Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indriani Kurniadi
"Ruang lingkup dan Cara penelitian: Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Namun demikian, kiranya akan sangat bermanfaat apabila dapat dikembangkan suatu parameter yang dapat dijadikan prediktor kemampuan belajar. Belakangan event related potential (ERP) dengan gelombang P300-nya telah mulai digunakan dalam berbagai penelitian mengenai pengolahan informasi sebagai salah satu aspek proses belajar. Parameter ini lebih menggambarkan proses mental dan tidak bergantung pada respon motorik. Namun di Indonesia alat ini masih langka. Sedangkan alat pencatat WR lebih mudah diperoleh. Di luar negeri Waktu Reaksi (WR) telah cukup intensif digunakan untuk menyimpulkan pengolahan informasi berdasarkan apa yang tampak dari luar. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dasar mengenai korelasi antara P300 dengan WR dan mengikutsertakan 38 orang mahasiswa. P300 dicatat pagi hari setelah makan dalam tiga keadaan yaitu steady state, tugas kecepatan maksimum dan tugas ketepatan maksimum sambil menghitung. Lokasi pencatatan adalah Cz dan Fz. Waktu reaksi yang diaplikasikan adalah Waktu Reaksi pilihan.
Hasil dan kesimpulan: Masa laten P300 menunjukkan variasi antar individu yang relatif sempit dengan koefisien variasi 8-12%. WR juga memperlihatkan variasi
yang kecil dengan koefisien variasi 12%. Sedangkan amplitudo P300 memperlihatkan variasi yang cukup besar dengan koefisien variasi 41-56%. Masa laten P300 pada keadaan steady state, kecepatan maksimum serta ketepatan maksimum sambil menghitung, baik di lokasi pencatatan Cz maupun Fz, tidak berkorelasi dengan WR. Amplitudo P300 pada keadaan steady state dan pada tugas ketepatan maksimum sambil menghitung, di lokasi pencatatan Cz maupun Fz, tidak berkorelasi dengan Waktu Reaksi. Amplitudo P300 pada tugas kecepatan maksimum berkorelasi dengan WR. Di lokasi pencatatan Fz dengan r=-0.4855, p<0.005, sedangkan di lokasi Cz r=-0.4278, p<0.01. Tampaknya rekrutmen saraf yang terlibat dalam pengolahan informasi relatif lebih berpengaruh terhadap WR. Hal ini diindikasikan oleh profil korelasi antara amplitudo P300 dengan Waktu Reaksi.

Correlation Between P300 And Reaction Time In Students During Auditory Tasks
Scope and methodology: There are many factors that could affect learning process and learning achievement. Nevertheless, it could be quite beneficial if certain parameters be developed to predict the learning capabilities and potency. During the last two decades there has been considerable interest in using neurological based diagnostic measures to distinguish individuals experiencing learning disabilities from normal population. Speaking of these, event related potential (ERP), with P300 as one of its most popular component, affords the opportunity to examine relationships between neural activity and behavior for very specific stimulus events. But such facility is very limited in Indonesia. On the other hand Reaction Time (RT) measuring apparatus is more easily available. So far RT has been intensively used to assess information processing as a component of learning process. The study was designed to explore base data about the correlation between P300 and RT in students during auditory tasks. Thirty eight medical students were involved as subjects in the study. P300 was recorded after meal in the morning while the students performing 3 auditory tasks. The tasks were steady state, speed maximizing and counting & accuracy maximizing. Reaction time assessed was Choice RT.
Result and conclusion: This study indicates the occurance of a relatively slight inter-individual variation of P300 latency with 8-12% coefficient of variation. And so was the RT with 12 % coefficient of variation. On the other hand, P300 amplitude showed quite a wide inter-individual variation with 41-56 % coefficient of variation. As for the correlation, P300 latency in steady state, speed maximizing and count & accuracy maximizing tasks showed no significant correlation with RT. Neither on Fz recording, nor on Cz recording, And so the P300 amplitude with RT in steady state and count & accuracy maximizing tasks. But on the contrary, P300 amplitude in speed maximizing task showed significant correlation with RT. On Fz recording the correlation was -0.4855, p<0.005 and r=-0.4278, p<0.01 on Cz recording. It seems that neuronal recruitment in information processing relatively has a more prominent role upon RT as shown b the correlation coefficient between P300 and RT."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T3712
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herman Mulijadi
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Sistem vestibular memegang peranan penting dalam mabuk gerak dan disorientasi ruang tipe 2 ilusi koriolis. Pada penelitian Cheung, diketahui bahwa latihan aerobik secara teratur dapat menurunkan ambang mabuk gerak. Diperkirakan penyebabnya adalah peningkatan kepekaan nukleus vestibularis medialis dalam sistem vestibuler. Oleh karena itu latihan lari aerobik secara teratur diperkirakan dapat pula mempengaruhi sistem vestibular. Untuk penelitian ini digunakan 14 naracoba yang diberikan latihan lari aerobik 30 mil/minggu selama 7 minggu. Parameter penelitian ini dinilai 2 kali sebelum den sesudah melaksanakan program latihan. Data dari parameter yang dinilai dengan alat Basic orientation trainer (BOT) yaitu durasi reposisi dan sudut kemiringan gondola yang telah dianggap naracoba telah horisontal, ketika naracoba harus mengembalikan gondola SOT ke posisi horisontal setelah diberi rangsang gerak yang menimbulkan disorientasi ruang tipe 2 ilusi koriolis. Data lain yang dinilai yaitu V02 maks, % lemak tubuh dan denyut nadi istirahat untuk memperlihatkan pengaruh program lari aerobik ini terhadap proses fisiologi tubuh.
Hasil dan kesimpulan : Peningkatan VO2 maks 14,56% (P<0,05) dan penurunan % lemak tubuh 2,08% (P<0,05) serta penurunan denyut nadi istirahat 8,57 denyut/menit (Pt0,05) menunjukan telah terjadi proses adaptasi atau perubahan pada proses fisiologi tubuh sebagai efek melaksanakan program latihan lari aerobik tersebut. Pada penilaian dengan BOT didapat peningkatan durasi reposisi 1,54 detik (P<0,05), tetapi masih kurang dari varians kesalahan ketepatan pengukuran 3,90 detik yang digunakan sebagai batas minimal perubahan yang dianggap sebagai akibat dari program latihan lari aerobik. Sedangkan pada sudut kemiringan gondola BOT didapat penurunan 1,610 (P<0,05) yang lebih besar dari varians kesalahan ketepatan pengukuran 1,58°. Maka pada penelitian ini, latihan lari aerobik 30 mil/minggu selama 7 minggu tidak didapat penurunan toleransi sistem vestibular setelah diberi rangsang gerak yang menimbulkan disorientasi ruang tipe 2 ilusi koriolis, dan kemungkinan program latihan ini telah dapat meningkatkan kepeksan sistem vestibular.

The Influence Of Aerobic Running 30 Miles/Week Within 7 Weeks To The Vestibuler System Tolerance After Stimulated With Movement That Induced Coriolis Illusion Of Type 2 Spatial Disorientation Scope and method of study: Vestibular system plays an important role in motion sickness and the development of coriolis illusion, a kind of type 2 spatial disorientation. Cheung, in his study showed that aerobic training could inversely decreased the threshold of motion sickness, which is suspected caused by the increased sensitivity of medial vestibular nucleus in vestibular system as the effect of aerobic training. We suspected that coriolis illusion of type two spatial disorientation could be affected by aerobic training. Fourteen healthy male were the subject of this study and trained by aerobic running 30 mil/week ' within 7 weeks. The parameter was compared before and after training. By means of BOT (Basic orientation trainer for pilots), two data are measured: (1) Duration of gondola reposition, (2) Angle deviation between subject perceptive horizontal and true horizontal position, being stimulated by cross-coupled movement. Other data to be compared were VO2 max, % body fat and resting pulse rate to show the effectiveness of this aerobic training program.
Result and conclusion: The effectiveness of the aerobic training program to physiological process can be shown by the increased of VO2 max 14,56% (P<0,05), the decreased of% body fat 2,08% (P"
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"ABSTRAK
Kontrasepsi hormonal merupakan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan di Indonesia. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi yang hanya berisi preparat progestin, sering terdapat gangguan pola menstruasi, yang berupa menoragia, bercak-bercak perdarahan, perdarahan tak teratur dan amenorea. Perdarahan endometrium yang berupa perdarahan lama dan perdarahan tak teratur merupakan alasan utarna peserta KB untuk menghentikan penggunaan kontrasepsi tersebut. Hal ini merupakan suatu problem penting bagi program Keluarga Berencana, terutama di negara yang sedang berkembang.
Endometrium merupakan jaringan yang secara siklis mengalami perdarahan, hemostasis, dan regenerasi. Perubahan siklis ini dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron Estrogen merangsang pertumbuhan endometrium dan pembentukan reseptor progesteron. Progesteron merangsang sekresi kelenjar endometrium dan pertumbuhan pembuluh darah endometrium (Sherwood, 1993). Progesteron juga menghambat pembentukan reseptor estrogen, yang mengakibatkan hambatan pertumbuhan endometrium dan penurunan pembentukan reseptor progesteron.
Lapisan fungsional endometrium dipendarahi oleh arteri spiralis dan cabang-cabangnya. Penurunan kadar progesteron secara mendadak pada endometrium yang telah terpapar estrogen ('estrogen primed') akan menimbulkan perdarahan menstruasi (Smith, 1990). Regenerasi endometrium setelah menstruasi dimulai pada hari ke-dua dan selesai pada hari ke 5-6. Regenerasi sistem pembuluh darah dimulai saat relaksasi arterial spiralis yang semula konstriksi. Pembentukan kapiler baru dimulai, pada bagian bawah lapisan fungsional endometrium dan dari pembuluh kapiler yang masih ada di lapisan epitel yang tidak ikut terkelupassaat menstruasi.Regenerasi endometrium merupakan salah satu mekanisme untuk menghentikan perdarahan menstruasi.Regenerasi dan pertumbuhan pembuluh darah sejalan dengan regenerasi jaringan endometrium .
Mekanisme perdarahan endometrium pada penggunaan kontrasepsi progestin jangka panjang belum jelas. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab antara lain: ketidak-seimbangan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan endometrium rapuh, kelainan faktor pembekuan darah di endometrium, dan gangguan regenerasi jaringan termasuk gangguan proses angiogenesis di endometrium."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
D375
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library