Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Dien Anshari
Abstrak :
Penelitian ini melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan program peningkatan partisipasi masyarakat dalam Koperasi Tina Tani Desa Sumurugul. Program intervensi ini dilakukan untuk mengurangi penyebab tak langsung dari tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yakni rendahnya kemampuan ekonomi keluarga. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan komunitas berbasis aset dan partisipasi warga. Adapun aset utama yang diberdayakan dalam penelitian ini adalah koperasi dan potensi sumber daya manusianya. Untuk itu, teori yang digunakan adalah sikap (untuk jenjang individu), perilaku organisasional (untuk jenjang organisasi) dan psikologi komunitas (untuk jenjang komunitas/desa). Program intervensi ini berhasil memotivasi warga untuk ikut serta mengembangkan perekonomian desa melalui koperasi. Berbagai elemen warga berhasil didorong partisipasinya dalam merencanakan pengembangan koperasi.
This research reports and evaluates the implementation of an intervention program which held to increase citizen participation in Koperasi Tina Tani of Sumurugul Village. This intervention program is carried out to reduce the undirected cause of the high number of maternal mortality rate in Indonesia, the family's low economic status. To achieve its goal, this program uses both Asset Based Community Development (ABCD) and citizen participation as an approach. The targets are members of Koperasi Tina Tani and other potential Sumurugul 's citizen. In individual level, this program rests on attitude theory, Robbin's organizational behavior for the organizational level, and community psychology for the community (village) level. This program succeeded in motivating Sumurugul 's citizen to participate in economic development through Koperasi Tina Tani.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17989
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dien Anshari
Abstrak :
ABSTRAK Penelitian ini melaporkan dan mengevaluasi pelaksanaan program peningkatan partisipasi masyarakat dalam Koperasi Tina Tani Desa Sumurugul. Program intervensi ini dilakukan untuk mengurangi penyebab tak langsung dari tingginya angka kematian ibu (AKI) di Indonesia, yakni rendahnya kemampuan ekonomi keluarga. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan komunitas berbasis aset dan partisipasi warga. Adapun aset utama yang diberdayakan dalam penelitian ini adalah koperasi dan potensi sumber daya manusianya. Untuk itu, teori yang digunakan adalah sikap (untuk jenjang individu), perilaku organisasional (untuk jenjang organisasi) dan psikologi komunitas (untuk jenjang komunitas/desa). Program intervensi ini berhasil memotivasi warga untuk ikut serta mengembangkan perekonomian desa melalui koperasi. Berbagai elemen warga berhasil di dorong partisipasinya dalam merencanakan pengembangan koperasi.
2006
T37991
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Ria Andrini
Abstrak :
Terjadinya peningkatan sikap dan perilaku seksual di kalangan remaja menimbulkan berbagai masalah, karena bukan Jianya tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang ada di Indonesia, namuiTjuga menimbulkan dampak negative lainnya, seperti kehamilan di luar nikah, depresi, penyakit kelamin, bahkan tertularnya penyakit AIDS. Untuk memecahkan permasalahan ini, yang harus dilakukan bukan hanya memperbaiki remajanya saja, tetapi juga dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung usaha tersebut. Isu-isu perilaku seksual remaja, akhirnya selalu berujung pada satu kesimpulan yang sama, yakni pentingnya diberikan pendidikan seks pada remaja sebagai langkah antisipatif untuk mencegah kesalahan perilaku. Orang tua sebagai individu yang terdekat dengan anak seharusnya dapat menerangkan arti yang sebenarnya dari seks dengan cara yang sehat dan baik karena ia sangat berperan dalam pembentukan nilai dan sikap anak. Namun, pendidikan seks itu sendiri menyebabkan timbulnya pendapat yang saling bertentangan dan kerap kali sulit untuk diterapkan oleh orang tua karena adanya nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat yang menganggap seks merupakan suatu hal yang tabu untuk dibicarakan. Dari permasalahan inilah, maka ingin diketahui bagaimana intensi orang tua untuk memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya. Penelitian ini berdasarkan teori Planned Behavior (Ajzen, 1988) yang merupakan respon dan pengembangan dari teori Reason Action. Teori ini mengatakan bahwa intensi adalah penentu langsung dari tingkah laku dan pengukuran intensi yang tepat akan memberikan peramalan tingkah laku yang akurat. Lebih lanjut, teori ini menyatakan bahwa intensi ditentukan oleh tiga faktor, yaitu sikap terhadap tingkah laku, norma subyektif, dan perceived behavior control (baik perceived behavior control belief (PBCb), maupun perceived behavior control direct (PBCd)). Dalam menentukan intensi, masing-masing faktor memiliki kekuatan yang berbeda-beda dan perbedaan tersebut dapat menjelaskan latar belakang timbulnya intensi yang hendak diteliti. Dengan tehnik incidental sampling, sebanyak 116 orang tua yang memiliki anak pra remaja, dilibatkan sebagai subyek penelitian. Prosedur dan alat pengumpulan data mengikuti model Ajzen dan Fishbein (1980). Untuk pengolahan data, digunakan komputer sebagai alat bantu untuk mendapatkan perhitungan persentase, korelasi pearson, regresi berganda, t-test, dan anova. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah subyek penelitian ternyata memiliki intensi yang kuat untuk memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya. Selain itu, juga diketahui bahwa terdapat hubungan linear antara sikap, norma subyektif, PBC (baik PBCb maupun PBCd) dengan intensi. Dari hasil analisis berganda diketahui hanya PBCb yang tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap intensi. Sedangkan sikap, norma subyektif, dan PBCd memiliki pengaruh yang siginifikan, dengan sumbangan terbesar diberikan oleh norma subyektif. Jadi, intensi orang tua untuk memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka mengenai harapan orang-orang yang dianggap penting bagi dirinya agar ia memberikan pendidikan tersebut kepada anak remajanya. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa hampir separuh subyek penelitian berpendapat bahwa pendidikan seks kepada remaja paling baik diberikan oleh orang tuanya sendiri dan separuh dari jumlah subyek menyetujui pemberian pendidikan seks kepada anak di usia remaja awal (12 -15 tahun). Beberapa saran yang dapat dikemukakan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebaiknya jumlah sampel diperbesar dengan penyebaran berdasarkan data kontrol yang merata sehingga dapat dilakukan pengolahan statistik lebih lanjut, untuk mendapatkan hasil yang lebih kaya dan rinci. Selain pemberian kuesioner, sebaiknya juga dilakukan wawancara untuk mendapatkan jawaban yang lebih kaya dan akurat dalam peramalan intensi. Selanjutnya juga disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut, seperti topik-topik masalah seks yang sering dibicarakan dan ditanyakan antara anak dan orang tua, disarankan agar melakukan wawancara kepada para orang tua karena ternyata dari penelitian ini diketahui terdapat perbedaan pengetahuan antara apa yang ingin diberikan orang tua dan yang ingin diketahui anak. Pengetahuan mengenai pendidikan seks, ternyata bukan hanya diperlukan bagi remaja, tetapi juga bagi orang tua karena berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks masih kurang. Hal bisa dilakukan dengan memperbanyak seminar, menyediakan buku-buku panduan mengenai pendidikan seks, dll.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2896
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tanjung, Shafwan Adi Purwara
Abstrak :
ABSTRAK
Mahasiswa adaiah mahluk sosial, yang berarti mereka ditakdirkan untuk hidup bersama-sama dengan yang lain. Hubungan dengan orang Iain ini kemudian akan berkembang dari hubungan dengan anggota keluarga, menjadi hubungan dengan orang Iain dalam Iingkungan bermasyarakat. Pada saat seorang manusia menginjak masa remaja, biasanya akan timbul persaan tertarik pada Iawan jenisnya. Akan tetapi, dalam masyarakat ditemukan juga hubungan antar jenis seks yang sama yaitu, wanita dan wanita atau pria dan pria yang biasa disebut hubungan homoseksual.

Hubungan Pasangan sejenis ini cederung dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang karena hubungan ini ternyata sudah melibatkan keseluruhan aspek yang ada pada diri individu, termasuk aspek emosi dan pemuasan kebutuhan seksual seperti halnya pada hubungan intim antara pria dan wanita. Karena dianggap sebagai perbuatan menyimpang maka orang yang memiliki perilaku homoseksual ini ,masih merasa sebagai bagian dari sebuah masyarakat minoritas yang harus dikucilkan.

Namun sepertinya belakangan ini, kaum homoseksual sudah mulai terbuka dalam melakukan aktivitasnya, seperti adanya perkawinan dimana istri atau suaminya adalah seorang homoseks atau adanya suatu organisasi kelompok homoseksual yang terdiri dari berbagai Iapisan masyarakat.

Melihat pada data diatas, terlihat bahwa kondisi sosiai di Indonesia pada dasarnya belum sepenuhnya mengakui bentuk hubungan homoseksual, namun disisi lain data-data menunjukkan bahwa bentuk hubungan homoseksual ini makin muncul walaupun secara tertutup.

Mahasiswa yang dianggap sebagai sebuah kelompok yang memiliki inielektual dan dianggap lebih peka terhadap masalah dilingkungan memungkinkan adanya kemampuan merespons setiap gejala dan segala fasilitas sosial berdasarkan objektifitas akademis yang ada. Disisi iain mahasiswapun memiliki nilai-nilai dan norma~norma serta kebiasaan inteleklual yang akan menimbulkan derajat penerimaan seseorang dalam melakukan hubungan interpersonal.

Mengapa peneliti tertarik dalam hal lni, karena menurut Bogardus (1954) kontak dan interaksi sosial antara individu dan atau kelompok seringkali dapat membuka peluang bagi keduanya untuk menjalin hubungan sosial. Hubungan yang terjadi ini dapat berupa hubuungan ?kedekatan? maupun 'kejauhan'. Kejauhan ini terlihat bila individu memiliki pengertian simpatik yang rendah terhadap anggota sesbuah kelompok tertentu. 'Kedekatan itu baru ada bila individu menunjukkan pengertian simpatik yang besar.

Masalah homoseksual seperti yang telah dijelaskan diatas merupakan salah satu fenomena sosial yang ada di sekitar kita. Selain itu perilaku homoseksual ini juga masih dianggap sebagai perbuatan yang menyimpang dan mempunyai resiko untuk mengalami hambatan dalam penerimaan sosial di dalam masyarakat. Oleh karena itu secara Iebih terarah peneliti ingin menjajagi dan melihat bagaimana penerimaan mahasiswa terhadap para homoseksual.

Subjek pada penelitian ini adalah mahasiswa (pria dan wanita) dan untuk mengetahui penerimaan mahasiswa terhadap kaum homoseksual, peneliti menggunakan skala Bogardus yang terdirl dari 8 buah pernyataan yaitu menerima sebagai suami/istri, anggota keluarga karena perkawinan, sahabat karib, teman kuliah, teman biasa, tetangga, tamu dan menolak hubungan apapun.

Alat yang sudah siap ini kemudian diberikan pada responden mahasiswa yang kuliah disekitar Jakarta dan Depok. Setelah seluruh kuesioner terkumpul, maka dilakukan analisa dan interpretasi hasil. Teknik pengolahan data yang dilakukan adalah dengan menghitung besar frekwensi dan persentase dari tiap-tiap pernyataan dari skala jarak sosial yang diberikan. Untuk melihat gambaran banyaknya subjek digunakan cross tabulation dari SPSS for windows release 6.0. Sementara hasil tambahan dari penelitian ini dihitung dengan rumus chi-square dari SPSS for Windows release 6.0.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata mahasiswa yang merupakan sampel dari penelitian ini dapat menerima kehadiran kaum homoseksual disekeliling dirinya. Berdasarkan frekwensi yang diperoleh dari dari penelitian ternyata frekwensi terbesar adalah menerima sebagai teman kuliah diikuti oleh teman biasa, , sahabat karib, tetangga, tamu, anggota keluarga karena parkawinan dan sebagai suami/istri.

Saran untuk penelilian selanjutnya adaiah agar memperluas sampel penelitian serta Iebih proporsional perbandingannya sehingga hasilnya bisa Iebih jelas dan dapat diolah lebih rinci.
2000
S3008
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Debby Sonita F.
Abstrak :
ABSTRAK
Adat Batak Toba yang didasarkan pada sistem kekerabatan patrilineal mempengaruhi perlakuan orangtua dan masyarakat terhadap anak laki-laki dan anak perempuan. Perlakuan tersebut memiliki kaitan dengan konsep diri yang terbentuk pada diri mereka^ terutama pada perempuan yang menjadi tokoh inferior dalam adat Batak Toba. Dengan alasan tersebut. penelitian ini berusaha menggali bagaimana gambaran konsep diri yang terbentuk pada perempuan Batak Toba dewasa muda yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya. Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuesioner dan wawancara. Dari hasil pemerolehan data dengan menggunakan kuesioner, ditemukan bahwa subyek dengan konsep diri positif cenderung memiliki kemantapan dan keyakinan dalam memandang dan menilai diri sendiri, memiliki konsep diri yang terintegrasi dengan baik, namun cenderung untuk tidak terbuka sehingga melakukan kecurangan tfaking). sedangkan subyek dengan konsep diri negatif cenderung memiliki keraguan dalam memandang dan menilai diri sendiri, memiliki konsep diri yang juga terintegrasi dengan baik, dan cenderung terbuka. Dari hasil pemerolehan data melalui wawancara, ditemukan bahwa semua subyek (2 orang) mengakui bahwa adat Batak Toba memberi pengaruh paling besar pada subdimensi kepuasan (internal) dan subdimensi keluarga (eksternal) konsep diri mereka. Seluruh subyek juga mengaku bangga dan bersyukur telah dilahirkan sebagai perempuan Batak Toba. 'l Selama ini, penelitian mengenai pengaruh adat Batak Toba terhadap konsep diri lebih terfokus pada laki-laki yang menjadi tokoh superior dan esensial dalam masyarakat Batak Toba. Padahal, pada kenyataannya adat Batak Toba juga berpengaruh terhadap konsep diri perempuan.
2005
S3488
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanna Tresya
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran aspirasi remaja jalanan yang mendapat pembinaan dari pelayanan sosial, seperti rumah singgah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan pada remaja jalanan binaan Komunitas Sahabat Anak (KSA). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualiatif dengan teknik pengambilan data wawancara. Alat ukur yang digunakan adalah Self-Anchoring Striving Scale (Cantril 1965) dan Future Orientation Interview (Nurmi, 1989). Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspirasi diri remaja jalanan yang muncul adalah tentang keluarga, pekerjaan, situasi ekonomi pribadi, dan hal-hal yang berkaitan dengan diri. Sedangkan aspirasi nasional yang muncul adalah tentang kondisi ekonomi, politik sosial, kondisi lingkungan, keamanan dari bencana alam, status, independensi dan kepentingan nasional, serta hubungan internasional, perang dan kedamaian. Penelitian ini menemukan tingkat aspirasi diri dan nasional remaja jalanan yang tinggi pada 5 tahun akan datang. Berdasarkan wawancara yang dilakukan ditemukan bahwa remaja jalanan binaan KSA sudah mampu menetapkan tujuan di masa depan tetapi hanya partisipan pada tahap remaja madya yang mampu membuat perencanaan dalam langkah-langkah konkret dan evaluasi berdasarkan pengetahuan tentang tujuan masa depannya.
The aim of this research is to give description about aspiration of street adolescence in Sahabat Anak Community. The information is acquired from quantitative and qualitative method with interview as a tool of gathering data. Questionnaire using in this research is Self Anchoring Striving Scale constructed by Cantril (1965) and Future Orientation Interview by Nurmi (1989). The research found aspirations of street adolescence are about family, job, economic situation, and other references to self. Besides that, national aspiration concerned by street adolescence are about economic, politic, social, environment condition of Indonesia; safety from disaster; independence, status and importance of nation; and also international, war and peace. This research found that street adolescence have a high level of aspiration. Based on interview, research found that street adolescence in Sahabat Anak Community have made their purpose in the future but only participant in middle adolescence making a good plan and evaluation based on comprehensive knowledge about their aspiration.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
362.73 TRE a
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Vidhie Abdillah
Abstrak :
Sepakbola merupakan olahraga terpopuler di dunia, penggemarnya tidak terbatas pada kalangan usia tertentu dan bahkan jenis kelamin (Goldstein, 1979). Sepakbola memiliki kaitan yang sangat erat dengan suporter. Setiap klub sepakbola profesional memiliki kelompok pendukung tertentu. Bahkan, kelompok pendukung tersebut mempunyai namanama tertentu untuk menunjukkan identitas mereka (Roversi dalam Giulianotti dan Williams, 1994). Begitu juga di Indonesia, ada kelompok suporter yang terkenal loyal terhadap klub yang didukungnya, yaitu Aremania kelompok suporter Arema. Walaupun dikenal sebagai pelopor kelompok suporter suportif di Indonesia, Aremania terlibat dalam kerusuhan usai menyaksikan pertandingan Arema lawan Persiwa pada tanggal 16 Januari 2008 di Kediri. Teori yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : Teori crowd, Perilaku Agresif dan informasi mengenai sepakbola, hooliganisme, dan kasus kerusuhan Kediri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran pola pembentukan crowd dengan perilaku agresif pada Aremania saat kerusuhan 16 Januari 2008 di Kediri dan melihat apakah terdapat tahapan Smelser didalamnya. Sampel penelitian ini berjumlah 8 orang, yaitu 3 orang menjadi partisipan wawancara sedangkan 5 orang lainnya sebagai anggota diskusi kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan terlibat dalam kerusuhan setelah mengalami 'dissapearance of concious personality', yaitu hilangnya kesadaran individu terhadap kontrol diri dan kepribadiannya saat berada dalam crowd dan adanya kekuatan anonimitas, yaitu kekuatan yang dimiliki oleh individu untuk berperilaku saat berada dalam suatu kelompok, setiap tindakan yang dilakukan oleh individu diatas namakan sebagai perilaku kelompok. Selain itu, partisipan merasakan/mengalami adanya keenam tahapan Smelser, yaitu structural conduciveness, structural strain, the growth and spread of belief, precipitating factors, mobilization of participant for action, dan the operation of social control pada kerusuhan Aremania tanggal 16 januari 2008 di Kediri. ......Football is the most fabolous sport in the world. Football lovers are not openended for some stage of age and even sex (Goldstein, 1979). Football have to be concerned with the supporter. Every professional football club have a particular supporter group. In fact, those supporter group has a particular epithet to show their identity. (Roversi in Giulianotti&Williams, 1994). So it too in Indonesia, there is one famous supporter group which noted for their loyalty. That is Aremania, the Arema supporter group. Although be known as a sportive supporters, Aremania engaged in the football riot after watched the game between Arema and Persiwa, January 16th 2008 in Kediri. The theory as used in this research is : crowd theory, aggressive behavior and information about football, hooliganism, and riot case in Kediri. The purpose of this research is to find out the description of crowd with aggresion formation pattern and Study of Smelser's crowd Stages for Aremania on the Riot Case January 16th 2008 in Kediri. The sampling of this research is eight Aremanias who classified into 3 people become a interview participant and 5 people become member of group discussion. The result of this research shown that participant who engaged in the riot case in Kediri undergone a dissapearance of concious personality, and there is the anonimity power. What is more, six stages of Smelser's contained in the riot case January 16th 2008, in Kediri.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
303.327 ABD g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Mari Magdalena S
Abstrak :
Keterampilan berbicara di muka umum adalah suatu hal yang penting, baik dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan di perguruan tinggi, maupun dunia pekerjaan. Dalam dunia pendidikan, keterampilan tersebut memungkinkan mahasiswa untuk aktif berpartisipasi di dalam kelas. Dalam dunia pekerjaan, keterampilan tersebut memungkinkan seseorang untuk memperoleh pekerjaan yang baik dan membangun karir yang sukses. Sungguh pun demikian, menjadi seorang pembicara yang efektif bukanlah hal yang mudah, antara lain individu harus memiliki kepercayaan dan kontrol diri yang adekuat. Pembicara yang efektif mampu mengatasi kecemasan yang timbul karena harus tampil dan disorot di muka banyak orang. Melalui pengamatan sepintas peneliti terhadap mahasiswa-mahasiswa S-l di UI, diperoleh kesan bahwa tugas berbicara di muka umum hanya dilakukan oleh segelintir mahasiswa yang telah terampil berbicara di muka umum organisasi di sekolah/ kampus. Mahasiswa-mahasiswa lain, yang belum terbiasa tampil di muka umum, cenderung enggan melakukan tugas berbicara di muka umum dan lebih suka karena keterlibatannya dalam untuk mendelegasikan tugas tersebut pada rekan-rekannya yang dianggap lebih kompeten. Hal ini merupakan suatu kesenjangan karena sebagai seorang calon Saijana, tiap mahasiswa diharapkan mampu mengemukakan pendapatnya di muka forum ilmiah. Berbicara di muka umum menuntut individu untuk memfokuskan atensinya ke luar diri, pada kebutuhan hadirin serta konteks fisik dan sosial di mana komunikasi berlangsung. Oleh karena itu, individu dengan kecenderungan yang besar untuk memfokuskan atensi pada diri, pada pikiran, perasaan, tingkah laku, atau penampilannya, diasumsikan akan mengalami hambatan dalam berbicara di muka umum karena manusia memiliki kapasitas atensi yang terbatas. Ditinjau dari usianya, sebagian besar mahasiswa masih dapat digolongkan sebagai remaja, yaitu remaja akhir. Salah satu ciri kepribadian yang khas pada masa remaja adalah kecenderungan memfokuskan atensi pada diri (disebut juga kesadaran-diri) yang ekstrim. Melalui penelitian ini, peneliti ingin membuktikan bahwa kecenderungan memfokuskan atensi pada diri pada mahasiswa berhubungan dengan kecemasannya dalam berbicara di muka umum. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang kesadaran-diri dan kecemasan berbicara di muka umum. Di samping itu, penelitian ini diharapkan juga memiliki manfaat praktis bagi mahasiswa yang mengalami kecemasan berbicara di muka umum. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 191 orang, yang terdiri dari mahasiswa S-1 dari berbagai fakultas di UI. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental sampling. Untuk pengumpulan data, digunakan alat ukur berupa kuesioner, yang terdiri dari pengantar mengenai berbicara di muka umum, skala yang mengukur kesadaran-diri, skala yang mengukur kecemasan berbicara di muka umum, dan data kontrol. Kedua skala yang telah disebutkan merupakan skala Likert berbahasa Inggris yang telah dibakukan. Sebelum digunakan dalam penelitian yang sebenarnya, peneliti terlebih dahulu melakukan adaptasi atas kedua skala tersebut. Hasil uji hipotesa menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kesadaran-diri dengan kecemasan berbicara di muka umum. Namun, setelah ditelaah lebih lanjut, ditemukan hubungan yang bervariasi antara tiap dimensi kesadaran-diri dengan kecemasan berbicara di muka umum. Di samping hasil uji hipotesa, diperoleh pula beberapa hasil sampingan yang membuat hasil penelitian ini menjadi lebih lengkap.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
S2929
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohanna Domikus
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku sosioemosional dan tahap perkawinan dengan kepuasan perkawinan. Pengujian hipotesis dilakukan terhadap 258 subyek, yang terdiri dari 129 pasangan suami-isteri. Hasil penelitian secara umum menunjukkan adanya hubungan yang cukup kuat antara perilaku sosioemosional, baik yang diberikan maupun yang diterima subyek dengan kepuasan perkawinan. Derajat hubungan itu sendiri berbeda antar tahap perkawinan, di mana hubungan terkuat ditemukan pada tahap perkawinan 4 (21 - 30 tahun usia perkawinan) dan makin melemah berturut-turut pada tahap 3 ( 1 3 - 2 0 tahun usia perkawinan), tahap 2 (3 - 12 tahun usia perkawinan), dan tahap 1 (kurang dari atau sama dengan 2 tahun usia perkawinan). Penelitian ini juga menemukan sumbangan yang cukup besar dari perilaku sosioemosional terhadap kepuasan perkawinan. Jika dilihat berdasarkan tahap perkawinan, pada perilaku sosioemosional yang diberikan subyek, sumbangan terbesar terjadi pada tahap perkawinan 4, dan makin mengecil pada tahap 3, tahap 2, dan tahap 1. Sedangkan pada perilaku sosioemosional yang diterima subyek, sumbangan terbesar terjadi pada tahap 3, dan semakin mengecil pada tahap 4, tahap 2, dan tahap 1. Sesuai dengan teori pertukaran sosial, temuan ini menegaskan bahwa perilaku positif dan minat seksual merupakan ganjaran yang menimbulkan daya tarik bagi perkawinan, sedangkan perilaku negatif bertindak sebagai biaya yang akan mengurangi daya tarik perkawinan. Pengujian terhadap hubungan antara perilaku sosioemosional antara suami dan isteri menghasilkan temuan bahwa jika ditinjau dari perilaku sosioemosional yang diberikan subyek, hubungan terkuat terjadi antar perilaku positif, dan diikuti berturut-turut oleh minat seksual dan perilaku negatif. Sedangkan pada perilaku sosioemosional yang diterima subyek, hubungan yang terjadi adalah sama kuat, baik pada perilaku positif, minat seksual, maupun perilaku negatif. Temuan ini kiranya mendukung teori tentang resiprositas dalam perkawinan, di mana jika suami menunjukkan perilaku positif kepada isteri, maka isteri akan cenderung ?membalas? berlaku positif kepada suaminya, dan sebaliknya. Hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku sosioemosional antar tahap perkawinan ternyata tidak sepenuhnya terbukti. Perbedaan hanya ditemukan pada dimensi perilaku positif dan minat seksual antara tahap 1 dengan tahap 2, tahap 1 dengan tahap 3, dan tahap I dengan tahap 4. Keduanya menunjukkan bahwa tingkat perilaku positif dan minat seksual tertinggi terjadi pada tahap perkawinan 1. Akan halnya variabel kepuasan perkawinan, terbukti bahwa perbedaan kepuasan perkawinan hanya terjadi antara tahap perkawinan 1 dan tahap 2, dimana tingkat kepuasan perkawinan pada tahap 1 lebih tinggi daripada tahap 2. Sedangkan untuk kepuasan perkawinan antara suami dan isteri, penelitian ini tidak menemukan perbedaannya.
2002
T38570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>