Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 132 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mutiara Dahlia
Abstrak :
Usaha Jasa Boga Golongan A3 merupakan salah satu industri kecil sektor informal yang melayani kebutuhan umum dengan pengolahan yang menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja. Dalam mengolah bahan makanan usaha jasa boga di Jakarta pada umumnya menu tnakan bahan bakar elpiji karena elpiji mempunyai beberapa keunggulan dibanding bahan bakar lain. Disamping mempunyai keunggulan, elpiji juga tidak luput dari terjadinya kebakaran. Prevalensi kebakaran yang disebabkan oleh elpiji cukup tinggi, hal ini dikarenakan pengetahuan dan perilaku yang salah oleh pekerja dalam men gunakan elpiji. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat (Green 1991) dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan tahun 2002. Penelitian ini menggunakan data primer tentang umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas, pelatihan, kebijakan dan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pada pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3. Desain penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, Iokasi penelitian di 10 (sepuluh) usaha jasa boga golongan A3 yang mempunyai izin tetap penyehatan makanan di Jakarta Selatan. Pcngambilan sampel secara purposive pada 100 pekerja bagian pengolahan, pengumpulan data primer melalui kuesioner untuk variabel umur, pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan tentang elpiji, pengetahuan tentang keselamatan kerja, prosedur kerja, fasilitas kerja, pelatihan dan kebijakan. Wawancara dan observasi dilakukan untuk variabel dependen yaitu perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji_ Data dianalisa dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan multivariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden berperilaku keselamatan kerja baik (73%), sedangkan yang berperilaku keselamatan kerja kurang baik sebesar (27%), sebagain responden berjenis kelamin Iaki-laki (70%), umur responden sebagian besar antara 18 - 49 tahun (91%), tingkat pendidikan tinggi (5%), menengah (59%) dan rendah (36%). Masa kerja responden sebagain besar kurang dari 10 tahun (74%) sedangkan pengetahuan responden tentang elpiji balk (44%), sedang (16%), kurang (40%) dan pengetahuan responden tentang keselamatan kerja baik (42%), sedang (32%) dan kurang (26%). Prosedur kerja, responden menjawab (57%) sesuai dan (43%) tidak sesuai. Fasilitas tersedia (42%), tidak tersedia (58%), ada pelatihan (33%), ada kebijakan (30%), dan sebagain besar tidak ada pelatihan dan kebijakan. Hasil analisis bivariat temayata pengetahuan tentang elpiji (M0,048), pengetahuan tentang keselamatan kerja (P),037), prosedur kerja (P.),004), pelatihan (P),005) berhubungan secara bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji pads pekerja bagian pengolahan usaha jasa boga golongan A3 di Jakarta Selatan. Dari basil multivariate, variabel prosedur kerja (P,0256) dan pelatihan (M0,0295), memberikan hubungan yang bermakna dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji. Dari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku keselamatan kerja penggunaan elpiji, maka penelitian ini mengambil kesimpulan bahwa prosedur kerja dan pelatihan adalah faktor yang paling dominan dan erat hubungannya dengan perilaku keselamatan kerja maka penelitian ini juga memberikan saran agar memberikan pelatihan, monitoring, pengawasan tentang perilaku keselamatan kerja mengguaakan elpiji. Untuk semua usaha jasa boga agar meningkatkan fasilitas, memperhatikan prosedur kerja dan mensosialisasikan kebijakan agar tejadi suasana kerja yang mengutamakan keselamatan kerja dan kesehatan kerja.
The A3 category of catering known is one of the informal small industries sector serving public need, which is processed by using special kitchen and helped by some hired hands. The process of raw food materials for catering business in Jakarta, generally uses elpiji because it has some advantages compared other fuels. Besides its advantages, elpiji as well as other fuels can not avoid the fire to happen. The rate of occurrences of fire caused by elpiji is high enough, and this is because the know how and correct manner is not sufficiently observed by workers using it. The study has purpose to find out whether or not there is predisposition, causing and encouraging factors relationship (Green 1991) with working safety manners of the workers involved in catering business category A3 in South Jakarta in 2002. This study uses primary data on age, education, gender, works experience/duration, knowledge on elpiji, the knowledge of the work safety, work procedures, facility, training, policy and manner of using elpiji safely at the processing division catering A3. The design of study was quantitative to cross sectional approach, location at 10 (ten) catering A3 that hold permanent license of food sanitary at South Jakarta. The purposive sample selection is done to 100 processing workers, primary data collection through questioner on variable ages, education, gender, work experience/duration, knowledge of elpiji, knowledge of working safety, working procedures, working facilities, training and policies. Interviews and observation performed for dependent variable, that is working safety measures of using elpiji. Data analyze using univariat, bivariat and multivariat analyses. The result of the study indicates that some respondents are good at observing safety manner (73%), while those behaving rather badly is (27%). Some respondents are of male sex (70%). Most of respondents age is between 18 - 49 years (91%); those of low education is (36%). Work experience/duration of some of the respondents is less than 10 years (74%), while their knowledge about elpiji ranges from good (42%), moderate (32%) and somewhat bad (26%). Work procedures answered by (57%) is in accordance with the regulation and as much as (43%) is not. About 42% of facilities is available, unavailable (58%); training provided (33%); policies imposed (30%), and mostly there is no training and policies provided. The analysis outcome of bivariat indicates that the knowledge on elpiji (P=0.048), knowledge on safety (P~_037), work procedures (P=0.004), training (P=0.005) has significant relationship with the safety manner of using elpiji at the processing of catering business in Jakarta Selatan. As from the result of multivariate analysis, work procedure variables is (P=0.025) and training is (P=0.029), has significant relationship with the working safety manner of using elpiji. From the factors having relationship with safety manner of using elpiji, this study concludes that work procedures and training is a dominant factor and has close relationship with working safety behavior. Thereby this study also offers suggestions to establish training, monitoring, control on working safety manner following the use of elpiji. For catering it is advised to foster facility, observe work procedures and socialize policies so that there will be an acceptable work atmosphere that put working safety and work health in the first place. Bibliography : 44 (1980-2001)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T1416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Affan
Abstrak :
Pembangunan di era industrialisasi telah mendorong sektor industri menggunakan berbagai bahan baku kimia yang cenderung meningkat jumlahnya dalam menghasilkan suatu produk. Zat-zat kimia tersebut akan menimbulkan hazardous bagi lingkungan dan pekerja itu sendiri. Disisi lain setiap individu pekerja harus diberikan perlindungan dari kemungkinan timbulnya efek negatif yang berhubungan dengan pekerjaan. PT. EBCI adalah industri produk battery kering yang menggunakan bahan baku kimia, salah salunya adalah Hg-Chloride atau senyawa merkuri anorganik sebagi konduktor. Uap merkuri anorganik yang ada di udara lingkungan tempat kerja dapat mengakibatkan pekerja di tempat tersaebut terpajan yang masuk via instalasi atau pernafasan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja, dan hubungannya dengan kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja. Faktor-faktor lain yang diperkirakan berhubungan seperti lama masa kerja, umur, riwayat amalgam, dan riwayat pekerjaan juga diikutsertakan dalam variabel penelitian. Penelitian menggunakan data sekunder dari Hiperkes Pusat Departemen Tenaga Kerja yang melakukan pemantauan konsentrasi merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja dan dalam urine pekerja PT. EBCI tahun 1998. Unit analisis adalah pekerja. Sampel diambil sebanyak 153 responden, namun setelah data diseleksi ternyata hanya 132 sampel yang dapat dianalisis. Hasil pengukuran konsentrasi merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja, menggambarkan bahwa konsentrasinya telah melewati nilai ambang batas (NAB = 0.025 mg/m3 udara). Hasil pemantauan biologik menunjukkan rata-rata kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja masih berada di bawah indeks pajanan biologik ( IPB = 35 µg1 gr creatinine ). Metode analisis dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu secara univariat untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel konsentrasi merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja, lama masa kerja, umur, riwayat amalgam, dan riwayat pekerjaan. Tahap kedua adalah bivariat untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan variabel dependen. Tahap ketiga adalah analisis multivariat regresi logistik dengan cara mengambil beberapa variabel independen yang signifikan dari uji bivariat untuk mengetahui hubungannya dengan kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja ( Variabel dependen ). Hasil analisis membuktikan bahwa variabel-variabel tersebut secara statistik berhubungan dengan kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja. Responden yang bekerja di bagian assembling paper jacket berisiko 3.62 kali lebih besar kadar merkuri anorganik dalam urine dibandingkan bekerja sebagai supir, demikian pula halnya pekerja di bagian metal jacket mempunyai risiko 2.07 kali lebih besar kadar merkuri urine dibanding supir. Pekerja yang memakai amalgam pada gigi dan bekerja di bagian paper jacket dan metal jacket masing-masing berisiko 3.12 kali dan 1.54 kali lebih besar kadar merkuri anorganik dalam urine dibandingkan pekerja supir yang menggunakan amalgam. Pekerja yang sebelumnya pernah bekerja di industri pemakai bahan merkuri dan kini bekerja di PT. EBCI menerima risiko 35.13 kali lebih besar kadar merkuri anorganik dalam urine, dibandingkan responden yang langsung bekerja di PT. EBCI. Pekerja dengan riwayat pekerjaan sebagaimana disebutkan di atas, bila ditempatkan di bagian paper jacket dan metal jacket akan menerima risiko masing-masing sebesar 7.39 kaki dan 5.08 kali lebih besar kadar merkuri anorganik dalam urine, dibandingkan pekerja supir dengan riwayat pekerjaan yang sama. Dengan analisis bivariat didapatkan adanya hubungan signifikan antara konsentrasi merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja dengan kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja. Demikian pula halnya riwayat pekerjaan mempunyai hubungan bermakna dengan kadar merkuri anorganik dalam urine pekerja. Analisis muitivariat memprediksikan besaran risiko pajanan, dimana pekerja di bagian produksi mempunyai risiko lebih besar dibandingkan pekerja driver. Disarankan pihak perusahaan mengambil langkah korektif untuk menurunkan konsentrasi pajanan uap merkuri anorganik di udara lingkungan tempat kerja, dan optimalisasi pemantauan biologik terhadap pekerja.
Inorganic Mercury Exposure Analysis in Dry Cell Industry 1998 Development in industrial era have encouraged industrial sector that use various chemical raw material which tend to increase its number to produce one product. The chemicals will cause hazard on the environment and workers. On the other hand, each workers should be protected from the possibility of negative impacts related to occupation. PT. EBCI is a dry battery products industry that use chemicals. One of the chemicals is Hg Chloride or inorganic mercury compound as a conductor. Inorganic mercury steam that is exposed in the air on the environment will cause exposure on the workers through inhalation or breathing. This research is done to investigate inorganic mercury concentration in the air on the work environment, and its relationship with inorganic mercury content in the worker's urine. Other related factors such as tenure, age, amalgam record, work history in research variable. The research use secondary data from Central Hiperkes Agency of the Labor Department which monitor the inorganic mercury concentration in the air of the work environment and in urine of workers of PT. EBC1 1998. The unit of analysis in worker. The number of samples is 153, however after it was cleaned there is only 132 samples that can be analyzed. From the inorganic mercury concentration measurment in the air on the environment we know that is concentration have exceeded the threshold limite value ( 0,025 mg/m3 of the air ). The results of biology monitoring indicates that the inorganic mercury content in urine of workers is still below the biology exposure index ( IPB = 35 mg/gr creatinine ). The analysis method is done through three stages that is by univariate method to study the frequency distribution of inorganic mercury concentration variable in the air of the work environment, tenure, age, amalgam record, and work history. The second stage is bivariate to study the relationship between independent and dependent variables. The third stage is regression multivariate analysis of logistics by taking several significant independent variables of the bivariate test to study its relationship with the inorganic mercury content in urine of the workers ( dependent variable ). The analysis risult proved that the variables statistically is the releted with the inorganic mercury content in the worker s urine. The respondent the work in the paper jacket assembling exposd to urine inorganic mercury risk 3,62 higher than drivers, and the same with worker in metal jacket department that exposed to urine mercury risk 2,07 higher than those of drivers. The workers that use amalgam and work in the paper jacket and metal jacket department are exposed to risk 3,12 and 1,54 higher than those inorganic mercury content in urine compared to drivers that use amalgam. Workers that previously work in industry that use mercury and now are working with PT. EBCI face the risk of urine inorganic mercury 35,13 higher than respondents that directly work in PT.EBCI. Workers with work record as mentioned above, if they are placed in paper jacket and metal jacket department will exposed to urine inorganic mercury risk 7,39 higher and 5,02 higher than drivers with the same work record. With bivariate analysis we can obtion a fairly significant relationship with the workers urine inorganic mercury concentration in the work place with the workers inorganic mercury content. The same with the workers record that have significant relationship with the workers urine inorganic mercury content. The multivariate analysis predicts that the exposure risk of workers in the production department have higher risk compared to the drivers. It is suggested that the company should take corrective action to decrease the concentration of inorganic mercury steam exposure in the air of the work place and optimize that the biologic monitoring on the workers.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Hartono
Abstrak :
Bahan kimia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Manfaatnya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat berkaitan dengan pengendalian penyakit, peningkatan produktivitas pertanian, ekstraksi berbagai bahan mineral di pertambangan, keperluan untuk rumah tangga dan sebagainya. Bahan kimia menimbulkan keterbahayaan pada lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengamanan bahan kimia, harus dilakukan untuk melindungi pekerja dari efek yang merugikan. Pekerja harus mendapatkan perlindungan dari dampak yang diakibatkan oleh bahanbahan kimia di tempat kerja. Laboratorium merupakan suatu tempat dimana banyak dilakukan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan kimia. Potensi bahaya yang ditimbulkan antara lain bersifat toksik atau beracun, iritan, karsinogenik, korosif, mudah terbakar dan meledak. Untuk mengetahui paparan bahan kimia di ternpat kerja, dalam hal ini merkuri, penulis melakukan penelitian dengan obyek penelitian adalah pekerja di Balai Laboratorium Kesehatan Bandar Lampung. Pengukuran kadar merkuri menggunakan spektrofotometri serapan atom, dengan spesimen yang diambil adalah rambut pekerja. Hubungan paparan merkuri dengan kadar merkuri pada rambut pekerja laboratorium melibatkan variabel lamanya masa kerja, umur pekerja dan kadar merkuri diudara ruang kerja. Kadar merkuri pada rambut pekerja, dibandingkan dengan rata-rata tertinggi kadar merkuri di rambut pads komunitas yang dikeluarkan oleh WHO, yaitu sebesar 2,0 ppm. Dari sejumlah 49 orang pekerja laboratorium, yang memenuhi kriteria sebagai sampel hanya 45 orang, dimana yang bekerja dibagian teknis sebanyak 29 orang, sedangkan yang bekerja dibagian non teknis sebanyak 16 orang. Diperoleh hasil pengukuran kadar merkuri di udara ruang kerja laboratorium masih dibawah nilai ambang batas ( NAB ), tetapi paparan yang terus menerus akan mengakibatkan akumulasi merkuri didalam tubuh, walaupun konsentrasinya dibawah nilai ambang batas. Hasil analisis bivariat terhadap variabel lamanya masa kerja, umur pekerja dan kadar merkuri diudara ruang kerja bagian teknis didapatkan hubungan yang signifikan antara variabel tersebut dengan kadar merkuri pada rambut pekerja. Pada hasil akhir dari analisis regresi multivariate tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara variabel dependent dan independent Hal ini disebabkan karena ukuran sampel yang kecil dan distribusi data penelitian yang tidak normal.
Chemicals agent can not be separated with human's life. The benefit of the materials is to increase public's welfare especially that is related to disease control, agricultural productivity, mineral extract in mining, household's necessity and so on. Chemicals agent may endanger the workers, work environment_ Therefore, materials' management and safety must be carried out for the sake of workers' protection from side effect. The workers need to be protected from the effects that cause by the materials in their work places. Laboratory is a place where many activities using chemicals agent are conducted. Harmful potentials are caused by toxic agents, irritant, carcinogenic, corrosive chemicals, flammable and explosives substances. To know the exposured of chemical materials in the work places, especially mercury, the writer conducted a research where the laboratory personnel of Bandar Lampung Health Laboratory were the object of the research. The measurement of the mercury level was by using Atomic Absorption Spectrophotometry, and the specimen materials taken were personnel's hair. The relationship of mercury's exposure to the level of mercury within the laboratory's personnel hair involved length of work variable, personnel's age and level of mercury within the air in the working room. Mercury's level within the and level of mercury within the air in the working room. Mercury's level within the workers' hair were compared with the highest average mercury level within the hair in the community, that issued by WHO is 2.0 part per million. From 49 laboratory's personnel, those fulfill the sample's criteria were 45, who 29 of them worked in technical section, and 16 others worked in non-technical section. The obtained result from the measurement of mercury level in the working room at the laboratory remained below Threshold Limit Value (TLV). However, continual mercury's exposure may result mercury accumulation within the body, though its concentration was below the TLV. The result of bivariat analysis from the variables of length of work, workers' age, and mercury level within the air in the technical section working room showed that there was a significant relationship between the variables and mercury level within workers' hair. On the final result from multivariate regression analysis, not be obtained fairly significant relationship between dependent and independent variables. This problems caused by sample size was so small and spreading for data was not proportional.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12702
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Adil Kesuma
Abstrak :
PT. Krakatau Steel merupakan perusahaan yang memproduksi besi baja yang dalam proses produksinya menggunakan mesin dan alat mekanik dengan daya listrik yang mempunyai potensi bahaya tinggi dan dapat menimbulkan kecelakaan ataupun gangguan kesehatan bagi tenaga kerjanya. Oleh karma itu penggunaan teknologi merupakan program keselamatan-dan kesehatan kerja yang memadai. Penggunaan alat pelindung dui yang masih belum. memenuhi Standar Operation Procedure, merupakan perilaku yang tidak diharapkan dan menjadi hambatan dalam usaha mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sikap dan perilaku yang tidak diharapkan ini dapat dirubah dan diarahkan kepada perilaku yang baik seperti yang kita harapkan. Mengingat tingkat kebisingan yang tinggi pada lingkungan kerja. dapat menyebabkan problem gangguan pendengaran. Tujuan dari studi adalah untuk memperoleh gambaran tentang penggunaan alat pelindung telinga serta faktor-faktor yang. berhubungan dengan penggunaan alat pelindung telinga padat-tenaga kerja bagian praduksi baja PT. Krakatau Steel Cilegon Jawa Barat-tahun 1998. Hasil studi ini diharapkan memberi masukan-kepada penrsahaaa dan dapat dijadkan dasar untuk program perusahaan dalam meningkatkan tingkat kesadaran pekerja dalam melaksanakan atau mematu Standar Operation Procedure yang ditetapkan Pihak Manajemen PT. Krakatau Steel. Dari hasil studi yang. dilakukan, maka terlihat adanya hubungan antara tingkat pengetahuan, tenaga kerja, sicap tenaga kerja dan daya lindung alat pelindung telinga dengan penggunaan alat pelindung tealinga oleh tenaga kerja. Sedangkan jumlah alat pelindung telinga, perawatan alat pelindung telinga serta kenyamanan alat pelindung telinga tidak berhubungan dengan penggunaan alat pelindung telinga oleh tenaga.kerja. Dengan demikian perusahaan khususnya dengan kondisi lingkungan kerja yang bising atau sudah melewati Nilai Ambang Batas tingkat kebisi igan yang diperkenankan, mama. Selain upaya pengamanan tempat kerja yang bising juga perlu disediakan alat pelindung telinga.yang memadai yakni jenis earplug yang mempunyai daya atennasi 33,2 dBA sesuai dengan tingkat kebisingan yang ada serta mempunyai jumlah yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tenaga kerja. Selain itu lebih mensosialisasikan peraturan-peraturan yang berlaku pada tenaga kerja.
Study on The Factors Related To The Use Of Ear Protector on The Manpower In The Production Sector Of PT. Trakatau Steel Cilegon West Java in 1998PT. Krakatau Steel is the company that produce steel when during its production process is using the electric machine and mechanical equipment which has the potential of high danger and able to cause accidents or is harmful for the manpower health. That?s why the use of technology forms the appropriate safety and work health program. The use of self-protector which is not meet the requirements of Standard_Operation Procedure is the unexpected attitude and become the obstacle in preventing work accidents and diseases. This attitude could be- changed and directed into the good attitude just like we want. Considering the high noise level at the work environment can arouse the hearing problem. The aim of this study is to obtain the image of ear protector and it's factors related to the use of ear protector for the manpower on .the steel production sector of PT. Krakatau Steel Cilegon-West Java -I 998. The result of this-study-is expected to give the input for the company and become the basic of the company program on improving the employee awareness in implementing or obeying the Standard Operation Procedure stipulated by the Management of PT. Krakatau Steel. From the study result, we will see that there is a relationship between the knowledge level, manpower, -manpower attitude and the protection capacity of ear protector with the use of ear protector by the manpower. Where as the amount, the maintenance and the pleasure of ear protector is not related to the use of ear protector by the manpower. Besides the effort to achieve security in the noise work environment, many companies especially for those who has noise condition of work environment or exceeding the allowed Limit Value for noise level, also need the appropriate amount of ear protector with the type of earplug which has the attenuation of 33,2 dBA suitable with the exist noise- level-for the manpower. Beside that increasing the socialization of the prevailing regulations for the manpower.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Latar Muhamad Arif
Abstrak :
Dalam rangka untuk meningkatkan pembinaan dan perlindungan tenaga kerja, keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana terrnuat dalam Undang Undang no,14 tahun 1969 dalam Bab IV pasal 9 dan pasal 10, dan Undang - Undang no.1 tahun 1970, tentang keselamatan kerja. Untuk mengetahui besarnya niliai intensitas getaran dan kebisingan pada ruang kamar yang bersumber dari motor induk motor diesel 4- langkah di kapal ferry, maka dilakukan , 'study' cross sectional yang mencoba melihat kedudukan masing faktor yang mempengaruhi seperti : jumlah silinder, putaran motor, berat jenis motor induk, volume jenis ruang kamar mesin, umur pakai motor, dan jumlah daun propeller yang digunakan untuk mendorong kapal, terhadap besarnya tingkat getaran dan kebisingan pada ruang kamar mesin. Populasi penelitian ini adalah sebanyak 23 kapal ferry yang menggunakan motor diesel 4- langkah sebagai alat pengerak utama di pelayaran selat sunda dan selat madura. Cara pengumpulan data variabel dependen, yaitu untuk getaran diukur dengan Vibration Meter ' standard ISOMDS 5349 dan untuk kebisingan diukur dengan ` Sound Level Meter standard JIS, sedangkan varibel - varibel Independen dengan cara observasi dan pengisian questioner, dengan analisa univariate, bivarite, multivariate dengan uji statisk ANOVA. Hasil penelitian ini menujukan bahwa besarnya tingkat intensitas getaran dan kebisingan pada ruang kamar mesin dengan percepatan 9,18 m/det 2 dan kebisingan 121,14 dBA. Besar tingkat getaran pada ruang kamar mesin, melalui, kedudukan katub 11,95 m/det 2, kedudukan pondasi 5,17 m/det 2, sistim transmisi 9,72 m/det 2 dan lantai ruang kamar mesin 3,69 m/det 2. Besar tingkat kebisingan pada ruang kamar mesin melalui hasil pembakaran motor melalui turbo ke stage gas buang 112,7 dBA dan kedudukan katub buang 112,3 dBA. Dari hasil evaluasi bahwa adanya hubungan yang bermakna (p < 0,05) antara jumlah silinder, putaran motor, berat jenis motor dan umur pakai motor terhadap tinggi rendahnya tingkat getaran dan kebisingan pada ruang kamar mesin, sedangkan volume jenis ruang kamar mesin dan jumlah daun proppeller tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan tinggi rendahnya tingkat getaran dan kebisingan pada ruang kamar mesin. Dimana pemakaian jumlah silinder, putaran motor, berat jenis motor induk, dan umur pakai motor sangat menentukan besarnya tingkat intensitas getaran dan kebisingan.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bonny Bambang Sri Pitoyo
Abstrak :
Kebakaran merupakan Salah satu bencana yang memerlukan tindakan penanganan secara cepat dan tepat. Semakin oepat dan tepat penanganan bencana kcbakaran, maka kerugian (baik kerugian berupa hilangnya nyawa, cederanya manusia maupun kemgian materiil) yang timbul akibat kebakaran ini akan semakin kccil. Tidak terkecuali apabila bencana kebakaran teriadi di rnunah sakit. Penanganan bencana kebalcaran di rumah sakit meliputi dua kegiatan besar, yaitu kegiatan pemadaman kebakaran itu sendiri dan kegialan kedua adalah tindakan evakuasi terhadap penghuni gedung apabila ternyata lrebakaran tidak dapat Iagi diatasi. Agar kedua kegiatan tersebut dapat berialan dengan cepat, maka scmua sumber daya di mmah sakit tersebut harus dapat beriimgsi dengan baik, dengan cara penetapan masing-masing tugas dan tanggung jawab pada sumber daya manusia yang ada, serta kesiapan dan ketersediaan sumber daya peralatan yang memadai. Penetapan tugas dan tanggung jawab pada sumber daya manusia serta ketersediaan sumber daya peralatan yang memadai ini harus dicakup dalam satu program, yaitu program tanggap darurat kebakaran. Melalui tesis ini, penuEs akan mengembangkan suatu program tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur, sehingga scmua sumber daya manusia dan sumber daya peralatan dapat mengatasi bencana kebakaran apabila tenjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo Jakarta Timur. Dalam pengembangan program tanggap darurat kebakaran di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, penulis akan menggunakan metodologi operation research dcngan pendekatan studi kualitatiil dimana input didapat dari wawancara, penelaahan dokumen resmi dan pengamatan langsung di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo. Sebelum mendapatkan suatu output berupa program tanggap darurat kebakaran, akan dilakukan analisa terhadap ketersediaan sumber daya manusia maupun sumber daya peralatan berdasarkan standard yang ada., yaitu NFPA 99 clan NFPA 101. Studi ini menghasilkan kesimpulan bahwa iilosofi "bertahan di tempat" apabila teqjadi kebakaran yang sebenamya dirokemendasikan oleh NFPA 101 terhadap pcnghuni rumah sakit tidak dapat dilaksanakan di Rurnah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo. Artinya, tindakan evalcuasi secara vertikal ke bawah hams dilakukan. Sumber daya manusia maupun sumber daya peralatan di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo guna menghadapi bencana kebakaran belum teroganisasi secara baik. Dalam rangka pengorganisasian menghadapi bencana kebakaran di Rurnah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo, program tanggap darurat kebakaran harus disiapkan sebagai prosedur dasar penanganan bencana kebakaran. Salah satu usulan kepada Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo adalah dengan membentuk beberapa regu yang akan rnenangani pemadarnan kebakaran maupun melakukan tindakan evakuasi. Regu ini akan bertindak sesuai dengan tiga tingkatan bencana kebakaran yang texjadi. Sedangkan sumber daya peralatan untuk evakuasi rnasih memerlukan beberapa perbaikan agar dapat sejalan dengan persyaratan NFPA 99 dan NFPA; 101.
Fire is one of the disasters requiring quick and accurate handling. The quicker and the more accurate the handling of ire, the lesser the losses will be (either those in the form of loss of life, human injury or material loss)Not excluding cases of fire disaster occurs at a hospital. The handling of fire at a hospital includes two major activities, namely the iire extinguishing activity and the second one is evacuation of people inside the building if the fire turns out to be no longer surmountable. .To ensure the expeditious performance of the two activities, all resources at the hospital must be able to function properly, by determining the respective duties and responsibilities of the existing human resources as well as preparing and providing sirtlicient equipment resources. The determination of duties and responsibilities of human resources as well as the provision of suflicicnt equipment resources must be included in one program, namely 'tire emergency response program. By writing this thesis, I will develop a tire emergency response program at Pasar Rebo Regional General HospitaL East Jakarta, so that all human and equipment resources can surmount tire disaster whenever it occurs at Pasar Rebo Regional General Hospital, East Jakarta. In developing theire emergency response program at Pasar Rebo Regional General Hospital, I will apply operation research methodology with qualitative study approach, in which inputs are obtained from interviews, assessment on oiiicial documents and direct observation at Pasar Rebo Regional General Hospital. Before yielding an output in the form of fire emergency response program, an analysis on the availability of human and equipment resources will be conducted based on the existing standards, namely NFPA 99 and NFPA 101. This study yields a conclusion that thc philosophy of "remaining at place" in the event of iire which is actually recommended by NFPA l0l to patients and people existing at a hospital can not be implemented at Pasar Rebo Regional General Hospital. This means that top down vertical evacuation must be conducted. Human and equipment resources at Pasar Rebo Regional General Hospital for handling 'tire have not been properly organised. For organising activities in response to fire disaster at Pasar Rebo Regional General Hospital, tire emergency response program must be prepared as a basic procedure for handling fire disaster . One of the recommendations to Pasar Rebo Regional General Hospital is to fonn several groups, which will handle Ere extinguishing and conduct the evacuation. These groups will act in accordance with the three levels of fire disaster. Whereas the equipment resources for evacuation still need some improvements so that they can meet the requirements of NFPA 99 and NFPA 101.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T5605
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Dewa Ketut Karla Widana
Abstrak :
Gangguan pendengaran pada teknisi (ground-crew) pesawat tempur TNI AU cukup menonjol sampai saat ini. Gangguan pendengaran dapat disebabkan antara lain oleh pajanan kebisingan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan pengaruh kebisingan dari kegiatan pengoperasian pesawat tempur TN! AU terhadap terjadinya gangguan pendengaran pada teknisi (ground crew) di Lanud lswahyudi dan pengaruh faktor risiko umur, training, riwayat kesehatan, riwayat gangguan kesehatan pendengaran keluarga, hobi, masa kerja dan penggunaan alat pelindung telinga (APT). Penelitian ini menggunakan disain studi "kasus kontrol" dengan populasi para teknisi (ground crew) pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 261 yang terdiri dari 87 kasus dan 174 kontrol dan pengambiian sampel dengan teknik cluster random sampling. Diagnosis gangguan pendengaran jenis Noise Induced Hearing Loss (NIHL) ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis dan pemeriksaan dengan alat audiometri_ Pengukuran pajanan bahaya kebisingan menggunakan: Octave Band Noise Analyzer untuk mengukur frekuensi, Sound Level Meter untuk mengukur tingkat kebisingan, dan Personal Noise Dosimeter untuk mengukur dosis bising yang diterima pekerja, sedangkan faktor risiko lainnya pengukuran menggunakan daftar kuesioner, pengamatan dan wawancara. Analisis statistik menggunakan univariat, bivariat dengan chi-square dan multivariat dengan regresi logistik ganda model faktor risiko, dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 13.0. Temuan penting dari penelitian ini : (1) Proporsi gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi 11,2%; (2) Pajanan bahaya bising : frekuensi 16 - 20 KHz; tingkat kebisingan rata-rata selama 8 jam berkisar 75 - 112 dBALeq dan tertinggi 141,8 dBA; dosis bising yang diterima teknisi tertinggi 51,286,14 %; (3) Faktor yang berpengaruh terhadap gangguan pendengaran adalah bahaya kebisingan >85 dBA (OR : 8,308) ; umur ?35 tahun (OR :11,995); training (OR : 13,946); masa kerja >12 tahun (OR : 21,426); (4) Pengaruh bahaya kebisingan setelah dikontrol oleh konfounder Craning dan masa kerja dengan ORadjust 8,863; (5) dari temuan penelitian dihasilkan model dengan peluang gangguan pendengaran (NIHL) pada teknisi dari variabel dosis, training dan masa kerja 6,32%. Para teknisi pesawat tempur TM AU di Lanud lswahyudi yang terpajan bising >85 dBA-Leq atau dosis >100% mempunyai risiko terjadi gangguan pendengaran lebih besar daripada teknisi yang terpajan bising 585 dBA-Leq atau dosis 5100% secara bersama-sama dengan faktor risiko training dart masa kerja. Untuk itu perlu pengendalian bahaya bising yang dilakukan secara komprehensif dengan menggabungkan pengendalian secara teknis dan administratif serta penggunaan APT yang memadai merupakan suatu keharusan karena pajanan bising yang sangat tinggi.
Hearing loss among at technicians (ground-crew) Indonesian Air Force is the main occupational disease still happening. it can be triggered by hazardous noise exposure. The objective of this research is to know about the picture and effect of the noise in every operation of fighting aircraft toward hearing loss among technicians ( ground crew) of Indonesian Airforce in Iswahyudi Airforcebase, and the effects of the other risks factor such as age, training, health history, history of hearing loss of family, hobby, length in services and usage of personal protective of ear ( APT). This research applied is a "case-control" study with population of technicians ( ground crew) IAF in Iswahyudi Airforcebase. Total sample were 261 technicians consisting of 87 cases and 174 controls with was designed by cluster sampling random. Diagnosis of Noise Induced Hearing Loss ( NIHL) type of Sensory-Neural is classified based on the clinic inspection result and audiometry test. The measurement of noise exposure was using Octave Band of Noise Analyzer to measure the frequency, Sound Level Meter was to measure the noise pressure levels, and then Personal Noise Dosemeter was to measure noise dose which is accepted by technichians, while other risk factors of measurement use list of Questioner, interview and observation. Statistical analysis uses univariate, bivariate with chi-square and multivariate analysis with double logistics regression of risk factor model, by using software of SPSS version 13.0. The Important finding from this research are : (1) Proportion hearing loss ( NIHL) at technician 11,2%; (2) Noisy hazard exposure : frequency 16 - 20 KHZ; the rate of noise levels during 8 hours is 75 - 112 dBA-Leq and highest 141,8 dBA; the highest noise dose accepted by technician is 51,286,14 %; ( 3) Factors having an effect toward hearing loss is noise exposure > 85 dBA ( OR : 8,308) ; ages ?35 years ( OR : 11,995); training ( OR : 13,946); length in service > 12 years ( OR : 21,426); (4) The effect of noise exposure after being controlled by confounder training and length of service with OR adjust 8,863; ( 5) From these research finding models with probability of hearing loss ( NIHL) among technicians can be found from dose variable, length of service and training is 6,32%. The technicians of Indonesian Air Force in Iswahyudi Airforcebase who are exposed to noise more than 85 dBA-Leq or noise doses more than 100% having more risk of hearing loss than technicians who are exposed to noise less than 85 dBA-Leq or noise doses less than 100% together with risk factor of training and length of service. To reduce hearing loss occurrence among technicians of Indonesian Air Force in the Iswahyudi Airforcebase it is necessary to have policy and strong commitment that is control by comprehensively joined operation technically and administrative as well as the adequate provide Hearing Protective of Equipment, because of very high noisy exposure.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wijayanto
Abstrak :
Keselamatan kerja tercermin pada keadaan di tempat kerja, yang meliputi kondisi tak aman, tindakan tak aman maupun keadaan Iingkungart kerja, merupakan dasar dari kejadian hampir celaka maupun kecelakaan. Perlindungan keselamatan secara mekanikal peralatan sebagai perbaikan pertama dan langkah umum yang paling awal dilakukan, yang membatasi bahwa kondisi tak aman relatif sebagai penyebab kecelakaan. Inspeksi keselamatan kerja pemboran bertujuan sebagai sarana untuk mengenali potensial keadaan tak aman yang ada diberbagal fasilitas dan peralatan di lokasi pemboran yang berhubungan dengan rig pemboran darat. Temuan hasil inspeksi dianalisa dan diberikan rekomendasi untuk mengurangi dan atau menghapuskan kejadian hampir celaka dan kecelakaan pada operasi pemboran di PT. CPI.

Penelitian ini adalah studi evaluasi dengan mempergunakan data tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 di PT. CPI. Data penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data dari kebijakan dan program inspeksi keselamatan kerja pemboran serta data primes yang diperoleh melalui kuesioner untuk mengetahui pemahaman program inspeksi keselamatan kerja pemboran.

Aspek Input adalah komitmen dan dukungan manajemen, hasilnya baik pada tahun 2003, 2004 dan tahun 2005 yang meliputi kebijakan dan program inspeksi keselamatan kerja pemboran serta dukungan sumber daya manusia. Aspek proses yakni penerapan program inspeksi keselamatan kerja pemboran pada tahun 2003 dan 2004 hasilnya kurang baik dan meningkat menjadi sangat balk pada tahun 2005. Aspek Output yaitu Nilai Positive Indicators yang sangat baik dari tahun 2003 s/d tahun 2005 dari program inspeksi keselamatan kerja pemboran di PT. CPI sudah dapat mencerminkan status pengelolaan keselamatan kerja pemboran dari fasilitas maupun peralatan yang dioperasikan.

Komitmen dan dukungan manajemen pada tahun 2003 perlu peningkatan pemantauan program inspeksi, pelatihan dan keterlibatan karyawan perusahaan kontraktor pemboran melakukan inspeksi bersama tim inspeksi. Hasil yang kurang baik pada penerapan program inspeksi keselamatan kerja pemboran tahun 2003 dan 2004 disebabkan kurangnya pengawasan, kurangnya pemahaman pengawasan penyelesaian perbaikan. Pemenuhan keselamatan kerja rig pemboran yang sangat baik dari tahun 2003 s/d tahun 2005 karena perusahaan kontraktor pemboran telah melaksanakan inspeksi internal, mempunyai surat ijin iayak operasi (SILO) dan manajemen telah melakukan pengawasan secara lebih baik, keterlibatan karyawan meningkat serta adanya pemantauan dan evaluasi.
Occupational safety can be seen a lot from the situation at the workplace, which includes unsafe conditions, unsafe actions and also the situation of work environment. Safety protection which is done mechanically as a first improvement and the earliest general action taken, create a limitation that unsafe conditions seem to be considered as the main cause of accidents. Occupational safety inspection at drilling industry is aimed as means to recognize the unsafe conditions exist in many facilities and equipment at the drilling sites, which are related to ground drilling rig. The result of the inspection is then analyzed and given as a recommendation to decrease andlor eliminate nearly-accidents occurrence and accidents at the drilling operation in PT. CPI.

This study is an evaluation study using data taken from 2003 until 2005 in PT. CPI. The data is a secondary data obtained from policies and occupational safety inspection program at drilling industry as well as primary data obtained from questionnaires in order to find out the acknowledgement and comprehension of occupational safety inspection program at drilling industry.

The input aspect is management commitment and supports, the results are data either from 2003, 2004, or 2005 which include policies and occupational safety inspection program at drilling industry as well as human resource supports. The process aspect is the implementation of occupational safety inspection program at drilling company during 2003 to 2004, the result are not quite good yet improving to be very good in 2005. The output aspect is Positive indicators Value which is considered excellent from 2003 until 2005 in occupational safety inspection program at drilling industry PT. CPI. The program has already shown the status of occupational safety management either the facilities or the equipment being operated.

Management commitment and supports in 2003 needs an improvement in the inspection program monitoring, training and workers from drilling industry contractors to perform inspection along with the inspection team. The low quality results in the implementation of occupational safety inspection at drilling industry 2003-2004 is due to the lack of monitoring, supervisor's knowledge of improvement completion. The very good result shown at drilling rig from 2003 until 2005 is because the drilling contractor has performed internal inspection, already has an authorization letter to perform operation (SILO) and the management has done better monitoring, workers involvement has improved and monitoring and evaluation is well-performed.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mufthi Ganna Sukardi
Abstrak :
Berat badan berlebih adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup kurang gerak, seperti penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, dan kencing manis. Dalam rangka memelihara sumber daya manusianya agar tetap dalam keadaan sehat dan bugar, pada tahun 2005 Pertamina Unit Pemasaran IV Semarang menerapkan Gerakan Hidup Sehat berupa program Pengendalian Berat Badan Berlebih dalam bentuk olah raga senam aerobik teratur dan terukur. Program berlangsung selama lebih kurang tiga bulan dan terutama ditujukan kepada para pekerja dengan catatan Medical Check Up tahun 2004 menunjukkan kondisi berat badan berlebih. Program Pengendalian Berat Badan Berlebih sudah beberapa kali dijalankan di Pertamina Unit Pemasaran IV Semarang, namun belum pernah dievaluasi secara formal penerapan dan tingkat keberhasilannya. Untuk mengetahui tingkat penerapan serta keberhasilan aspek masukan, aspek proses, dan aspek keluaran dalam pelaksanaan program tahun 2005, Penulis .melakukan penelitian dengan data sekunder tahun 2005 yang diklarifkasi melalui wawancara mendalam kepada Tim Manajemen dan pekerja Pertamina Unit Pemasaran IV Semarang yang menjadi peserta Program Pengendalian Berat Badan Berlebih tahun 2005. Penelitian menunjukkan bahwa pencapaian aspek masukan cukup balk karena adanya dukungan sumber daya perusahaan yang memadai, meskipun komitmen dan keterlibatan manajemen masih kurang. Pencapaian aspek proses cukup balk dengan terlaksananya tahapan-tahapan program sesuai rencana, namun evaluasi, rekomendasi dan tindak lanjut perbaikan belum diterapkan. Aspek keluaran pencapaiannya balk karena kontinuitas pelaksanaan program terjaga dan didukung tingkat kehadiran peserta yang cukup balk. Analisis dengan uji T paired I T dependen mendapatkan hasil adanya perbedaan yang bermakna antara berat badan peserta sebelum dan sesudah mengikuti program. Disarankan agar manajemen Pertamina Unit Pemasaran IV Semarang meningkatkan komitmennya terhadap kegiatan promosi kesehatan kerja, khususnya program pengendalian berat badan berlebih, dengan lebih aktif terlibat, menjalankan program sosialisasi, meningkatkan pemahaman dan motivasi pekerja, melaksanakan pemantauan dan pemeliharaan hasil, serta menerapkan program pola makan sehat. Kegiatan-kegiatan tersebut harus dievaluasi untuk kemungkinan. perbaikan. Perlu dibuat kajian lebih lanjut untuk melihat pengaruh kegiatan promosi kesehatan terhadap produktivitas Perusahaan.
Overweight is one of the several risk factors which cause sedentary 'lifestyle-related diseases, such as coronary heart disease, stroke, hypertension and diabetes melitus. In order to maintain its workers in a healthy and fit condition, in 2005 Pertamina Marketing Unit IV Semarang conducted a Movement of Healthy Life in the form of Overweight Control Program through regular and measured aerobic sports. The program was carried out for three months and focused on overweight employees based on their 2004's Medical Check Up record. Overweight Control Programs have been carried out many times at Pertamina Marketing Unit IV Semarang, but has not been formally measured and evaluated. In evaluating the implementation and the success of the aspects of the program, such as input, process, and output in the year 2005, the author conducted a research using secondary data from the year 2005, which was then verified through a series of in-depth interviews with the management team and the employees of Pertamina Marketing Unit IV Semarang who took part in Overweight Control Program in 2005. Research shows that the input is goad enough with adequate resources provided by the company, although the commitment and involvement of the management are still less satisfactory. The process is also good enough as shown in the phases of the program that can be completed as planned. However, evaluation, recommendation and follow-ups for improvement have not yet been carried out. The output is good as the sustainability of the program can be maintained. This is also supported by the attendance data of the participants. Analysis through T pairedlT dependent test shows that there is a significant means difference between the participants' body weight before and after attended the Program. It is suggested for management of Pertamina Marketing Unit IV Semarang to improving their commitment to the health promotion program, especially overweight control program, by more actively involved, performing socialization program, improving employees' understanding and motivation, performing result monitoring and maintainance, and implementing healthy diet program. These activities must be evaluated for improvement posibilities. It is also recommended to perform advanced study to observe its influence on company's productivities.
2006
T19997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nababan, Ardianty
Abstrak :
Industri MIGAS memiliki resiko yang sangat tinggi dalam kegiatan operasionalnya, termasuk diantaranya kegiatan pemboran yang merupakan kegiatan yang dilakukan baik pada tahap eksplorasi maupun pada tahap eksploitasi. Sebelum melaksanakan kegiatan pemboran kontraktor minyak harus terlebih dahulu melakukan identifikasi bahaya dan analisis resiko untuk mengetahui bahaya-bahaya apa saja yang dapat dan analisis resiko yang dilakukan sesual dengan kajian dan tahapan yang ada pacta standard OSHA. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui potensi-potensi bahaya apa saja yang dapat timbul dari kegiatan pemboran khususnya sumur S-10 yang terletak di lapangan A milik PT X serta tingkat resiko dan setiap potensi bahaya yang mungkin timbul dan kegiatan tersebut Dari studi ini selanjutnya diharapkan dapat memberikan rekomendasi langkah-langkah kontrol yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya.
Oil and gas industry is the high risk operation. Because of safety reason, oil and gas company should have a good system to Identify and analyze all potential hazards and risks before execute their activities especially in drilling activities. The objective of this research are to examine the validity of all supporting data such as well interpretation data, drilling equipment performance and well location condition. The approach of this study is to evaluate all potential hazards and calculate the level of its risk which is exist on drilling activities especially at S-10 Well, Filed-A that can practically use to determine the control action to avoid incidents and/or accidents in a workplace.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T11519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>