Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Regina Widhiasti
Abstrak :
ABSTRAK
Kata Heimat memiliki cakupan makna yang luas, tetapi asosiasi paling umum dengan kata ini adalah ruang geografis yang dikaitkan dengan masa lalu dan nostalgia. Persoalan Heimat pada umumnya terkait dengan mobilitas, karena perpindahan seseorang dari tempat asalnya seringkali disertai oleh perasaan asing terhadap tempat barunya. Kecenderungan ini juga terlihat dalam perfilman Jerman, yang mengangkat persoalan Heimat pada masa setelah Perang Dunia II dan kembali muncul dalam bentuk Ostalgie pascapenyatuan kembali Jerman. Dalam perkembangannya, perfilman Jerman mengalami kebangkitan kembali di tahun 1990-an. Kebangkitan kembali perfilman Jerman tidak terlepas dari kontribusi para sutradara Jerman keturunan Turki dengan karya-karya mereka yang berhasil mendapatkan pengakuan internasional. Tidak hanya penting bagi perfilman Jerman, karya-karya para sutradara Jerman-Turki juga penting untuk dianalisis terkait dengan pemaknaan Heimat. Dengan melakukan analisis tekstual terhadap tiga film Jerman karya sutradara Turki, yaitu Gegen die Wand, Auf der anderen Seite dan Almanya - Willkommen in Deutschland, penelitian ini bertujuan untuk memeriksa makna Heimat bagi imigran Turki di Jerman dan melihat posisi film-film karya sutradara Jerman-Turki dalam perfilman Jerman secara umum. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara asosiasi Heimat dalam film Jerman karya sutradara Jerman dengan karya sutradara Jerman-Turki.
ABSTRACT
The word Heimat has a wide range of meanings, but the most common association with this word is the geographical space associated with the past and nostalgia. The question of Heimat is particularly related to mobility and displacement. In German Cinema the notion of Heimat intensively emerged post-World War II and re-emerged as the Ostalgie in the course of German Reunification. The reunification period also witnessed the revival of German cinema with the contributions of German film directors of Turkish descent, who were succesfully gain international recognition. Not only important for German cinema, the works of German-Turkish directors are also essential to be analyzed in relation to the meaning of Heimat. By conducting a textual analysis of three German films by Turkish directors, namely Gegen die Wand, Auf der anderen Seite and Almanya - Willkommen in Deutschland, this paper aims to examine the meaning of Heimat for Turkish immigrants in Germany and how they contribute to the German cinema. The analysis shows that the concept of Heimat in the German films is particularly attached to the historical context and is limited to the sphere of space referring to an ideal state. As for immigrants, this concept is envisaged to be more flexible and diverse.
2018
D2755
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsyad Ridho
Abstrak :
Disertasi ini bertujuan menggali modus melankoli dalam representasi ruang urban Jakarta dan asmara dalam komik Zaldy Armendaris pada periode 1965-1980 serta berupaya menunjukkan signifikansi kultural dari modus melankoli itu dalam konteks historis perubahan wacana ruang urban pada masa awal Orde Baru. Dengan menggunakan konsep-konsep teoretis yang mencakup representasi dalam Kajian Budaya, asmara sebagai praktik kultural, melankoli sebagai mood yang terkonstruksi secara kultural, dan praktik spasial dalam ruang urban, dan dengan pembacaan kritis atas data, disertasi ini mengajukan kesimpulan bahwa asmara dalam komik-komik Zaldy merupakan praktik kultural yang bertegangan dengan lembaga perkawinan dan keluarga kelas menengah serta dengan praktik perselingkuhan dan batas kondisi kemiskinan. Dalam tegangan itu, melankoli menjadi taktik pemurnian asmara dengan menempatkan memori melankoli ke dalam ruang urban Jakarta sehingga utopia kemajuan dalam wacana modernitas Orde Baru terus-menerus terganggu oleh tarikan melankoli.
This dissertation tries to explore the modes of melancholy in the representation of Jakarta urban space and romance in romance comic books of Zaldy Armendaris from 1965-1980 and to explain the cultural signific ance of that modes relating to the historical context of discursive change of urban space in the beginning of New Order. Using the theoretical concepts of representation in Cultural Studies, romance as a cultural practice, melancholy as a mood, and spatial practic, and doing critical reading on the researched data, this dissertation concludes that romance in Zaldy's comic books are cultural practices having tension to marriage and family institution of middle class as well as to infidelity practice and the limit of poverty. In that situation, melancholy becomes a tactic of romance purification through placing melancholic memories to the urban space of Jakarta in the way that utopia of progress in the discourse of New Order's modernity keeps on unstable.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
D2469
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellen Meianzi Yasak
Abstrak :
Perempuan yang hidup dalam sistem patriarki, seperti di Indonesia, berjuang untuk membuktikan bahwa dirinya memiliki kekuatan, mampu bersaing di kancah publik, dan bukan warga negara kelas dua. Idealnya, kebijakan yang terkait dengan hak warga negara harus menempatkan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Diskriminasi berbasis gender di tempat kerja, dalam  upah, promosi, fasilitas, membuat pekerja perempuan di Indonesia lebih rentan dan lebih mungkin  dieksploitasi dibandingkan rekan kerja laki-laki. Sejak dulu jumlah jurnalis laki-laki selalu lebih banyak dibandingkan pewarta perempuan. Apalagi Jumlah mereka yang berprofesi sebagai pewarta foto, nya lebih kecil lagi. Berprofesi sebagai pewarta memiliki tantangan dan risiko tinggi, terlebih untuk perempuan. Mereka harus bersaing dengan pewarta laki-laki untuk mendapat berita secara profesional. Perbedaan pengalaman, identitas gender, struktur patriarki yang dikukuhkan oleh maskulinitas berimplikasi pada karya perempuan fotografer. Pierre Bourdieu, dalam bukunya Masculine Domination menyampaikan bahwa sebagai pria atau wanita, dalam objek yang kita coba pahami, sebetulnya kita telah mewujudkan struktur historis  tatanan maskulin dalam bentuk skema persepsi dan apresiasi yang tidak disadari.  Penelitian ini menelaah sumber semiotik yang dibentuk dari habitus perempuan pewarta foto, yang berimplikasi pada pilihan bahasa visual mereka. Metode penelitian yang digunakan adalah semiotika sosial multimodal. Temuan penelitian ini yaitu (1) sumber semiotik yang dimiliki perempuan pewarta foto tidak bebas, dan ditentukan oleh habitus; (2) media menjadi sumber semiotik perempuan pewarta foto dalam memaknai dominasi maskulin; (3) dominasi wacana maskulin dibentuk dari konstruksi, kekerasan, dan kekuatan simbolik; dan (4) konteks situasi dan budaya pada konsep semiotika sosial Halliday merupakan perwujudan habitus dalam teori Bourdieu. ......Women who live in a patriarchal system like in Indonesia, struggle to prove that they have power, are able to compete in the public arena, and are not second-class citizens. Ideally, policies related to the rights of male citizens should place women in an equal position with men. Gender-based discrimination in the workplace, in terms of pay, promotion, benefits, makes female workers in Indonesia more vulnerable and more likely to be exploited than their male counterparts. Since ancient times, there have always been more male journalists than female journalists. Moreover, the number of women who work as photojournalists is even less. Working as a journalist has high challenges and risks, especially for women. They have to compete with male journalists, to get news in a professional manner. Differences in experience, gender identity, patriarchal structures that are reinforced by masculinity are embodied in the work of female photographers. Pierre Bourdieu, as stated in his book Masculine Domination said that as men or women, in the objects we are trying to understand, we have actually materialized the historical structure of the masculine order in the form of unconscious schemes of perception and appreciation. In this research, I examine semiotic sources formed from the habitus of female photojournalists, which has an implicit effect on their choice of visual language. The research method used is Multimodality Social Semiotics. The findings of this study are (1) the source of semiotics owned by female photojournalists is not independent, and is determined by habitus; (2) the media is a semiotic source of female photojournalists in interpreting Masculine Domination; (3) Masculine Discourse Domination is formed from construction, violence, and symbolic power; (4) The context of situation and culture in Halliday's concept of Social Semiotics, is the embodiment of habitus in Bourdieu's theory.

Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library