1022, 1075, 1123 berupa delesi A, C, C, dan pada 1127 berupa insersi T) yang tidak menyandi asam amino. (2) Dari studi prediksi struktur protein salah satu polimorfisme yaitu G332T mengakibatkan perbedaan asam amino yang bermakna (RI 1 1L) dan mengubah pola hidrofobisitas protein tersebut. (3) Untuk mengetahui apakah varian R11IL merupakan suatu polimorfisme, telah dikembangkan metode PCR-RFLP menggunakan enzim Hhal yang dapat mendeteksi varian R111L secara cepat dan sekaligus banyak. (4) Dengan menggunakan metode tersebut diketahui bahwa kedua varian ANT2 (11IR dan 111L) ditemukan pada populasi normal Kaukasia, Cina dan Indonesia (Java), akan tetapi dengan distribusi yang berbeda masing-masing 59%:41%, 61%:39% dan 78%:22%. Dari data tersebut nampaknya mutasi yang menimbulkan polimorfisme ini terjadi sebelum migrasi populasi ke berbagai belahan dunia. Perbedaan distribusi yang nyata pada salah satu etnik mungkin disebabkan oleh adanya genetic drift. (5) PCR-RFLP juga dilakukan pada beberapa anggota suatu keluarga dengan Leber's Hereditary Optic Neuropalhy dari Jambi yang disebabkan oleh mutasi pada mtDNA (11778G>A; R340H pada subunit ND4 dari kompleks I rantai respirasi). Manifestasi klinik yang berbeda pada berbagai anggota keluarga yang membawa mutasi mtDNA ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor pengubah ekspresi di DNA inti (nuclear modifier), kemungkinan pada kromosom X. Salah satu kandidat nuclear modifier adalah ANT2, akan tetapi dari studi ini nampaknya varian R111L tidak mempengaruhi manifestasi klinik mutasi homoplasmi I 1778G>A.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library