Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Bunga Nafara
Abstrak :
Pendahuluan: Pembelajaran klinik pada pendidikan kedokteran harus mengalami perubahan yang drastis akibat terjadinya pandemi COVID-19, yaitu transisi dari sistem pendidikan tradisional menuju ke sistem daring yang mengakibatkan hilangnya dan berkurangnya pengalaman keterampilan klinis yang diperoleh mahasiswa. Transisi yang tiba-tiba mengakibatkan mahasiswa harus beradaptasi secara cepat tanpa tersedianya panduan dan sumber daya yang memadai. Proses adaptasi ini menjadi tantangan tersendiri dan memegang peran penting dalam keberhasilan pendidikan klinis. Tujuan: Mengeksplorasi adaptasi mahasiswa dalam pembelajaran bauran pada pendidikan kedokteran tahap klinis di masa pandemi COVID-19. Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kualitatif fenomenologi. Data dikumpulkan melalui focus group discussion (FGD) dengan 33 mahasiswa yang terbagi dalam empat sesi. Data diolah dengan metode analisis tematik. Untuk memastikan trustworthiness dilakukan triangulasi peneliti dan member checking. Analisis dilakukan berdasarkan tema yang muncul. Hasil: Terdapat 9 tema dalam 3 kategori. Kategori pertama yakni perubahan yang terjadi pada pembelajaran klinis di masa pandemi yang terdiri dari perasaan mahasiswa, perubahan pada sistem pembelajaran klinis dan kendala yang ditemui. Kategori kedua adalah persepsi mahasiswa terhadap pembelajaran bauran pada pendidikan klinis di masa pandemi COVID-19 yang terdiri dari keunggulan dan kekurangan dari pembelajaran bauran. Kategori ketiga yaitu adalah adaptasi mahasiswa dalam pembelajaran bauran di masa pandemi COVID-19 yang terdiri dari tema adaptasi mahasiswa terhadap kondisi pandemi dan adaptasi mahasiswa terhadap pembelajaran bauran. Kesimpulan: Mahasiswa melakukan upaya penyesuaian diri baik terhadap kondisi pandemi dan terhadap pembelajaran bauran. Mahasiswa memiliki persepsi dari keunggulan dan kekurangan pembelajaran bauran. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam pembelajaran bauran ynag terdiri dari faktor internal dan eksternal. ......Introduction: Clinical teaching in medical education experienced drastic changes due to the COVID-19 pandemic. Without any available guideline and appropriate sources, the adaptation process become challenge for students and it is crucial to determine the success in clinical education. Purpose: To explore student adaptation in blended learning in clinical stage medical education during COVID-19 pandemic. Methods: This study used qualitative phenomenology design. Data was collected through focus group discussions (FGD) with 33 students divided into 4 sessions. Data were analyzed using thematic analysis methods. Triangulation and member checking were used to ensure trustworthiness. Results: There are 9 themes in 3 categories found in the study. First category is changes in clinical learning during pandemic which consist of changes in education system, student's emotional reactions and obstacles. Second category is medical student perception about blended learning during pandemic consist of benefits and burdens. Third category is student adaptation consist of student adaptation towards pandemic situation, adaptation towards blended learning, factors influencing and student expectations. Conclusion: Students made efforts to adapt both toward pandemic conditions and blended learning. Students identified benefits and burdens using blended learning model. Some factors influence their success in blended learning which consists of internal and external factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Clarissa Wiraputranto
Abstrak :
Latar Belakang: Akne vulgaris (AV) adalah peradangan kronik pilosebasea yang umum terjadi pada semua usia, terutama remaja dan dewasa muda serta dapat memengaruhi psikologis pasien. Tata laksana AV merupakan sebuah tantangan karena keberagaman dalam menentukan diagnosis dan pilihan terapi antar negara. Indonesia mempunyai beberapa pedoman tatalaksana AV yang mempunyai similaritas antara lain konsensus IAEM 2015, PPK Perdoski dan PPK RSCM di tahun 2017. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas terapi standar AV berdasarkan panduan praktik klinis di Indonesia. Metode: Penelitian merupakan studi observasional analitik secara retrospektif di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo menggunakan rekam medis tahun 2017-2019. Sampel penelitian merupakan rekam medis pasien AV baru yang diikuti selama 3 bulan dan dengan metode total sampling. Data subjek yang diambil termasuk karakteristik sosiodemografi, karakteristik klinis, diagnosis, terapi berdasarkan PPK RSCM 2017, dan hasil terapi. Studi dan analisis dilakukan pada bulan April 2023 hingga Juli 2023. Hasil: Terdapat 131 SP yang memenuhi kriteria, 63,4% AV sedang, 20,6% AV ringan, dan 16% AV berat. Sebagian besar SP (92,4%) mempunyai AV dengan awitan sebelum usia 25 tahun. Median lama sakit AV yaitu 48 bulan. Riwayat terapi AV sebelumnya ditemukan pada 58% SP dan riwayat konsumsi obat akne pada 16% SP. Faktor risiko terbanyak berupa riwayat AV pada orang tua. Terapi utama paling banyak digunakan yaitu kombinasi retinoic acid, benzoyl peroxide, antibiotik topikal dan antibiotik oral pada 22,2% SP. Terapi standar AV secara bermakna menurunkan median jumlah lesi noninflamasi (25 vs. 8; p<0,001), median jumlah lesi inflamasi (10 vs. 2; p<001), median jumlah lesi total (41 vs. 10; p<0,001) setelah 3 bulan terapi, dengan median penurunan ketiga jumlah lesi lebih dari 50%. Proporsi derajat keparahan AV berbeda secara bermakna pada 3 bulan (p<0,001), dimana AV ringan meningkat (20,6% vs 93,1%) dan AV sedang atau berat menurun (sedang = 63,6% vs. 6,1%; berat = 16% vs. 0,8%). Kesimpulan: Terapi standar AV berdasarkan PPK di Indonesia efektif dalam mengurangi jumlah lesi noninflamasi, lesi inflamasi, dan lesi total, dan menurunkan derajat keparahan AV. ......Background: Acne vulgaris is a prevalent chronic inflammation of the pilosebaceous unit affecting all ages, especially teenagers and young adults, and often leads to psychological impairment. Management of acne vulgaris has been challenging due to various diagnostic parameters and treatment options across nations. Several treatment guidelines are available in Indonesia, of which have similarities among one another, such as consensus by Indonesian Acne Expert Meeting in 2015 and clinical practice guidelines by the Indonesian Society of Dermatology and Venereology and by Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in 2017. Objective: This study aims to investigate the effectiveness of standard therapy for acne based on the clinical practice guidelines in Indonesia Methods: This is an analytical retrospective observational study using medical records from Dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital between 2017 – 2019. Research samples were medical records of new acne patients followed for 3 months by a total sampling technique. Extracted data included sociodemographic and clinical characteristics, diagnosis, and therapy based on the clinical practice guideline by Dr.Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in 2017 and the results. This study was conducted from April 2023 to July 2023. Results: There were 131 subjects included, of which 63,4% were with moderate acne, 20,6% with mild acne, and 16% with severe acne. Most participants (92,4%) experienced acne for the first time before 25 years old. The median duration from the first occurrence of acne to the visit was 48 months. History of topical and oral acne therapy was found in 58% and 16% of participants, respectively. History of acne in parents was the most reported risk factor. Most subjects (22,2%) received a combination of retinoic acid, benzoyl peroxide, topical antibiotic, and oral antibiotic. Standard therapies significantly reduced the median of non-inflammatory lesions (25 vs. 8; p<0,001), inflammatory lesions (10 vs. 2; p<001), and total lesions (41 vs. 10; p<0,001) after a 3 month-therapy, with the median of reduction for all type of lesions over 50%. The proportion of acne severity differed significantly after three months (p<0,001), with an increasing proportion of mild acne (20,6% vs 93,1%) and decreasing percentage of moderate and severe acne (moderate = 63,6% vs. 6,1%; severe = 16% vs. 0,8%). Conclusion: Standard therapy for acne vulgaris in clinical practice guidelines in Indonesia is effective for noninflammatory lesions, inflammatory lesions, and total lesions, as well as acne severity after 12 weeks.
2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Christa Desire Gracia
Abstrak :
Latar belakang: Akne vulgaris (AV) adalah penyakit unit pilosebasea kronis tersering yang dapat menimbulkan dampak psikologis berat dan mengganggu kualitas hidup penderitanya. Penggunaan terapi ajuvan yaitu ekstraksi lesi akne yang dikombinasikan dengan terapi standar dapat memperbaiki kondisi klinis dan kualitas hidup penderita akne. Pengukuran kualitas hidup penting dilakukan untuk menilai keberhasilan terapi. Saat ini telah tersedia kuesioner kualitas hidup spesifik akne berbahasa Indonesia (Acne-QoL- INA) yang tervalidasi, namun belum pernah ada data mengenai perbandingan kualitas hidup antara terapi kombinasi dan terapi standar. Metode: Studi uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal ini dilakukan pada subjek akne vulgaris dewasa derajat sedang berdasarkan kriteria Lehmann yang dibagi ke dalam kelompok terapi kombinasi standar dan ekstraksi lesi akne (terapi kombinasi) serta terapi standar tanpa ekstraksi lesi akne (terapi standar). Skor kualitas hidup berdasarkan kuesioner Acne-QoL-INA dinilai pada baseline, minggu ke-4, dan minggu ke-8 setelah terapi. Selain itu, penilaian jumlah lesi dan derajat keparahan akne diukur pada setiap kunjungan oleh seorang evaluator secara tersamar melalui foto klinis. Hasil: Sebanyak 40 subjek dengan median usia 24 tahun (18–48), 17,5% laki-laki dan 82,5% perempuan berpartisipasi dalam penelitian ini. Skor Acne-QoL-INA baseline untuk kelompok kombinasi dan kelompok terapi standar masing-masing adalah 41 (37,5– 57) dan 45,5 (37–63), meningkat menjadi 79 (67,5–94,5) dan 72,5 (59,25–98,5) pada minggu ke-8 namun tidak berbeda bermakna secara statistik antar kedua kelompok (p=0,602). Jumlah lesi baseline pada kedua kelompok masing-masing 35 dan 32, menurun menjadi 18 dan 13 pada minggu ke-8 (p<0,0001) dan perbaikan derajat keparahan menjadi akne ringan pada 100% subjek di minggu ke-8. Kesimpulan: Tidak ada perbedaan dalam skor Acne-QoL-INA dan perbaikan klinis antara kelompok terapi kombinasi dan terapi standar pada pasien AV sedang. Namun, terapi kombinasi cenderung meningkatkan kualitas hidup dan pengurangan lesi lebih baik daripada terapi standar. ......Background: Acne Vulagis (AV) is the most commom chronic disease of the pilosebaceous unit that can have a significant psychological impact and reduce the quality of life. The use of adjuvant therapy such as acne lesion extraction, in combination with standard therapy could better improve clinical outcomes and quality of life. Assessing quality of life is crucial to evaluate the success of therapy. Currently, there has been a validated acne-specific quality of life questionnaire in Indonesian (Acne-QoL-INA), but there is no existing data on the comparison of quality of life between combination therapy and standard therapy. Method: This single-blinded randomized controlled study was conducted on adult subjects with moderate acne vulgaris based on Lehmann criteria, who were divided into combinations of standard therapy with acne lesion extraction (combination therapy) group, and standard therapy without acne lesion extraction (standard therapy) group. Quality of life score based on the Acne-QoL-INA questionnaire was assessed at the baseline, 4th, and 8th week after therapy. Additionally, the assessment of lesion number and acne grading is also measured at each visit by a blinded evaluator through clinical photos. Results: A total of 40 subjects with a median age of 24 years old (18–48), comprising 17.5% males and 82.5% females, participated in this study. The baseline Acne-QoL-INA scores for the combination therapy and the standard therapy group were 41 (37.5–57) and 45.5 (37–63), respectively. These scores increased to 79 (67.5–94.5) and 72.5 (59.25– 98.5) at week 8 but did not show statistically significant differences between the two groups (p=0.602). The baseline lesion count in both groups was 35 and 32, respectively, and decreased to 18 and 13 at week 8 (p<0.0001), with an improvement in the severity to mild acne in 100% of subjects by week 8. Conclusion: There was no difference in Acne-QoL-INA scores and clinical improvement between the combination therapy and standard therapy groups in moderate AV patients. However, combination therapy tended to improve the quality of life and lesion reduction better than standard therapy.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Rodinda Marsha Ruth
Abstrak :
Pendahuluan: Berbagai modalitas terapi yang tersedia untuk melasma belum memberikan hasil yang memuaskan serta kekambuhan sering terjadi setelah terapi dihentikan. Asam traneksamat merupakan penghambat plasmin yang dapat mencegah melanogenesis. Beberpa studi telah membuktikan efek injeksi asam traneksamat (AT) intradermal sebagai terapi melasma, namun belum ada sebuah konsensus yang menentukan konsentrasi injeksi AT intradermal yang paling tepat dan efektif. Di Indonesia, belum pernah dilakukan uji klinis yang membandingkan efektivitas dan keamanan injeksi AT intradermal dengan konsentrsi yang berbeda untuk tata laksana melasma. Tujuan Penelitian: Membandingkan efektivitas dan keamanan injeksi AT intradermal konsentrasi 25 mg/ml dengan 10 mg/ml sebagai terapi ajuvan pada tata laksana melasma. Metodologi penelitian: Penelitian ini merupakan uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dengan metode split-face. Sebanyak 30 subjek penelitian (SP) dirandomisasi untuk mendapatkan injeksi AT intradermal 25 mg/ml atau 10 mg/ml pada salah satu sisi wajah. Penelitian dilakukan selama 8 minggu dan terapi injeksi diberikan sejak minggu ke-2 dengan interval 2 minggu. Seluruh SP mendapatkan terapi krim tabir surya SPF 45 dan krim tretinoin 0,05% yang dioleskan sekali sehari malam hari selama 8 minggu. Penilaian skor MASI modifikasi (mMASI) dan pemeriksaan mexameter yang terdiri atas indeks melanin (IM) dan eritema (IE) dilakukan pada setiap kunjungan. Hasil penelitian: Terdapat 27 SP yang menyelesaikan penelitian dengan rerata usia 49,67 tahun dan sebagian besar memiliki melasma tipe campuran. Terdapat penurunan bermakna skor mMASI dan IM pada pemberian terapi ajuvan injeksi AT intradermal 25 mg/ml dan 10 mg/ml, namun besar dan kecepatan penurunan skor tersebut tidak berbeda bermakna pada konsentrasi 25 mg/ml dibandingkan dengan 10 mg/ml. Mayoritas SP tidak mengalami efek samping bermakna akibat injeksi AT. Kesimpulan: Terapi ajuvan injeksi AT intradermal 25 mg/ml dan 10 mg/ml efektif dan aman dalam menurunkan skor mMASI dan IM pada pasien melasma dengan tipe kulit Fitzpatrick IV dan V. ......Background: The various treatment modalities available for melasma have yet to provide satisfactory results, and recurrence often occurs after discontinued therapy. Tranexamic acid (TA), a plasmin inhibitor, can prevent melanogenesis. Several studies have demonstrated the effectiveness of intradermal injections of TA as a treatment for melasma. However, there is no consensus on the most appropriate and effective concentration for these injections. In Indonesia, no clinical trials have been conducted to compare the effectiveness and safety of intradermal TA injections at different concentrations to manage melasma. Research Objective: Comparing the effectiveness and safety of intradermal TA injections at 25 mg/ml and 10 mg/ml concentrations as adjuvant therapy for melasma. Methods: A double-blind, randomized controlled trial was performed with the split-face method. A total of 30 subjects were randomized to receive intradermal TA 25 mg/ml or 10 mg/ml either on the right or the left side of their face. The study research was conducted over eight weeks, with injection therapy administered starting from the second week at 2-week intervals. All subjects received SPF 45 sunscreen and 0.05% tretinoin cream for eight weeks. Assessment for modification MASI (mMASI) score and mexameter examination, which includes melanin index (MI) and erythema index (EI), were performed on every visit. Results: Twenty-seven subjects completed the study, with an average age of 49.67 years, and most had mixed-type melasma. There was a significant decrease in mMASI and MI scores with adjuvant therapy using 25 mg/ml and 10 mg/ml intradermal tranexamic acid injections. However, the score reduction did not significantly differ between the 25 mg/ml and 10 mg/ml concentrations. The majority of subjects did not experience significant side effects from the tranexamic acid injections. Conclusion: Adjuvant therapy with intradermal injection of TA 25 mg/ml and 10 mg/ml effectively and safely reduces the mMASI and MI scores in melasma patients with Fitzpatrick skin types IV and V.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library