Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wresti Indriatmi
"LATAR BELAKANG: Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) merupakan masalah yang berdampak penting pada wanita hamil. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ISR, namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hal ini.
METODE: Dilakukan studi potong lintang dengan analisis kasus kontrol. Subyek ialah wanita hamil, yang tidak mengalami inkompetensia serviks, plasenta praevia, perdarahan per vaginam, ketuban pecah dini, atau karsinoma serviks, yang datang ke Poliklinik Antenatal Bagian Kebidanan dan Kandungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta Juni-September 1998. Dari duh tubuh vagina dan serviks dibuat sediaan apus dengan pewarnaan Gram, sediaan basah dengan larutan NaCl fisiologis, biakan untuk gonokokus, dan pemeriksaan enzyme immuno assay untuk deteksi infeksi Chlamydia trachomatis. Dari darah vena dilakukan tes serologi sifilis. Analisis data menu unakan cara regresi logistik multinomial.
HASIL: Dari 300 wanita hamil yang diperiksa, terdapat 28,4% menderita ISR dengan jenis terbanyak ialah kandidosis vaginalis (15%) , diikuti oleh vaginosis bakterial (9,3%), serta infeksi menular seksual (4%). Duh tubuh vagina bergumpal, dan duh tubuh vagina melekat di dinding berhubungan kuat dengan kandidosis vaginalis dengan berturut-turut odds ratio suaian (OR) 10,4 dengan 95% confidence interval (CI) 2,73 ; 39,59 dan OR suaian 4,05 (95% CI 1,16 ; 14,11) . Umur 17-24 tahun berisiko lebih tinggi mendapat PMS dengan OR suaian 9,91 (95% Cl 1,08 ; 90,68).
KESIMPULAN: Pada wanita hamil, lebih dari seperempatnya dapat ditemukan ISR, sehingga perlu dipertimbangkan untuk menjadikan skrining ISR sebagai bagian dari pemeriksaan rutin antenatal. Faktor yang paling berhubungan dengan kejadian kandidosis vaginalis pada wanita hamil ialah duh tubuh bergumpal atau melekat di dinding. Risiko penyakit menular seksual paling tinggi pada kelompok umur 17-24 tahun.

Risk factors of reproductive tract infection among pregnant women in Antenatal Clinic Dr. Cipto Mangankusumo General HospitalBACKGROUND: Reproductive tract infection (RTI) is an important problem especially for pregnant women. However, factors that can affect the occurrence of this infection are not well known.
METHODS: We analyzed data derived from cross-sectional study. Study's subjects were pregnant women, who didn't experience cervix incompetence, placenta praevia, vaginal bleeding, premature rupture of the membrane, or carcinoma of the cervix, visited Antenatal Clinic of Obstetric and Gynecology Department dr. Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta July-September 1998, and the vaginal and cervical discharge were examined with Gram staining and wet mount, gonococcal culture, and for Chlamydia detection with enzyme immuno assay technique. Serology test of syphilis was also done. Data were then analyzed using the polytomous logistic regression.
RESULTS: From 300 pregnant women examined, RTI was found in 28,4% with vaginal candidosis being the most prevalent (15%) followed by bacterial vaginosis (9,3%), sexually transmitted infection (4%). The thick and curdy vaginal discharge, and vaginal discharge adhered to vaginal wall were strongly associated with vaginal candidosis with adjusted odds ratio (OR) 10,40 with 95% confidence interval (95% CI) 2,73 ; 39,59 and adjusted OR 4,05 (95% Cl 1,16 ; 14,11) respectively. Pregnant women aged 17-24 years has a higher risk for sexually transmitted diseases with adjusted OR 9,91 (95% Cl 1,08 ; 90,68).
CONCLUSION: RTI can be found in more than one-fourth pregnant women visiting antenatal clinic, so it was recommended to screen every pregnant women for RTI. The associated factor of candidosis vaginalis was thick and curdy vaginal discharge or discharge adhered to the vaginal wall The risk of sexually transmitted infection was more prominent among young aged pregnant women."
2001
T3161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vinia Ardiani Permata
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T59078
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yari Castiliani
"ABSTRAK
Terapi pedikulosida dapat menyebabkan toksisitas, resistensi dan pencemaran lingkungan sehingga mendorong penggunaan metode mekanis penyisiran basah pada pedikulosis kapitis (PK). Penelitian ini membandingkan efektivitas dan efek samping metode penyisiran basah dengan losio heksaklorosikloheksan 0,5% terhadap PK selama 2 minggu, menggunakan rancangan uji klinis acak terbuka pada siswi sebuah asrama di Jakarta yang menderita PK. Efektivitas metode penyisiran basah adalah 0% pada minggu pertama dan 50% pada minggu kedua, lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan terapi losio heksaklorosikloheksan 0,5% berturut-turut 32,5% dan 92,5%. Efektivitas metode penyisiran basah meningkat menjadi 71% jika terapi dilanjutkan hingga minggu ke-4. Efek samping keluhan subyektif pada terapi dengan metode penyisiran basah lebih ringan dibandingkan dengan losio heksaklorosikloheksan 0,5%.

ABSTRACT
Pediculicide may cause toxicity, resistance and pollution so that wet comb mechanical method is advised for pediculosis capitis. An open randomized clinical trial was conducted among female students of boarding school in Jakarta, to compare the efficacy and side effects of wet combing method using fine-toothed comb and conditioner to hexachlorocyclohexane 0.5% lotion for a 2-week treatment. The efficacy of wet combing method was 0% and 50% in the first and second week, significantly much lower than those of hexachlorocyclohexane 0.5% lotion, which were 32.5% and 92.5% respectively. However, it was shown to increase to 71% if treatment was continued to four weeks. Side effects of wet combing group was significantly lower than hexachlorocyclohexane 0.5%."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulia Siskawati
"Latar belakang: Multidrug therapy (MDT) merupakan kombinasi obat yang aman dan efektif untuk pengobatan kusta, yang antara lain bertujuan untuk mencegah resistensi obat. Resistensi obat MDT, khususnya rifampisin, penting karena dapat menggagalkan program pengendalian penyakit kusta oleh WHO. Diduga salah satu faktor pencetusnya adalah kepatuhan pengobatan pasien yang buruk, sehingga perlu dilakukan penelitian guna mengetahui kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatan baik dibandingkan kepatuhan kepatuhan pengobatan buruk.
Tujuan: Mengetahui perbandingan kejadian resistensi rifampisin pada pasien kusta tipe MB berdasarkan kepatuhan pengobatannya.
Metode: Dilakukan penelitian analitik dengan rancangan penelitian comparative cross sectional pada pasien kusta tipe multibasiler. Sampel diambil dari kerokan kulit pada pemeriksaan slit skin smear, kemudian dilakukan analisis dengan teknik PCRsequencing.
Hasil: Terdapat 57 subyek penelitian (SP) yang diikutsertakan pada penelitian ini. Pada kelompok kepatuhan pengobatan baik (29 SP), resistensi rifampisin terjadi pada 1 SP (3,4%). Sedangkan pada kelompok kepatuhan pengobatan buruk (28 SP), ditemukan 8 sampel (28,6%) dengan M. leprae yang resisten terhadap rifampisin. Kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik (OR= 11,2; 95% IK=1,296-96,787; p=0,012).
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan kejadian resistensi M. leprae terhadap rifampisin pada kepatuhan pengobatan buruk 11 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kepatuhan pengobatan baik.

Background: Multidrug therapy (MDT) is a combination of safe and effective drugs for the treatment of leprosy which have additional aim to prevent drug resistance. MDT resistance, especially to rifampicin, is very important as it could prevent the target to eliminate leprosy by the WHO. One of the suspected causes of resistance is poor drug compliance by the patient; therefore it is necessary to perform a study to assess the prevalence or rifampicin? resistance on multibacillary (MB) type leprosy patients based on good compare to poor drug compliance.
Purpose: To compare the prevalence of rifampicin? resistance on MB type leprosy patients based on drug compliance.
Methods: Analytical study was performed with comparative cross sectional design on MB type leprosy patients. Samples were taken from skin smear on slit skin smear examination, which then analyzed with PCR sequencing technique.
Results: 57 study subjects were enrolled in this study. On good drug compliance group (29 subjects), only 1 resistance (3,4%) was found. Meanwhile on poor drug compliance group (28 subjects), there are 8 resistance (28,6%) cases found. Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? was found significantly higher on poor compliance patient group compared to the good compliance group. (OR= 11,2; 95% IK= 1,296-96,787; p=0,012).
Conclusion: This study revealed that the prevalence of Mycobacterium leprae resistance to rifampicin? group of patients with po.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover