Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riris Riany
Abstrak :
Latar Belakang: Penyalahgunaan narkotika dapat mempengaruhi kesehatan secara umum, baik akibat penggunaan narkotika itu sendiri, maupun karena kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan pola makan yang kurang baik. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi hematologi dan kimia darah pengguna narkotika. Tujuan: Memperoleh data kondisi hematologi dan kimia darah pada pengguna narkotika yang direhabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, Jawa Barat. Metode: Studi dengan data sekunder. Hasil: 38,55% residen memiliki nilai eritrosit dibawah normal; nilai hemoglobin dibawah normal (24,58%); nilai hematokrit dibawah normal (20,11%); nilai LED 1 jam diatas normal (28,49%); nilai leukosit diatas normal (20,67%); nilai segmen diatas normal (12,29%); nilai segmen dibawah normal (7,26%); nilai limfosit diatas normal (16,20%); nilai eosinofil dibawah normal (18,45%); nilai SGOT/AST diatas normal (6,14%); nilai SGPT/ALT diatas normal (12,30%); nilai kreatinin diatas normal (11,17%). Kesimpulan: Sejumlah residen menunjukkan hasil diluar batas normal pada pemeriksaan hematologi dan kimia darah. ...... Background: Systemic disorders have been found in most of drug users, as the result of drug abuse and some unhealthy lifestyle habits such as tobacco smoking, alcohol comsumption, and poor dietary habit. Such conditions may bring bad effects not only to the quality, but also the quantity of the hematology and blood chemistry of the users. Objective: To obtain datas related to the hematology and chemistry blood condition among drug users treated in Balai Besar Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional, Lido, West Java. Method: Study based on secondary data. Results: Low red blood cell counts (38,55%), low hemoglobin counts (24,58%), low hematocrit levels (20,11%), high erythrocyte sedimentation rate levels (28,49%), high white blood cell counts (20,67%), high neutrophil counts (12,29%), low neutrophil counts (7,26%), high lymphocyte counts (16,20%), low eosinophil counts (18,45%), high AST levels (6,14%), high ALT levels (12,30%), high creatinine levels (11,17%). Conclusion: A number of residents show abnormalities in hematology and blood chemistry tests.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andari Putrianti
Abstrak :
Kandidiasis mulut adalah infeksi jamur yang paling sering ditemukan. Ini adalah infeksi jamur oportunistik pada rongga mulut yang disebakan oleh pertumbuhan jamur genus Candida, Candida albicans (C. albicans) adalah spesies yang paling banyak ditemukan. Manifestasi klinisnya dapat tergolong ringan dan berat bila menyerang individu dengan sistem kekebalan tubuh yang inadekuat. Obat antifungal yang ada memiliki peranan penting dalam menanggulangi penyakit ini. Sering terjadi resistensi dan masih tinggi toksisitas obat yang ada, dalam hal ini dibutuhkan agen-agen pengobatan yang baru dengan aktivitas antifungal yang lebih baik dan toksisitas yang rendah. Minyak esensial Melaleuca alternifolia (MA) dan Nigella sativa (NS) merupakan tanaman yang mempunyai efek antifungal yang baik dengan toksisitas dan resistensi yang rendah. Tujuan: Menganalisis potensi minyak esensial MA, NS dan kombinasinya dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Metoda: Minyak esensial MA dan NS didapat dari Eteris Nusantara dan dipaparkan pada C. albicans ATCC 10231 dan isolat klinik dengan metode uji daya hambat dan teknik serial dilution. Hasil: Minyak esensial MA dan kombinasi MA dan NS dapat menghambat 100% pertumbuhan C. albicans, sedangkan minyak esensial NS dapat menghambat rata-rata 11% pertumbuhan C. albicans isolat klinik. Kesimpulan: Minyak esensial NS dan kombinasi MA dan NS berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans. Kombinasi MA dan NS lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan minyak esensial NS, tetapi kombinasi MA dan NS tidak lebih berpotensi dalam menghambat pertumbuhan C. albicans dibandingkan dengan minyak esensial MA. ......Oral candidiasis is the most common fungal infection. It is an opportunistic infection that occurs in the oral cavity that caused by Candida, the most abundant species is Candida albicans (C. albicans). The clinical manifestation of oral candidiasis is considered to be mild but it is become severe when it attack individual with inadequate immune system. Antifungal drugs have an important role in overcoming this disease, but resistance has developed to current antifungal drugs and some of it have a high toxicity, for these reasons it is important to find another drug with a low occurrence of resistance and lower toxicity. Melaleuca alternifolia (MA) and Nigella sativa (NS) essential oils are derived from herbal plant that have a good antifungal activity with a low toxicity and low occurrence of resistance. Aimed: To analyze the potential of MA, NS and the combination of both in inhibiting the growth of C. albicans. Method: Essential oils were from Eteris Nusantara, these oils were tested on C. albicans ATCC 10231 and C. albicans isolated from healthy patient. The method used was inhibition potential with serial dilution technique. Result: Essential oils of MA and the combination of MA and NS can inhibit the growth of C. albicans with a percentage of 100%. While, NS can inhibit the growth of C. albicans isolated from healthy patient with a mean percentage of 11%. Conclusion: Essential oils of NS and the combination of MA and NS have the potential to inhibit the growth of C. albicans. The combination of MA and NS has a better potential to inhibit the growth of C. albicans compared with NS, but the oil combination does not has a better potential compared with MA.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2012
S45649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Cristy Arianta
Abstrak :
Latar Belakang: Kesehatan gigi dan mulut sangat mempengaruhi kesehatan secara umum setiap individu, karena rongga mulut merupakan jalur utama masuknya asupan kedalam tubuh. Akan tetapi, mulut dapat menjadi sumber infeksi yang akan mempengaruhi kesehatan secara umum. Oral health literacy diperlukan untuk mengambil keputusan kesehatan yang sesuai untuk mencegah penyakit khususnya kesehatan gigi dan mulut. Dalam mengukur tingkat oral health literacy, diperlukan suatu kuesioner dengan tingkat validitas dan reliabilitas baik untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tujuan: Menguji validitas dan reliabilitas kuesioner Health Literacy in Denstistry (HeLD) pada penduduk DKI Jakarta. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang atau cross sectional. Dua puluh sembilan pertanyaan yang ada dalam instrumen HeLD yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia, digunakan untuk mengukur oral health literacy. Hasil: Sebanyak 390 reponden mengisi kuesioner. Rerata skor HeLD yaitu 2,6. Cronbach alpha 0.958. Kesimpulan: Kuesioner Health Literacy in Denstistry versi Bahasa Indonesia yang digunakan pada penelitian ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik untuk mengukur status oral health literacy pada penduduk DKI Jakarta.
Background: Oral health was greatly affected human health in overall, regarding that the mouth is the main acess for food intake. Dispite its main function, the mouth could also be a significant source of infection that might influence the individual health. A valid and reliable questionnaire was needed in order to measure the Health Literacy In Dentistry (HeLD). Oral health literacy is needed to make appropriate health decisions to prevent diseases especially for oral health. Purpose: To analyze the validity and reliability questionnaire HeLD for the people in DKI Jakarta. Method: A cross sectional analytical study using 29 questions of HeLD Questionnaire that has been translated to Indonesian language to measure the oral health literacy. Result: Three hundred and ninety respondents completed the questionnaire. The mean total HeLD score was 2,6. Cronbach alpha 0.958. Conclusions: Health literacy in Dentistry (HeLD) Questionnaire which has been translated to Indonesian language is valid and reliable to measure the Oral Health Literacy for the people at the DKI Jakarta.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Michelle Anggraini
Abstrak :
Studi ini fokus membahas tentang variasi anatomis normal pada mukosa oral. Tujuan dari studi ini dalah untuk menentukan prevalensi dan distribusi lesi pada 312 pasien yang mengunjungi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Studi ini dilakukan dengan survei epidemiologi dan menggunakan pendekatan potong lintang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 7 (2,2%) pasien dengan leukoedema, 69 (22,1%) pasien dengan fordyce granules, dan 207 (66,3%) pasien dengan linea alba pada mukosa oral mereka. Semua lesi lebih banyak ditemukan secara bilateral. Leukoedema dan fordyce granules lebih banyak ditemukan pada pria, sedangkan linea alba lebih banyak pada wanita. Leukoedema dan fordyce granules paling banyak ditemukan pada kelompok usia 69-76 tahun, sedangkan linea alba paling banyak ditemukan pada usia 13-20 tahun.
This study is focused on variations of anatomic structures of oral mucosa. The purpose of this study is to determine the prevalence and the distribution of these lesions in 312 patients who visited University of Indonesia Dental Hospital according to the location, age and gender. This study has been done by cross sectional descriptive epidemiological survey. The result showed that there were 7 (2.2%) people who had leukoedema, 69 (22.1%) people who had fordyce granules, and 207 (66.3%) people who had linea alba on their oral mucosa. All lesions were more common in bilateral location. Leukoedema and fordyce granules were more common among males, while linea alba were more common among females. Leukoedema and fordyce granules had the highest prevalence in 69-76 years age-group, while linea alba was highest in 13-20 years age-group.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Theodorus Hedwin Kadrianto
Abstrak :
Tujuan: mengetahui tingkat pengetahuan, persepsi, sikap, dan tindakan dokter gigi di DKI Jakarta terhadap HIV/AIDS dan prosedur kontrol infeksi, serta kesediaan merawat pasien HIV/AIDS. Metode: Survei ini memiliki desain potong lintang, dan dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 189 dokter gigi di 15 kecamatan di provinsi DKI Jakarta yang dipilih secara acak. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah dokter gigi yang memiliki pengalaman studi pascasarjana dalam bidang kedokteran maupun kedokteran gigi. Hasil: Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang rendah (76,7%) dan sikap yang negatif (58,2%), dengan persepsi dan tindakan berada pada tingkat netral. Dari 5 parameter yang diujikan dalam bagian pengetahuan, nilai terendah ditunjukkan pada parameter tatalaksana gigi dan mulut, sedangkan nilai terbaik pada parameter transmisi. Hanya 47,1% responden yang bersedia merawat pasien HIV/AIDS. Alasan utama dokter gigi yang belum bersedia merawat pasien HIV adalah rasa takut akan risiko transmisi dan kurangnya pengetahuan mengenai tatalaksana gigi mulut pada pasien HIV/AIDS. Analisis multivariat menunjukkan sejumlah faktor yang dapat dijadikan prediktor kesediaan merawat pasien HIV/AIDS: persepsi positif (OR 7,26; 95% CI, 1,33-39,72; p = 0,022), sikap netral (OR 6,63; 95% CI, 2,99-14,68; p = 0,000), tidak bekerja di praktik pribadi (OR 3,66; 95% CI, 1,01-13,27; p = 0,048), dan jenis kelamin pria (OR 3,48; 95% CI, 1,36-8,90; p = 0,009). Kesimpulan: Kesediaan responden penelitian ini paling kuat berkorelasi dengan sikap responden, diikuti persepsi dan tindakan. Pengetahuan berkorelasi dengan persepsi dan sikap; persepsi berkorelasi dengan pengetahuan, sikap, dan kesediaan; sikap berkorelasi dengan pengetahuan, persepsi, tindakan, dan kesediaan; serta tindakan berkorelasi dengan persepsi, sikap, dan kesediaan.
Objectives: The purpose of this study was to assess knowledge, perception, attitudes, and practices of dentists in Jakarta towards HIV/AIDS and infection control procedures, and willingness to treat HIV/AIDS patients. Methods: A cross-sectional survey was conducted using a self-administered questionnaire toward 189 dentists in 15 subdistricts randomly selected in Jakarta. Dentist with experience of any postgraduate study related to medicine or dentistry was excluded. Results: Majority of respondents had poor knowledge (76.7%) and attitudes (58.2%), with average level of perception and practices associated with dental treatment for patients with HIV/AIDS. Among 5 topics in the knowledge section, the lowest result was about dental management, while the highest was about HIV transmission. Only 47.1% showed willingness to give dental treatment for patients with HIV/AIDS. Two main reason of refusal reported by the dentists was fear of HIV transmission and lack of knowledge about dental management for HIV/AIDS patients. Multivariate analysis revealed several factors which could be used to predict dentist willingness: positive perception (OR 7.26; 95% CI, 1.33-39.72; p = 0.022), average attitude (OR 6.63; 95% CI, 2.99-14.68; p = 0.000), not working in private practice (OR 3.66; 95% CI, 1.01-13.27; p = 0.048), and male gender (OR 3.48; 95% CI, 1.36-8.90; p = 0.009). Conclusion: Willingness of dentists in this study had strongest correlation with attitudes, followed by perception and practices. Knowlege was correlated with perception and attitudes; perception was correlated with knowledge, attitudes, and willingness; attitudes was correlated with knowledge, perception, practices, and willingness; and practices was correlated with perception, attitudes, and willingness.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marcia
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan Infeksi pneumonia nosokomial (PN) merupakan masalah utama di negara berkembang terutama pada pasien yang menjalani bedah jantung dan mendapat perawatan di intensive care unit (ICU). Aspirasi mikroorganisme dari kolonisasi rongga mulut merupakan salah satu faktor risiko PN yang perlu diperhatikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dapat tidaknya kondisi rongga mulut menjadi prediktor terjadinya PN. Metode Penelitian ini adalah penelitian kohort prospektif. Subjek penelitian merupakan pasien bedah jantung elektif. Kondisi rongga mulut diwakili oleh oral hygiene index - simplified (OHI-S), decay missing filled - teeth (DMF-T) serta laju aliran saliva tanpa stimulasi (LASTS) diukur pada prabedah dan pascabedah. Terjadinya PN dinilai melalui dua parameter diagnosis yaitu clinical pulmonary infection score (CPIS) dan PN yang didiagnosis berdasarkan pengkajian klinis dokter (diagnosis klinis PN). Hasil Pada penelitian ini didapatkan 35 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi selama Desember 2012 hingga Maret 2013. Hasil analisis statistik tidak menunjukkan kemaknaan hubungan antara OHI-S, DMF-T, LASTS dengan CPIS(p=0,420; p=0,268; p=0,949). Demikian pula dengan OHI-S, DMF-T tidak terbukti mempunyai hubungan dengan diagnosis klinis PN (p=0,484; p=0,656). Namun, LASTS mempunyai hubungan signifikan dengan diagnosis klinis PN (p=0,017). Rerata LASTS pascabedah mengalami penurunan bermakna dibandingkan dengan prabedah (p=0,000). Kesimpulan Dalam penelitian ini, kondisi rongga mulut belum dapat terbukti sebagai prediktor terjadinya PN walaupun terdapat hubungan antara LASTS dengan PN yang didiagnosis melalui pengkajian klinis dokter.
ABSTRACT
Introduction Nosocomial pneumonia (NP) is a major problem in developing countries, particularly in patients undergoing cardiac surgery and who received treatment in the intensive care unit (ICU). Aspiration of oral microorganism colonization is one of the substantial risk factors. The aim of this study was to determine whether the condition of the oral cavity can be a predictor of NP. Methods A cohort prospective study was performed in this study. Subjects are elective cardiac surgery patients. Oral conditions examination defined by oral hygiene index ? simplified (OHI-S), decay missing filled - teeth (DMF-T) and unstimulated salivary flow rate (SFR) was implemented pre-surgery and post-surgery. Diagnosis of NP was evaluated through two parameters. There were clinical pulmonary infection score (CPIS) and clinical assessment of NP. Results There were 35 subjects participating in this study who meet inclusion criteria since December, 2012 to March, 2013. Statistic analyses have not been able to confirm the link between OHI-S, DMF-T, SFR to CPIS (p=0.420; p=0.268; p=0.949). Similarly, relation of OHI-S, DMF-T and clinical NP has not proven (p=0.484; p=0.656). However, SFR was significantly related to clinical assessment of NP (p=0.017). The mean of post-surgery SFR was remarkably lower than pre-surgery (p=0.000). Conclusions In this study, the oral conditions have not been shown to be predictors of the occurrence of PN although there is a link between SFR and clinical assessment of NP.
2013
T35042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library