Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 91 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Donna Burhan
Abstrak :
Modernisasi selalu membawa perubahan dalam masyarakat. Begitupun halnya yang terjadi di Jepang. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya membawa pengaruh yang besar ke dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam ritual upacara kematian. Perubahan yang terjadi tidak hanya pada bentuk maupun tata cara dari upacara kematian itu sendiri, tetapi juga tetjadi pergeseran makna dari upacara kematian. Seiring banyaknya barang-barang dan kebudayaan dari Barat yang diimpor oleh Jepang sejak modernisasi, tidak diragukan lagi pemikiran-pemikiran dari Barat seperti individualisme pun ikut masuk ke dalam kehidupan masyarakat Jepang. Namun sebenarnya yang disebut dengan individualisme Jepang oleh para sarjana dan peneliti adalah kaseiteki yaitu ciri khas individu. Dan kecenderungan orang Jepang untuk menunjukkan ciri khas individunya inilah yang pada akhimya melahirkan bentuk upacara kematian baru, yaitu upacara kematian yang mengikuti kepribadian orang yang meninggal atau disebut dengan istilah Jibunrashii Osoushiki.
Modernization always triggers changes in the society. In Japan, modernization not only has changed the economic, political, social and cultural aspects in the lives of the Japanese people, but it also has set off some changes in the funeral ceremonies and death rituals. The changes are not only in the way the ceremonies and rituals are conducted, but the meanings of the death rituals also shifted. In line with the excessive western products and cultures imported to Japan since the modernization era, westerners' way of thinking such as individualism has doubtlessly affected the Japanese way of life. However, what scholars and researchers named "Japanese Individualism" is actually "koseiteki" or individual characteristics. The tendency of the Japanese people to show their individual characteristics is what eventually started a new form of funeral ceremony: "Jibunrashii Osoushiki" - a funeral ceremony which follows the character or personality of the deceased.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17947
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Astuti
Abstrak :
Yulia Astuti. Abstrak sbb. Bellah mendefinisikan religi sebagai sikap-sikap dan tindakan manusia dalam menjawab ultimate concern (keprihatinan mendasar) Ultimate concern tersebut berkaitan erat dengan ultimate value( nilai-nilai mendasar). Bellah membagi fungsi religi menjadi 2 bagian, yaitu: memberikan penjelasan yang memadai terhadap ultimate concern sehingga individu-individu yang mengalaminya dapat tetap hidup diatas ultimate concern tersebut. Fungsi lainya adalah sebagai landasan moralitas bagi masyarakat. Bellah mengkategorikan Bushido dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai dan Hotoku sebagai suatu religi. Bushido adalah pedoman atau tuntunan hidup kaum samurai sedang Hotoku adalah suatu gerakan etika kaum tani yang dipelopori oleh Ninomiya Sontoku. Gerakan ini ditandai dengan didirikannya asosiasi-asosiasi pemberian kredit, yang dikenal dengan Hotokukai. Keduanya dimasukkan sebagai suatu religi karena keduanya dianggap mampu memberikan penjelasan terhadap ultimate concern dan menjadi landasan moralitas. Tentunya kedua hal tersebut terbatas bagi kelasnya masing-masing. Zaman tokugawa adalah suatu rentangan masa yang ditandai dengan sistem pembagian kelas masyarakat yang dikenal dengan Shi-no-ko-sho ( samurai-petani-pengrajin-pedagang). Pembagian kelas tersebut menyebabkan masyarakat pada saat itu menjadi begitu kompleks. Kompleksitas ini, menurut Bellah membuat masyarakat tokugawa dicekam suatu kegelisahan. Sehingga masalah dari samurai, petani, pengrajin dan pedagang berbeda-beda dan aspek religi merekapun beragam.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S13902
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Adriana Estetika
Abstrak :
Penelitian mengenai penerapan prinsip Ie pada masyarakat kota di Jepang pada masa setelah perang dunia ke-2, telah dilakukan sejak bulan Januari 1990. Tujuannya ialah untuk membuktikan masih hidupnya pemikiran yang dilandaskan kepada konsep Ie dalam masyarakat kota. Pengumpulan data, untuk mencapai tujuan penulisan, dilakukan melalui metode kepustakaan dengan jalan menelusuri referensi-referensi yang terkait dengan tema permasalahan. Sedangkan teori yang dipakai sebagai kerangka pemikiran adalah teori yang dikemukakan oleh bebrapa ahli, seperti: Fukushima Masao, Nakane Chie, dan Herumi Befu. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa meskipun secara yuridis, sistem, Ie telah dihapuskan tetapi dalam melakukan beberapa hal yang mendasar seperti: menjaga dan melanjutkan nama Ie, pembagian warisan dan inetraksi sosial dengan lingkungannya, masyarakat kota tetap berpedoman pada konsep Ie. Keadaan ini menunjukkan bahwa konsep Ie tetap hidup dan terpelihara dalam pemikirian orang Jepang pada umumnya dan masyarakat kota pada khsususnya. Faktor yang membuat konsep Ie tetap hidup dan terpelihara adalah Ie sebagai budaya telah melekat dan mendarah daging dalam pemikiran orang Jepang yang terrefleksikan dalam kehidpan mereka sehari-hari.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yetty Nurhayati Hadi
Abstrak :
Sebagai negara yang paling maju di Asia, Jepang ber_hasil menyaingi negara-negara Eropah, Amerika terutama dalam bidang teknologi. Sehingga dengan mendengar nama Jepang, orang langsung mengasosiasikan Jepang dengan ge_dung-gedung pencakar langit, kereta super cepat shinkan_sen dan kehidupan orang Jepang yang serba listrik serta modern. Pandangan umum beranggapan bahwa Jepang adalah negara modern, yang kehidupan sehari-hari penduduknya bergaya Barat dan jauh dari hal-hal yang bersifat tradi_sional. Ketika penulis mengadakan wisata kajian ke Jepang, penulis berkesempatan melihat sendiri bagaimana kehidup_an orang Jepang sehari-hari ternyata jauh berbeda dengan pendapat umum tersebut di atas.Tampaknya kebudayaan Jepang ini mempunyai dua wajah. Pertama wajah modern yang sering diartikan sebagai wajah Barat dan ke dua adalah wajah tradisional. Wajah modern atau wajah Barat yaitu suatu gambaran wajah Jepang yang_
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S14037
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Herlina
Abstrak :
Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah memusatkan perhatian pada sebuah karya Ishida Eiichiro (1903-1968) yang berjudul Nihon Bunka Ron 'Argumentasi Kebudayaan Jepang' dan sekaligus penulis jadikan sebagai sumber utama topik pembahasan skripsi ini. Di dalam karyanya tersebut, ia membahas tentang ciri-ciri kebudayaan Jepang khususnya mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan asal mula kebudayaan dan bangsa Jepang. Sebagai seorang antropolog budaya, Ishida mengemukakan bahwa orang Jepang telah hidup di kepulauan Jepang sejak sekitar jaman Yayoi (abad 3SM-abad 3M) dan mereka merupakan nenek moyang orang Jepang orang Jepang yang menciptakan budaya kehidupan orang Jepang sekarang ini. Adapun manusia jaman Yayoi ini memiliki tiga ciri khas. Pertama adalah merupakan suku bangsa yang membudidayakan padi atau bangsa tani. Kedua, mereka yang berbicara bahasa Jepang dan yang ketiga, mereka yang melakukan cara hidup seperti sekarang ini. Dengan tiga alasan ini, Ishida membuat suatu hipotesa bahwa kebudayaan dan kehidupan orang Jepang di kepulauan Jepang dibentuk oleh orang-orang di jaman Yayoi. Istilah Yayoi ini, diambil dari gerabah yang ditemukan dari timbunan kulit-kulit kerang di kota Yayoi bilangan Bunkyoku, Tokyo pada tahun 1884 (Meiji 17). Dalam menyimpulkan hipotesa-hipotesanya ia banyak menggunakan bahan acuan yang berasal dari ilmu-ilmu arkeologi, etnologi, folkor, lingguistik dan lain-lain. Dari salah satu hipotesanya yang dilihat dari sudut antropologi budaya, ia mengemukakan bahwa kebudayaan Jepang memiliki ciri khas asli Jepang yang berkesinambungan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
S13853
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwira Hernandita
Abstrak :
Penelitian mengenai sistem kekerabatan dozoku dan shinzoku telah dilakukan sejak bulan Januari 1990. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui struktur hubungan kekerabatan dozoku dan shinzoku dengan skala keluasan dan kedalam_annya dan juga untuk membuktikan bahwa struktur kekerabatan orang Jepang dengan terhapusnya ia dari Undang-Undang Sipil Jepang tidak mengalami perubahan. Untuk sampai pada tujuan penulisan digunakan metode penelitian kepustakaan. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa untuk mengeta_hui sistem kekerabatan orang Jepang sebelumnya perlu mema_hami struktur keluarga tradisional Jepang yang dikenal de_ngan sistem ini kemudian akan berkembang dan meluas membentuk sebuah kelompok kekerabatan dozoku yang anggotanya terdiri tidak hanya terdiri dari mereka yang memiliki hu_bungan darah saja, tetapi mereka yang tidak memiliki hubung_an darah pun dapat menjadi anggota dozoku. Sementara itu, shinzoku yaitu jalinan kekerabatan yang ada di dalam dozoku didasarkan pada hubungan darah baik dekat maupun jauh serta hubungan perkawinan. Sistem kekerabatan ini masih menjadi pedaman hidup masyarakat Jepang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1991
S13535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuritasari
Abstrak :
Yobiko adalah sekolah persiapan yang memberikan pendidikan untukmembantu siswanya dalam menghadapi ujian masuk universitas. Siswa yangmengikuti yobiko pada umumnya adalah ronin dan siswa kelas tiga SekolahMenengah Atas. Ronin adalah istilah untuk `samurai yang tak bertuan' pada jamanTokugawa, namun istilah ini kemudian ditujukan kepada seseorang yang telah gagal pada ujian masuk universitas namun ia berusaha untuk mengikuti ujian masuk tersebut di tahun depan. Para ronin pada umumnya belajar di yobiko selama satu tahun penuh, sedangkan siswa kelas tiga biasanya mengikuti bimbingan belajar separuh waktu, yakni pada sore hari atau pada akhir pekan.Para siswa yang ingin mengikuti yobiko harus mengikuti test penempatan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan para siswa, serta agar di dalam satu kelas semua anak mempunyai tingkat kemampuan yang sama. SeteIah mengikuti test penempatan, para siswa akan dibagi ke kelas-kelas yang sesuai dengan kemampuannya serta ke dalam kelas yang sesuai dengan pilihannya.Setiap yobiko mempunyai kurikulum dan jadual mata pelajaran selama setahun. Kurikulum tersebut biasanya terbagi atas tiga tahap. Yobiko mengajarkan latihan soal-soal ujian masuk kepada para siswanya. Hal ini bertujuan untuk membiasakan mereka mengerjakan soal ujian secara cepat, tepat, dan logis. Para pengajar yobiko pun merupakan lulusan universitas elite yang mempunyai keahlian pada suatu mata pelajaran tertentu.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2003
S13754
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maya Kartika Pramudita
Abstrak :
Penelaahan mengenai pokok-pokok pemikiran Shibusawa Eiichi yang mengkaitan perekonomian dengan moral dan dasar terbentuknya pemikiran-pemikiran tersebut. Tujuannya adalah untuk memahami pemikiran Shibusawa Eiichi yang berkaitan dengan pedoman moral bagi kalangan bisnis dalam usahanya menunjang modernisasi di zaman Meiji, dan menemukan landasan dari pemikiran-pemikirannya. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian dengan metode kepustakaan, terutama didasarkan pada buku Rongo to Soroban yang ditulis oleh Shibusawa Eiichi. Selain itu jugs dipergunakan buku-buku lain yang berkaitan dengan terra permasalahan sebagai acuan penunjang. Hasil penelitian kepustakaan ini menunjukkan bahwa Shibusawa Eiichi menganggap perlu ada suatu pegangan moral bagi pelaku bisnis dalam menjalankan kegiatannya. Pegangan moral tersebut dimaksudkan agar kegiatan yang mereka lakukan tidak saja menghasilkan keuntungan pribadi melainkan diharapkan juga dapat menunjang usaha pengembangan perekonomian negara secara keseluruhan, sesuai dengan tuntutan zaman ketika itu.Pegangan moral yang dianjurkan oleh Shibusawa Eiichi adalah ajaran - ajaran Konfusianisme lama, yaitu ajaran menurut Kooshi, yang termuat dalam kitab Rongo.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1994
S13734
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusia Prasanti
Abstrak :
Lusia Prasanti. Sistem Pendidikan Jepang Setelah Perang Dunia II : Pengaruhnya terhadap Motivasi Kerja Pemuda. (Dibawah bimbingan Dr. Siti Dahsiar Anwar) Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1992. Skripsi ini menguraikan mengenai sistem pendidikan Jepang setelah Perang Dunia II dengan melihat apa pengaruhnya terhadap motivasi kerja pemuda Jepang. Peneli_tian dan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran mengenai pelaksanaan sistem pendidikan Jepang setelah Perang Dunia II sehingga dapat mengetahui apa pengaruh sistem tersebut terhadap pemikiran kaum muda Jepang mengenai motivasi kerja. Kaum muda yang dimaksud dalam pembahasan skripsi ini adalah mereka yang berusia kira_kira antara 20-25 tahun, yang merupakan usia mulai beker-ja. Pengumpulan data dipusatkan pada faktor-faktor pendidikan di sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai sampai Perguruan Tinggi dan faktor lain yang berhubungan dengan kaum muda. Selain itu juga dikemukakan data-data historis pendidikan di Jepang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pendi_dikan Jepang setelah Perang Dunia II bersifat demokratis yaitu memberikan kesempatan yang sama pada seluruh rakyat untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oleh Undang-Undang Dasar Negara dalam pasal 26 tentang pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Undang-Undang Pendidikan Sekolah, diaturlah kurikulum pendidikan sekolah di Jepang yang menekankan pada kesem_patan yang sama bagi setiap pelajar untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuannya dan memberikan kebe_basan untuk berpikir. Karena ajaran tentang kesamaan dan kebebasan itu diperoleh hingga tingkat Perguruan Tinggi, para pelajar telah menjadi biasa oleh hal itu. Sehingga ketika mereka mulai memasuki dunia kerja, para pemuda yang memperoleh pelajaran demikian selama masa sekolah, mereka ingin bekerja agar dapat mengembangkan kemampuan dirinya dan mendapat kebebasan dalam bekerja tanpa mengabaikan pekerjaan. Mereka cenderung mencari kepuasan bekerja karena dapat menunjukkan kemampuannya dibandingkan kepuasan dari besarnya gaji yang diperoleh.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
S13601
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mita Riyanti
Abstrak :
Skripsi ini berisikan mengenai pengaruh pemikiran Zen pada taman karesansui. Taman karesansui merupakan taman yang sangat khas karena di dalam komposisinya tidak terdapat air sedikit pun. Di awal perkembangannya taman ini mendapatkan pengaruh pemikiran Zen, salah satunya adalah yang tertuang dalam ungkapan Ichi Soku Ta, Ta Soku Ichi atau Satu adalah Banyak, dan Banyak adalah Satu. Ungkapan ini lebih menekankan pada penyatuan jiwa antara sang seniman dengan alam, yang merupakan sumber inspirasi seninya. Kebersatuan manusia dengan alam yang terwujud lewat taman karesansui ini diungkapkan lewat pemilihan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan taman. Sebagai tuangan ekspresi jiwa pembuatnya yang menggali hatinya untuk memahami hakikat dirinya, pada taman karesansui sang seniman jugs menggali alam sedalam mungkin hingga ia mendapatkan jiwa yang dicarinya dengan menghilangkan segala hal yang merupakan buatan manusia. Ia mampu mewujudkan alam raya, sesuatu yang maha besar dan luas, lewat komposisi bebatuan yang sedemikian rupa pada lahan sempit. Bata yang digunakan dibiarkan dalam bentuk aslinya, tanpa diubah, dan dipilih sesuai dengan ekspresi yang akan dituangkan dalam taman tersebut. Dari sini muncullah sifat-sifat alami, sederhana dan asimetris dalam karya seninya. Ungkapan Ichi Soku Ta, Ta Soku Ichi pun menggambarkan adanya totalitas, dimana yang satu baru memiliki makna bila disandingkan dengan yang banyak', demikian pula sebaliknya. Satu tidak memiliki makna seni apabila ditempatkan terasing dari yang lain atau yang banyak. Satu akan memiliki makna seni apabila berada diantara yang banyak. Banyak pun akan memiliki makna seni dengan satu di dalamnya. Dari sini dapat diketahui bahwa antara yang satu dengan yang banyak adalah saling melengkapi. Dalam taman karesansui dapat dilihat bahwa komposisi bebatuannya sudah merupakan satu kesatuan. Setiap batu dalam komposisi tersebut mendapatkan makna seninya dari bebatuan yang lainnya, sehingga keberadaan setiap batu dalam komposisi tersebut tidak terpisahkan. Namun demikian, meski dalam satu kesatuan, setiap batu dalam komposisi tersebut tetap tidak kehilangan karakteristiknya masing-masing.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
S13741
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>