Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Susatiawadi
"ABSTRAK
Menjelang tahun 2000, Indonesia akan memerlukan baja dengan jumlah yang makin besar. Kebutuhan tersebut selain dapat diisi oleh hasil produksi dalam negeri, juga dapat diisi oleh produk impor yang merupakan unsur perdagangan internasional. Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut perlu dikaji terlebih dahulu alternative yang tersedia, yaitu mengembangkan industry baja secara keseluruhan atau berusaha untuk mengisi sebagian besar kebutuhan yang ada dengan produk impor.
Dengan menggunakan metode domestic resource cost dapat diketahui besarnya keunggulan relative yang dimiliki industry baja Indonesia.
Hasil analisa domestic resource cost dalam table di bawah ini menunjukkan bahwa baja lembaran canai panas produksi Indonesia memiliki keunggulan relative yang main lama makin kuat.
Sesuai dengan kenyataannya, pada tahun 1989 baja lembaran canai panas produksi Indonesia masih harus bersaing dengan hasil produksi korea selatan dipasaran internasional, namun dari hasl analisa diatas, untuk masa yang akan dating baja lembaran canai panas produksi Indonesia akan mampu menyaingi produksi korea selatan, amerika serikat dan jepang di pasaran internasional.
Dengan potensi pemasaran yang dimilikinya industry baja lembaran canai panas juga mempunyai peluang untuk dikembangkan.
Jika bagian hulu dari industry tersebut dapat ditingkatkan daya saingnya dengan memanfaatkan sejauh mungkin keunggulan relative yang dimiliki secara nasional, maka hal tersebut dapat lebih meningkatkan lagi daya saing industry baja lembaran secara keseluruhan.
Salah satu keunggulan relative yang dimiliki Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk industry baja adalah tersedianya batubara dalam jumlah yang melimpha.
Barubara Indonesia saat ini masih belum dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan baja karena nilai kalornya rendah.
Dengan telah ditemukannya teknologi baru di bidang pembuatan besi yang disebut dengan coal based reduction process, maka dengan memanfaatkan teknologi tersebut industry baja Indonesia akan memiliki keunggulan relative yang lebih besar lagi.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setianto
"ABSTRAK
Bertahun-tahun lamanya pendapatan devisa dari minyak bumi
menjadi andalan penerimaan negara dalam membiayai pembangunan
nasional. Dengan merosotnya harga minyak bumi, maka pendapatan
pemerintahpun menjadi berkurang dengan drastis. Kemerosotan harga
minyak bumi segera di susu1 dengan turunnya harga produk-produk
primer lainnya yang biasanya dipasok oleh Indonesia.
Dengan latar belakang peristiwa tersebut, pemerintah dipaksa
untuk mengembangkan ekspor komoditas nonmigas. Sektor yang selama
komoditas migas masih menjadi primadona bagi penerimaan
pemerintah belum mendapat perhatian.
Salah satu komoditas yang dikembangkan ekspornya adalah
komoditas hasil hutan, sumber daya yang tersedia melimpah di
Indonesia. Industri kayu lapis telah memberikan sumbangan yang
sangat besar bagi penerimaan devisa pemerintah, kemudian disusul
dengan rotan. Pada mulanya rotan diekspor dalam bentuk bahan baku
dan bahan setengah jadi. Adanya keinginan untuk mendapatkan
devisa yang lebih besar ataupun adanya desakan dari golongan
tertentu yang meminta fasilitas (rent seeker) maka diterbitkanlah
kebijakan perdagangan internasional dalam subsektor rotan.
Kebijakan tata niaga ekspor rotan tersebut dimulai dengan
pelarangan ekspor bahan baku kemudian dilanjutkan dengan
pelarangan ekspor rotan setengah jadi. Kebijakan perdagangan
internasional dalam tata niaga ekspor rotan ini telah menimbulkan
berbagai dampak negatif bagi masyarakat berupa merosotnya harga
bahan baku rotan serta hilangnya lapangan pekerjaan bagi puluhan
ribu petani kecil pemungut dan pengumpul rotan.
Merosotnya bukan saja volume ekspor tetapi juga nilai ekspor
rotan mengisyaratkan belum siapnya para calon investor untuk
terjun dalam industri pengolahan rotan.
Kebijakan tata niaga ekspor rotan bukanlah kebijakan yang
optimal, mengingat banyak dampak negatif yang ditimbulkan dengan
adanya kebijakan tata niaga ekspor rotan tersebut.
Analisis keunggulan komparatif industri rotan Indonesia baik
analisis statis (1989) maupun analisis dinamis dengan
menghitung DDRC tahun 2000 dengan pendekatan harga pasar
menghas i 1 kan kes i mpu l an bahwa pengembangan i ndustr i rotan untuk
saat ini maupun sampai tahun 2000 masih layak (feasible), karena
masih memiliki daya saing internasional. Meskipun terjadi
penurunan daya saing internasional karena indeks DRC untuk tahun
1989 = 0,85 meningkat menjadi 0,88 pada tahun 2000.
Dengan terbatasnya waktu, perhitungan keunggulan komparatif
yang bi sa di 1 akukan baru pad a ti ngkat satu macam produk rotan
yaitu mebel (furniture). Sangat diharapkan di kemudian hari akan
dilanjutkan penelitian pada jenis produk yang lain seperti:
anyaman (webbing) lampit (mats) serta produk yang lainnya.
Sehingga akan memberikan gambaran yang lebih lengkap
(comprehensive) lagi tentang keunggulan komparatif pada industri
rotan di Indonesia.
"
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library