Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rubby Aditya
"Latar Belakang: saat ini belum ada kuesioner yang dapat dipakai untuk menilai kualitas hidup pasien melasma perempuan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengadaptasi kuesioner spesifik berbahasa Inggris yaitu MELASQOL dan menilai kesahihan dan keandalan kuesioner hasil adaptasi tersebut. Tujuan: penelitian ini bermaksud mendapatkan kuesioner MELASQOL berbahasa Indonesia yang diadaptasi dari kuesioner MELASQOL berbahasa Inggris untuk menilai kualitas hidup pasien melasma perempuan di Indonesia. Metode: rancangan studi menggunakan potong lintang. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, tahap awal adaptasi lintas budaya dan bahasa dan tahap akhir uji kesahihan dan keandalan. MELASQOL asli berbahasa Inggris diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dengan mengikuti pedoman adaptasi lintas budaya dan bahasa. Pengambilan subjek penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Indonesia dan di sebuah pabrik di Tangerang. Analisa kesahihan menggunakan kesahihan konstruksi dan keandalan menggunakan konsistensi internal dengan Cronbach ?. Hasil: tahap awal diperoleh 30 subjek penelitian dan tahap akhir 32 subjek penelitian. Hasil uji kesahihan MELASQOL berbahasa Indonesia dengan nilai koefisien korelasi setiap pertanyaan dengan skor total adalah 0,712-0,935. Hasil uji keandalan MELASQOL berbahasa Indonesia diperoleh Cronbach ? total 0,962 Simpulan: MELASQOL berbahasa Indonesia merupakan kuesioner yang valid dan reliabel untuk menilai kualitas hidup pasien melasma perempuan di IndonesiaKata kunci: MELASQOL, bahasa Indonesia, kualitas hidup, kesahihan, keandalan.

Background Until now, there is no questionnaire that are used to assess the quality of life women with melasma. The aim of this study to adapt english questionnaire, MELASQOL, and to assess validity and reliability of adaptation questionnaire.Objective This study aims to obtain an Indonesia MELASQOL questionnaire adapted from English MELASQOL questionnaire to assess the quality of life female patient with melisma in Indonesia. Method design of this study used cross sectional. There are two stage, the initial stage is cross cultural and language adaptation. The final stage are validity and reliability test. The original MELASQOL questionnaire in English is adapted into bahasa Indonesia by according cross cultural and language adaptation guideline. The research subjects from Dr. Cipto Mangunkusumo hospital and factory in Tangerang. Validity analysis used construct validity. Internal consistency using Cronbach were used for reliability analysis. Results the initial stage administered 30 research subjects and final stage 32 research subjects. Validity of MELASQOL bahasa Indonesia with analysis item total score correlation coefficient is 0,712 0,935. Reliability of this quetionnaire with Cronbach score is 0,962.Conclusion MELASQOL bahasa Indonesia is a valid and reliable instrumen for assessing the quality of life of female melasma patients in Indonesia.Keywords MELASQOL, bahasa Indonesia, quality of life, validity, reliability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58956
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Komarasari
"Latar belakang : Reaksi ENL disebabkan oleh ketidakseimbangan imunitas selular dan humoral. Kortikosteroid merupakan obat standar yang digunaktapi dapat menimbulkan efek samping pada berbagai organ. Sehubungan dengan itu perlu dipikirkan terapi ajuvan yang efektif untuk reaksi ENL. Seng merupakan mikronutrien yang berperan penting pada berbagai fungsi enzimatik, aktivasi sel T, efek antiinlamasi, menghambat pembentukan kompleks imun, dan mempunyai efek antioksidan, dipikirkan dapat digunakan sebagai terapi ajuvan untuk terapi reaksi ENL.
Tujuan : Menilai perbandingan perbaikan klinis reaksi ENL pada pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda menggunakan plasebo dengan desain paralel. Dilakukan randomisasi blok untuk membagi subyek menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan dan kelompok plasebo. Evaluasi dilakukan tiap dua minggu selama enam minggu.
Hasil : Pada akhir perlakuan, perbaikan klinis kelompok perlakuan adalah 79,2% dan kelompok plasebo adalah 72,7%. Perbedaan tersebut tidak bermakna secara statistik.
Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbaikan klinis reaksi ENL antara pasien kusta yang diberikan ajuvan seng dengan yang diberikan plasebo.

Background : ENL reaction is caused by imbalance of cellular and humoral immunity. Corticosteroid is the standard drug used to treat ENL, but can cause serious side effects in multiple organs. There for, it is needed to find effective adjuvant drug for ENL. Zinc is essential micronutrient for various enzymatic proceses, T cell activation, antiinflamation effect, inhibiting the formation of immune complexes, and has the effect of antioxidant. Several studies have shown the benefit of addition zinc for ENL reaction.
Objective : To assess the comparative clinical improvement ENL reaction in leprosy patients given adjuvant zinc with placebo.
Methods : Randomized double-blind clinical trial using placebo with parallel design. Block randomization divided the subjects into two groups, namely the treatment group and the placebo group. The evaluation was performed every two weeks for six weeks.
Result : At the end of treatment, the clinical improvement ENL reaction obtained was 79,2% treatment group and the placebo group was 72,7%. The differences were not statistically significant.
Conclusion : There were no significant differences in clinical improvement ENL reaction in leprosy patient treated with adjuvant zinc compared to placebo.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siphora Dien
"ABSTRAK
Latar belakang Psoriasis merupakan penyakit inflamasi kronis pada kulit. Fototerapi menggunakan sinar narrow band ultraviolet B NB-UVB adalah salah satu modalitas terapi yang efektif untuk penyakit psoriasis tipe plak derajat sedang-berat. Dosis inisial fototerapi sebaiknya ditentukan dari dosis eritema minimum DEM , namun belum ada penelitian khusus mengenai DEM pada pasien psoriasis orang Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai dosis eritema minimum pada pasien psoriasis dan perbedaannya dengan orang sehat tipe kulit Indonesia. Metode Subyek penelitian terdiri atas 20 pasien psoriasis tipe plakat dan 20 orang sehat yang masing-masing dibagi dalam 2 kelompok tipe kulit Fitzpatrick IV dan V n=10 . Pada regio infraskapula dilakukan penyinaran menggunakan unit fototerapi NB-UVB wholebody Daavlin seri 3 dengan berbagai dosis antara 300-1400 mJ/cm2. Setelah 18-24 jam pasca penyinaran dosis eritema minimum dibaca oleh dua pengamat. Efek samping akibat penyinaran juga dicatat. Hasil Rerata DEM sinar NB-UVB kelompok pasien psoriasis tipe kulit IV 880 SB 181,35 mJ/cm2 dan tipe kulit V 1070 SB 125,16 mJ/cm2. Rerata DEM sinar NB-UVB kelompok orang sehat tipe kulit IV 650 SB 97,18 mJ/cm2 dan tipe kulit V 970 SB 156,70 mJ/cm2. Rerata DEM tipe kulit V lebih tinggi daripada tipe kulit IV p < 0,05 . Rerata DEM kelompok pasien psoriasis lebih tinggi bermakna dibandingkan kelompok orang sehat p < 0,05 . Tidak ditemukan efek samping pasca penyinaran pada semua subyek. Kesimpulan Pada orang Indonesia rerata DEM sinar NB-UVB tipe kulit V lebih tinggi daripada tipe kulit IV. Nilai rerata DEM pasien psoriasis lebih tinggi dibandingkan dengan orang sehat.

ABSTRACT
Background Psoriasis is a chronic inflammation skin disease. Narrowband ultraviolet B NB UVB has been considered as an effective treatment for moderate and severe psoriasis plaque. Initial dose should be determined from minimal erythema dose MED . However, study of MED in psoriasis patient Indonesian skin type has not been reported. This study aims to compare MED of psoriasis patient and healthy subjects Indonesian skin type. Methods Twenty plaque psoriasis patients dan 20 healthy subjects was divided into 2 skin type groups Fitzpatrick IV and V n 10 . Wholebody NB UVB phototherapy unit Daavlin 3 series was used to irradiate backs with doses ranging from 300 to1400 mJ cm2. After 18 24 hours post exposure, MED was determined by two examiners. Side effects of radiation were documented. Results Mean MED of psoriasis patients group skin type IV was 880 SD 181.35 mJ cm2 and type V was 1070 SD 125.16 mJ cm2. In healthy group, the average of skin type IV was 650 SD 97.18 mJ cm2 and skin type V was 970 SD 156.70 mJ cm2. Skin type V showed higher MED than skin type IV p 0.05 . There was significantly higher mean MED in psoriasis patients compared to healthy subjects p 0.05 . Post radiation side effects were not found. Conclusion Minimal erythema dose of Indonesian skin type V is higher than skin type IV. Psoriasis patients have a significantly higher MED than healthy subjects. "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Rania Sutanto
"Latar Belakang: Photoaging dapat mengakibatkan terjadinya penuaan kulit dini, kerutan kasar, hilangnya elastisitas dan kelenturan, tekstur kulit menjadi tidak rata, keratosis, serta perubahan pigmentasi kulit. Individu yang secara geografis tinggal di daerah sering terpajan sinar matahari lebih rentan mengalami photoaging, contohnya di area pesisir. Pengukuran photoaging menggunakan Skala Glogau, sedangkan pengukuran pajanan sinar matahari menggunakan sun index.
Tujuan: Menganalisis profil photoaging berdasarkan skala Glogau dan korelasinya dengan riwayat pajanan matahari menggunakan sun index pada masyarakat pesisir.
Metode: Merupakan studi deskriptif analitik dengan desain potong-lintang. Populasi target penelitian adalah orang berusia ≥20 tahun dengan kulit tipe Fitzpatrick III, IV, atau V, serta berisiko tinggi photoaging dengan rerata pajanan sinar matahari ≥ 3 jam perhari. Subjek penelitian (SP) diambil dengan metode consecutive sampling berdasarkan kriteria penerimaan dan penolakan. Analisis statistik dilakukan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Nilai p<0,05 dianggap signifikan secara statistik.
Hasil: Diantara 55 SP, 3 orang termasuk dalam Skala Glogau II, 42 orang dalam Skala Glogau III, dan 10 orang dalam Skala Glogau IV. Mayoritas memiliki kerutan yang tetap ada saat wajah tidak bergerak, paling banyak pada regio dahi 74,5%, nasolabial 70,9%, dan sudut mata 69,1%. Perubahan pigmentasi paling dominan ditemukan adaalah diskromnia (65,5%), serta tidak ditemukan keratosis aktinik pada mayoritas SP (98,2%). Diperoleh nilai median sun index sebesar 10,91, dan median BSA yang terpajan matahari sebesar 20,50%. Rerata total durasi pajanan matahari adalah 53,63 jam/minggu. Didapatkan korelasi lemah namun tidak bermakna secara statistik antara sun index dengan keparahan derajat photoaging berdasarkan Skala Glogau (r = 0,205; p = 0,134). Dari data tambahan didapatkan korelasi positif lemah yang bermakna antara lamanya pajanan matahari per minggu dan keparahan derajat photoaging berdasarkan Skala Glogau (r = 0,281; p = 0,038), serta didapatkan korelasi positif sedang yang bermakna antara usia dan derajat keparahan photoaging berdasarkan Skala Glogau (r = 0,631; p < 0,001). Didapatkan keratosis seboroik pada hampir seluruh SP, terutama pada kelompok Glogau tipe III (77,3%). Lebih banyak ditemukan SP yang tidak merokok pada Glogau II (100%) dan III (57,1%), sedangkan Glogau IV lebih banyak pada pasien merokok (80%). Didapatkan pula Glogau II dan III lebih banyak pada perempuan (100% dan 59,5%), sedangkan Glogau IV lebih banyak pada laki-laki (80%).
Kesimpulan: Berdasarkan klasifikasi photoaging menurut Glogau, 3 orang termasuk dalam Skala Glogau II, 42 dalam Skala Glogau III, dan 10 dalam Skala Glogau IV. Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara sun index dengan keparahan derajat photoaging berdasarkan Skala Glogau.

Background: Photoaging can cause premature skin aging, coarse wrinkles, loss of elasticity, uneven skin texture, keratosis, and skin pigmentation changes. Individuals who geographically live in areas frequently exposed to sunlight are more susceptible to photoaging, for example in coastal areas. Photoaging was classified using Glogau scale and sun exposure was measured by sun index.
Aim: To analyze the photoaging profile based on Glogau Scale and its correlation with the history of sun exposure using sun index in coastal population.
Method: This is an analytic descriptive study witha cross-sectional design. The target population for this study were people aged ≥20 years with skin types Fitzpatrick III, IV, or V, and at high risk of photoaging with an average sun exposure of ≥ 3 hours per day. The research subjects were taken by consecutive sampling method based on acceptance and rejection criteria. Appropriate statistical analysis was performed to prove the research hypothesis. P value of <0.05 is considered statistically significant.
Results: Among 55 subjects, 3 people are included in the Glogau II cathegory, 42 people in the Glogau III, and 10 people in the Glogau IV. Majority have wrinkles at rest, the most wrinkles were found in forehead region 74.5%, nasolabial 70.9%, and crow’s feet 69.1%. The most dominant pigmentation changes were dyschromia (65.5%), and no actinic keratosis was found in the majority subjects (98.2%). The median sun index value was 10.91, and the BSA median exposed to the sun was 20.50%. The average total duration of sun exposure was 53.63 hours/week. In additional data, there a was weak correlation but not statically significant between sun index and the severity of photoaging based on the Glogau Scale (r = 0.205; p = 0.134). A significant weak correlation was obtained between sun exposure per week and the severity of photoaging based on the Glogau Scale (r = 0.281; p = 0.038), and a significant moderate correlation was obtained between age and the severity of photoaging based on the Glogau Scale (r = 0.631; p < 0.001). Seborrheic keratosis was found in almost all subjects, especially in the Glogau type III group (77.3%). There were more non-smokers in Glogau type II (100%) and III (57,1%), while type IV was more common in smoking patients (80%). It was also found that type II and III Glogau were more common in women (100% and 59,5%), while type IV Glogau were more common in men (80%).
Conclusion: Based on Glogau photoaging scale, 3 people are included in the Glogau II category, 42 people in the Glogau III, and 10 people in the Glogau IV. There was no significant correlation between sun index and the severity of photoaging based on the Glogau Scale.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library