Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kamilia Karamina
"ABSTRAK
Pada tahun 2015, pemeriksa pajak melakukan koreksi atas tiga akun baya PT X, yakni biaya bunga atas leasing fee pada pihak afiliasi, biaya bunga atas pinjaman afiliasi, dan juga kerugian selisih kurs. Dasar hukum koreksi adalah Pasal 18 Ayat (3) UU Pajak Penghasilan dengan pendekatan benchmark debt to equity ratio (DER) PT X dengan DER wajar perusahaan pembanding, dimana DER PT X bernilai -34,8797, sedangkan rentang interkuartil DER perusahaan pembanding bernilai positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan DER PT X pada tahun pajak 2013 ditinjau dari asas certainty (kepastian). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan paradigma post-positivis dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar koreksi yang dilakukan pemeriksa atas biaya usaha PT X memenuhi asas certainty dalam dimensi objek dan subjek yang diatur dan ruang lingkup materi yang diatur. Sementara itu dasar koreksi tersebut tidak memenuhi asas certainty dalam dimensi pendefinisian, perluasan materi yang diatur, dan juga istilah baku dalam ketentuan DER. Majelis Hakim membatalkan koreksi pemeriksa atas ketiga akun biaya tersebut dengan poin yang memberatkan pemeriksa karena adanya pengertian ganda dalam interpretasi pendekatan benchmark yang dilakukan oleh pemeriksa."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatia
"ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan untuk membahas Kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai bagi Distributor Alat Kesehatan. Pemerintah memberikan fasilitas Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada Distributor Alat Kesehatan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.03/2019 yang didasari untuk membantu cash flow perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain deskriptif. Data kualitatif diperoleh melalui studi literatur dan wawancara mendalam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dihasilkan kesimpulan bahwa Kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai bagi Distributor Alat Kesehatan ditinjau dari asas ease of administration, syarat pengajuan dapat dipahami oleh Distributor Alat Kesehatan. Selain itu, dari segi waktu sangat efisien apabila dibandingkan dengan restitusi secara normal dan terdapat faktor penghambat dalam pengajuannya, disisi lain terdapat manfaat yang diharapkan dengan adanya kebijakan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai bagi Distributor Alat Kesehatan.

ABSTRACT
This thesis aims to regarding the policy of preliminary refund of overpaid Value Added Tax for Distributors of Medical Devices. The Government provides facilities refund if overpaid Value Added Tax for Distributors of data were obtained through literature studies and in-depth interviews. Based on the researvh conducted, then result in conclusion that the policy of preliminary refund of overpaid Value Added Tax for Distributors of Medical Devices. Submision requirements can be understood by Distributors of Medical Devices. Meanwhile in terms of time, it is very efficient when compared to normal restitution and the are inhibiting factors in the submission, on the other hand there are benefits expected with the policy of preliminary refund of overpaid Value Added Tax for Distributors of Medical Devices. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi. Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andhika Akbar Nurrochmat
"ABSTRAKSkripsi ini bertujuan untuk menganalisis implementasi dan implikasi kebijakan Pungutan Ekspor (PE) Crude Palm Oil (CPO) 2018-2020. Metode penelitian yang digunakan pada skripsi ini adalah metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan pada skripsi ini diperoleh dengan cara melakukan wawancara mendalam kepada beberapa narasumber yang dianggap relevan dengan permasalahan yang diangkat, kemudian dilakukan analisis deskriptif dengan dukungan data sekunder. Berdasarkan hasil analisis PE dengan tarif tetap dan tarif nol dapat diimplementasikan sesuai rencana, sedangkan tarif progresif agak sulit diimplementasikan pada situasi harga ekspor aktual lebih rendah dari harga referensi. Hasil analisis menunjukkan secara umum PE mengakibatkan harga ekspor CPO Indonesia tidak kompetitif dan berimplikasi pada peningkatan pasokan CPO di pasar dalam negeri yang mendorong berkembangnya industri hilir sawit. Untuk menjaga stabilitas harga maka pemerintah memberlakukan tarif progresif dan pada kondisi tertentu memberikan fasilitas tarif nol PE CPO dan turunannya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait PE CPO dan turunannya selama tahun 2018-2020 dapat dilaksanakan sesuai dengan konteks waktu berlakunya PMK, namun implikasi PMK belum sepenuhnya optimal. Tarif progresif dinilai paling sesuai oleh para pemangku kepentingan, namun perlu rumusan kebijakan yang lebih adaptif. Saat ini harga CPO masih ditentukan oleh pihak lain di luar negeri. Agar dapat berperan sebagai penentu harga, maka perlu dipertimbangkan pembentukan badan pemasaran bersama minyak sawit Indonesia.

ABSTRACT
This study aims to analyze the implementation and implications of the 2018-2020 Crude Palm Oil (CPO) Export Levy (PE) policy. The research method used in this study is a qualitative research method. The data used in this study is obtained by conducting in-depth interviews with several key persons, who are considered relevant to the issues raised, then carrying out a descriptive analysis with the support of secondary data. Based on the analysis of PE with a fixed rate and zero tariff, it can be implemented as planned, while progressive tariffs are somewhat difficult to implement in situations where the actual export price is lower than the reference price. The results of the analysis indicated that in general, PE resulted in the uncompetitive export price of Indonesian CPO and had implications for the increasing supply of CPO in domestic markets that stimulate development of palm oil downstream industries. To maintain price stability, the government applies progressive tariffs and under certain conditions provides zero tariff facilities for PE CPO and its derivatives. In general, this study concludes that the implementation of the Minister of Finance Regulation (PMK) related to PE CPO and its derivatives during 2018-2020 can be carried out in accordance with the context of the time the PMK takes effect, but the implications of PMK are not yet fully optimal. Stakeholders consider progressive rates to be the most appropriate tarrifs, but more adaptive policy formulations are required. Currently, the price of CPO is still determined by other parties abroad. In order to play a role as a price setter, it is necessary to consider establishing a joint marketing agency for Indonesian palm oil."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Nanda Apriani
"Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana alternatif kebijakan tarif pajak progresif atas tanah terlantar di DKI Jakarta dan mengidentifikasi apa saja keunggulan dan kelemahan pengenaan Pajak Progressif Atas Tanah Terlantar Di DKI Jakarta. Masalah ini di fokuskan pada tanah terlantar yang berada di daerah DKI Jakarta, dan dalam mendekati masalah ini dipergunakan acuan dari beberapa teori yang mana ada teori pajak progresif dan konsep dari tanah terlantar. Data-data di kumpulkan melalui Studi lapangan dalam kajian ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan juga  melakukan studi pustaka dengan cara membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan pokok permasalahan kajian,dan juga mengumpulkan informasi data kepustakaan dari buku-buku yang berkaitan, peraturan perundangan-undangan, makalah atau karya ilmiah, jurnal, surat kabar, dan tulisan-tulisan yang relevan dan dianalisis secara kualitatif.
Kajian ini menyimpulkan bahwa alternatif kebijakan tarif pajak progresif atas tanah terlantar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimana undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut belum memadai untuk dapat diterapkan pada tanah-tanah non-pertanian atau tanah-tanah hak milik, hak pakai, maupun hak guna usaha. Hal ini karena keduanya belum mengatur pembatasan luasan tanah non-pertanian, maupun luasan tanah hak milik, hak guna bangunan, serta hak pakai baik bagi perorangan maupun badan hukum. Meski begitu, alternatif kebijakan ini diyakini dapat secara efektif menekan pola konsentrasi pemilikan dan penguasaan tanah serta perilaku spekulatif terhadap tanah dan badan hukum yang menimbun tanah. Pengenaan tarif pajak progresif dengan melihat lamanya kepemilikan yang di adopsi dari negara Korea Selatan juga dirasa mampu menjadi cara yang cukup bagus dalam menangani masalah tanah terlantar ini. Hasil penelitian terkait pengenaan tarif pajak progresif atas tanah terlantar (idle land) dengan menggunakan skema excess atau pemungutan tambahan diatas Pajak Bumi Bangunan yang sudah dikenakan sebelumnya.

This paper aims to analyze how alternative policies on progressive tax rates on idle  land in DKI Jakarta and identify what are the advantages and disadvantages of the imposition of Progressive Taxes on Idle  Land in DKI Jakarta. This problem is focused on wastelands in the DKI Jakarta area, and in approaching this problem the reference to several theories is used in which there are progressive tax theories and concepts of wastelands. The data collected through field studies in this study were conducted through in-depth interviews and also conducted a literature study by reading the literature relating to the subject matter of the study, and also collecting library data information from related books, legislation and regulations, papers or scientific papers, journals, newspapers, and writings that are relevant and analyzed qualitatively.
This study concludes that alternative policies for progressive tax rates on idle land in the Jakarta Special Capital Region. Where the laws and government regulations are not sufficient to be applied to non-agricultural lands or land rights. This is because both of them have not yet set limits on the extent of non-agricultural land, as well as the area of ownership rights, building rights, and usage rights for both individuals and legal entities. Even so, this alternative policy is believed to be able to effectively suppress the pattern of concentration of ownership and control of land as well as speculative behavior towards land and legal entities that hoard land. The imposition of progressive tax rates by seeing ownership in adoption from the South Korean state is also deemed to provide a fairly good way of dealing with this Idle Land problem. The results of the study related to the imposition of a progressive tax on abandoned land by using excess or additional collection of Building Land Tax that had been imposed previously.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
T55391
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Vernynda
"Latar belakang penelitian ini dimulai karena adanya sengketa pajak yang terjadi antara PT XYZ Indonesia dengan Pemeriksa dari Direktorat Jenderal Pajak mengenai pembuktian kewajaran perolehan jasa intra-grup. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah menganalisis pembebanan biaya technical assistance fees dan commission fee dalam perhitungan Pajak Penghasilan PT XYZ Indonesia, di mana kedua biaya tersebut diberikan oleh pihak afiliasi. Metode penelitian yang digunakan adalah pendeketan kualitatif dengan data dikumpulkan dari hasil wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi untuk menentukan kewajaran pemberian atau perolehan jasa intra-grup, yaitu terkait eksistensi, manfaat yang diterima, dan nilai wajar. Pada sengketa pajak terkait technical assistance fees, data yang dimiliki oleh PT XYZ Indonesia cukup untuk membuktikan eksistensi dan manfaat yang diterima serta jasa yang diterima bukan jasa duplikasi. Pada sengketa pajak kedua terkait commission fee, koreksi yang dilakukan Pemeriksa saat itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan konsep yang berlaku. Metode transfer pricing yang cocok untuk digunakan untuk menganilisis nilai wajar transaksi commission fee PT XYZ Indonesia ada Transactional Net Margin Method.

The background of this research was started because of the tax dispute that occurred between PT XYZ Indonesia and the auditors from the Directorate General of Taxes regarding proving the fairness of the acquisition of intra-group services. The purpose of this research is to analyze the cost of technical assistance fees and commission fees in the calculation of PT XYZ Indonesia Income Tax, in which both fees are given by affiliates. The research method used was qualitative approach with data collected from the results of in-depth interviews and literature studies. The results showed that there are three conditions that must be met to determine the fairness of the provision or acquisition of intra-group services, which are related to existence, benefits received, and fair value. In the tax dispute related to technical assistance fees, the data held by PT XYZ Indonesia is sufficient to prove the existence and benefits received and the services received are not duplicate services. In the second tax dispute related to commission fees, the corrections made by the examiner at that time were not in accordance with the prevailing laws and concepts. The transfer pricing method that is suitable for analyzing the fair value of PT XYZ Indonesia's commission fee transactions is the Transactional Net Margin Method.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Hidayah
"Pemerintah Indonesia bertekad untuk memaksimalkan penggunaan energi terbarukan di masa yang akan datang hingga tahun 2025 diharapkan penggunaan energi terbarukan mencapai 23% dari total bauran energi primer. Namun untuk memenuhi target tersebut, perusahaan membutuhkan barang modal yang memadai. Belum terpenuhinya barang modal untuk memproduksi alat pembangkit listrik tenaga surya di Indonesia, membuat pelaku industri pembangkit listrik tenaga surya harus melakukan impor. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin menganalisis implementasi kebijakan pembebasan bea masuk atas impor barang modal pembangkit listrik tenaga surya serta apa saja faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi pembebasan bea masuk atas impor barang modal pembangkit listrik tenaga surya serta menganalisis permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan kebijakan ini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa implementasi dilaksanakan melalui berberapa tahapan dan pada nyatanya implementasi yang dilakukan belum cukup optimal, masih banyak faktor yang belum terpenuhi untuk memaksimalkan penggunaan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang modal pembangkit listrik tenaga surya.

The Indonesian government is determined to maximize the use of renewable energy in the future until 2025, it is expected that renewable energy will reach 23% of the total primary energy energy. However, to meet these targets, companies need goods that are adequate. The unfulfilled capital goods for producing solar power plants in Indonesia have made the solar power generation industry have to import. Based on this background, the researcher wants to analyze the implementation of the import duty policy on the import of solar power plant capital goods and what are the factors that can implement the implementation of this policy. This study aims to analyze the implementation of import duties on capital goods for solar power plants and to analyze the problems that occur in implementing this policy. This study uses a qualitative approach with literature study data techniques and in-depth interviews. The results of this study indicate that the implementation is carried out through several stages and in fact the implementation has not been optimal, there are still many factors that have not been fulfilled to take advantage of the import duty facilities on the import of capital goods for solar power plants."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahdiba Yufandi Sujudi
"ABSTRAK
Pajak merupakan pemasukan terbesar dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai belanja negara, sehingga target penerimaannya harus diupayakan semaksimal mungkin. Tax rasio di Indonesia yang termasuk rendah mengindikasikan masih rendahnya kepatuhan pajak di Indonesia. Salah satu variabel non-ekonomi yang menentukan perilaku kepatuhan pajak adalah dimensi keadilan pajak. Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama muslim terbanyak dan juga jumlah masjidnya. Masjid memiliki kedudukan agung dan posisi yang tinggi dalam Islam. Dalam memakmurkan masjid maka tidak lepas dari peranan pengurus masjid. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi keadilan pajak dengan kepatuhan pajak pengurus masjid atau Dewan Kemakmuran Masjid (DKM). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan data mix method. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 104 sampel dengan menggunakan teknik penarikan sampel non-probabilita accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup erat dan bersifat positif antara persepsi keadilan pajak dan kepatuhan pajak di kalangan pengurus masjid atau pengurus DKM di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Erdyah Safitri
"Perlakuan akuntansi sewa guna usaha bagi lessee mengalami perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan peraturan terdahulunya yakni Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 30 yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2012 berbasis IFRS kemudian berganti menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 73 berbasis IFRS yang berlaku efektif 1 Januari 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implikasi pencatatan antara PSAK 30 dengan PSAK 73 dalam hal Sewa Guna Usaha bagi lessee dengan kriteria sewa operasi yang menjadi sewa pembiayaan yang memiliki kaitan dengan pengakuan aset sewa kendaraan pada laporan keuangan perusahaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik analisis dalam pengumpulan data yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode analisis data menggunakan metode studi lapangan dan studi literatur dari perusahaan. Perkembangan PSAK 73 yang menggantikan PSAK 30 tentang kegiatan Sewa Guna Usaha (SGU) atau leasing turut mempengaruhi aktivitas perusahaan yang menggunakan skema kegiatan tersebut. PT XYZ menggunakan kontrak sewa operasi dimana pada PSAK 73 mengenai pencatatan secara sewa operasi dapat disesuaikan dengan pencatatan secara sewa pembiayaan. Hasil penelitian ini adalah berupa peninjauan dalam menggunakan skema Sewa Guna Usaha menggunakan PSAK 30 dengan simulasi pencatatan menurut PSAK 73 dalam laporan keuangan perusahaan. Kemudian dikaitkan dengan peraturan perpajakan sehingga akan terlihat bagaimana PT XYZ dalam penerapan perhitungan sewa guna usaha akan memberikan petunjuk di masa depan dalam hal aspek pencatatan dan pengakuan aset tetap perusahaan. Sumber data penelitian ini adalah data sekunder dari perusahaan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara yang dilakukan secara langsung kepada pihak yang sudah ahli dan berkompeten dalam penerapan sewa guna usaha.

The accounting of leasing treatment for lessees has undergone a significant change compared to the previous regulation, namely Financial Accounting Standard Statement Number 30 which was effective from January 1, 2012 based on IFRS and then changed to IFRS-based Financial Accounting Standard Statement Number 73 which became effective January 1, 2020. This study aims to analyze the implications of recording between PSAK 30 and PSAK 73 in terms of business leases for lessees with the criteria of operating leases that become finance leases related to the recognition of vehicle leased assets in the company's financial statements. This research uses a qualitative approach. The analysis technique in data collection used is descriptive method. Methods of data analysis using field study methods and literature studies from the company. The development of PSAK 73 which replaced PSAK 30 regarding leasing (SGU) or leasing activities also influenced the activities of companies that used these activity schemes. PT XYZ uses an operating lease contract where in PSAK 73, the recording under an operating lease can be adjusted with the recording under a finance lease. The results of this study are in the form of a review in using the lease scheme using PSAK 30 with a simulation of recording according to PSAK 73 in the company's financial statements. Then it is linked to taxation regulations so that it will be seen how PT XYZ in applying the lease calculation will provide instructions in the future in terms of the recording and recognition aspects of the company's fixed assets. The data source of this research is secondary data from the company. In this study, the data collection technique used was direct interviews with those who were experts and competent in the application of leasing."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Ayu Kade Dewi Utami
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pendapat Pemeriksa dan PT. ABC atas sengketa koreksi tentang service charge serta menganalisis implikasi pajak yang timbul dalam sengketa koreksi atas service charge ini. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teori sistem pemungutan pajak, pemeriksaan pajak, teori akuntansi dan konsep penghasilan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini adalah menurut pendapat Pemeriksa, service charge yang diterima dari transaksi sewa hotel harus diakui sebagai penghasilan PT. ABC karena service charge tersebut merupakan bagian yang melekat pada penerimaan utama PT. ABC dan implikasi pajak yang timbul adalah atas komponen service charge tersebut dikenakan pajak di level perusahaan dan karyawan karena Pemeriksa tidak melakukan penyesuaian pada biaya operasional. Sementara menurut PT. ABC service charge merupakan utang kepada karyawan karena substansi service charge merupakan hak karyawan sehingga tidak berhak diakui sebagai penghasilan PT. ABC, dimana hal ini menyebabkan ketidaksesuaian menurut ketentuan pajak karena PT. ABC diwajibkan untuk memotong PPh 21 karyawan. Oleh karena itu, disajikan skema alternatif dimana Wajib Pajak dapat mengubah skema pencatatan atas service charge atau dengan melakukan rekonsiliasi fiskal.

This study aims to analyze the argumentation between fiscus and PT. ABC for fiscal adjustment dispute regarding service charge as well as analyzing the tax implications arising in the correction dispute regarding service charge. The analysis conducted in this study uses the theory of tax collection systems, tax audits, accounting theories and revenue concepts. The method used in this research is descriptive qualitative by conducting in depth interviews. The results of this study are according to the fiscus' argument, service charge received from a hotel rental transaction must be recognized as revenue of PT. ABC because the service charge is an integral part of PT. ABC and the tax implications arising are that the service charge component is taxed at the company and employee level because the fiscus does not make adjustments to operational costs. Meanwhile according to PT. ABC service charge is a liability to the employee because the substance of the service charge is the employees right so it is not entitled to be recognized as revenue of PT. ABC, where this might cause dispute according to the tax regulations because PT. ABC is required to withold personal employee income tax. Therefore, alternative schemes is presented where the Taxpayer can change the scheme used to record transaction related to service charge or by conducting fiscal reconciliation each year."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidya Intan Virgianti
"Penelitian ini membahas mengenai kebijakan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ditinjau dari asas ease of administration. Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) adalah suatu sistem pembayaran pajak yang merupakan penyempurnaan dan pengembangan Modul Penerimaan Negara (MPN) dengan memanfaatkan teknologi informasi, diberikan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) ditinjau dari asas ease of administration serta faktor penghambat yang dihadapi dalam implementasi. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah pemenuhan asas ease of administration meliputi: certainty, di dalam dasar hukum sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system), prosedur tata cara pelaksanaannya sudah diuraikan secara jelas dan pasti hanya saja masih terdapat ambiguitas yang disebabkan bunyi dari dasar hukum tersebut yaitu “uji coba penerapan”. Convenience, sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) memberikan kenyamanan bagi wajib pajak, dengan fleksibelitas, kemudahan prosedur dan keamanan sistem. Efficiency, tercapainya efisiensi waktu, biaya dan sumber daya manusia dalam sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system). Simplicity, kesederhanaan prosedur meliputi prosedur pendaftaran, pembuatan kode billing, dan pembayaran. Adapun faktor penghambat dalam implementasi adalah masih minimnya sosialisasi yang didapat oleh wajib pajak, akses internet yang belum memadai di seluruh Indonesia serta masih terbatasnya cakupan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).

This study discusses the policy of the electronic tax payment system (billing system) in terms of the principle of ease of administration. Electronic tax payment system (billing system) is a tax payment system which is a refinement and development of State Revenue Module (MPN) by utilizing information technology, given to provide convenience to taxpayers in meeting their tax obligation. The purpose of this study was to analyze the tax policy of the electronic payment systems (billing system) in terms of the principle of ease of administration as well as inhibiting factors encountered in implementation. The approach used in this research is descriptive quantitative approach.
Results from this study is the fulfillment of the principle of ease of administration include: certainty, on the basis of the legal system of electronic tax payment (billing system), procedure implementation procedures are spelled out clearly and definitely just that there are ambiguities caused the sound of the legal basis ie "test application". Convenience, electronic tax payment system (billing system) providing convenience for taxpayers, with the flexibility, convenience and security system procedures. Efficiency, time efficiencies, costs and human resources in the electronic tax payment system (billing system). Simplicity, simplicity of procedures include registration procedures, making billing code and payment. The limiting factor in the implementation is the lack of socialization acquired by the taxpayer, inadequate internet access throughout Indonesia as well as the limited scope of electronic tax payment system (billing system).
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46674
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>