Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reshita Ayu Dyanti
Abstrak :
Dalam memasarkan, mempromosikan, dan mengiklankan barang dan/atau jasa, pelaku usaha dapat melakukannya melalui berbagai cara, termasuk mengiklankannya melalui iklan perbandingan atau comparative ads. Meskipun merupakan strategi pemasaran yang efektif, iklan perbandingan memiliki potensi besar untuk disalahgunakan dalam persaingan, dimana pelaku usaha saling menjatuhkan produk satu sama lain dengan iklan ini dan berakibat pada terganggunya iklim persaingan. Di Jerman, praktik iklan perbandingan diawasi melalui perangkat undang-undang di bawah hukum persaingan usaha karena implikasi dari praktiknya terhadap pelaku usaha lain dan pasar. Sementara itu, berbeda dengan Jerman, Indonesia belum mengatur mengenai iklan perbandingan di dalam instrumen hukum apapun, termasuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang menaungi praktik persaingan usaha di Indonesia, padahal iklan perbandingan erat kaitannya dengan keberlangsungan pelaku usaha lain di dalam pasar. Skripsi ini akan membahas mengenai perbedaan pengaturan iklan perbandingan di Indonesia dan Jerman beserta dengan penerapan dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Selain itu, skripsi ini akan memberikan saran terkait apa saja hal yang bisa diadaptasi dari Jerman dalam meregulasi iklan perbandingan. ......In marketing, promoting, and advertising goods and/or services, business actors can do so through various means, including advertising them through comparative ads. Although it is an effective marketing strategy, comparative advertising has a great potential to be misused in competition, where business actors drop each other’s products with this kind of advertisement and resulting in the disruption of the market condition and the competitive environment. In Germany, the practice of comparative advertising is monitored through statutory tools under unfair competition law due to the implication of its practice on other businesses and the market. Meanwhile, in contrast to Germany, Indonesia has not regulated comparative advertising in any legal instruments, including Act number 5 of 1999 which covers business competition practices in Indonesia, even though it is closely related to the sustainability of other business actors in the market. This thesis will discuss the differences in the regulation of comparative advertising in Indonesia and Germany along with the application and problems faced by each country. In addition, this thesis will also provide suggestions regarding what can be adapted from Germany in regulating comparative advertising.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reshita Ayu Dyanti
Abstrak :
Dalam memasarkan, mempromosikan, dan mengiklankan barang dan/atau jasa, pelaku usaha dapat melakukannya melalui berbagai cara, termasuk mengiklankannya melalui iklan perbandingan atau comparative ads. Meskipun merupakan strategi pemasaran yang efektif, iklan perbandingan memiliki potensi besar untuk disalahgunakan dalam persaingan, dimana pelaku usaha saling menjatuhkan produk satu sama lain dengan iklan ini dan berakibat pada terganggunya iklim persaingan. Di Jerman, praktik iklan perbandingan diawasi melalui perangkat undang-undang di bawah hukum persaingan usaha karena implikasi dari praktiknya terhadap pelaku usaha lain dan pasar. Sementara itu, berbeda dengan Jerman, Indonesia belum mengatur mengenai iklan perbandingan di dalam instrumen hukum apapun, termasuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 yang menaungi praktik persaingan usaha di Indonesia, padahal iklan perbandingan erat kaitannya dengan keberlangsungan pelaku usaha lain di dalam pasar. Skripsi ini akan membahas mengenai perbedaan pengaturan iklan perbandingan di Indonesia dan Jerman beserta dengan penerapan dan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing negara. Selain itu, skripsi ini akan memberikan saran terkait apa saja hal yang bisa diadaptasi dari Jerman dalam meregulasi iklan perbandingan. ......In marketing, promoting, and advertising goods and/or services, business actors can do so through various means, including advertising them through comparative ads. Although it is an effective marketing strategy, comparative advertising has a great potential to be misused in competition, where business actors drop each other’s products with this kind of advertisement and resulting in the disruption of the market condition and the competitive environment. In Germany, the practice of comparative advertising is monitored through statutory tools under unfair competition law due to the implication of its practice on other businesses and the market. Meanwhile, in contrast to Germany, Indonesia has not regulated comparative advertising in any legal instruments, including Act number 5 of 1999 which covers business competition practices in Indonesia, even though it is closely related to the sustainability of other business actors in the market. This thesis will discuss the differences in the regulation of comparative advertising in Indonesia and Germany along with the application and problems faced by each country. In addition, this thesis will also provide suggestions regarding what can be adapted from Germany in regulating comparative advertising.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gifari Ashari
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis bagaimana praktik eksklusivitas distribusi digital oleh Sony PlayStation merupakan potensi penyalahgunaan posisi dominan menurut hukum persaingan usaha di Indonesia dan bagaimana peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menghadapi kasus penyalahgunaan posisi dominan melalui praktik eksklusivitas distribusi digital di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengkaji berbagai teori, konsep, asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang relevan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik eksklusivitas distribusi digital yang dilakukan oleh Sony PlayStation berpotensi melanggar hukum persaingan usaha di Indonesia karena melakukan penyalahgunaan posisi dominan dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan yang berakibat pada terhalangnya konsumen atau pengguna Sony PlayStation dalam memperoleh produk bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Selanjutnya, penanganan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap kasus serupa yang terjadi di Indonesia belum sepenuhnya efisien. Oleh karena itu, perlu pengawasan lebih lanjut terhadap praktik eksklusivitas distribusi digital oleh Sony PlayStation di Indonesia dan peningkatan efisiensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menangani kasus eksklusivitas distribusi digital di Indonesia. ......This research analyze how Sony PlayStation's practice of digital distribution exclusivity is a potential abuse of dominant position according to business competition law in Indonesia and the role of the Business Competition Supervisory Commission in dealing with cases of abuse of dominant position through digital distribution exclusivity practices in Indonesia. The research method used in this research is normative juridical by examining various theories, concepts, legal principles and statutory regulations that are relevant in this research. The results of this research conclude that the digital distribution exclusivity practice carried out by Sony PlayStation has the potential to violate business competition law in Indonesia because it abuses its dominant position by setting trade terms which result in the obstruction of Sony PlayStation consumers or users in obtaining competitive products, both in terms of price and quality. Furthermore, the Business Competition Supervisory Commission's handling of similar cases that occurred in Indonesia has not been completely efficient. Therefore, there is a need for further supervision of digital distribution exclusivity practices by Sony PlayStation in Indonesia and increasing the efficiency of the Business Competition Supervisory Commission in handling cases of digital distribution exclusivity in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Gifari Ashari
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis bagaimana praktik eksklusivitas distribusi digital oleh Sony PlayStation merupakan potensi penyalahgunaan posisi dominan menurut hukum persaingan usaha di Indonesia dan bagaimana peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menghadapi kasus penyalahgunaan posisi dominan melalui praktik eksklusivitas distribusi digital di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan mengkaji berbagai teori, konsep, asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang relevan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa praktik eksklusivitas distribusi digital yang dilakukan oleh Sony PlayStation berpotensi melanggar hukum persaingan usaha di Indonesia karena melakukan penyalahgunaan posisi dominan dengan menetapkan syarat-syarat perdagangan yang berakibat pada terhalangnya konsumen atau pengguna Sony PlayStation dalam memperoleh produk bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas. Selanjutnya, penanganan Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap kasus serupa yang terjadi di Indonesia belum sepenuhnya efisien. Oleh karena itu, perlu pengawasan lebih lanjut terhadap praktik eksklusivitas distribusi digital oleh Sony PlayStation di Indonesia dan peningkatan efisiensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam menangani kasus eksklusivitas distribusi digital di Indonesia. ......This research analyze how Sony PlayStation's practice of digital distribution exclusivity is a potential abuse of dominant position according to business competition law in Indonesia and the role of the Business Competition Supervisory Commission in dealing with cases of abuse of dominant position through digital distribution exclusivity practices in Indonesia. The research method used in this research is normative juridical by examining various theories, concepts, legal principles and statutory regulations that are relevant in this research. The results of this research conclude that the digital distribution exclusivity practice carried out by Sony PlayStation has the potential to violate business competition law in Indonesia because it abuses its dominant position by setting trade terms which result in the obstruction of Sony PlayStation consumers or users in obtaining competitive products, both in terms of price and quality. Furthermore, the Business Competition Supervisory Commission's handling of similar cases that occurred in Indonesia has not been completely efficient. Therefore, there is a need for further supervision of digital distribution exclusivity practices by Sony PlayStation in Indonesia and increasing the efficiency of the Business Competition Supervisory Commission in handling cases of digital distribution exclusivity in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinasih Gadisa Nandipinta
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis bagaimana kewenenangan lembaga pengawas persaingan usaha di Uni Eropa meninjau dugaan penyalagunaan posisi dominan oleh pelaku usaha yang melaksanakan non reportable transactions berdasarkan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan perbandingannya dengan hukum persaingan usaha Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penulisan yuridis normatif. Transaksi merger antara badan usaha yang memenuhi threshold harus dinotifikasikan kepada lembaga pengawas persaingan usaha. Sementara itu, transaksi yang tidak memenuhi threshold (non-reportable transactions) bebas dari kewajiban notifikasi. Terdapat 2 (dua) jenis sistem notifikasi, yaitu ex-ante dimana notifikasi dilaksanakan sebelum transaksi berlaku efektif, dan ex-post dimana notifikasi dilaksanakan setelah transaksi berlaku efektif secara yuridis. Pada 2023, European Union Court of Justice (ECJ) mengeluarkan preliminary ruling dalam Putusan ECJ Case C-449/21. Pada putusan tersebut terdapat indikasi penyalahgunaan posisi dominan di pasar penyiaran televisi Prancis ketika suatu badan usaha bernama TDF melakukan non-reportable transaction berupa merger dengan kompetitornya yaitu Itas. Kompetitor TDF, yaitu Towercast, mengajukan gugatan menyatakan transaksi tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan seharusnya ditinjau kembali. Putusan ECJ menyatakan bahwa non-reportable transactions dapat ditinjau kembali oleh lembaga pengawas persaingan usaha secara ex-post. Putusan tersebut memberi kesadaran bahwa ada kekosongan hukum di hukum persaingan usaha mengenai potensi penyalahgunaan posisi dominan pada non-reportable transactions. ......This paper analyzes the authority of business competition authorities in the European Union (EU) reviews allegations of abuse of dominant position by business actors through non-reportable transactions and its comparison with competition law in Indonesia. This paper was written using the normative juridical method. Mergers that meet thresholds must be notified to the business competition authorities. Transactions that do not meet the thresholds and are thus free from notification obligations are referred to as non-reportable transactions. There are two types of notification systems, namely ex-ante, where notification is carried out prior to a transaction becoming legally effective, and ex-post where the notification is carried out after the transaction becomes effective. In 2023, the EU Court of Justice (ECJ) issued a preliminary ruling in the decision of ECJ Case C-449/21. A company named TDF conducted a non-reportable transaction as it merged with its competitor in the television broadcasting market, named Itas. Its other competitor, Towercast, reported the transaction as an abuse of dominant position and therefore must be re-assessed. The results of the preliminary ruling states that non-reportable transactions can be reviewed ex-post by business competition authorities. The ruling raises awareness that an abuse of a dominant position can potentially be conducted through non-reportable transactions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kinasih Gadisa Nandipinta
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis bagaimana kewenenangan lembaga pengawas persaingan usaha di Uni Eropa meninjau dugaan penyalagunaan posisi dominan oleh pelaku usaha yang melaksanakan non reportable transactions berdasarkan hukum persaingan usaha di Uni Eropa dan perbandingannya dengan hukum persaingan usaha Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penulisan yuridis normatif. Transaksi merger antara badan usaha yang memenuhi threshold harus dinotifikasikan kepada lembaga pengawas persaingan usaha. Sementara itu, transaksi yang tidak memenuhi threshold (non-reportable transactions) bebas dari kewajiban notifikasi. Terdapat 2 (dua) jenis sistem notifikasi, yaitu ex-ante dimana notifikasi dilaksanakan sebelum transaksi berlaku efektif, dan ex-post dimana notifikasi dilaksanakan setelah transaksi berlaku efektif secara yuridis. Pada 2023, European Union Court of Justice (ECJ) mengeluarkan preliminary ruling dalam Putusan ECJ Case C-449/21. Pada putusan tersebut terdapat indikasi penyalahgunaan posisi dominan di pasar penyiaran televisi Prancis ketika suatu badan usaha bernama TDF melakukan non-reportable transaction berupa merger dengan kompetitornya yaitu Itas. Kompetitor TDF, yaitu Towercast, mengajukan gugatan menyatakan transaksi tersebut adalah penyalahgunaan posisi dominan dan seharusnya ditinjau kembali. Putusan ECJ menyatakan bahwa non-reportable transactions dapat ditinjau kembali oleh lembaga pengawas persaingan usaha secara ex-post. Putusan tersebut memberi kesadaran bahwa ada kekosongan hukum di hukum persaingan usaha mengenai potensi penyalahgunaan posisi dominan pada non-reportable transactions. ......This paper analyzes the authority of business competition authorities in the European Union (EU) reviews allegations of abuse of dominant position by business actors through non-reportable transactions and its comparison with competition law in Indonesia. This paper was written using the normative juridical method. Mergers that meet thresholds must be notified to the business competition authorities. Transactions that do not meet the thresholds and are thus free from notification obligations are referred to as non-reportable transactions. There are two types of notification systems, namely ex-ante, where notification is carried out prior to a transaction becoming legally effective, and ex-post where the notification is carried out after the transaction becomes effective. In 2023, the EU Court of Justice (ECJ) issued a preliminary ruling in the decision of ECJ Case C-449/21. A company named TDF conducted a non-reportable transaction as it merged with its competitor in the television broadcasting market, named Itas. Its other competitor, Towercast, reported the transaction as an abuse of dominant position and therefore must be re-assessed. The results of the preliminary ruling states that non-reportable transactions can be reviewed ex-post by business competition authorities. The ruling raises awareness that an abuse of a dominant position can potentially be conducted through non-reportable transactions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sultan Bagarsyah
Abstrak :
Pendanaan perusahaan menggunakan utang dapat berujung kepada financial distress apabila debitor tidak mampu membayar utang sehingga mengakibatkan kepailitan. Agar menghindari perebutan harta debitor dalam hal ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya secara bersamaan, diatur prosedur kepailitan dalam peraturan perundang-undangan. Perselisihan utang dalam rapat verifikasi utang kepailitan dapat diselesaikan dengan renvoi prosedur. Tulisan ini menganalisis bagaimana pengaturan mengenai proses kepailitan khususnya prosedur penyelesaian perkara perselisihan jumlah piutang dalam tahap pencocokan piutang berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang serta bagaimana pertimbangan hukum Majelis Hakim dalam perkara Renvoi Prosedur no. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby. Tulisan ini disusun dengan metode yuridis normatif yang merupakan penelitian dengan cara meneliti bahan kepustakaan serta data sekunder. Dari penelitian ini ditemukan bahwa dalam proses kepailitan, khususnya pencocokan utang, apabila ada pihak yang tidak setuju dengan hasil rapat dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang kemudian akan diproses melalui renvoi prosedur. Dalam Putusan Renvoi Prosedur No. 04/Renvoi Prosedur/2015/PN.Niaga.Sby ditemukan bahwa majelis hakim renvoi prosedur tidak hanya telah melanggar asas pemeriksaan sederhana kepailitan, namun juga melampaui kewenangan yang dimiliki oleh majelis hakim renvoi prosedur sebagai forum yang menyelesaikan perselisihan dalam kepailitan yang bersifat non-sengketa. ......Corporate financing using debt can lead to financial distress if the debtor is unable to repay the debt, resulting in bankruptcy. To prevent the scramble for the debtor's assets when multiple creditors are simultaneously claiming their receivables, bankruptcy procedures are regulated in the legislation. Disputes over debt in bankruptcy debt verification meetings can be resolved through the renvoi procedure. This writing analyzes the regulations regarding the bankruptcy process, particularly the procedures for resolving disputes over the amount of debts in the debt reconciliation phase based on Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Debt Payment Obligations. It also discusses the legal considerations of the Panel of Judges in the case of Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby. This paper is composed using a normative juridical method, which involves researching literature and secondary data. From this research, it was found that in the bankruptcy process, especially in debt reconciliation, if there is a party dissatisfied with the meeting's results, they can file an objection with the court, which will then be processed through the renvoi procedure. In Decision Renvoi Procedure No. 04/Renvoi Procedure/2015/PN.Niaga.Sby, it was discovered that the panel of judges in the renvoi procedure not only violated the principle of a simple bankruptcy examination but also exceeded the authority held by the renvoi procedure panel of judges as a forum for resolving non-dispute disputes in bankruptcy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fayadiva Hapsari Birowo
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kasus pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia terhadap Netflix yang telah diputuskan sengketanya oleh KPPU melalui Putusan KPPU No. 08/KPPU-1/2020. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan melakukan penelitian berbasis bahan pustaka dan wawancara. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah kesesuaian tindakan pemblokiran tersebut dengan unsur-unsur dalam Pasal 19 huruf d UU Persaingan Usaha mengenai praktik diskriminasi. Skripsi ini juga akan membahas mengenai kesesuaian justifikasi yang diberikan oleh Telkom Indonesia atas tindakan pemblokiran terhadap Netflix dengan UU Persaingan Usaha serta kewenangan, tugas pokok dan fungsi dari Telkom Indonesia sebagai Internet Service Provider (ISP). Tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia didasarkan oleh alasan ketidaksesuaian konten yang disediakan Netflix dengan norma yang ada di Indonesia (terdapat unsur pornografi) serta belum adanya kerja sama antara Telkom Indonesia dan Netflix berkaitan dengan penyediaan jasa internet. Tindakan pemblokiran yang dilakukan oleh Telkom Indonesia memenuhi unsur-unsur dari Pasal 19 huruf D UU Persaingan Usaha. Tindakan tersebut menyebabkan adanya persaingan usaha yang tidak sehat karena memunculkan barrier to entry bagi Netflix sebagai platform OTT dalam pasar bersangkutan pengguna Telkom Indonesia. Justifikasi yang diberikan oleh Telkom Indonesia atas tindakan tersebut tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai (ISP) dan melanggar ketentuan Pasal 19 huruf d UU Persaingan Usaha. Netflix sebagai platform OTT belum dapat diwajibkan untuk melakukan sensor karena belum ada peraturan pelaksana yang mengatur secara khusus mengenai kewajiban platform OTT untuk melakukan sensor melalui Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia. Adanya batasan hukum yang jelas bagi penyelenggaraan platform OTT dapat mencegah terjadinya bentrokan seperti yang terjadi antara Telkom Indonesia dengan Netflix. ......This thesis discusses the case of the blocking action taken by Telkom Indonesia against Netflix, which was resolved by the KPPU through KPPU Decision No. 08/KPPU-1/2020. The research method used is normative juridical by conducting research based on library materials and interviews. The issues discussed in this thesis include the conformity of the blocking action with the elements in Article 19 letter d of the Antitrust Law regarding discriminatory practices. This thesis will also discuss the justification provided by Telkom Indonesia for the blocking action against Netflix in relation to the Business Competition Law, as well as the authority, main duties, and functions of Telkom Indonesia as an Internet Service Provider (ISP).  Telkom Indonesia's blocking action was based on the reasons that the content provided by Netflix was not in accordance with existing norms in Indonesia (contained elements of pornography) and the lack of cooperation between Telkom Indonesia and Netflix concerning the provision of internet services. The blocking action taken by Telkom Indonesia fulfills the elements of Article 19 letter d of the Antitrust Law. This action causes unhealthy business competition by creating a barrier to entry for Netflix as an OTT platform in the relevant market for Telkom Indonesia users. The justification provided by Telkom Indonesia for this action is not in accordance with its main duties and functions as an ISP and violates the provisions of Article 19 letter d of the Antitrust Law. Netflix as an OTT platform cannot yet be required to conduct censorship as there is no specific implementing regulation governing the obligation of OTT platforms to conduct censorship through the Indonesian Film Censorship Board (LSF). The existence of clear legal boundaries for the operation of OTT platforms can prevent conflicts like the one that occurred between Telkom Indonesia and Netflix.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>