Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agoeng Tjahajani Sarwono
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang lingkup dan Cara penelitian : Karies gigi merupakan kelainan yang bersifat multifaktorial. S.mutans merupakan bakteri penting penyebab karies gigi dan fluor merupakan bahan pencegah karies. Mengingat : (1) di dalam rongga mulut individu yang sama dapat ditemukan lebih dari satu spesies S.mutans yang berbeda-beda; dan (2) formula fluor sebagai bahan aplikasi sangat menentukan efektivitas pencegahan karies, maka dilakukan penelitian eksperimental secara in vitro, terhadap peranan S.mutans FA-1 (ATCC 19645) pada email yang diberi aplikasi fluor. Peneiitian dilakukan terhadap 64 gigi yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pengeraman 4 dan 8 minggu. Ke dalam tiap-tiap tabung reaksi berisi 20 ml media perbenihan cair yang terdiri atas tioglikolat, glukosa, bakteri dan gelatin gel dimasukkan masing-masing 2 gigi yang diberi aplikasi akuades atau fluor. Evaluasi dilakukan dengan memperhatikan terbentuknya bercak putih dan lapisan badan lesi.

Hasil dan kesimpulan : Pada kelompok pengeraman 4 dan 8 minggu ditemukan pembentukan bercak putih dan lapisan badan lesi dengan jumlah yang sedikit meningkat. Pengamatan terhadap pengukuran hasil rata-rata kedalaman lapisan badan lesi ditemukan adanya perbedaan. Hal-hal tersebut di atas diperjelas dengan gambaran ultra struktur.

Pengujian statistik menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok. Berdasarkan hasil pengamatan disimpulkan bahwa secara in xitro S.mutans FA-1 (ATCC 19645) dapat menyebabkan karies email dan aplikasi fluor dapat menghambat terjadi karies.
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oentarini Tjandra
Abstrak :
Seiring dengan terjadinya perubahan paradigma dalam pendidikan kedokteran di Indonesia, yaitu kurikulum berbasis kompetensi, dengan menggunakan PBL sebagai salah sam metode pembelajaran. Maka terjadi pula perubahan peran dosen, dari pcnyampai informasi menjadi fasilitator. Untuk mencapai kebutuhan tersebut, staf akademik FK Untar telah dilatih sebagai fasilitator sebanyak 60 orang pada bulan Maret dan Juni 2007 selama 4 hari. Penelitian ini bertujuan unmk mengidentitikasi kesiapan staf akadcmik FK Untar yang telah dilatih sebagai fasilitator PBL bcrdasarkan sikap dan pengetahuan stat” akademik FK Umar tentang PBL. Disain penelitian dilakukan secara cross-sectional dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh staf akademik FK Untar yang telah dilatih. Penelitian dilakul-can sejak bulan Agustus sarnpai dengan September 2007, sebanyak 60 orang, yaitu seluruh staf akademik FK Untar yang telah dilatih. Dari 60 kuesioner yang disebarkan, seluruh kucsioner (60) berhasil dikumpulkan. Hasil analisis data diolah dengan menggunakan regresi cox dengan STATA 9.0. Pada penelitian ini faktor yang dapat dikatakan berkaitan dengan kesiapan sebagai fasilitator PBL adalah usia dan lama mengajar saja. Staf akademik yang berumur 46-63 tahun secara moderat kesiapannya 41% lebih rendah dibandingkan staf berusia 27 - 45 tahun (Risiko Relatif (RR) = 0,60; 95% interval kepercayaan = 0,29 - l,2; p = 0,l32). Jika dibandingkan dengan lama mengajar I-20 tahun, staf yang telah mengajar 21-40 tahun secara moderat kesiapannya 35% lebih rendah (Risiko Relatif (RR) = 0,65; 95% interval kepercayaan = 0,33- l,28; p=O,2l2). Karena ada 2 variabel bivariat dengan p<0,25, yaitu umur dan lama mengajar dan berkorelasi sangat kuat (r = 0,93), tidak dapat dilakukan penggabungan keduanya. Jadi kesiapan staf dikaitkan dengan umur. Kesiapan stat” akademik sebagai fasilitator PBL tidak berbeda dalam hal: jenis kelamin, pendidikan terakhir, profesi, dan bagian. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, dari 60 staf yang dilatih, hanya 21 orang (35%) yang siap sebagai fasilitator. Staf akademik berumur 46-63 tahun cenderung tidak siap sebagai fasilitator PBL. Jenis kelamin, pendidikan terakhir, profesi dan bagian dari staf tidak mempengaruhi kesiapan. ......In accordance to the medical education paradigm changes in Indonesia, which is the competence based curriculum, with PBL as one of the teaching method. The role of teachers also changes from information provider to be a facilitator. To fulfill the needs 60 academic staff Medical Faculty Tarumanagara University have been trained as facilitator in March and June 2007 during 4 days. The aim of this study is to identify the readiness academic staff Medical Faculty Tarumanagara after facilitator training based on their attitude and knowledge about PBL. The study uses cross-sectional design with questionnaire for all the trained academic stat? Medical Faculty Tarumanagara University. This study has been conducted from August until September 2007. The response rate from 60 questionnaire was l00%. The data were analyzed using Cox regression with STATA 9.0. The readiness of academic staff moderately in tenn of age and the length of teaching experience. Academic staff with age 46 - 63 years, moderately (p=0.l32) have less ready than 41% (Relative Risk (RR) = 0.60; 95% Confidence Interval (Cl) = 0.29 ~ 1.2; p = 0.l32) than academic staff with age 27-45 years and teaching experience 21 - 40 years have less ready than 35% (RR = 0.65; CI = 0.33- 128; p=0.2l2) than teaching experience l - 20 years. Because any 2 bivariat variables with p<0.25, age and the length of teaching experience very strong correlated (r = 0,93), it can not be fused. So, the readiness of academic staff is connected with the age of staff. From this research the conclusion is, only 21 staff (35%) from 60 staff were ready as PBL facilitator. Academic staff with age 46 - 63 years tend not ready to be a PBL facilitator. The readiness of academic staff were similarly distributed with respect to gender, education level, profession, and subject based.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T32040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Renanti Yunti
Abstrak :
Telah diketahui bahwa H.pylori adalah penyebab gastritis kronik aktif. Semakin aktif gastritis kronik, semakin besar kemungkinan adanya infeksi H.pylori. Penyebaran H.pylori pada lambung tidak merata dan karenanya biopsi sebaiknya diambil paling seqikit dari 2 tempat. Sebagian besar biopsi yang diterima Bagian Patologi Anatomik FKUljRSCM hanya dari 1 tempat di antrum. Oleh karena itu dilakukan penelitian yang menelaah lebih lanjut hubungan antara berbagai derajat aktivitas gastritis kronik den~an keberadaan H.pylori sehingga biopsi yang hanya ,dari 1 tempat di antrum- tersebut dapat bermanfaat. Dalam penelitian ini dari 168 sediaan didapatkan 4 kasus gastritis superfisialis dan 164 gastritik atrofik. Pada 164 kasus gastritis atrofik yang terbanyak adalah gastritis atrofik aktif yaitu 152 kasus sedangkan gastritis atrofik tenang hanya 12 kasus. Gastritis atrofik aktif terdiri atas 103 kasus aktif akut dan 38 kasus di antaranya terdapat H.pylori. Keberadaan H.pylori pada gastritis atrofik aktif akut dan aktif kronik berbeda bermakna, juga pada gastritis atrofik aktif akut ringan sampai berate Hasil penelitian ini dalam hal penemuan H.pylori sama dengan hasil penelitian lain yang menggunakan lebih dari 1 biopsi. Adanya H.pylori gastritis atrofik aktif akut ringan yang disertai sebukan ringan sampai berat sel mononukleus juga berbeda bermakna. Karena itu pada gastritis kronik dengan sebukan padat sel mononukleus perlu dicari pula sel polimorfonukleus, dan jika ditemukan sel tersebut kemungkinan ada H.pylori. ......It has been known that H.pylori was the etiology of active chronic gastritis and the more active the gastritis, the more likely H.pylori was present. The distribution of H.pylori in the stomach was patchy and therefore at least two b~opsies were recommended. In The Anatomic Pathology Department of The Medical Faculty of The University of Indonesia/Dr.Cipto Mangunkusumo Hospital, most of the specimens only consisted of 1 biopsy from the antrum. Based on that reason, the aim of this study is to elaborate the relationship between variations of grades of chronic active gastritis and the presence of H.pylori from the specimen that only consisted of 1 biopsy taken from the antrum. The result of this study consisted of 4 superf~cial gastritis and 164 atrophic gastritis. In 152 from 164 atrophic gastritis showed active atrophic gastritis and 12 cases showed quiescent atrophic gastritis. In 103 from 152 cases are acute active atrophic gastritis and H.pylori was seen in 38 from 103 cases. The H.pylori's presence in acute and chronic active gastritis was statistically significant and was found in all the specimens from mild to the severe grade of acute active atrophic gastritis. The result of this study showed no difference in the p-resence of H.pylori with the result from studies using more than 1 biopsy. The presence of H.pylori was also significant in mild acute atrophic gastritis with mild upto severe infiltration of mononuclear cells. That was the reason tor a very car~ful examination to look for polimorphonuclear cells infiltration in chronic gastritis with severe mononucleus infiltration, and if there were polimorphonuclear cells, a search for H.pylori should be done.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1991
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Kurniadhi
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kehidupan umat manusia dewasa ini selalu diusahakan bagaimana caranya agar umur manusia dapat diperpanjang selama mungkin. Karena itu kita selalu berusaha untuk dapat hidup sehat. Sudah menjadi keyakinan bersama bahwa agar dapat hidup sehat harus ada keseimbangan antara berbagai nutrisi yang kita dapatkan sehari-hari dan merupakan kebutuhan bagi tubuh kita. Hal ini disebabkan nutrisi merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan umat .manusia dan salah satu nutrisi itu ialah vitamin C. Meskipun dibutuhkan dalam jumlah sedikit tetapi vitamin C ini sangat penting untuk mancegah defisiensi vitamin C yang dapat menimbukan penyakit gusi berdarah (scurvy).

Pada masa lalu defisiensi ini biasanya berakibat fatal terutama pada para nelayan yang sering bepergian jauh dan berbulan-bulan tidak singgah di daratan, juga pada serdadu dalam peperangan yang lama. Hal ini disebabkan terutama karena mereka tidak mendapatkan buah-buahan dan sayuran segar yang banyak sekali mengandung vitamin C. Meskipun defisiensi vitamin C sekarang ini agak jarang ditemukan di negara industri/maju tetapi kenyataannya masih ada saja kasus-kasus defisiensi vitamin C yang ditemukan pada keadaan tertentu.

Hal ini disebabkan proses pengolahan makanan yang tidak baik, ataupun karena kebiasaan menggunakan vitamin C dalam dosis mega yang kemudian dihentikan dengan tiba-tiba.

Dari berbagai fungsi vitamin C yang penting terutama berhubungan dengan gusi berdarah akibat defisiensi vitamin C tadi ialah peran serta vitamin C dalam proses pembentukan serat kolagen dan telah dibuktikan oleh berbagai ahli dalam bidangnya masing-masing. Kegagalan dalam penyembuhan luka, kelainan pada gusi dan tulang karena defisiensi vitamin C merupakan akibat langsung dari berkurangnya serat kolagen yang tak larut.

Agar dapat diperoleh manfaat seoptimal mungkin dari nutrisi yang didapat dari makanan maka fungsi pengunyahan haruslah baik. Untuk itu diperlukan adanya gigi geligi yang baik disertai jaringan penyangga yang baik; dan kuat, termasuk gusi yang sehat.

Gusi yang sehat ialah gusi yang berwarna merah muda, mengelilingi gigi, dengan "interdental" yang lancip dan sebagian melekat erat pada struktur gigi dan tulang sehingga gigi dapat berfungsi dengan baik dan tidak mudah berdarah oleh sentuhan yang ringan sekalipun.

Gejala defisiensi vitamin C pada rongga mulut ditandai dengan adanya gusi berdarah, meskipun gejala ini haruslah dapat dibedakan dengan penyakit gusi lainnya yang dapat juga menimbulkan perdarahan pada gusi.

Jaringan penyambung gusi sebagian besar terdiri dari serat kolagen yang tersusun rapi keberbagai arah yang akan menyangga gigi dengan baik selama berfungsi. Untuk mempertahankan struktur gigi yang sehat maka diperlukan ikatan yang erat antara jaringan yang menyusun struktur gigi tersebut.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman Hartono
Abstrak :
Latar belakang: Strategi problem based learning pada kurikulum berbasis kompetensi didasari atas adult learning theory, dimana salah satu ciri dari adult learning adalah self directed learning. Kemampuan self directed learning perlu diberikan dan dilatih, agar siswa kelak lulus nanti dapat mengembangkan keilmuannya. Melihat pentingnya self directed learning, maka perlu adanya suatu gambaran bagaimana penerapan self directed learning pada kegiatan mandiri oleh para siswa kita serta faktor yang berhubungan dengannya. Metoda: Penelitian ini menggunakan disain potong lintang. Subyek dari penelitian ini adalah 266 mahasiswa semester 3 FK UKRIDA. Instrument yang dipakai untuk pengumpulan data terdiri dari 3 kuesioner, yaitu: kuesioner penerapan self directed learning, motivasi dan pemanfaatan waktu pada kegiatan mandiri. Hasil data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan chi square lest. Hasil: Penerapan self direcled learning didalam PBL diterapkan oleh 68% mahasiswa, 71,8% mahasiswa mempunyai motivasi baik, tetapi hanya 28,2% yang memanfaatkan waktu pada kegiatan mandiri. Kesimpulan: Adanya hubungan yang bermakna antara mahasiswa yang menerapkan self directed learning dengan motivasi belajar, pemanfaatan waktu pada kegiatan mandiri. ......Background: Problem based learning strategy in competency based curriculum was based on adult learning theory which is characterized by self directed learning. Student should be trained self directed learning. so after graduation they could develop their knowledge. Due to the importance of self directed learning, it is necessery to know the process of self directed learning and factors related to it. Method: A cross sectional design has been conducted among 266 third semester medical student at University of Ukrida. Three questionaires were used to collect data related to self directed learning, motivation and time management. Data were analize using chi square test. Result: Self directed learning in the PBL session was done by 68% of students, 71,8% has a good motivation, however only 28.2% used the time allocated in the PBL. Conclusion: Motivation, time management were found significantly related to self directed learning.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T21203
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library